Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

ADSORPSI DAN KOLOID

Disusun oleh :

Nama : Lilia Rahma Hasrang


Stambuk : 09320220139
Kelas/Kelompok : C4/4(Empat)

Asisten

(MURNIATI)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari reaksi
kimia, salah satunya adalah proses adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu
proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan, oleh
permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika
antara substansi dengan penyerapannya. Zat yang diserap oleh suatu benda
penyerap disebut sebagai adsorbat. Sedangkan benda penyerap disebut
sebagai adsorben. Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap
komponen tertentu dari suatu fase fluida. Adsorben biasanya menggunakan
bahan-bahan yang memiliki pori-pori sehingga proses adsorpsi terjadi di
pori-pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel tersebut.
Salah satu sifat penting dari permukaan zat adalah adsorpsi. Seperti
halnya kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan laju
reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas
sifat penting dari permukaan zat. Adsorpsi digunakan untuk menyatakan
bahwa zat lain yang terserap pada zat itu, misalnya karbon aktif dapat
menyerap molekul asam asetat dalam larutannya. Tiap partikel adsorben
dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik-menarik.
Zat-zat yang terlarut dapat diadsorpsi oleh zat padat, misalnya CH3COOH
oleh karbon aktif, NH3 oleh karbon aktif, fenolftalein dari larutan asam atau
basa oleh karbon aktif, Ag+ atau Cl- oleh AgCl. C lebih baik menyerap non
elektrolit dan makin besar BM semakin baik. Zat anorganik lebih baik
menyerap elektrolit. Adanya pemilihan zat yang diserap oleh arang darah,
hingga konsentrasi naik.
Adsorpsi adalah proses penggumpalan substansi terlarut dalam larutan
oleh permukaan zat penyerap yang membuat masuknya bahan dan
mengumpul dalam suatu zat penyerap. Keduanya sering muncul bersamaan
dengan suatu proses maka ada yang menyebutnya adsorpsi. Pada adsorpsi
ada yang disebut adsorben dan adsorbat. Adsorben adalah zat penyerap,
sedangkan adsorbat adalah zat yang diserap (Kurniady et al., 2014).
1.2 Tujuan Percobaan
Mempelajari sistem koloid daya adsorpsi arang aktif terhadap asam asetat
dan berbagai konsentrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi pada dasarnya merupakan suatu fenomena yang terjadi pada
permukaan suatu bahan padatan. Fenomena tersebut adalah peristiwa
terjadinya penempelan suatu partikel pada permukaan suatu bahan padatan.
Materi atau partikel yang menempel atau terakumulasi pada bahan padatan
ini disebut adsorbat, sedangkan bahan padatan di mana terjadi atau
berlangsungnya peristiwa penempelan materi atau partikel disebut sebagai
adsorben. Bahan padatan, terutama dalam keadaan telah dihaluskan,
memiliki luas permukaan tertentu, tergantung ukuran kehalusannya
(Fanating, 2022).
Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh
dan melekat pada permukaan padatan. Adsorpsi adalah fenomena fisik yang
terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu
permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun
pada permukaan tersebut. Walaupun adsorpsi biasanya dikaitkan dengan
perpindahan dari suatu gas atau cairan ke suatu permukaan padatan,
perpindahan dari suatu gas ke suatu permukaan cairan juga terjadi. Substansi
yang terkonsentrasi pada permukaan didefinisikan sebagai adsorbat dan
material dimana adsorbat terakumulasi didefinisikan sebagai adsorben.
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) ketika terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk
suatu film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan
absorpsi dimana fluida terserap oleh fluida lainnya sehingga membentuk
suatu larutan. Penyerapan (adsorpsi) secara umum adalah suatu proses
pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan
ditarik oleh permukaan adsorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang
bekerja pada permukaan tersebut. Adsorben adalah bahan padat dengan luas
permukaan dalam yang sangat besar. Adsorben yang sering dikenal ialah
karbon aktif, silika gel, zeolit alam, tapis molekuler (moleculer sieve), tanah
kelantang (bleaching earth), aluminium oksida dan lain-lain.
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan
molekul-molekul gas atau cair, dikontakkan dengan molekul tersebut, maka
di dalamnya terdapat kaya kohesi termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan
hidrogen yang bekerja di antara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang
tidak seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan perubahan-perubahan
konsentrasi molekul pada interface solid/fluida.
Tiga model isoterm adsorpsi yaitu model isoterm Freundlich, model
isoterm Langmuir dan model isoterm BET. Model kesetimbangan isoterm
Freundlich lebih unggul, dengan nilai konstanta empiris suatu adsorbat pada
keadaan setimbang dan isotermal sering dinyatakan dengan persamaan
empiris Freundlich, Langmuir, serta BET (Brauner, Emmet dan Teller)
sebagai berikut:
1. Persamaan Freundlich
Persamaan Freundlich adalah persamaan empiris dengan
menggunakan pendekatan penjerapan secara. Proses penjerapan pada
