Anda di halaman 1dari 37

Abstrak

Telah dilakukan percobaan yang berjudul berjudul “ Adsorpsi pada


larutan” bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi dari
suatu bahan adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu proses dimana satu atau lebih unsur-
unsur pokok dari suatu larutan fluida akan lebih terkonsantrasi pasa permukaan
padatan teretentu (adsorben). Prinsip percobaan ini adalah gaya van der waals
yang merupakan gaya tarik menarik antara atom atau molekul yang diungkapkan
dalam suku a/v2. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
pengenceran, dan titrasi. Hasil yang diperoleh adalah X1 = 0,107 gram pada
CH3COOH 1 N; X2 = 0,075 gram pada CH3COOH 0,8 N; X3 = 0,0436 gram pada
CH3COOH 0,6 N; X4 = 0,0157 gram pada CH3COOH 0,4 N; X5 = 4,56 x 10-3
gram pada CH3COOH 0,2 N; X6 = 9,9 x 10-3 gram pada CH3COOH 0,1 N.

1
PERCOBAAN 2
ADSORPSI PADA LARUTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mengamati peristiwa adsorpsi suatu larutan pada suhu tetap oleh padatan
II. DASAR TEORI
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat pada padatan dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis
pada permukaan tersebut. Partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau
gas, maka partikel zat cair atau gas akan terakumulasi, fenomena tersebut
merupakan adsorpsi. Jadi, terkait dengan penyerapan partikel pada permukaan
zat. Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel
pendispersi pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida
terserap oleh fluida lainnya dengan membran suatu larutan.
(Robert, 1981)
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat kedalam atau permukaan
adsorben. Nilai suatu adsorben tergantung pada hal-hal berikut ini :
 Luas permukaan
 Temperatur
 Konsentrasi masing-masing
 Tekanan
 Macam adsorben
 Macam zat yang akan diadsorpsi

Misalkan zat padat akan cenderung menarik molekul-molekul yang


saling tarik menarik dengan gaya Van Der Waals. Semakin besar luas
permukaan suatu adsorben maka kemampuan untuk adsorpsinya juga semakin
tinggi. Makin banyak zat yang diadsorpsi tergantung besarnya konsentrasi
larutan. Sifat adsorpsi pada permukaan zat padat sangatlah selektif, artinya
bahwa pada campuran zat, hanya suatu komponen yang disdsorpsi oleh zat
padat tertentu. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorpsi dapat
dinyatakan sebagai berikut :

2
= k.Cn

log = log (k.Cn)

log ( ) = log k + log Cn

log ( ) = log k + n log C

Keterangan:
x = berat zat yang diadsorpsikan
m = berat adsorpsi
C = konsentrasi zat dalam larutan
n,k = tetapan adsorpsi
Adsorpsi banyak dijumpai dalam keidupan sehari-hari. Adapun contoh
dan peristiwa adsorpsi seperti pada penjernihan air, pemulihan gula,
kromatografi, dan dalam bentuk kosmetik, seperti ammonium klorida yang
digunakan untuk bahan deodorant yang berfungsi mengadsorpsi protein dalam
keringat sehingga menghambat produk dari kelenjar keringat.
(Underwood, 1994)
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
2.2.1 Adsorben
Tiap jenis adsorben punya karakteristik tersendiri, artinya sifat
dasar dari adsorben yang berperan penting.
2.2.2 Adsorbat
Dapat berupa zat padat elektrolit maupun non-elektrolit. Untuk zat
elektrolit adsorpsinya besar,karena mudah mengion, sehingga antara
molekul-molekulnya saling tarik menarik, untuk zat non-elektrolit
adsorpsinya sangat kecil.
2.2.3 Konsentrasi

3
Makin tinggi konsentrasi larutan, kontak antara adsorben dan
adsorbat akan makin besar, sehingga adsorpsinya juga makin besar.
2.2.4 Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, gaya adsorpsi akan besar sebab
kemungkinan zat untuk diadsorpsi juga makin luas. Jadi, semakin halus
suatu adsorben, maka adsorpsinya makin besar.
2.2.5 Temperatur
Temperatur tinggi, molekul adsorbat bergerak cepat, sehingga
kemungkinan menangkap atau mengadsorpsi molekul-molekul semakin
sulit.
(Alberty, 1987)
2.3 Jenis Adsorben
Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap partikel fluida dalam suatu
proses adsorpsi Adsorben bersifat spesifik dan terbuat dari bahan-bahan yang
berpori. Pemilihan jenis adsorben dalam proses adsorpsi harus disesuaikan
dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorpsi dan nilai komersilnya.
2.3.1 Berdasarkan sifatnya terhadap air
 Hidrofobik : polimer karbon aktif, tersusun dari molekuler steve
karbon, silikat
 Hidrofilik : silica gel, alumina aktif, berstruktur zeolit : 3A (RA),4A
(NaA, SA (CaA),13 X (NaX, Modernite, Chabazite).
2.3.2 Berdasarkan bahannya
 Adsorben organik : berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati.
Bahan yang sering digunakan ialah gfanyang, singkong, jagung,
gandum. Kelemahannya sangat bergantung pada kualitas tumbuhan.
 Adsorben Anorganik : berasal dari bahan non pangan, sehingga tidak
terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitas cenderung sama.
Contoh : silica gel.
2.3.3 Berdasarkan Ukuran Pori
 Mikropori : berdiameter > 2nm
Super imposed wall
 Mesopori : diameter 2nm < w < 50 nm
Kondensasi kapiler

