Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM ANORGANIK

PERCOBAAN 10

“Penjerapan Zat Cair pada Material Berpori”

Disusun Oleh :

Nama : Wahyudin
NIM : 24030122130075
Hari, tanggal : Selasa, 26 September 2023
Kelompok :8
Asisten : Komang Diamantiarini Karyasa

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK
PERCOBAAN 10
PENJERAPAN ZAT CAIR PADA MATERIAL BERPORI

Semarang, 1 Oktober 2023

Mengetahui,

Asisten Praktikan

Komang Diamantiarini Karyasa Wahyudin


NIM. 24030120120003 NIM. 24030122130075
ABSTRAK
Telah dilakukan praktikum kimia anorganik percobaan sepuluh yang berjudul
“Penjerapan Zat Cair pada Material Berpori” dengan tujuan agar praktikan mampu
mempelajari fenomena dari penjerapan atau adsorpsi larutan baik asam, basa maupun
netral serta larutan yang mengandung ion logam pada berbagai material-material
berpori. Percobaan menggunakan metode adsorpsi dengan adsorban berupa zeolite
dan karbon aktif. Adsorpsi sendiri merupakan proses penyerapan suatu zat oleh
adsorben yang umumnya terjadi pada permukaan zat padat. Adapun gaya Van der
Waals merupakan prinsip dasar dalam percobaan ini. Hasil yang diharapkan melalui
percobaan adalah proses terjadinya adsorpsi dapat teramati melalui perubahan warna
zat pada larutan yang diuji dan adanya perubahan pH larutan. Hasil akhir percobaan
dari proses adsorpsi dengan zeolite dijelaskan bahwa pada larutan HCl, larutan
berubah warna menjadi jernih yang semula merah jingga dan pH berubah dari 1
menjadi 7. Pada FeCl3 larutan yang awalnya kuning kecokelatan menjadi kuning
muda yang lebih jernih dan pH awal 2 menjadi 3. Sedangkan pada larutan NaOH,
terjadi perubahan warna yang signifikan dari pink dengan pH 13 menjadi pink lebih
muda dengan pH 11. Hasil akhir percobaan dari proses adsorpsi dengan karbon aktif
didapatkan bahwa pada larutan HCl, larutan tidak mengalami perubahan warna, atau
tetap merah jingga, dan tidak juga mengalami perubahan nilai pH atau tetap 1. Pada
FeCl3 juga tidak mengalami perubahan warna dan pH tau tetap berwarna kuning
kecokelatan dan pH tetap 2. Sedangkan pada larutan NaOH terjadi perubahan pH
yang semula 13 menjadi 11 namun tidak diikuti perubahan warna atau tetap berwarna
pink.

Kata kunci : adsorpsi, adsorben, adsorbat, zeolite, karbon aktif, penjerap.


PERCOBAAN 10
PENJERAPAN ZAT CAIR PADA MATERIAL BERPORI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Mempelajari fenomena penjerapan/adsorpsi larutan baik asam, basa,
netral dan larutan yang mengandung ion logam pada berbagai material
berpori.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Adsorpsi
Adsorpsi atau penyerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu
fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat
penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau
film (zat teryerap, adsorbat) pada permukaannya. Adsorpsi secara umum
adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam
larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap, di mana terjadi suatu
ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Pada asdorpsi
terdapat adsorben yang berperan sebagai media penyerap, dan ada
adsorbat yang berperan sebagai zat yang diserap.
(Widayatno et al., 2017).
2.2. Jenis Adsorpsi
2.2.1. Adsorpsi Fisis atau Van Der Waals
Adsorpsi fisik berhubungan dengan gaya van der Waals dan
merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat
terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut
dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada
permukaan adsorben. Adsorpsi Fisik terjadi pada zat-zat yang bersuhu
rendah dengan adsorpsi relatif rendah. Adsorpsi fisik mempunyai derajat
yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair, sehinga gaya
yang menahan adsorpsi molekul-molekul fluida biasanya cepat tercapai
dan bersifat reversibel karena kebutuhan energi yang sangat kecil.
2.2.2. Adsorbsi Kimia
Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat
terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan terjadi
berdasarkan ikatan kimia antara adsorbent dengan adsorbat, sehingga
dibandingkan dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh lebih besar,
adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Sebab terbentuk ikatan
kimia, maka pada permukaan adsorbent dapat berbentuk suatu lapisan dan
apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak akan mampu lagi menyerap
zat lainnya. Dan proses adsorpsi secara kimia ini bersifat irreversible.
(Kurniawan, 2014).