adsorben terjadi dengan tingkat energi yang berbeda. Asumsi yang
digunakan:
a. Setelah molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan padatan tidak
ada asosiasi dan disosiasi.
b. Hanya terjadi mekanisme adsorpsi secara fisis tidak ada mekanisme
chemisorption.
c. Permukaan padat bersifat heterogen.
2. Persamaan Langmuir
Pada persamaan Langmuir menggunakan pendekatan kinetika,
yaitu proses kesetimbangan terjadi pada saat kecepatan adsorpsi sama
dengan desorpsi. Asumsi yang digunakan:
a. Lapisan molekul yang teradsorpsi akan membentuk satu lapisan
tunggal atau yang disebut monolayer.
b. Mekanisme chemisorption lebih utama.
c. Tidak ada interaksi di antara molekul-molekul adsorbat.
d. Permukaan padatan bersifat homogen dan afinitas setiap lokasi untuk
molekul adsorbat sama.
e. Adsorbat teradsorpsi pada tempat yang sudah tertentu dan tidak
dapat bergerak pada permukaan padatan sehingga bersifat
irreversible.
3. Persamaan BET
Brauner, Emmet, dan Teller pada tahun 1938 mengembangkan
persamaan Langmuir untuk pendekatan adsorpsi berlapis-lapis
(multilayer adsorption). Persamaan mereka disebut persamaan BET.
Asumsi dasar yang digunakan adalah tiap-tiap molekul yang terjerap
pada lapisan pertama merupakan tempat untuk terjadinya adsorpsi
lapisan kedua dan seterusnya. Kualitas mutu material adsorben
dipertimbangkan dari berapa banyak jumlah adsorbat (logam berat) yang
dapat terjerap dan yang tersisa dalam larutan. Sehingga biasanya
ditentukan logam berat yang terjerap dalam adsorben sebagai jumlah
satuan berat adsorbat per satuan berat kering adsorben. Logam berat
yang terjerap dihitung berdasarkan neraca dari massa sistem adsorpsi
(Yustinah et al., 2019).
Berdasarkan mekanismenya, adsorpsi dapat dibedakan menjadi
adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). Kedua
adsorpsi tersebut dibedakan oleh panas adsorpsi, reversibility, dan
ketebalan lapis adsorben. Panas adsorpsi pada fisisorpsi relatif rendah, 5-
40 kJ.mol-1 sementara pada kemisorpsi relatif besar, 40- 800 kJ.mol-1.
Adsorpsi fisika melibatkan interaksi yang lebih lemah. Interaksi ini
dapat terjadi antara permukaan padatan dengan molekul terjerap melalui
ikatan van der waals, dimana gaya yang terlibat disebabkan oleh
berfluktuasinya dipol dari adsorbat dengan padatan yang dapat
dipolarisasikan. Akibatnya, zat yang diadsorpsi mudah dilepaskan,
sangat reversibel serta memungkinkan terjadinya desorpsi pada suhu
yang sama. Ketebalan lapisan yang diadsorpsi lebih besar dari diameter
adsorbatnya. Sebaliknya, adsorpsi kimia melibatkan suatu ikatan kimia
antara permukaan padatan dengan molekul terjerap. Karakter ikatan ini
dapat terletak antara ionik hingga kovalen sehingga panas adsorpsi yang
dihasilkan tinggi, sehingga mendekati nilai ikatan kimia tersebut.
2.1.1 Karakteristik Adsorpsi
A. Adsorpsi secara fisika (physisorptions)
1. Molekul terikat pada adsorben oleh gaya van der waals.
2. Hanya melibatkan interaksi molekul yang lemah, perubahan
entalpi yang terkait kecil (dalam kisaran 4 - 40 kJ/mol).
3. Membentuk lapisan multilayer.
4. Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di bawah titik didih adsorbat.
5. Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat.
6. Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu.
7. Physisorption sangat reversible.
8. Bersifat tidak spesifik.
B. Adsorpsi secara kimia (chemisorptions)
1. Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia.
2. Perubahan entalpi cukup besar dan dapat berkisar dari 80-400
kJ/mol.
3. Membentuk lapisan monolayer.
4. Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi.
5. Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik
adsorben dan adsorbat.
6. Melibatkan energi aktivasi tertentu.
7. Chemisorption bisa ireversibel.
8. Bersifat sangat spesifik.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan atau besar
kecilnya suatu adsorpsi seperti luas permukaan adsorben, ukuran-
ukuran partikel adsorben, waktu kontak atau waktu tinggal, kelarutan
adsorben atau logam berat dalam air limbah atau air, jenis zat yang
diserap atau afinitas zat terlarut untuk adsorben, luas permukaan
adsorben, ukuran molekul adsorbat berkenaan dengan ukuran pori-
pori, derajat ionisasi molekul adsorbat, suhu atau temperature, pH
larutan, serta konsentrasi adsorbat (Fanating, 2022).
2.2 Adsorben
Adsorben merupakan material padat yang pada umumnya berpori yang
digunakan untuk menjerap molekul adsorbat dalam suatu proses adsorpsi.
Secara singkat adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap partikel
fluida dalam suatu proses adsorpsi. Adsorben bersifat spesifik dan terbuat
dari bahan-bahan yang berpori. Adsorben yang baik harus memenuhi tiga
syarat, yaitu mempunyai pori, rongga dan situs aktif. Menurut IUPAC, pori
digolongkan menjadi tiga yaitu mikropori (diameter kurang dari 2 nm),
mesopori (diameter 2-50 nm) dan makropori (diameter lebih dari 50 nm).
Dari ketiga jenis pori tersebut, pori yang aktif digunakan pada proses
adsorpsi adalah mikropori dan kadang-kadang mesopori, sementara
makropori berfungsi sebagai jalan utama menuju interior padatan yang di
dalamnya terdapat mesopori dan mikropori. Keberadaan mikropori ini