4
 Makropori : diameter w > 50 nm
Efektif pada dinding tipis
(Atkins, 1997)
2.4 jenis- jenis adsorpsi
2.4.1 Adsorpsi Fisika (Fisiorpsi)
Adsorpsi fisika terjadi apabila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya
tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relative lemah antara
adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya Van Der Waals,
sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian
permukaan lain dari adsorben. Panas adsorpsi rendah, berlangsung cepat, dan
kesetimbangan adsorpsi bersifat reversible (dapat bereaksi balik), dan dapat
membentuk lapisan jamak (multilayer). Contoh : adsorpsi gas pada choncosl.
(Sukardjo, 1997)
2.4.2 Adsorpsi Kimia (Kimisorpsi)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul
adsorbat dengan adsorben, dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion.
Adsorbsi ini bersifat tidak reversible dan hanya membentuk lapisan
(monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur tinggi, sehingga panas
adsorpsi tinggi. Adsorpsi ini terjadi dengan pembentukan senyawa kimia,
hingga ikatannya lebih kuat. Contoh : adsorpsi O2 pada Hg, HCl, Pt, C.
(Sukardjo, 1997)
2.2.3 Adsorpsi Larutan
Adsorpsi larutan zat terlarut dan larutan oleh permukaan padatan,
biasanya hanya membuat monolayer. Pembentukan multilayer pada adsorpsi
semacam ini, jarang ditemukan. Adsorben polar cenderung untuk
mengadsorpsi adsorbat polar secara kuat dan mengadsorpsi adsorbat nonpolar
secara lemah.
Baik Isoterm Langmurr maupun Isotherm Frendish dapat diterapkan
pada jenis adsorpsi itu. Bentuk kedua persamaan itu adalah sebagai berikut :

5
= k.

x
( ) max .a.C
x
 m
m 1.t.a.C
Dimana,
X = jumlah zat terlarut yang teradsorbsi padatan bermassa m
C = konsentrasi larutan pada kesetimbangan
a,n,k = konstanta

max = kapasitas monolayer

(Alberty, 1987)
2.4.4 Adsorpsi oleh Zat Padat
Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat, karena adanya gaya tarik
atom atau molekul pada prmukaan zat padat. Energi potensial permukaan dan
molekul turun dengan mendekatnya molekul ke permukaan. Molekul yang
teradsorpsi dapat dianggap membentuk fase dua dimensi. Dalam fasa dua
dimensi molekul dapat mempertahankan dua derajat kebebasan.
(Alberty, 1987)
2.4.5 Adsorpsi Pada Zat Padat Berpori
Adsorpsi berpori dapat terjadi, apabila adsorben dapat berkondensasi
dalam pori-pori. Proses ini dapat disebut kondensasi kapiler dan bila terjadi,
maka akan tampak histens dalam isotherm adsorbsinya. Suatu cairan
terkondensasi dalam kapiler pada tekanan yang kurang dari tekanan uap
adsorben pada suhu percobaan adsorpsi.
(Alberty, 1987)
2.4.6 Adsorpsi positif
Apabila solute relatif lebih besar teradsorbsi dari padaadsorben. Contoh zat
warna aleh aluminium atauchromium
2.4.7 adsorpsi negatif