2.3. Karakteristik Adsorpsi


Kemampuan kerja alat untuk menghasilkan suhu yang rendah sangat
dipengaruhi oleh jenis adsorben. Dimana penyerapan adsorben
dipengaruhi oleh volume yang dipakai, dan luas permukaan spesifik.
Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi yang baik:
1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka
semakin besar pula daya adsorpsinya, karena proses adsorpsi terjadi pada
permukaan adsorben.
2. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan
desorpsi.
3. Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki tingkat kemurnian
tinggi, daya adsorpsinya lebih baik.
4. Jenis/gugus fungsi atom yang ada pada permukaan adsorben. Sifat-sifat
atom di permukaan berkaitan dengan interaksi molekuler antara adsorbat
dan adorben yang lebih besar pada adsorbat tertentu.
(Ginting, 2014).
2.4. Faktor yang Memengaruhi Adsorpsi
2.4.1. Jenis Adsorben yang Digunakan
Adsorben memiliki beragam sifat yang khas untuk tiap
jenisnya, ada yang memiliki kekuatan adsorpsi yang cukup tinggi
terhadap zat-zat tertentu contohnya ada adsorben polar dengan
daya adsorpsi tinggi terhadap alkohol, alumina ,asam karboksilat,
keton dan aldehid. Sedangkan adsorben non polar seperti silica
kekuatan adsorpsi yang dimiliki besar terhadap zat/molekul yang
bersifat basa dan amin.
2.4.2. Jenis Adsorbat yang Digunakan
Karakteristik kimia adsorbat, antara lain ukuran molekul,
polaritas molekul, komposisi kimia dan sebagainya.
2.4.3. Konsentrasi yang Dimiliki Masing-Masing Zat
Semakin tinggi konsentrasi suatu zat, maka akan semakin
tinggi pula jumlah solute yang nanti akan teradsorpsi.
2.4.4. Luas Permukaan
Saat permukaan adsorben makin luas (besar adsorben semakin
menciut), maka akan makin besar adsorpsi yang terjadi karena zat
yang melekat pada permukaan adsorben akan berkemungkinan
bertambah.
2.4.5. Tekanan
Saat tekanan diperbesar jumlah adsorbat yang terserap
semakin besar, hal ini karena molekul yang menyusun adsorbat
akan lebih cepat untuk teradsorpsi, sehinngga semakin besar
tekanan, akan semakin banyak pula jumlah zat yang teradsorpsi
2.4.6. Daya Larut terhadap Adsorben
Daya larut tinggi yang tinggi pada zat tertentu akan membuat
proses adsorpsi akan terhalang, hal itu karena gaya tarik adsorben
terhadap adsorbat berlawanan dengan gaya untuk melarutkan
solute/adsorbat.
2.4.7. Pengadukan
Pada proses penghomogenan, molekul penyusun adsorbat dan
adsorben akan bertumbukan satu sama lain yang akan membuat
proses adsorpsi berjalan semakin cepat.
(Yahya, 2018).

2.5. Gaya Van Der Waals


Gaya Van Der Waals merupakan salah satu jenis gaya tarik menarik
diantara molekul. Gaya ini timbul dari gaya London dan gaya antardipol-
dipol. Jadi, gaya Van Der Waals dapat terjadi pada molekul nonpolar
maupun molekul polar. Konsep gaya tarik antar molekul ini digunakan
untuk menurunkan persamaan tentang zat-zat yang berada pada fase gas.
Gaya dipol-dipol pada gaya van der Waals terjadi saat bagian positif
pada adsorbat interaksi dengan bagian negatif pada biosorben atau
keterbalikannya. Saat elektron terluar semakin kurang terikat dengan inti
sehingga mudah diganggu oleh molekul tetangganya, Gaya van der
Waalsnya akan semakin besar jika massa molar atau ukuran atomnya
cukup besar.
(Irawati et al., 2018).
2.6. Adsorpsi Zat Berpori
Padatan berpori sering dipakai sebagai penyeleksi komponen,
penyangga katalis, dan iterature. Adsorben yang sering ditemui umumnya
berbentuk granular, serta memiliki klasifikasi pori dengan fungsi
tersendiri yaitu mikropori, mesopori, dan makropori. Adapun beberapa
jenis adsorben berpori yang sering ditemui saat percobaan adsorpsi
adalah: zeolit, molecular sieve, porous glasses, silika gel, alumina, dan,
karbon aktif
(Astuti, 2018).

2.7. Zeolit
Zeolit merupakan material berstruktur hidrat aluminium silikat
dengan luas permukaan spesifik yang tinggi sehingga memiliki potensi
yang besar untuk digunakan sebagai bahan penjerap (adsorbent), Zeolit
dapat didefinisikan sebagai salah satu bahan kristal dengan tampilan
badan berpori yang diwujudkan dengan struktur pori mikropori yang baik.
Zeolit sering digunakan sebagai katalis perengkahan yang baik, sebab
strukturnya memiliki alumunium, dan memiliki asam kuat pada
permukaannya. Kation pada zeolit menaruh muatan bebas untuk
berpindah keluar dan masuk struktur zeolit sehingga air dan kationnya
dapat disubstitusi dengan molekul lain. Ciri tersebut biasa dipakai untuk
mengetahui ion positif yang tidak sama pada struktur, menentukan wadah
yang cocok untuk kegunaan katalis atau adsorpsi.
Heulandite, Clinoptilolite, dan Mordenite merupakan jenis zeolit alam
yang keberadaannya paling banyak di alam.
(Wibowo et al., 2017).
2.8. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa karbon yang memiliki susunan
tubuh amorf dan luas permukaan dalam yang lebar dibersamai
keporositasasan yang tinggi. Karbon aktif mempunya fungsi yang baik
dalam penyaluran listrik, menstabilkan, dan pemanasan yang maksimal.
Karbon aktif mempunya mikropori, mesopori, dan makropori dalam
susunan tubuhnya.
Karbon aktif mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon yang diperlakukan dengan cara khusus
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan karbon
aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram, ini berhubungan dengan struktur
pori internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai
adsorben. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap
berat karbon aktif. Karbon aktif merupakan adsorben dengan permukaan
lapisan yang luas dengan bentuk butiran (granular) atau serbuk (powder).
Karbon aktif tersedia dalam berbagai bentuk misalnya pelet (gravel, 0,8 -
5 mm), lembaran fiber, bubuk (PAC : powder active carbon, 0,18 mm
atau US mesh 80) dan butiran-butiran kecil (GAC : Granular Active
carbon, 0,2 - 5 mm). Karbon aktif merupakan bahan yang multifungsi
dimana hampir sebagian besar telah dipakai penggunaannya oleh berbagai
macam jenis industri.
(Suarsa, 2015).
II.9. Analisa Bahan
2.9.1. Zeolit Alam
- Sifat Fisika :Berbentuk serbuk dan berwarna putih.
- Sifat Kimia :Mampu mendehidrasi, memiliki sifat
penjerapan, pertukaran ion, penyaringan, dan
katalis-katalisator.
(Atikah, 2017).
2.9.2. Karbon Aktif
- Sifat Fisik : Padatan, bertekstur cukup halus, berwarna
hitam, densitas 2,31 g/cm3 pada 20˚C
- Sifat Fisik : Mudah terbaakar, merupakan reagen untuk
analisis kimia, merupakan salah satu bahan
penjerap, dapat menyebabkan kanker jika
masuk ke dalam tubuh dalam kadar tertentu.
(MSDS, 2022).
2.9.3. HCl
- Sifat Fisika :Berbentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau,
dan memiliki titik bekunya -74°C dan titik didih
53°C.
- Sifat Kimia :Memiliki pH 1,2, dapat larut dalam air, san
bukan kategori bahan yang mudah meledak.
(MSDS, 2014).
2.9.4. NaOH
- Sifat Fisika :Berwujud padat, memiliki warna putih, dan
tidak tercium bau.
- Sifat Kimia :pH diatas 14, dapata larut dalam air, korosif
terhadap logam, bukan merupakan oksidator,
tidak mudahenya/meledak.
(MSDS, 2014).
2.9.5. FeCl3
- Sifat Fisika :Berbentuk serbuk, berwarna hijau hingga
hitam, baunya pedih.
- Sifat Kimia :Merupakan oksidator, memiliki pH 1, dapat
larut dalam air, bukan termasuk zat yang mudah
menyala atau meledak.
(MSDS, 2014).
2.9.6. Aquades
- Sifat Fisika :Berbentuk cair, berwarna bening, dan tidak
berbau.
- Sifat Kimia :bukan merupakan suatu oksidator, bukan
termasuk bahan yang mudah meledak, dapat
didistilasi dalam kondisi tidak terurai.