berdampak langsung terhadap luas permukaan internal, yang secara umum
disebut sebagai luas permukaan spesifik (specific surface area), dimana
semakin banyak jumlah mikroporinya maka luas permukaan spesifik
semakin tinggi sehingga pada fisisorpsi, kemampuan adsorben dalam
menjerap molekul adsorbat juga semakin tinggi. Adsorben sendiri bisa
diartikan sebagai komponen zat padat yang bisa menarik partikel dalam fase
fluida. Produk dari pencucian limbah industri pasir silika menghasilkan
produk samping berupa tanah liat. Tanah liat memiliki kemampuan sebagai
adsorben, oleh karena itu kami tertarik untuk menggunakan tanah liat
sebagai bahan dasar untuk membuat suatu adsorben (Widodo et al., 2020).
Adsorben adalah bahan padatan atau zat yang melakukan penyerapan
terhadap zat lain (baik cairan maupun gas) atau tempat berlangsungnya
peristiwa penempelan materi (zat/partikel/molekul) pada proses adsorpsi.
Umumnya adsorben bersifat spesifik, hanya menyerap zat tertentu. Dalam
memilih jenis adsorben pada proses adsorpsi, disesuaikan dengan sifat dan
keadaan zat yang akan diadsorpsi. Arang aktif, gel silika, gel alumina, tanah
liat, koloid, logam, dan lain-lain, merupakan adsorben yang baik. Secara
umum jenis adsorben terbagi 2, yaitu adsorben polar dan adsorben non
polar. Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diadsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi
kimia. Absorben sering disebut juga sebagai cairan pencuci. Adsorben ialah
zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik cairan maupun gas)
pada proses adsorpsi.
Umumnya adsorben bersifat spesifik, hanya menyerap zat tertentu.
Adsorben atau kebanyakan zat pengadsorpsi adalah bahan-bahan yang
sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori
atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben
biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali
lebih luas dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat
diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi. Suatu
adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorpsi dilihat
dari sisi waktu. Lama operasi terbagi-terbagi menjadi dua, yaitu waktu
penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi/pengeringan
adsorben. Makin cepat dua variabel tersebut, maka semakin baik unjuk kerja
adsorben tersebut. Dalam memilih jenis adsorben pada proses adsorpsi,
disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorpsi. Adsorben
yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah
arang aktif.
2.2.1 Persyaratan Absorben
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang
sebesar mungkin (yang mana kebutuhan akan cairan lebih sedikit,
dan volume alatnya lebih kecil).
2. Selektif.
3. Memiliki tekanan uap yang rendah.
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah.
6. Stabil secara termis dan murah.
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah
air (untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel
debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida (untuk gas yang dapat
bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat
bereaksi seperti basa).
2.2.2 Sifat-sifat Absorben
a. Absorben yang baik harus memiliki daya larut yang tinggi terhadap
komponen yang hendak ditransfer (solute). Kelarutan yang tinggi
dapat dicapai dengan melibatkan reaksi kimia, namun jika
digunakan reaksi kimia, reaksi tersebut harus reversible pada suhu
tinggi, sehingga solute dapat diambil lagi dari absorben.
b. Absorben semestinya bersifat non-volatil, untuk mengurangi
hilangnya absorben bersama gas.
c. Absorben juga harus murah, karena hilangnya sejumlah absorben
tidak terhindarkan.
d. Absorben harus bersifat non-korosif, inert, kecuali terhadap solute.
e. Memiliki viskositas yang rendah pada kondisi operasi.
2.2.3 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau arang yang diperlukan
secara khusus untuk mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon
aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau
sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori
dan luas permukaan. Karbon aktif merupakan adsorben yang paling
sering digunakan dalam proses adsorpsi. Contoh penggunaan karbon
aktif dalam proses adsorpsi yaitu pada proses pengolahan limbah cair
dari industri tekstil dan batik. Karbon aktif merupakan suatu padatan
berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi.
Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan tidak terjadi kebocoran
udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi
Karbon aktif merupakan bahan yang mengandung karbon dan
merupakan padatan berpori. Bahan ini merupakan hasil pemanasan
bahan mengandung karbon pada suhu tinggi tetapi tidak teroksidasi.
Karbon aktif memiliki kemampuan sebagai zat penyerap atau adsorben
dengan adanya pori dan luas permukaan sebagai tempat menangkap
partikel. Karbon aktif dibuat dari berbagai bahan mengandung karbon
dengan proses pirolisis. Di Indonesia bahan baku untuk membuat
karbon aktif sebagian besar menggunakan tempurung kelapa dan kayu.
Di lain pihak bahan baku yang dapat dibuat menjadi karbon aktif
adalah semua bahan yang mengandung karbon , baik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun karbon tambang seperti batu