6
Apabila solvent relatif lebih besar teradsorbsi dari pada solute dalam larutan.
Contoh alkaloid dengan karbon aktif. (Sukardjo,1997)
2.6 Tingkat Adsorpsi
Tingkat penentuan permukaan biasanya dinyatakan sebagai penutupan
terfraksi Q.
Jumlah tempat adsorpsi yang terisi
Q=
Jumlah tempat adsorpsi yang tersedia
Laju adsorpsi Q merupakan laju perubahan penutupan, permukaan dan dapat
ditentukan dengan mengamati perubahan penutupan terfraksi terhadap waktu.
Diantara teknik utama untuk mengukur Q adalah metode aliran. Dalam,
metode ini sendiri sebagai pompa karena adsorpsi menghilang partikel dari
gas.
(Atkins, 1994)
2.7 Karakteristik Adsorben
Selama bertahun-tahun adsorben yang paing lazim adalah zat padat yang
secara kasar dapat diartikan sebagai polar. Ini mencakup bahan-bahan organik
seperti kalsium dan magnesium karbonat, gel silica, dan aluminium oksida.
Demikian pula zat-zat seperti gula, pati, dan selulosa. Adsorben semacam itu
memperagakan afinitas terhadap zat pelarut polar yang besar, terutama jika
polarisasi pelarutnya rendah.Berdasarkan pendalaman dengan sistem. Sistem
semacam ini, muncul beberapa aturan umum, yaitu :
a. Bila semua atau yang lain sama, makin polar suatu senyawa akan makin
kuat teradsorpsinya
b.Faktor-faktor lain sama, bobot molekuler tinggi menyebabkan adsorpsinya
c.Makin polar pelarutnya akan makin besar kecendrungan untuk menghuni
letak-letak pada permukaan bersaing dengan zat terlarutnya dan karenanya
zat terlarut itu akan kurang teradsorpsi.
(Underwood, 1990)
2.8 Penentuan Wilayah Adsorben

7
Ketika adsorpsi sempurna, yaitu bila ada adsorpsi dan adsorben
mencapai maximum pada lapisan monomolekul maka wilayah adsorben dapat
ditentukan. Ketika monomolekul dapat diadsorpsi, hal ini menunjukkan bahwa
luas wilayah adsorben sama dengan jumlah total luas wilayah molekul yang
teradsorbsi. Pada molekul gas penentuan wilayah teradsorbsi sangat
sederhana. Tetapi bila molekul teradsorbsi berupa asam karbosiklik,
strukturnya jauh lebih rumit. Meski demikian, penyelidikan tentang adsorpsi
dan rantai lurus asam mono karbosiklik menunjukkan bahwa jumlah mol asam
yang teradsorpsi tergantung dari panjang rantainya. Daerah tertentu suatu
adsorben dapat dihitung dengan:
S = Aa . NA . γmax
Dimana : S = daerah spesifik adsorben (m2/g)
Aa = daerah melintang dari rantai lurus asam (m2)
NA = tetapan bilangan Avogrado
(Atkins, 1997)
2.9 Adsorbat
Adsorbat adalah jumlah fluida yang teradsorpsi atau daya adsorpsi pada
permukaan adsorben.
(Suryawan,2004)
2.10 Isoterm Adsorpsi
Gas bebas dan gas terabsorpsi berada dalam kesetimbangan dinamika dan
penutupan terfraksi permukaan, bergantung pada tekanan gas pelapis.
Ketergantungan Q pada tekanan dan temperature tertentu, disebut isotherm
adsorpsi.
(Atkins, 1997)
Zat yang diadsorpsi mempunyai ukuran partikel yang sama, memiliki
permukaan yang tetap per-unit berat, diharapkan bahwa jumlah adsorbannya pada
konsentari yang tetap dan temperature akan tepat untuk massa dari zat yang
diadsorpsi yaitu x per-unit dari massa adsorpsi massa m.

8
Maka, untuk menentukan adsorben dengan pada konsentrasi tetap dan

temperatur yang pasti. Kurva resultannya disebut “Adsorpsi isotherm”, sedangkan


untuk adsorpsi gas tingkat adsorpsinya sesuai dengan tingkat adsorpsinya sesuai
dengan tingkat adsorpsi.
K1 P(1-Q) = tingkat adsorpsi
Dengan Q adalah fraksi dari permukaan yang diisi, tingkat permurnian adsorpsi
akan sesuai dengan Q.

Q=

(Harrizul, 1950)
2.11 Isoterm Langmuir
Persamaan adsorpsi dicapai dengan cara kinetik, tergantung persamaan laju
kondensasi dan penguapan molekul teradsorpsi dengan permukaan pada kinetic
derivative, yang mendukung adalah Langmuir tahun 1918 tertulis terpisah pada
tingkat evaponasi dan kondensasi.
Sumber terbagi atas bagian dari S yaitu Si dan So = S - Si adalah bebas,

tingkat evaporasi Si Si . Ki dan Ki . Si = K2 . P . So = K2 . P . C . S.

persamaan fraksi dari permukaan dapat dituliskan sebagai berikut : �=

(Atkins, 1997)
Langmuir Isoterm dalam bentuk Eg, umumnya lebih sukses dalam
menginterprestasikan data daripada isotherm Freundlich. Jika hanya sebuah
monolayer terbentuk. Plot dari � versus p seperti garfik berikut:

9
Pada tekanan rendah, Kp<<1 dan � = Kp, sehingga � meningkat linier terhadap

tekanan. Pada tekanan tinggi, Kp>>1 sehingga � 1. Permukaan ini hamper

seluruhnya tertutup oleh monomolekuler, layer pada tekanan tinggi,


mengakibatkan perubahan tekanan yang membuat sedikit perubahan jumlah zat.
(Robert, 1981)
2.12 Teori Langmuir
Persamaan adsorpsi dicapai dengan cara kinetik, tergantung persamaan laju
kondensasi dan penguapan molekul adsorpsi dengan permukaan pada kinetik
derivative, yang mendukung adalah Langmuir tahun 1918 tertulis terpisah pada
tingkat evaporasi dan kondensasi.
Sumber terbagi atas bagian dari S yaitu Si dan So = S - Si adalah bebas,
tingkat evaporasi Si ≈ Si . Ki dan Ki . Si = K2 . P . So = K2 . P . C . S.
S1 = Ө persamaan fraksi dari permukaan dapat dituliskan sebagai berikut :
S
Kp K2
Ө= , dimana K =
1 K p K4
(Atkins, 1997)
Langmuir Isoterm dalam bentuk Eq, umumnya lebih sukses dalam
menginterpretasikan data daripada isoterm freundlich. Pada tekanan rendah,
Kp << 1 dan Ө = Kp, sehingga Ө meningkat linear terhadap tekanan. Pada
tekanan tinggi, Kp >> 1 sehingga Ө ≈ 1. Permukaan ini hampir seluruhnya
tertutup oleh monomolekuler, layer pada tekanan tinggi, mengakibatkan
perubahan tekanan yang membuat sedikit perubahan jumlah zat.
(Robert, 1981)
2.13 Persamaan Freundlich
Salah satu cara mudah untuk mendeskripsikan adsorpsi isotherm dalam
persamaan matematika adalah dengan persamaan Freundlich :

10
Y=K.C

Dimana Y mol adsorbat per massa adsorben, C konsentrasi (mol/L) serta dan
n adalah tetapan adsorbansi.
(Atkins, 1997)
2.14 Gaya Van der Waals
Gaya tarik antara atom atau molekul ini diungkapkan dalam suku a/v 2.
Gaya ini jauh lebih lemah dibandingkan gaya yang timbul karena ikatan
valensi dan besarnya ialah 10-17 kali jarak antara atom-atom atau molekul-
molekul. Gaya ini menyebabkan sifat tak ideal pada gas dan menimbulkan
energi kisi pada Kristal molekuler.
(Daintith, 1994)
2.15 Titrasi
Titrasi adalah proses menentukan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap
dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis prosedur dalam analisis
dengan larutan yang konsentrasinya diketahui.
(Underwood, 1986)
2.15.1 Larutan Standar
Larutan standar yaitu larutan yang konsentrasinya sudah ditetapkan secara
akurat. Beberapa larutan standar dapat dibuat secara langsung dengan melarutkan
sejumlah terukur zat murni di dalam pelarut sampai volume tertentu. Zat-zat yang
dapat digunakan langsung untuk membuat larutan standar disebut zat standar
primer.

(Rivai, 1990)

Larutan standar dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:

1. Larutan standar primer

11
Larutan standar primer yaitu suatu larutan yang dibuat dari suatu bahan
yang konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat
murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi.

2. Larutan standar sekunder


Larutan standar sekunder adalah suatu larutan asam atau basa dengan
konsentrasi yang diinginkan dan kemuadian distandardisasi dengan larutan
standar primer yang kemudian digunakan untuk menentukan normalitas
konsentrasi lain. (Harjadi, 1993)

2.15.2 Penentuan Titik Akhir

Biasanya dua jenis indikator di gunakan untuk menentukan titik akhir.


Indikator tersebut adalah indikator eksternal maupun indikator internal. Biasanya
indikator eksternal di gunakan dalam uji bercak. Contohnya K2Fe(CN)6 untuk Zn.
Indikator eksternal dapat digantikan oleh indikator redoks internal. Indikator dari
jenis ini harus menghasilkan perubahan potensial oksidasi di sekitar titik ekivalen
reaksi redoks. Yang terbaik adalah indikator 1,10-fenantrolin, indikator ini
mempunyai potensial oksidasi pada harga antara potensial larutan yang di titrasi
dan penitrannya sehingga memberikan titik akhir yang yang jelas.

(Khopkar, 1999)

2.17.3Titik Akhir Titrasi Dan Titik Akhir Ekivalen Titrasi

a. Titik akhir titrasi

Titik pada saat indikator berubah warna. Perubahan warna akan terjadi
apabila zat yang dititrasi sudah mencapai PH yang sesuai atau tertentu.

b. Titik akhir ekivalen titrasi

12
Titik pada saat terjadi reaksi sempurna atau titik pada saat ditambahkan
kuantitas asam atau basa yang ekivalen.

(Khopkar, 1999)

2.16 Pengenceran
Proses pengenceran ialah mencampurkan larutan pekat ( konsentrasi tinggi
) dengan cara menambah pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar.
V1. N1 = V2. N2

Keterangan : V1 : volume awal

N1 : volume akhir

V2 : normalitas awal

N2 : normalitas akhir

Jika larutan dengan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang –


kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama terjadi pada asam sulfat.
Panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat harus dimusnahkan dulu
dalam air dan tidak boleh sebaliknya.