(MSDS, 2014).

2.9.7. Indikator Metil Orange (MO)


- Sifat Fisika :Berwujud zat padat, warnanya jingga/orange ,
dan mempunyai bau khas yang tidak kuat.
- Sifat Kimia :umumnya memiliki pH 6,5, dapat larut dalam
air, bukan termasuk zat yang dapat meledak &
menyala, bukan termasuk oksidator.
(MSDS, 2019).
2.9.8. Indikator Phenolptalein (PP)
- Sifat Fisika : Berbentuk padat, berwarna putih, dan tidak
berbau.
- Sifat Kimia : Dapat larut dalam air, menimbulkan iritasi
pada kulit dan mata, dapat bereaksi hebat
dengan oksidator kuat, bukan termasuk bahan
yang mudah meledak.
(MSDS, 2019).
2.9.9. Kapas
- Sifat Fisik : Serat, berwarna putih, mudah kusut, berat jenis
1,50-1,60 g/cm3.
- Sifat Kimia : Terbuat dari selulosa, mudah terbakar jika
disulut api, higroskopis,
(Mulyawan et al., 2015).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
- 6 buah botol plastik yang berwarna bening
- 8 buah gelas beker 100 mL
- Indikator universal
- Neraca Analitik
- 6 buah erlenmyer
3.1.2. Bahan
- Zeolit Alam
- Karbon Aktif
- HCl
- NaOH
- FeCl3
- Aquades
- Indikator Metil Orange (MO)
- Indikator Phenolptalein (PP)
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Penyiapan Kolom Penjerat

Botol
- Pemotongan botol menjadi 2 bagian
- Pembalikan botol
- Penyumbatan botol dengan kapas
- Pemasukan masing-masing 20 gram zeolite
pada 3 botol dan masing-masing 20 gram
karbon aktif pada 3 botol yang berbeda dengan
sebelumnya

Hasil
3.2.2. Penjerapan HCl pada Zeolit

50 mL HCl 0,1 M

Gelas Beker

- Penambahan 2-3 tetes MO lalu amati


kelarutan
- Pengamatan pH dengan indikator universal
- Penuangan kedalam kolom penjerap yang
sudah disediakan
20 gram Zeolit
Botol

- Penyaringan hingga tidak terdapat fluida


yang menetes pada gelas penampung lagi

Filtrat Residu Zeolit

Gelas Beker

- Pengamatan warna larutan


- Pengamatan pH yang dihasilkan

Hasil
3.2.3. Penjerapan NaOH pada Zeolit

50 mL NaOH 0,1 M

Gelas Beker

- Penamabahan 2-3 tetes indikator pp lalu


amati kelarutan
- PengamatanpH dengan indikator universal
- Penuangan kedalam kolom penjerap yang
sudah disediakan
20 gram Zeolit
Botol

- Penyaringan hingga tidak terdapat


fluida yang menetes pada gelas
penampung lagi
Filtrat Residu Zeolit

Gelas Beker

- Pengamatan warna larutan


- Pengamatan pH yang dihasilkan

Hasil
3.2.4. Penjerapan FeCl3 pada Zeolit

50 mL FeCl3 0,1 M

Gelas Beker

- Pengukuran pH dengan indikator


universal
- Penuangan kedalam kolom penjerap
yang sudah disediakan

20 gram Zeolit
Botol

- Penyaringan hingga tidak terdapat


fluida yang menetes pada gelas
penampung lagi
Filtrat Residu Zeolit

Gelas Beker

- Pengamatan warna larutan


- Pengukuran pH yan dihasilkan

Hasil
3.2.5. Penjerapan HCl pada Karbon Aktif

50 mL HCl 0,1 M

Gelas Beker

- Penambahan 2-3 tetes MO lalu amati


kelarutan
- Pengamatan pH dengan indikator universal
- Penuangan kedalam kolom penjerap yang
sudah disediakan
20 gram Karbon Aktif
Botol