bara. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu , sekam padi,
tulang binatang, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi, basage,
dan lain-lain. Akhir-akhir ini karbon aktif dibuat dari bahan baku
polimer seperti poliak rilonitril, rayon dan resol fenol.
Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap
berat karbon aktif. Karbon aktif berdasarkan pada pola strukturnya
adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang sebagian besar
terdiri dari karbon bebas serta memiliki permukaan dalam, sehingga
memiliki daya serap tinggi. Pada dasarnya, proses pembuatan karbon
aktif terdiri dari dua tahapan, yaitu karbonisasi dan aktivasi baik secara
kimia, maupun fisika. Karbonisasi merupakan proses pirolisis atau
pembakaran tidak sempurna dari bahan dasar yang digunakan tanpa
adanya udara, biasanya pada temperatur 500 -800 . Hasil
karbonisasi merupakan bahan penyerap yang kurang aktif. Oleh karena
itu proses aktivasi sangat dibutuhkan untuk mengubah arang menjadi
karbon aktif yang porositas dan luas permukaan spesifiknya besar.
Terdapat berbagai bahan aktivator dalam pembuatan karbon aktif.
Proses aktivasi merupakan hal yang paling penting diperhatikan
di samping bahan baku yang digunakan. Aktivasi merupakan suatu
perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori
yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi
molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan
sifat, baik fisik maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah
besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Modifikasi kimia
tergantung pada adanya gugus fungsional yang diinginkan. Sifat dan
konsentrasi permukaan gugus fungsional pada permukaan karbon aktif
dapat dimodifikasi dengan termal atau dengan zat kimia. Selain terdiri
dari karbon, karbon aktif mengandung sejumlah kecil hidrogen dan
oksigen yang terikat pada gugus fungsi, misalnya karboksil, fenol, dan
eter. Gugus fungsi ini dapat berasal dari bahan baku karbon aktif.
Selain itu, gugus fungsi pada karbon aktif juga terbentuk selama proses
aktivasi oleh karena adanya interaksi radikal bebas permukaan karbon
dengan oksigen atau nitrogen yang berasal dari atmosfer, gugus fungsi
ini menjadikan permukaan karbon aktif reaktif secara kimia dan dapat
mempengaruhi sifat adsorpsinya. Aktivasi secara kimia biasanya
menggunakan logam alkali hidroksida, senyawa karbonat, sulfida,
ZnCl2, asam sulfat, asam fosfat, dan natrium klorida merupakan
penyerap suatu air atau yang disebut dehydrating agent. Struktur kimia
permukaan karbon dan distribusi ukuran pori sangat tergantung bahan
baku dan metode pembuatan yang digunakan. Sehingga perbedaan
struktur kimia dan distribusi ukuran pori akan memberikan sifat dan
mekanisme adsorpsi yang berbeda pula (Anggriawan et al., 2019).
2.2.4 Batu Bara
Batu bara termasuk adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika adalah suatu
proses penyerapan dimana daya tarik van der waals atau gaya tarik
yang lemah antar molekul menarik bahan terlarut dari larutan adsorbat
ke dalam permukaan adsorben. Molekul yang teradsorpsi bebas
bergerak di sekitar permukaan adsorben dan tidak hanya menetap
dengan adsorben itu lebih besar daripada gaya tarik antara zat terlarut
dengan pelarut, maka zat terlarut akan teradsorpsi di permukaan
adsorben. Abu batu bara berisi sekitar 70% abu layang. Abu layang
terdiri dari aluminosilicate kaca, mullite (Al6Si2O13) dan kuarsa (SiO2).
Bahan-bahan ini dapat digunakan sebagai sumber Al dan Si, yang
diperlukan dalam sintesis zeolit. Zeolit terutama digunakan sebagai
adsorben, ion-exchanger atau katalisator. Kandungan utama abu dasar
dan abu layang adalah mineral-mineral aluminat dan silikat. Mineral-
mineral tersebut merupakan penyusun utama kerangka zeolite.
2.3 Arang Aktif
Arang aktif adalah suatu karbon yang mempunyai kemampuan daya
serap yang baik terhadap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa
organik dan anorganik, baik berupa larutan maupun gas. Beberapa bahan
yang mengandung banyak karbon dan terutama yang memiliki pori dapat
digunakan untuk membuat arang aktif.
Pembuatan arang aktif dilakukan melalui proses aktivasi arang dengan
cara fisika atau kimia di dalam retort. Perbedaan bahan baku dan cara
aktivasi yang digunakan dapat menyebabkan sifat dan mutu arang aktif
berbeda pula. Arang aktif digunakan antara lain dalam sektor industri
(pengolahan air, makanan dan minuman, rokok, bahan kimia, sabun, lulur,
sampo, cat dan perekat, masker, alat pendingin, otomotif), kesehatan
(penyerap racun dalam saluran cerna dan obat-obatan), lingkungan
(penyerap logam dalam limbah cair, penyerap residu pestisida dalam air
minum dan tanah, penyerap emisi gas beracun dalam udara, meningkatkan
total organik karbon tanah, mengurangi biomassa mikroba dan agregasi
tanah) dan pertanian (meningkatkan keberhasilan perbanyakan tanaman
secara kultur jaringan dan kesuburan media tanaman serta mencegah
pembusukan akar). Arang aktif dapat dibedakan dengan arang berdasarkan
sifat pada permukaannya. Permukaan arang masih ditutupi oleh deposit
hidrokarbon yang menghambat keaktifannya, sedangkan permukaan arang
