BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan air dari sumur sering terkontaminasi senyawa lain seperti
terdapatnya ion logam seperti besi dalam air. Kandungan Fe dan Mn dalam air
menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa
saat kontak dengan udara. Disamping mengganggu kesehatan juga menimbulkan
warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian serta
bau yang tidak sedap. Besi terdapat pada buangan limbah industri dan limbah
domestik. Pada konsentrasi rendah sekitar 1,8 mg/L keberadaan besi dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia. Pada konsentrasi yang
lebih besar dapat menyebakan kerusakan pada organ.
Penyisihan logam dalam air umumnya dilakukan menggunakan teknologi
memberan, adsorbsi, ion exchange dan presipitasi. Teknologi lain yang
digunakan adalah dengan ekstraksi fluida pada kondisi superkritikal,
bioremediasi dan oksidasi. Namun kesemua teknologi tersebut pada umumnya
sangat mahal, dan membutuhkan peralatan penunjang dengan teknologi tinggi,
sehingga tidak efektif dilakukan dalam pengolahan air. Metode umum yang
sering digunakan adalah dengan menggunakan proses adsorbsi. Metode ini
mudah dilakukan, efektivitasnya tinggi dan murah. Banyak adsorben yang
digunakan sepeti alumina, karbon aktif, silika gel dan zeolit. Salah satu adsorben
yang digunakan dalam penyisihan logam besi adalah kaolin.
Kaolin merupakan bagian dari mineral alami dari kelompok silika yang
berbentuk kristal dengan struktur berlapis. Kaolin sendiri dikelompokkan dalam
penukar ion anorganik yang secara alami dapat melakukan proses pertukaran ion
yang berasal dari luar dengan adanya pengaruh air. Kaolin merupakan salah satu
jenis silikat yang memiliki kemampuan sebagai adsorben dan kapasitasnya
mencapai 20 kali kemampuan alumina (jenis silikat lain). Beberapa pengaktifan
1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan film yang
mengelilingi adsorben.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsopsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore
diffusion process).
4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan
adsorben (proses adsorpsi sebenarnya), (Reynolds, 1982).
Gaya van der waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah
akibat kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi (tidak permanen).
Kepolaran permanen terjadi akibat kepolaran ikatan dalam molekulnya, sedangkan
kepolaran tidak permanen terjadi akibat molekulnya terinduksi oleh partikel lain yang
bermuatan sehingga molekul bersifat polar sesaat secara spontan. Akibat adanya
gaya- gaya yang bekerja antara adsorbat dan adsorben menyebabkan proses adsorpsi
dapat terjadi. Adsorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversible. Adsorbat
yang terikat secara lemah pada permukaan adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian
permukaan ke permukaan lain.
Gaya elekrostatik merupakan gaya yang diperankan oleh ion antara adsorbat
dan permukaan adsorben. Ion akan terkonsentrasi dipermukaan adsorben sebagai
hasil tarikan elektrostatik ke tempat ion yang bermuatan berlawanan.
Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori,
tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.
Tingkat adsorbsi pada aliphatic, aldehyde, atau alkohol biasanya naik diikuti
dengan kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa
gaya tarik antara karbon dan molekul akan semakin besar ketika ukuran molekul
semakin mendekati ukuran pori karbon. Tingkat adsorbsi tertinggi terjadi jika pori
karbon cukup besar untuk dilewati oleh molekul.
1.6.5.5. pH
1.6.5.6. Temperatur
Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan turun diikuti
dengan penurunan temperatur. (Benefield, 1982)
1.6.6 Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari
suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan – bahan yang sangat berpori
dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding – dinding pori atau pada letak – letak
tertentu didalam partikel
Kemampuan kerja alat menghasilkan suhu yang rendah sangat dipengaruhi oleh
jenis adsorben. Dimana penyerapan adsorben dipengaruhi oleh volume yang dipakai,
dan luas spesifik.
1.6.7.1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin
besar pula daya adsorbsinya, karena proses adsorbsi terjadi pada permukaan
adsorben.
1.6.7.2. Tidak ada perubahan volume berarti selama proses adsorbsi dan desorbsi.
1.6.7.4. Jenis/gugus fungsi atom yang ada pada permukaan adsorben. Sifat-sifat atom
di permukaan berkaitan dengan interaksi molekuler antara adsorba dan adsorben yang
lebih besar pada adsorbat tertentu.
Untuk proses adsorbsi dan desorpsi ada 3 jenis adsorben yang baisa dipakai yaitu :
Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relative lebih
kecil dan membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsinya,
dibandingkan jika menggunakan adsorben lain seperti karbon atau zeolit.
Kemampuan desorpsi silika gel meningkat dengan meningkatnya temperatur. Silika
gel terbuat dari silika dengan ikatan kimia mengandung air kurang lebih 5%. Pada
umumnya temperatur kerja silika gel sampai pada 200°C, jika dioperasikan lebih dari
batas temperatur kerjanya maka kandungan air dalam silika gel akan hilang dan
menyebabkan kemampuan adsorpsinya hilang.