- Penyaringan hingga tidak terdapat fluida


yang menetes pada gelas penampung lagi

Filtrat Residu Zeolit

Gelas Beker

- Pengamatan warna larutan


- Pengamatan pH yang dihasilkan

Hasil
3.2.6. Penjerapan NaOH pada Karbon Aktif

50 mL NaOH 0,1 M

Gelas Beker

- Penambahan 2-3 tetes indikator pp lalu amati


kelarutan
- Pengamatan pH dengan indikator universal
- Penuangan kedalam kolom penjerap yang
sudah disediakan
20 gram Karbon Aktif
Botol

- Penyaringan hingga tidak terdapat fluida


yang menetes pada gelas penampung lagi

Filtrat Residu Zeolit

Gelas Beker

- Pengamatan warna larutan


- Pengamatan pH yang dihasilkan

Hasil
3.2.7. Penjerapan FeCl3 pada Karbon Aktif

50 mL FeCl3 0,1 M

Gelas Beker

- Pengamatan pH dengan indikator universal


- Penuangan ke dalam kolom penjerap yang
sudah disediakan

20 gram Karbon Aktif


Botol

- Penyaringan hingga tidak terdapat fluida


yang menetes pada gelas penampung lagi

Filtrat Residu Zeolit

Gelas Beker

- Pengamatan warna larutan


- Pengamatan pH yang dihasilkan

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN

No Perlakuan Hasil
1. HCl
Sebelum diadsorpsi
- Pengamatan warna -Berwarna merah bening
agak jingga
- Pengamatan pH - pH 1
Setelah diadsorpsi dengan zeolite
- Pengamatan warna - Bening tidak berwarna
- Pengamatan pH - pH 7
Setelah adsorpsi dengan karbon
aktif
- Pengamatan warna - bening
- Pengamatan pH - pH 1
2. NaOH
Sebelum diadsorpsi
- Pengamatan warna - Larutan berwarna Pink
- Pengamatan pH - pH 13
Setelah diadsorpsi dengan zeolit
- Pengamatan warna - Larutan berwarna pink
lebih muda dari sebelum
di adsorpsi
- Pengamatan pH - pH 11
Setelah diadsorpsi dengan karbon
aktif
- Pengamatan warna - Larutan tetap
Berwarna pink
- Pengamatan pH - pH 11
3. FeCl3
Sebelum diadsorpsi
- Pengamatan warna - larutan berwarna
kuning kecokelatan
- Pengamatan pH - pH 2
Setelah diadsorpsi dengan zeolit
- Pengamatan warna - larutan berwarna
kuning bening
- Pengamatan pH - pH 3
Setelah diadsorpsi dengan karbon
aktif
- Pengamatan warna - larutan berwarna
kuning kecokelatan
- Pengamatan pH - pH 2
V. HIPOTESIS
Praktikum kimia anorganik percobaan sepuluh yang berjudul “Penjerapan
Zat Cair pada Material Berpori” bertujuan agar praktikan mampu mempelajari
fenomena dari penjerapan atau adsorpsi larutan baik asam, basa maupun netral
serta larutan yang mengandung ion logam pada berbagai material-material
berpori. Percobaan menggunakan adsorpsi dengan zeolite dan karbon aktif
sebagai metode percobaan. Adsorpsi sendiri merupakan proses penyerapan
suatu zat oleh adsorben yang umumnya terjadi pada permukaan zat padat.
Adapun gaya Van der Waals merupakan prinsip dasar dalam percobaan.
Hasil yang diharapkan melalui percobaan adalah proses terjadinya adsorpsi
dapat teramati melalui perubahan warna zat pada larutan yang diuji dan
adanya perubahan pH larutan serta daya adsorpsi adsorban zeolite lebih baik
dari adsorban karbon aktif.
VI. PEMBAHASAN
Telah dilakukan Percobaan 10 yang berjudul “Penjerapan Zat Cair pada
Material Berpori” dengan tujuan untuk mempelajari fenomena
penjerapan/adsorpsi larutan baik asam, basa, netral, dan larutan yang
mengandung ion logam pada berberbagai material berpori. Pada percobaan ini
digunakan metode adsorpsi dimana metode adsorpsi, adsorpsi sendiri
merupakan proses penyerapan suatu zat oleh adsorben yang umumnya terjadi
pada permukaan zat padat akibat adanya gaya tarik antar atom atau molekul
zat padat (Saputri, 2020). Pada percobaan ini juga digunakan prinsip gaya van
der waals dan pertukaran ion, dimana gaya van der waals adalah adalah gaya
khas pada molekul nonpolar, terjadi karena adanya pendistribusian muatan
yang sesaat dan tidak seragam akibat fluktuasi awan elektron di sekitar inti
(Ika. dkk, 2013). Sedangkan prinsip pertukaran ion adalah proses terjadinya
pergantian ion negatif ke ion positif tertentu secara tepat pada larutan dan
memutuskan ion lain ke larutan itu dengan jumlah ekuivalen sama, dan
banyaknya muatan yang diserap sama dengan muatan yang diputus untuk
membuat media penukar ion tetap stabil (Ratnasari et al., 2021). Pada
percobaan ini juga digunakan adsorben berupa zeolit dan karbon aktif, hal ini
bertujuan agar mampu mengetahui perbedaayan daya adsorpsi pada kedua
adsorben tersebut.
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam memulai percobaan adalah
membuat set kolom penjerap sebanyak 6 buah dengan cara memotong bagian
alas botol, lalu menutup bagian atas botol tersebut dengan kapas sebagai
penyaring supaya pemisahan antara zeolit dan adsorbat terlihat jelas. Lalu
balik botol dan taruh di atas alas yang sudah dipotong tadi, kemudian
masukkan 20 gram zeolit yang berperan sebagai adsorban ke masing masing 3
botol berbeda secara perlahan. Kemudian masukkan 20 gram karbon aktif ke
masing-masing 3 botol yang berbeda dengan yang telah terisi zeolite
sebelumnya, kemudian hentakkan secara perlahan semua tutup botol tersebut
agar adsoben semakin rapat dan padat sehingga proses adsorpsi berjalan
dengan baik. Berikut adalah 6 percobaan yang dilakukan pada masing-masing
adsorbat :