( Brady, 1997 )

2 .17 Ion Exchange

Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion
positif atau negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia
lain dari luar. Berdasarkan jenis ion / muatan yang dipertukarkan, resin dapat
dibagi menjadi 2 :

1.Resin Penukar Kation adalah Ion positif yang dipertukarkan

2.Resin Penukar Anion adalah Ion negatif yang dipertukarkan

Ion Exchange adalah proses penyerapan ion – ion oleh resin dengan cara
Ion-ion dalam fasa cair (biasanya dengan pelarut air) diserap lewat ikatan
kimiawi karena bereaksi dengan padatan resin. Resin sendiri melepaskan ion lain
sebagai ganti ion yang diserap. Selama operasi berlangsung setiap ion akan

13
dipertukarkan dengan ion penggantinya hingga seluruh resin jenuh dengan
ion yang diserap.Resin penukar ion sering digunakan untuk menghilangkan
kesadahan dalam air. Air yang banyak mengandung mineral kalsium dan
magnesium dikenal sebagai “air sadah” . Kesadahan air dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu :

•Kesadahan sementara , disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO3-) dan


bikarbonat (HCO3-) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).

•Kesadahan tetap, disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-) dan sulfat
(SO42-) dari kalsium (Ca) dan magnesium (M).

(Sukardjo, 2002:190)

2.18 gambar struktur hidrofi hidrofob

2.19 Analisa Bahan


2.19.1 NaOH
Sifat fisik:
o Padatan putih
o Bersifat sangat korosif dan higroskopis
o Titik leleh 318oC dan titik didih 134oC
Sifat kimia:
o Larutan dalam air bersifat basa kuat
(Daintith, 1994)

2.19.2 CH3COOH
Sifat fisik:
o Larutan tak berwarna namun berbau menyengat
o Titik didih 118,5oC dan titik leleh 17oC
o Kadar murni 99,59%
Sifat kimia
o Merupakan asam organik
(Daintith, 1994)
2.19.3 Aquades

14
Sifat fisik:
o Cairan jernih dan tidak berbau
o Titik leleh 0oC dan titik didih 100oC
o Densitas 1 g/mL
Sifat kimia
o Digunakan sebagai pelarut universal
(Mulyono, 2005)
2.19.4 Karbon aktif
Sifat fisik:
o Bentuk berpori dari karbon yang dihasilkan melalui jalan
penyaringan destritif bahan organik
Sifat kimia:
o Digunakan untuk menyerap gas dan menjernihkan.
(Daintith, 1994)
2.19.5 Phenolphtalein
Sifat fisik:
o Trayek pH antara 8,5 – 11
o Tidak berwarna dalam larutan asam dan berwarna merah muda
dalam larutan basa
Sifat kimia:
o Larut dalam alkohol
o Digunakan sebagai indikator asam basa (Mulyono, 2005)

15
III. METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
- Erlenmeyer - Kertas saring
- Buret - Labu ukur
- Corong kecil - Kertas penutup
- Gelas ukur
III.1.2 Bahan
 Larutan CH3COOH 1N
 Larutan standar NaOH 0,5N
 Indikator PP
 Karbon aktif

III.2 Gambar alat

16
Erlenmeyer buret corong

labu ukur gelas ukur kertas saring

III.3 sekema kerja

III.3.1 pengenceran 0.15N

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,15N

Hasil

III.3.2 pengenceran 0,12N

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,12N

Hasil

17
III.3.3 pengenceran 0.09N

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,09N

Hasil

III.3.4 pengenceran 0.06N

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,06N

Hasil

III.3.5 pengenceran 0.02N

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,8 N; 0,6 N;
0,4 N; 0,2 N; 0,1 N

Hasil

III.3.6 pengenceran 0,015N

18
Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,015N

Hasil

3.3.2 pemgadsorpsian

25 mL CH3COOH 0.15 N

Erlenmeyer
penambahan 1 gram adsorban
Pengocokan 15 menit
penutupan dengan aluminium foil
pendiaman 30 menit
Penyaringan

Filtrate residu
pengambilan 10
mL

10 mL larutan filtrate

Erlenmeyer
Penambahan
indikator PP
penitrasian dengan
NaOH 0,5 N

19
Hasil

25 mL CH3COOH 0.12 N

Erlenmeyer
penambahan 1 gram adsorban
Pengocokan 15 menit
penutupan dengan aluminium foil
pendiaman 30 menit
Penyaringan

Filtrate residu
pengambilan 10
mL

10 mL larutan filtrate

Erlenmeyer
Penambahan
indikator PP
penitrasian dengan
NaOH 0,5 N

Hasil

25 mL CH3COOH 0.09 N

Erlenmeyer
penambahan 1 gram adsorban
Pengocokan 15 menit
penutupan dengan aluminium foil
pendiaman 30 menit
Penyaringan