aktif relatif telah bebas dari deposit, permukaannya luas dan pori-porinya
telah terbuka, sehingga memiliki daya serap tinggi. Untuk meningkatkan
daya serap arang, maka bahan tersebut dapat diubah menjadi arang aktif
melalui proses aktivasi.
Arang aktif merupakan suatu produk yang dihasilkan dari modifikasi
karbonisasi yang mempunyai banyak kegunaan dan sejak perang dunia
pertama telah dimanfaatkan. Walaupun arang aktif telah digunakan sejak
lama, akan tetapi sampai saat ini secara umum belum banyak masyarakat
yang mengetahui cara pembuatan dan kegunaan arang aktif (Lempang,
2014).
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
suatu karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan
agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga
bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak
teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat
digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas
permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika
terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan
kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.
Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika
dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Arang aktif
merupakan senyawa karbon amor pH yang dapat dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan
cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas
permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m 2/gram dan ini
berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif
mempunyai sifat sebagai adsorben. Daya serap arang aktif sangat besar,
yaitu 251000 % terhadap berat arang aktif. Arang aktif dibagi atas 2 tipe,
yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif
sebagai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter
pori mencapai 1000 A0 digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk
memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang
tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan
kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari
serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang
mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah. Arang aktif
sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat
keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0, tipe pori lebih halus,
digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut,
katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa,
tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur yang keras
(Dewi et al., 2021).
2.4 Koloid
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya
terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar) contohnya lem, kanji,
santan, dan jeli. Analisis sistem koloid diawali oleh percobaan Thomas
Graham. Thomas Graham menemukan bahwa berbagai larutan misalnya
HCl dan NaCl mudah berdifusi, sedangkan zat-zat seperti kanji, gelatin dan
putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Ia menemukan
waktu difusi relatif untuk berbagai zat. Oleh karena zat yang mudah
berdifusi biasanya berbentuk kristal dalam keadaan pada dan Graham
menyebutnya kristaloid. Sedangkan, zat-zat yang sukar berdifusi disebutnya
koloid. Istilah koloid berasal dari bahasa Yunani, yaitu “kolla” dan “oid”.
Kolla berarti lem sedangkan oid berarti seperti. Dalam hal ini yang
dikaitkan dengan lem adalah sifat difusinya, sebab sistem koloid mempunyai
nilai difusi yang rendah seperti lem. Untuk memahami sistem koloid, kita
dapat membandingkan tiga jenis campuran yaitu campuran kopi dalam air,
campuran garam dalam air dan juga campuran susu ke dalam air.
Ketika kita mencampurkan kopi dalam air, ternyata kopi tidak larut
dalam air. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun kopi akan memisah
(mengalami sedimentasi) dan biasanya campuran seperti ini kita sebut
suspensi. Suspensi bersifat heterogen dan tidak continue, sehingga
merupakan sistem dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100
nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Di lain pihak, jika kita mencampurkan garam dalam air, ternyata
garam larut dalam air dan diperoleh larutan garam. Di dalam larutan, zat
terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil sehingga tidak
dapat dibedakan lagi mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra.
Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fase (homogen).
Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9 m) larutan bersifat
stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring. Adapun perbandingan sifat
antara larutan, koloid dan suspensi disimpulkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Perbandingan Sulfat
Sifat Larutan sejati Sistem koloid Suspensi
Bentuk
Homogen Tampak homogen Heterogen
campuran
Bentuk Dispersi
Dispersi padatan Dispersi padatan
dispers molekuler
Fasa Satu fasa Dua fasa Dua fasa
Kestabilan Stabil Umumnya stabil Tidak stabil
Tidak dapat
Tidak dapat
disaring Dapat disaring
disaring kecuali
Penyaringan meskipun dengan kertas
dengan penyaring
dengan saring biasa
ultra
penyaring ultra
Larutan gula,
Susu, sabun, Pasir dalam air,
Contoh larutan garam,
santan, mentega kopi dalam air
alkohol 70%