6.1. Adsorpsi HCl pada Zeolit


Pada percobaan adsorpsi dengan adsorbat HCl dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari, mengamati, dan memahami proses adsorpsi
HCl oleh zeolit. Sebelum HCl diadsorpsi, 50 mL HCl diteteskan indikator
MO yang berperan sebagai indikator asam sebanyak 1 tetes agar
mempermudah pengamatan, HCl yang sebelumnya berwarna bening
berubah menjadi merah agak jingga. Reaksinya sebagai berikut:

(KA et al., 2020).


Setelah ditetesi indikator MO dilakukan pengukuran pH menggunakan
indikator universal dimana ditunjukan HCl mempunyai pH 1. HCl
kemudian dimasukan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga HCl pada
kolom penjerap habis menetes ke alas botol. Hasil dari adsorpsi adalah
HCl yang berwana bening, kemudian dilakukan pengecekan kembali
pHnya menggunakan indikator universal, pH HCl berubah menjadi 7.
Perubahan warna dan pH tersebut karena adanya penjerapan oleh zeolit
terhadap HCl. Situs basa pada zeolite bereaksi dengan hcl sehingga pH
filtrat menjadi netral, hal tersebut mempengaruhi keasaman larutan
dimana membuat konsentrasi [H+] pada HCl berkurang. Pada proses ini
juga terdapat peristiwa dealuminasi, yaitu peristiwa penghilangan Al pada
ikatan Si-O-Al pada zeolite karena adanya interaksi pelarutan kerangka
zeolite yang basa dengan larutan asam, hal ini mengakibatkan defect pori
dimana rongga pada Si-O akan membesar karena kehilangan Al sehingga
memungkinkan peristiwa adsorbsi berlangsung lebih baik, karena
kemungkinan situs penjerapan menjadi lebih banyak (Ngapa, 2017).

Berikut mekanisme dealuminasinya:


(Nurliati et al., 2015).

6.2. Adsorpsi NaOH pada Zeolit


Pada percobaan adsorpsi dengan adsorbat NaOH dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari, mengamati, dan memahami proses adsorpsi
NaOH oleh zeolit. Sebelum NaOH diadsorpsi, 50 mL NaOH diteteskan
indikator PP sebanyak 1 tetes yang berperan sebagai indikator basa agar
mempermudah pengamatan dimana NaOH yang sebelumnya berwarna
bening berubah menjadi pink. Reaksinya sebagai berikut:
(Sekewael, 2021).
Setelah ditetesi indikator PP dilakukan pengukuran pH menggunakan
indikator universal didapatkan nilai pH NaOH adalah 13. NaOH
kemudian dimasukan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga NaOH pada
kolom penjerap habis menetes ke erlenmeyer. Hasil dari adsorpsi adalah
NaOH yang mulanya berwarna pink tetap menjadi pink dengan sedikit
lebih bening dari sebelumnya, dan setelah dicek lagi menggunakan
indikator universal pH NaOH menjadi 11. Perubahan warna dan pH
tersebut karena adanya penjerapan oleh zeolit terhadap NaOH yang
membuat konsentrasi [OH-] pada NaOH berkurang. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi antara situs asam dari zeolite dengan NaOH (Ngapa,
2017) proses ini biaasa disebut juga peristiwa desilikasi atau pelepasan
unsur silika yang disebabkan oleh pelarutan silika dari kerangka zeolit
pada larutan basa, mekanismenya sebagai berikut:

(Wang et al., 2019).


6.3. Adsorsi FeCl3 pada Zeolit
Pada percobaan adsorpsi dengan adsorbat FeCl3 dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari, mengamati, dan memahami proses adsorpsi
FeCl3 oleh zeolit. Pada FeCl3 tidak dilakukan penambahan indikator asam
atau basa karena FeCl3 sudah memiliki warna. Kemudian dilakukan
pengukuran pH menggunakan indikator universal dimana ditunjukan
FeCl3 mempunyai pH 2 dan berwarna kuning kecokelatan.
FeCl3 kemudian dimasukan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga
FeCl3 pada kolom penjerap habis menetes ke erlenmeyer. Hasil dari
adsorpsi adalah FeCl3 yang mulanya berwana kuning kecokelatan menjadi
kuning bening, setelah dicek lagi menggunakan indikator universal pH
FeCl3 berubah menjadi 3. Perubahan warna dan pH tersebut karena
adanya penjerapan oleh zeolit terhadap FeCl 3 akibat adanya gaya van der
waals, yang membuat interaksi antara ion satu dan lainya dengan zat
warna melemah, dan tergantikan yaitu pertukaran antara Fe 3+ dalam FeCl3
dengan komponen penyusun dari zeolit ,penjerapan ini juga berpengaruh
ke pH dimana terjadi kenaikan pH yang menandakan bahwa keasaman
dari larutan FeCl3 menurun.