Filtrate residu
pengambilan 10
mL

20
10 mL larutan filtrate

Erlenmeyer
Penambahan
indikator PP
penitrasian dengan
NaOH 0,5 N

Hasil

25 mL CH3COOH 0.06 N

Erlenmeyer
penambahan 1 gram adsorban
Pengocokan 15 menit
penutupan dengan aluminium foil
pendiaman 30 menit
Penyaringan

Filtrate residu
pengambilan 10
mL

10 mL larutan filtrate

Erlenmeyer
Penambahan
indikator PP
penitrasian dengan
NaOH 0,5 N

Hasil

25 mL CH3COOH 0.02 N

Erlenmeyer
penambahan 1 gram adsorban
Pengocokan 15 menit
penutupan dengan aluminium foil

21
pendiaman 30 menit
Penyaringan

Filtrate residu
pengambilan 10
mL

10 mL larutan filtrate

Erlenmeyer
Penambahan
indikator PP
penitrasian dengan
NaOH 0,5 N

Hasil

25 mL CH3COOH 0.015 N

Erlenmeyer
penambahan 1 gram adsorban
Pengocokan 15 menit
penutupan dengan aluminium foil
pendiaman 30 menit
Penyaringan

Filtrate residu
pengambilan 10
mL

10 mL larutan filtrate

Erlenmeyer
Penambahan
indikator PP
penitrasian dengan
NaOH 0,5 N

Hasil

22
IV. DATA PENGAMATAN
NO PERLAKUAN HASIL

1 Penimbangan karbon aktif


kemudian penenceran
sebanyak

DATA mL NaOH

C(Konsebtrasi Titrasi Titrasi


CH3COOH) 1 2

1 12.5 4.4

0.8 10.5 3.5

0.6 8.2 2.6

0.4 5 1.5

0.2 2.7 0.8

0.1 1.4 0.3

V. HIPOTESIS
Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat
adsorpsi dari suatu bahan adsorpsi. Pada percobaan 2 yang berjudul,
“Adsorpsi pada Larutan”, bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif sifat-
sifat adsorpsi dari suatu bahan adsorpsi. Adsorpsi merupakan peristiwa

23
penyerapan pada permukaan suatu adsorben, sehingga dapat diketahui volume
adsorben, kemudian dapat dihitung konsentrasinya. Semakin besar
konsentrasi, makin banyak zat yang diadsorpsi, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

VI. PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul “ Adsorpsi pada larutan” bertujuan untuk
mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi dari suatu bahan adsorpsi.
Adsorpsi adalah suatu proses diman satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu
larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan padatan teretentu
(adsorben). Prinsip percobaan ini adalah gaya van der waals yang merupakan gaya
tarik menarik antara atom atau molekul yang diungkapkan dalam suku a/v2.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah pengenceran dan titrasi.

24
Perlakuan awal pada percobaan ini larutan CH3COOH 1N diencerkan
menjadi 0,8 N ; 0,6 N; 0,4N; 0,2N; 0,1N masing-masing sebanyak 50 mL Yang
kemudian dibagi menjadi 2 bagian masing-masing 25 mL . Tujuan pengenceran
ini untuk mendapatkan CH3COOH dengan berbagai konsentrasi agar dapat
diketahui pengaruh konsentrasi terhadap massa zat yang teradsorpsi. Semakin
besar konsentrasi adsorbat maka semakin besar zat yang teradsorpsi. Kemudian 25
mL larutan dari berbagai konsentrasi tersebut dititrasi dengan menggunakan
NaOH 0,5 N. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Zat yang
sudah diketahui konsentrasinya disebut titran yang dalam percobaan ini yaitu
NaOH 0,5 N, sedangkan zat yang akan dicari konsentrasinya disebut titrat yang
dalam percobaan ini yaitu CH3COOH. Tujuan dari titrasi yaitu untuk
mendapatkan konsentrai CH3COOH sebenarnya. Sebelum dititrasi, larutan
CH3COOH ditambahkan indicator pp yang bertujuan agar pada saat titik
ekuivalen terpenuhi yang berhimpitan dengan titik akhir dapat teramati dengan
jelas perubahan warnanya dari tak berwarna menjadi merah muda. Menggunakan
indicator pp karena indicator pp mempunyai trayek pH antara 8,3 – 10 , sehingga
pada saat diteteskan pada larutan asam CH3COOH akan tak berwarna sedangkan
pada akhir titrasi akan berwarna merah muda karena titran telah bersifat basa.
Titik ekuivalen yaitu suatu keadaan saat mol asam sama dengan mol basa, yang
ditandai dengan adanya perubahan warna pada titran.