Selanjutnya, jika kita campurkan susu (misalnya susu bubuk) dalam


air, ternyata susu larut tetapi larutan itu tidak bening melainkan keruh. Jika
didiamkan campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan
dengan penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopik,
campuran ini homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra
ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel lemak susu tersebar dalam
air. Campuran seperti ini yang disebut koloid. ukuran partikel koloid
berkisar antara 1-100 nm. Jadi, koloid adalah campuran heterogen dan
merupakan sistem dua fase. Dua fase ini meliputi zat terlarut sebagai partikel
koloid atau yang sering dikenal dengan fase terdispersi serta zat yang
merupakan fase kontinu dimana partikel koloid terdispersi yang disebut
medium pendispersi. Untuk partikel koloid berkisar antara 10 -7 – 1-5 (1-100
nm). Ukuran inilah yang
membedakan koloid dengan larutan dan suspense.
2.4.1 Jenis-Jenis Koloid
Jenis-jenis koloid dapat dilihat berdasarkan fase terdispersinya
sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu sol (fase
terdispersi berupa zat padat), emulsi (fase terdispersi berupa zat cair),
dan buih (fase terdispersi berupa gas).
a. Sol Fasa terdispersi padat
1. Sol Padat
Sol dalam medium pendispersi padat. Contoh, Paduan logam,
gelas berwarna, intan.
2. Sol Cair
Sol dalam medium pendispersi cair. Contoh, Cat, tinta, tepung
dalam air, tanah liat.
3. Sol Gas
Sol dalam medium pendispersi gas. Contoh, debu di udara,
asap pembakaran, dan sebagainya.
b. Emulsi Fasa terdispersi cair
1. Emulsi Padat Gel
Emulsi dalam medium pendispersi padat. Contoh, jeli, keju,
mentega, dan nasi.
2. Emulsi Cair
Emulsi dalam medium pendispersi cair. Contoh, susu,
mayones, krim dan sebagainya.
3. Emulsi Gas (Aerosol Cair)
Emulsi dalam medium pendispersi gas. Contoh awan, kabut,
hairspray, obat nyamuk semprot.
c. Buih Fasa terdispersi gas
1. Buih Padat
Buih padat adalah jenis koloid yang fase zat terdispersinya
adalah gas, sedangkan fase zat pendispersinya adalah padat.
Buih dalam medium pendispersi padat. Contohnya batu apung.
2. Buih Cair
Buih dalam pendispersi cair. Contoh, putih telur yang dikocok,
krim kopi, dan busa sabun.
2.5 Sifat-Sifat Koloid
Suatu campuran digolongkan ke dalam sistem koloid apabila
memiliki sifat-sifat yang berbeda dari larutan sejati. Beberapa sifat fisik
yang membedakan sistem koloid dari larutan sejati seperti berikut ini.
1. Efek Tyndall
Bila cahaya menembus melalui celah-celah rumah kita, tampak
sinar matahari dihamburkan oleh partikel-partikel debu. Partikel debu
berukuran koloid, partikelnya sendiri tidak dapat dilihat oleh mata, yang
tampak adalah cahaya yang dihamburkan oleh debu. Hamburan cahaya
ini yang dinamakan efek tyndal. Efek tyndall ini ditemukan oleh John
Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat ini
disebut efek tyndall. Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan
koloid dari larutan sejati, sebab atom, molekul atau ion yang membentuk
larutan tidak dapat menghamburkan cahaya akibat ukurannya terlalu
kecil. Efek tyndall (hamburan cahaya) oleh suatu campuran
menunjukkan bahwa campuran tersebut adalah suatu koloid, dimana
ukuran partikel-partikelnya lebih besar dari ukuran partikel dalam
larutan, sehingga dapat menghamburkan cahaya. Udara mengandung
partikel-partikel koloid yang terdispersi seperti debu dan partikel zat
padat (juga zat cair). Partikel-partikel inilah yang menghamburkan
cahaya matahari sampai ke mata kita. Sinar matahari adalah cahaya
tampak yang terdiri dari campuran. Warna-warna dalam spektrum
warna, mulai dari merah sampai ungu. Warna-warna tersebut memiliki
frekuensi berbeda, dari warna merah dengan frekuensi rendah sampai
warna ungu dengan frekuensi tertinggi. Intensitas cahaya yang
dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi. Jadi semakin tinggi
frekuensi suatu warna maka besar pula cahaya yang dihamburkan.
Ketika matahari berada di atas kita (siang hari) langit tampak berwarna
biru karena warna biru sampai ungu memiliki frekuensi yang tinggi. Jadi
warna-warna inilah yang dihamburkan. Sementara itu orang-orang yang
berada di sebelah barat dan timur mengalami matahari terbit dan
terbenam. Mereka melihat warna cahaya dengan intensitas rendah yaitu
warna merah sampai orange.
2. Gerak Brown
Jika mikroskop optik diarahkan pada suatu dispersi koloid dengan
arah tegak lurus terhadap berkas cahaya yang dilewatkan maka akan
tampak partikel-partikel koloid. Akan tetapi, partikel yang tampak bukan
sebagai partikel dengan bentuk yang tegas melainkan bintik-bintik
terang. Dengan mengikuti gerakan bintik-bintik cahaya, Anda dapat
melihat bahwa partikel koloid bergerak terus menerus secara acak
menurut jalan yang zig-zag. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu
medium disebut gerak Brown. Sesuai dengan nama seorang pakar botani
Inggris, Robert Brown yang pertama kali melihat gejala ini pada tahun
1827.
Robert Brown tidak dapat menjelaskan mengapa partikel koloid
dapat bergerak acak dan berliku. Akhirnya, pada tahun 1905 gerakan
seperti itu dijelaskan secara matematika oleh Albert Einstein. Einstein
menunjukkan bahwa partikel yang bergerak dalam suatu medium akan
menunjukkan suatu gerakan acak seperti gerak Brown akibat tumbukan
antar partikel-partikel yang tidak merata.
3. Adsorpsi
Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau
gas, maka partikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi
pada permukaan zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda
halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua
partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di
dalam sol padat tersebut. Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk
mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral
atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang
sangat luas. Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel
koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya sehingga
partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada
jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation. Sifat
adsorpsi koloid digunakan dalam berbagai proses yaitu penjernihan air
dimana penjernihan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas
(K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Air dan tawas membentuk koloid. Koloid
tersebut dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau kotoran dalam air,
penghilang bau badan untuk menghilangkan bau badan digunakan
aluminium stearat yang digosokkan ke badan atau ketiak. Dengan
adanya keringat maka akan terbentuk koloid Al(OH)3 yang dapat
menghilangkan bau badan, penyembuh sakit perut norit adalah tablet
yang terbuat dari karbon aktif.
Sistem koloid bersifat stabil, hal ini disebabkan adanya muatan listrik
pada permukaan partikel koloid yang berasal dari zat asing yang teradsorpsi
di permukaan koloid. Adanya muatan listrik tertentu pada partikel-partikel
terdispersi dalam sistem koloid menyebabkan adanya gaya tolak menolak
antar partikel sehingga partikel tersebut saling berjauhan. Dengan kata lain,
sistem dispersi pada koloid bersifat stabil. Untuk membuktikan bahwa
partikel koloid bermuatan listrik, dapat dilakukan dengan proses/gejala
elektroforesis, berupa pergerakan partikel/zat yang bermuatan listrik pada
kondisi pH tertentu ke arah kutub listrik yang berlawanan. Partikel-partikel
koloid yang bermuatan positif akan bergerak menuju elektroda yang
berbeda muatan yaitu negatif begitu juga sebaliknya. Prinsip elektroforesis
dapat diterapkan dalam:
a. Pemisahan macam-macam protein dalam larutan. Muatan pada molekul
protein berbeda bergantung pada pH larutan. Dengan mengatur pH
larutan, pemisahan protein dapat dilakukan.
b. Melapisi lateks atau melapisi anti karat pada badan mobil. Partikel-
partikel pada lateks yang bermuatan seperti cat tertarik pada logam,
dengan mengalirkan muatan listrik pada logam yang berlawanan dengan
muatan cat maka cat akan menempel pada logam. Pelapisan logam oleh
cat dengan cara ini lebih kuat (Mose, 2014).
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat

Gambar 3.1 Gelas Piala Gambar 3.2 Batang Gambar 3.3 Corong
250 mL Pengaduk
Gambar 3.4 Erlenmeyer Gambar 3.5 Buret 50 Gambar 3.6 Statif
250 mL mL

Gambar 3.7 Pipet Tetes Gambar 3.8 Kertas Gambar 3.9 Pipet
Saring Skala & Bulb 25 mL

3.2 Bahan
1. Asam Asetat (CH3COOH) Konsentrasi 0,5 M, 0,4 M, 0,3 M, 0,2 M, 0,1
M
2. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,2 M
3. Indikator PP
4. Arang aktif 0,5215, 0,5264, 0,5327, 0,5011, 0,5241
3.3 Cara Kerja
Pertama kami menyiapkan asam asetat (CH3COOH) dalam 5
konsentrasi yaitu 0,5 M, 0,4 M, 0,3 M, 0,2 M, 0,1 M. Kemudian mengambil
5 buah gelas piala, untuk gelas pertama tambahkan arang sebanyak 0,5 gram
dan seterusnya sampai gelas kelima. Lalu kami menambahkan 20 mL
CH3COOH ke dalam 5 gelas yang berisi arang tadi. Setelah itu diaduk dan
diamkan kira-kira 15 menit, sering kali diaduk pada selang 5 menit. Saring
dengan menggunakan kertas saring kemudian pipet sebanyak 10 mL filtrat
pada gelas 1 ke dalam erlenmeyer nomor 1, kemudian meneteskan larutan
indikator PP dan titrasi dengan NaOH 0,2 M dan mencatat volume NaOH
yang digunakan. Kemudian melakukan prosedur tersebut sampai dengan
filtrat nomor 5. Dari data yang kami ambil kami menghitung berat molekul
asam asetat yang teradsorpsi untuk masing-masing konsentrasi dan
selanjutnya lengkapi tabel dan membuat grafik hubungan antar log x/m vs
log Co, hitung tetapan K dan t.

BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Pengamatan Adsorpsi dan Koloid
Konsentrasi awal Adsorben Volume filtrat Volume titran
CH3COOH (M) (gram) (mL) (ml) KOH 0,2 M
0,4 4 10 9,6
0,3 4 10 7,1
0,2 4 10 2,5
0,1 4 10 0,5