6.4. Adsorpsi HCl pada Karbon Aktif


Pada percobaan adsorpsi dengan adsorbat HCl dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari, mengamati, dan memahami proses adsorpsi
HCl oleh karbon aktif. Sebelum HCl diadsorpsi, 50 mL HCl diteteskan
indikator MO yang berperan sebagai indikator asam sebanyak 1 tetes agar
mempermudah pengamatan, HCl yang sebelumnya berwarna bening
berubah menjadi merah agak jingga. Reaksinya sebagai berikut:
(KA et al., 2020).
Setelah ditetesi indikator MO dilakukan pengukuran pH menggunakan
indikator universal dimana ditunjukan HCl mempunyai pH 1. HCl
kemudian dimasukan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga HCl pada
kolom penjerap habis menetes ke alas botol. Hasil dari adsorpsi adalah
HCl tetap berwarna merah jingga dan tak mengalami perubahan,
kemudian dilakukan pengecekan kembali pHnya menggunakan indikator
universal, pH HCl tidak mengalami perubahan atau tetap 1. Seharusnya
warna dari HCl berwarna merah pudar atau bahkan dapat menjadi tidak
berwarna dan pH nya naik menuju ke arah pH netral yang merupakan
akibat dari adanya proses adsorpsi oleh karbon aktif terhadap HCl. Tidak
berubahnya warna dan pH tersebut adalah karena ukuran karbon aktif
berupa pellet yang terlampau besar sehingga tidak mampu untuk
melakukan adsorpsi pada larutan HCl, semakin kecil partikel karbon aktif
maka akan semakin banyak unitnya dalam wadah penjerap tersebut, bila
unitnya semakin banyak maka luas permukaannya semakin besar, bila
luas permukannya semakin besar maka dapat memperluas kontak antara
adsorben dan zat yang akan di adsorpsi sehingga proses adosrpsi berjalan
effisien, berbanding terbalik jika ukuran pellet besar maka unit dalam
media penjerapannya sedikit sehinhgga luas permukaannya kecil, bila
luas permukaannya kecil maka kontak antara adsorben dan zat yang akan
diadsorpsi menjadi terminimalkan, akibatnya proses adsorpsi tidak
berjalan maksimal(Asih et al., 2015).

6.5. Adsorpsi NaOH pada Karbon Aktif


Pada percobaan adsorpsi dengan adsorbat NaOH dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari, mengamati, dan memahami proses adsorpsi
NaOH oleh karbon aktif. Sebelum NaOH diadsorpsi, 50 mL NaOH
diteteskan indikator PP sebanyak 1 tetes yang berperan sebagai indikator
basa agar mempermudah pengamatan dimana NaOH yang sebelumnya
berwarna bening berubah menjadi pink. Reaksinya sebagai berikut:

(Sekewael, 2021).
Setelah ditetesi indikator PP dilakukan pengukuran pH menggunakan
indikator universal didapatkan nilai pH NaOH adalah 13. NaOH
kemudian dimasukan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga NaOH pada
kolom penjerap habis menetes ke erlenmeyer. Hasil dari adsorpsi adalah
NaOH yang mulanya berwarna pink tetap menjadi pink dengan sedikit
lebih bening dari sebelumnya, dan setelah dicek lagi menggunakan
indikator universal pH NaOH menjadi 11. Perubahan pH tersebut karena
adanya penjerapan oleh karbon aktif terhadap NaOH yang membuat
konsentrasi [OH-] pada NaOH berkurang, mekanismenya adalah karena
karbon aktif mempunyai 2 situs adsorpsi yang spesifik yaitu situs asam
dan basa, maka situs asam pada karbon aktif bekerja mengikat ion OH -
pada NaOH, sehingga menjaga OH- agar tidak turun ke bawah bersama
filtrat, karena beberapa ion OH- teradsorpsi maka konsentrasi [OH-]
dalam filtrat menurun dan menyebabkan penurunan pH pada filtrat dari
pH 13 menjadi pH 11, namun untuk warna yang tidak berubah bisa
diakibatkan oleh material karbon aktif berupa pellet yang terlampau besar
sehingga zat warna tidak mampu menempel dengan baik pada permukaan
karbon aktif.

6.6. Adsorsi FeCl3 pada Karbon Aktif


Pada percobaan adsorpsi dengan adsorbat FeCl3 dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari, mengamati, dan memahami proses adsorpsi
FeCl3 oleh karbon aktif. Pada FeCl3 tidak dilakukan penambahan
indikator asam atau basa karena FeCl3 sudah memiliki warna. Kemudian
dilakukan pengukuran pH menggunakan indikator universal dimana
ditunjukan FeCl3 mempunyai pH 2 dan berwarna kuning kecokelatan.
FeCl3 kemudian dimasukan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga
FeCl3 pada kolom penjerap habis menetes ke erlenmeyer. Hasil dari
adsorpsi adalah FeCl3 yang mulanya berwana kuning kecokelatan menjadi
kuning bening, setelah dicek lagi menggunakan indikator universal pH
FeCl3 tidak mengalami perubahan atau tetap 2, warna dari FeCl3 yang
berubah menjadi kuning bening menandakan bahwa telah terjadi proses
adsorpsi, karena karbon aktif bermuatan (+) sehingga dapat mengikat
kation seperti ion Fe2+, Pb2+, dan Cu2+ melalui mekanisme pertukaran ion
(Manurung et al., 2021), namun seharusnya diikuti pula dengan
perubahan pH yang naik menuju ke arah pH netral yang merupakan
akibat dari adanya proses adsorpsi oleh karbon aktif terhadap FeCl3.
Tidak berubahnya pH tersebut adalah karena ukuran karbon aktif berupa
pellet yang terlampau besar sehingga tidak mampu untuk melakukan
adsorpsi pada larutan FeCl3 dengan baik, hal ini terjadi karena luas
permukaan yang kecil dan rekahan yang sedikit akibat ukuran pellet yang
terlampau besar menimbulkan pengikatan ion Fe3+ yang bertindak sebagai
spesi asam pada FeCl3 oleh situs basa pada karbon aktif tidak berjalan
dengan baik, sehingga Fe3+ yang teradsorpsi hanya sedikit dan yang
lainnya jatuh menuju botol yang menampung filtrat hasil adsorpsi
sehingga menyebabkan perubahan pH nya tidak terlampau jauh dan
masih tetap berada di pH yang sangat asam yaitu pH 2.