Mekanisme yang terjadi pada saat perubahan warna indicator pp yaitu:

25
Tahap selanjutnya yaitu proses adsorpsi. 25 mL Larutan CH3COOH dari
tiap-tiap konsentrasi ditambahkan 1 gram adsorben yang berupa karbon aktif
kemudian dikocok dan ditutup dengan kertas dan didiamkan selama 45 menit.
Pendiaman ini dilakukan supaya adsorpsi terjadi secara sempurna. Proses adsorpsi
pada CH3COOH terjadi karena adanya kontak permukaan padatan dari karbon
aktif (adsorben) dengan larutan CH3COOH. Permukaan karbon aktif cenderung
dapat mengikat CH3COOH karena adanya gaya van der waals. Adsorpsi ini
termasuk jenis adsoprsi fisika karena prosesnya terjadi pada temperature rendah.
Selain itu reaksiya berlangsung cepat dan reversible yang terjadi akibat adanya
interaksi tarik-menarik antar molekul adsorbat dan adsorben(gaya van der waals).

Berbeda dengan adsorpsi kimia yang melibatkan gaya yang jauh lebih besar
karena adanya ikatan kimia dan bersifat irreversible.
(Atkins, 1995)

Tahap-tahap penyerapan karbon aktif terhadap zat terlarut sebagai berikut :

26
1. Zat teradsorpsi berpindah dari larutannya menuju lapisan luar dari
adsorben (karbon aktif).
2. Zat teradsorpsi diserap oleh permukaan karbon aktif.
3. Zat teradsorpsi akhirnya diserap oleh permukaan dalam atau permukaan
porous arang.
(Wikipedia.org)
Adapun factor-faktor yang menyebabkan daya serap karbon aktif adalah :
1. Adanya pori-pori mikro yang jumlahnya besar pada permukaan karbon
aktif sehingga menimbulkan gaya kapiler yng menyebabkan adanya daya
serap.
2. Adanya permukaan yang luas (300-350 cm2/g) pada karbon aktif sehingga
mempunyai kemampuan daya serap yang besar
(Wikipedia.org)
Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Adsorpsi terjadi karena zat padat dan
zat cair mempunyai gaya tarik ake arah dalam pada moleul-molekul yang ada di
permukaannya sehingga tidak ada gaya yang mengimbanginya, hal ini
mengakibatkan penyerapan hanya terjadi pada permukaan zat saja. Sedangkan
absorpsi proses penyerapannya terjadi sampai ke dalam absorben.
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbs antara lain :
1. Adsorben
Sifat dasar dari suatu adsorben sangat berperan penting.
2. Adsorbat
Untuk zat yang elektrolit, adsorbsi besar karena mudah
mengion,sedangkan untuk zat non elektrolit adsorbsinya kecil.
3. Konsentrasi zat terlarut
Semakin tinggi konsentrasi, adsorbsinya juga semakin besar.
4. Temperature
Semakin tinggi temperature maka semakin sulit adsorbsinya.
5. Berat Molekul zat terlarut
Kecepatan adsorsi berbandingterbalik dengan kenaikan berat
molekul zat terlarut.
6. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, gaya adsorpsinya makin besar

27
(Alberty, 1987)
Setelah pendiaman selama 45 menit larutan disaring. Penyaringan
bertujuan untuk memisahkan antara adsorben(karbon aktif) dengan
adsorbatnya(CH3COOH). Filtrat hasil penyaringan dititrasi dengan NaOH agar
dapat diketahui jumlah CH3COOH sisa, dilakukan dengan meninjau jumlah
volume NaOH yang diperlukan hingga mencapai titik akhir titrasi. Jumlah
CH3COOH yang teradsorpsi dapat dihitung dengan cara menghitung selisih
volume NaOH sebelum dan setelah adsorpsi dengan persamaan:

Ket: x = Volume NaOh sebelum adsorpsi


y = volume NaOH setelah adsorpsi
N = Normalitas CH3COOH
Berat CH3COOH yang teradsorpsi diperoleh :
 X1 = 0,107 gram pada CH3COOH 1 N
 X2 = 0,075 gram pada CH3COOH 0,8 N
 X3 = 0,0436 gram pada CH3COOH 0,6 N
 X4 = 0,0157 gram pada CH3COOH 0,4 N
 X5 = 4,56 x 10-3 gram pada CH3COOH 0,2 N
 X6 = 9,9 x 10-3 gram pada CH3COOH 0,1 N

VII. KESIMPULAN
7.1 Adsorpsi hanya tergantung pada permukaannya.
7.2 Semakin tinggi konsentrasi, adsorpsi yang terjadi juga semakin
besar.
7.3 Persamaan yang didapat dari :
grafik I y = -82.52x + 76.69, R² = 0.666
grafik II y = 2.041x - 0.947,R² = 0.998
7.4 Jumlah zat yang teradsorpsi dapat ditentukan dan dihitung dari
proses titrasi dengan perhitungan selisih antara voliume titran awal

28
yang digunakan dengan volume titran akhir dikali dengan konsentrasi
asam saetat yang telah diadsorpsi.
7.5 Tetapan adsorpsi dapat ditentukan dari persamaan isotherm
Langmuir jika variable dari konsentrasi setelah adsorpsi.
7.6 Adsorpsi akan cepat terjadi apabila ada pengaruh yang kuat dari
adsorpbannya seperti konsentrasi, temperature, luas permukaan, dan
adsorpben.