Diketahui BM = 64
Volume Buret = Volume Titran
1. Menghitung reaksi C
V1 . M1 = V2 . M2
V 1. M 2
M2 =
V2
V2 = Volume titran + Volume filtrat
V 1. M 2
a. (0,4) M2 =
V2
10 .0,4
=
19,6
= 0,20 M
V 1. M 2
b. (0,3) M2 =
V2
10 .0,3
=
17,1
= 0,17 M
V 1. M 2
c. (0,2) M2 =
V2
10 .0,2
=
12,5
= 0,16 M
V 1. M 2
d. (0,1) M2 =
V2
10 .0,1
=
10,5
= 0,09 M
2. Menghitung nilai X
X = (C – CO) . BM . Volume Buret
a. (0,4) X = (0,4 – 0,20) . 64 . 9,6
X = 0,2 . 614,4
X = 122,88 M
b. (0,3) X = (0,3 – 0,17) . 64 . 7,1
X = 0,13 . 454,4
X = 59,07 M
c. (0,2) X = (0,2 – 0,16) . 64 . 2,5
X = 0,04 . 160
X = 6,4 M
d. (0,1) X = (0,1 – 0,09) . 64 . 0,5
X = 0,01 . 160
X = 0,32 M
X
3. Menghitung nilai
M
X 122,88
a. (0,4) = = 307,2
M 0,4
X 59,07
b. (0,3) = = 196,9
M 0,3
X 6,4
c. (0,2) = = 32
M 0,2
X 0,32
d. (0,1) = = 3,2
M 0,1
X
4. Menghitung log
M
X
a. (0,4) log = log 307
M
= 2,48
X
b. (0,3) log = log 196
M
= 2,29
X
c. (0,2) log = log 32
M
= 1,50

X
d. (0,1) log = log 3
M
= 0,47
5. Menghitung log CO
a. Log 0,4 = 0,39
b. Log 0,3 = 0,52
c. Log 0,2 = 0,69
d. Log 0,1 = -1
Reaksi : CH3COOH + KOH → CH3COOK + H2O
Tabel 4.1.2 Perhitungan Adsorpsi dan Koloid
X X
CO (M) C (M) Log Log CO
M M
0,4 0,20 307,2 2,48 0,39
0,3 0,17 196,6 2,29 0,52
0,2 0,16 32 1,50 0,69
0,1 0,09 3,2 0,47 -1

Grafik 4.1 Perhitungan Adsorpsi dan Koloid


4.2 Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan reaksi pada konsentrasi awal
CH3COOH terhadap arang aktif belum tentu nampak tetapi ketika pada
konsentrasi selanjutnya reaksi arang aktif menunjukkan perubahan yang
cukup menarik ketika dilarutkan dengan larutan indikator PP dan juga lebih
menunjukkan warna yang pekat ketika indikator PP diberikan lebih banyak.
Selanjutnya dilakukan secara berulang kali dengan larutan berbeda dan
memiliki bermacam warna.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Koloid dipengaruhi oleh suatu bentuk campuran yang keadaannya
terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Kemudian pada
percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan reaksi yang terjadi pada arang
aktif jika dilarutkan dengan CH3COOH (asam asetat) dan indikator PP akan
terjadi perubahan warna yang agak lambat. Serta warna yang dihasilkan
pada percobaan ini mulai dari merah pekat, merah muda, dan putih keruh.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Semoga laboratorium ke depannya lebih estetik dan kebersihan
terjaga serta sarana dan prasarana dalam laboratorium lebih lengkap
lagi.
5.2.2 Saran Untuk Asisten
Untuk asisten kami secara keseluruhan sangat baik serta
penyampaian materi atau pun kesalahan yang ada dalam laporan
mudah dipahami. Saat asistensi, memberitahukan secara keseluruhan
mengenai bagian mana saja yang harus kami revisi, sehingga hal
tersebut bisa mengefisiensikan waktu.

AYAT YANG BERHUBUNGAN


“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarakkan awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)Nya, kemudian menjadikannya bertindih-
tindah, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya”. (QS. An-
Nur:43)
Awan yang dimaksud ialah ketika arang dibakar maka akan terbentuk uapan yang
akan menjadi hujan dan larutan yang dimaksud terbentuk dari sebuah air atau
hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggriawan, A., Atwanda, M. Y., Lubis, N., & Fathoni, R. (2019). Kemampuan
Adsorpsi Logam Berat Cu Dengan Menggunakan Adsorben Kulit Jagung.
Jurnal Chemurgy, 3(2), 27.
Dewi, R., Azhari, A., & Nofriadi, I. (2021). Aktivasi Karbon Dari Kulit Pinang
Dengan Menggunakan Aktivator Kimia Koh. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal, 9(2), 12.
Fanating. (2022). Adsorpsi Arang Aktif.
Lempang, M. (2014). Pembuatan dan Kegunaan Karbon Aktif. Jurnal Info Teknis
EBONI, 11(2), 65–80.
Mose, Y. (2014). Penerapan model Pembelajaran Predict-Observe-Explain
(POE) pada materi koloid untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
dan keterampilan proses sains siswa. 1–14.
Widodo, L. U., Najah, S., & Istiqomah, C. (2020). Pembuatan Adsorben Berbahan
Baku Tanah Liat Dari Limbah Industri Pencucian Pasir Silika Dengan
Perbedaan Konsentrasi Hcl Dan Waktu Aktivasi. Journal of Research and
Technology, 6(1), 10–15.
Yustinah, Hudzaifah, Aprilia, M., & AB, S. (2019). Kesetimbangan Adsorpsi
Logam Berat (Pb) Dengan Adsorben Tanah Diatomit Secara Batch. Jurnal
KONVERSI, 9(1), 17–28.

Anda mungkin juga menyukai