Adsorpsi paling baik dilakukan oleh media zeolit dari pada media
karbon aktif dalam menjerap zat asam, basa, dan warna pada
permukaanya. Hal ini disebabkan oleh struktur pori zeolite yang berupa
kristal menyebabkan ukuran pori spesifik dan lebih berongga jika
dibandingkan dengan struktur pori karbon aktif yang berupa rekahan
bercabang Selain itu karbon aktif memiliki sifat adsorben yang dapat
mengadsorpsi secara selektif (Nugroho, et al., 2013), berikut struktur dari
zeolite alam (a) dan karbon aktif(b)

(a) (b)

(Soonmin & Kabbashi, 2021(b); Wang et al., 2019(a)).

Ukuran partikel adsorben juga mempengaruhi proses adsorbsi, saat


permukaan adsorben makin luas (besar adsorben semakin menciut), maka
akan makin besar adsorpsi yang terjadi karena zat yang melekat pada
permukaan adsorben akan berkemungkinan bertambah, dalam hal ini
zeolite alam mempunyai ukuran adsorben yang kecil dari pada adsorben
karbon aktif, sehingga luas permukaan adsorben zeolite lebih luas
daripada luas permukaan karbon aktif. Apabila luas permukaan besar,
maka porinyanya besar sehingga adsorpsinya berjalan baik, tetapi
padatannya akan rapuh karena rongganya banyak, apabila porinya kecil
padatannya akan kuat karena rongganya sedikit, namun adsorpsi berjalan
lambat. Material adsorben yang baik adalah material dengan pori yang
kecil dan banyak, sehingga akan dihasilkan padatan yang kuat dan proses
adsorpsi berjalan dengan baik(Wang et al., 2019).
VII. PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa Fenomena adsorpsi dapat diamati melalui perubahan warna dan
pengukuran pH larutan dengan jenis adsorben. Konsentrasi adsorbat, luas
permukaan adsorben, ukuran molekul adsorbat, serta pH sebagai faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Baik pada larutan asam (HCl) maupun
basa (NaOH), saat terjadi proses penjerapan maka warna akan memudar
dan sifat asam/basa mereka akan melemah disebabkan karena adanya
interaksi antara komponen adsorben dengan adsorbat yaitu interaksi
desilikasi dan dealuminasi, sedangkan pada ion logam (FeCl3) saat terjadi
penjerapan akan terjadi pemudaran warna, sifat asam/basanya akan
melemah karena ada gaya tarik antar ion yang disebabkan oleh gaya van
der waals. Adsorben zeolite alam merupakan adsorben yang lebih baik
pada peristiwa adsorbsi pada percobaan kali ini, sebab dipengaruhi oleh
ukuran adsorbennya yang lebih kecil serta sifat kemampuan penyerapan
yang selektif pada karbon aktif.

7.2. Saran
7.2.1. Penggunaan adsorbat FeCl3 dapat diganti dengan senyawa
yang mengandung logam dengan muatan yang relative sama
seperti Fe3+, yaitu AgNO3
7.2.2. Dapat ditambahkan pengggunaan adsorbat berupa asam lemah
dan basa lemah sebagai pembanding pengaruh kekuatan pH
antara asam kuat-asam lemah basa kuat-basa lemah terhadap
daya adsorpsi dari adsorben.
7.2.3. Dapat digunakan adsorben lain seperti silica gel dan alumina
aktif untuk mengetahui pengaruh sifat terhadap kemampuan
adsorbs dari adsorben.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, C. L., Sudarno, & Hadiwidodo, M. (2015). PENGARUH UKURAN MEDIA


ADSORBEN DAN KONSENTRASI AKTIVATOR NaOH TERHADAP
EFEKTIVITAS PENURUNAN LOGAM BERAT BESI ( Fe ), SENG ( Zn )
DAN WARNA LIMBAH CAIR INDUSTRI GALVANIS MENGGUNAKAN
ARANG SEKAM PADI Chandra Lestari Asih *, Sudarno *, Mochtar
Hadiwidodo *. Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
1–9.

Astuti, W. (2018). Adsorpsi Menggunakan Material Berbasis Lignoselulosa. In


Unnes Press.

Atikah, W. S. (2017). Karakterisasi Zeolit Alam Gunung Kidul Teraktivasi Sebagai


Media Adsorben Pewarna Tekstil. Arena Tekstil, 32(1), 17–24.
https://doi.org/10.31266/at.v32i1.2650

Ginting, F. D. (2014). Pengujian alat pendingin. Fakultas Teknik Universitas


Indonesia, 7–21.