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R.A., 1987, Physical Chemistry, 7th, John wiilley and Sons
Atkins, P.W., 1997, Kimia Fisik II, edisi keempat, Erlangga, Jakarta
Daintith, J., 1994, Kamus Kimia Lengkap, Erlangga, Jakarta
Harrizul, R., 1955, Asas Pemeriksaan Kimia, UI. Press, Jakarta
Mulyono, H.A.M., 2005, Kamus Kimia, Ganesindo, Jakarta
Robert, 1981, Physical Chemistry, Academic Press, USA
Sukardjo, 1985, Kimia Anorganik, Bina Aksara, Jogjakarta
Underwood, 1986, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta

29
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Semarang,23 Desember 2009


Asisten

Ade Rahmani
J2C006001
Praktikan

Ade Novianti N.R Adi Saputro


J2C008001 J2C008002

30
Alfonsa Juwita RAmalia F.F
J2C008003 J2C008004

Amar Hidayat Anita V


J2C008005 J2C008006

Baiq Daraquthni W Chalida Z


J2C008008 J2C008009

Agus Ria M Aji Putro


J2C008080 J2C008081

LAMPIRAN

Perhitungan:

DATA mL NaOH

C(Konsebtrasi Titrasi Titrasi


CH3COOH) 1 2

1 12.5 4.4

0.8 10.5 3.5

0.6 8.2 2.6

0.4 5 1.5

31
0.2 2.7 0.8

0.1 1.4 0.3

Jumlah asam asetat teradsorpsi oleh adsorben adalah:

 -3

 -4

C X=log C X2 x.y
Y=log

1 0.107 0 -0.971 0 0

0.8 0.0735 -0.097 -1.133 9.41x10-3 0.109

0.6 0.0436 -0.221 -1.361 0.048 0.301

0.4 0.0157 -0.397 -1.804 0.157 0.716

0.2 4.56x10-3 -0.699 -2.34 0.488 1.63

0.1 9.9x10-4 -1 -3.004 1 3.004

32
∑=-2.414 ∑=-10.613 ∑=1.703 ∑=5.760

m=

= = 2.04

Y = mx + c

Log = n log k + log k

-0.971 = 0 + log k

Log k = -0.971
K = 0.107 =>Y = 2,04x – 0,971(persamaan I)

x=c x2 x.y
Y=

9.345 1 1 9.345

10.884 0.8 0.64 8.707

13.761 0.6 0.36 8.256

25.477 0.4 0.16 10.191

43.86 0.2 0.04 8.772

101.01 0.1 0.01 10.101

∑=-3.1 ∑=2.21 ∑=55.372

33
m=

= = -82.52

y = mx + C
9.345 = -82.52x1+C
9.345 + 82.52 = C
C = 91.865

C= => a= = 0.01

m= => b = m.a

= -82.52 x 0.01
= -0.825
Y=-82,52x+91,865 (persamaan II)
GRAFIK PERBANDINGAN ZAT ADSORPSI DENGAN
KONSENTRASI

34
Analisa grafik
Dari perhitungan yang diperoleh, persamaan grafik yaitu y = 2,04x –
0,971. Hasil ini sedikit berbeda dengan persamaan yang diperoleh
berdasarkan grafik diatas yaitu Y=2,041x-0.947. Perbedaan itu terletak
pada nilai C (konsentrasi), dimana C=log K

GRAFIK PERBANDINGAN ZAT ADSORPSI DENGAN


KONSENTRASI

35
Analisa grafik :
Dari perhitungan yang diperoleh, persamaan grafik yaitu Y=-
82,52x+91,865.
Hasil ini sedikit berbeda dengan persamaan yang diperoleh berdasarkan
grafik diatas yaituY=-85.52+76,69. Perbedaan itu terletak pada nilai C
dimana C=log K

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,8 N; 0,6 N;
0,4 N; 0,2 N; 0,1 N

Hasil

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,8 N; 0,6 N;

36
0,4 N; 0,2 N; 0,1 N

Hasil

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,8
N; 0,6 N; 0,4 N; 0,2 N; 0,1 N

Hasil

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,8
N; 0,6 N; 0,4 N; 0,2 N; 0,1 N

Hasil

Larutan CH3COOH 1N

Gelas beker
Pengenceran menjadi CH3COOH 0,8
N; 0,6 N; 0,4 N; 0,2 N; 0,1 N

Hasil

37

Anda mungkin juga menyukai