Irawati, H., Aprilita, N. H., & Sugiharto, E. (2018). Adsorpsi Zat Warna Kristal
Violet Menggunakan Limbah Kulit Singkong (Manihot esculenta). Bimipa,
25(1), 17–31.

KA, S., KI, A., & OK, R. (2020). pH Indicators: A Valuable Gift for Analytical
Chemistry. Saudi Journal of Medical and Pharmaceutical Sciences, 06(05),
393–400. https://doi.org/10.36348/sjmps.2020.v06i05.001

Kurniawan, D. (2014). Pemanfaatan Media Bambu Sebagai Adsorbent Penyerap


Logam Timbal (Pb) Dengan Perbandingan Tanpa Aktivasi dan Aktivasi dengan
Asam Sitrat. Thesis, 20.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2799/05.2 bab 2.pdf?
sequence=8&isAllowed=y
Manurung, M., Putra, A. A. B., & Oktavia, I. (2021). PREPARASI ARANG
BAMBU DENGAN METODE KONVENSIONAL, AKTIVASI TERMAL
DAN KARAKTERISASI SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN
LOGAM Pb(II) DAN Cr(III). Jurnal Kimia, 15(1), 50.
https://doi.org/10.24843/jchem.2021.v15.i01.p08

MSDS. (2014a). Aquades. Material Safety Data Sheet, 1907, 316–328.

MSDS. (2014b). Hydrochloric Acid. Material Safety Data Sheet, 1907, 316–328.

MSDS. (2014c). Iron (III) Chloride. Material Safety Data Sheet, 1907, 316–328.

MSDS. (2014d). Sodium Hidroksida. Material Safety Data Sheet, 1907, 316–328.

MSDS. (2017). Methyl Orange. ACS Reagent Chemicals, 1907, 1–8.


https://doi.org/10.1021/acsreagents.4225.20160601

MSDS. (2019). Phenolphtalein indicator. Lembar Data Keselamatan


Bahanfile:///C:/Users/USER/Downloads/MSDS_POTASSIUM_DICHROMATE_
(INDO).Pdf, 136, 1–8.

MSDS. (2022). Arang Akif. Lembar Data Keselamatan Bahan, 1907, 1–9.

Mulyawan, A. S., Sana, A. W., & Kaelani, Z. (2015). Identifikasi Sifat Fisik Dan
Sifat Termal Serat-Serat Selulosa Untuk Pembuatan Komposit. Arena Tekstil,
30(2). https://doi.org/10.31266/at.v30i2.1955

Ngapa, Y. D. (2017). Study of The Acid-Base Effect on Zeolite Activation and Its
Characterization as Adsorbent of Methylene Blue Dye. JKPK (Jurnal Kimia
Dan Pendidikan Kimia), 2(2), 90. https://doi.org/10.20961/jkpk.v2i2.11904

Nurliati, G., Krisnandi, Y. K., Sihombing, R., & Salimin, Z. (2015). Studies of
modification of zeolite by tandem acid-base treatments and its adsorptions
performance towards thorium. Atom Indonesia, 41(2), 87–95.
https://doi.org/10.17146/aij.2015.382
Rahayu, I., Susanti, S., Wijayanti, A., & Hidayat, S. (2015). Peningkatan
Konduktivitas Litium Besi Fosfat Melalui Penambahan Polianilina Terdopan
Asam Sulfat. Jurnal Material Dan Energi Indonesia, 05(01), 07–00.

Ratnasari, B. Y., Fadillah, N., Astuti, D. H., & Sani, S. (2021). Penurunan Kadar
Logam Berat dalam Air Sungai Karah Surabaya dengan Resin Kation. ChemPro,
2(03), 7–12. https://doi.org/10.33005/chempro.v2i03.79

Saputri, C. A. (2020). Kapasitas Adsorpsi Serbuk Nata De Coco (Bacterial Sellilose)


terhadap Ion Pb2+ menggunakan Metode Batch. JURNAL KIMIA, 14(1), 71–76.

Sekewael, S. J. (2021). Determination of Surface Acidity on The Natural and


Synthetic Montmorillonite Clays by Titration Method. Indo. J. Chem. Res, 9(2),
94–98.

Soonmin, H., & Kabbashi, N. A. (2021). Review on activated carbon: Synthesis,


properties and applications. International Journal of Engineering Trends and
Technology, 69(9), 124–139.

Suarsa, W. (2015). Kinetika Adsorpsi Timbal (Pb) Pada Berbagai Adsorben. Skripsi,
12.

Wang, W., Maimaiti, A., Shi, H., Wu, R., Wang, R., Li, Z., Qi, D., Yu, G., & Deng,
S. (2019). Adsorption behavior and mechanism of emerging perfluoro-2-
propoxypropanoic acid (GenX) on activated carbons and resins. Chemical
Engineering Journal, 364, 132–138.

Wibowo, E., Sutisna, Rokhmat, M., Murniati, R., Khairurrijal, & Abdullah, M.
(2017). Utilization of Natural Zeolite as Sorbent Material for Seawater
Desalination. Procedia Engineering, 170, 8–13.
https://doi.org/10.1016/j.proeng.2017.03.002

Widayatno, T., Yuliawati, T., Susilo, A. A., Studi, P., Kimia, T., Teknik, F., &
Muhammadiyah, U. (2017). Adsorpsi Logam Berat (Pb) dari Limbah Cair
dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi Bahan Alam, 1(1), 17–
23.

LAMPIRAN GAMBAR

Warna tiap larutan sebelum di adsorpi

Proses adsorpsi dengan zeolite


Proses adsorpsi dengan karbon aktif

Anda mungkin juga menyukai