Aktif karbon dapat dibuat dari batu bara, kayu, dan tempurung kelapa melalui
proses pyrolizing dan carburizing pada temperatur 700 sampai 800 °C. Hampir semua
adsorbat dapat diserap oleh karbon aktif kecuali air. Aktif karbon dapat ditemukan
dalam bentuk bubuk dan granular. Pada umumnya karbon aktif dapat mengadsorpsi
metanol atau amonia sampai dengan 30%, bahkan karbon aktif super dapat
mengadsorpsi sampai dua kalinya.
1.6.10 Adsorbat
Adsorbat yang biasa digunakan untuk pendinginan adalah air, metanol, dan ammonia.
1.6.10.1. Air
Merupakan adsorbat yang ideal karena memiliki kalor laten spesifik terbesar,
mudah didapat, murah, dan tidak beracun. Air dapat dijadikan pasangan zeolit, dan
silika gel. Tekanan penguapan air yang rendah merupakan keterbatasan air sebagai
adsorbat, sehingga menyebabkan:
- Temperatur penguapan rendah (100 °C), sehingga penggunaan air terbatas hanya
untuk air-conditioning dan chilling.
- Tekanan sistem selalu dibawah tekanan normal (1 atm). Sistem harus memiliki
instalasi yang tidak bocor agar udara tidak masuk.
Di banyak hal kemampuan atau performa metanol berada diantara air dan
ammonia. Metanol memiliki tekanan penguapan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan air (meskipun pada tekanan 1 atm), sehingga sangat cocok untuk membuat es.
Meskipun demikian pada temperatur lebih dari
120 °C, tekanan menjadi tidak stabil. Untuk temperatur aplikasi lebih dari 200
°C adsorben yang biasa digunakan adalah karbon aktif, silika gel, dan zeolit.
1.6.10.3. Ammonia
Besarnya panas laten spesifik ammonia adalah setengah lebih rendah dari
panas laten spesifik air, pada temperatur 0°C dan memiliki tekanan penguapan yang
tinggi. Ammonia memiliki keuntungan yang ramah lingkungan dan dapat digunakan
sebagai refrigeran sampai -40 °C, dan dapat dipanaskan sampai 200 °C. Kerugian dari
ammonia :
- Tidak dapat ditampung pada instalasi yang terbuat dari tembaga atau campurannya
1.6.11 Kaolin
Kaolin merupakan jenis mineral dengan masa batuan yang tersusun dari
bahan-bahan tanah lempung dengan kualitas tinggi, berbentuk serbuk dan berwarna
putih, putih abu-abu, kuning, jingga atau kemerahan. Kaolin mempunyai komposisi
kimia utama aluminium silikat hidrat (2SiO2.Al2O3.2H2O) dengan disertai sejumlah
impuritis lainnya. Mineral yang terdapat didalam kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit,
halloysit, dan lain-lain. Kaolinit merupakan mineral terbesar yang terkandung di
dalam kaolin. Sifat-sifat kaolin antara lain memiliki kekerasan 2– 2,5 mohs, berat
jenis 2,6–2,63 g/ml, berat molekul 258,16 g, plastis, berdaya hantar panas dan listrik
rendah, serta pH bervariasi. Kaolin banyak ditemukan di Indonesia, tersebar di Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bangka dan Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, dan Sulawesi Utara. Kaolin telah banyak digunakan secara luas di Indonesia
dalam berbagai kegiatan industri proses, diantaranya industri keramik, kertas, karet,
kosmetik, plastik dan cat. Menurut Furqon dan Nurjannah (2016), komposisi kimia
kaolin yang berasal dari Belitung disajikan dalam Tabel 1.2. Berdasarkan komposisi
kaolin Belitung pada Tabel 1.2, kaolin dapat digunakan sebagai sumber silika (SiO2)
dan alumina (Al2O3) untuk sintesis ASA (A Corma, 1992) karena memiliki silika
dan alumina dengan persentase tinggi, di mana silika dan alumina merupakan
komponen penyusun ASA.
Kaolin bersifat tidak aktif dan inert, sehingga harus diaktifkan untuk
membentuk fasa kaolin aktif yang mengandung SiO2 dan Al2O3 aktif sebagai bahan
baku sintesis ASA. Dalam sintesis ASA dari kaolin, banyak peneliti menggunakan
cara pengaktifan kaolin melalui kalsinasi pada satu temperatur tertentu dan
mempelajari pengaruh temperatur terhadap hasil sintesis (Feng dkk., 2009;
Mohammed dkk., 2010).
1.6.13 Spektrofotometer
obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan
diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang diserap
sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
A = ε b C (1)
Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna keperakan, liat dan dapat
dibentuk. Besi merupakan elemen kimiawi yang dapat ditemukan hampir di setiap
tempat di bumi pada semua lapisan-lapisan geologis, namun besi juga merupakan
salah satu logam berat yang berbahaya apabila kadarnya melebihi ambang batas.Besi
adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di
bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang
ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+(fero) atau Fe3+ (feri); tersuspensi
sebagai butir koloidal (diameter <1 μm) atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO,
Fe(OH)2, Fe(OH)3 dan sebagainya; tergabung dengan zat organik atau zat
padat yang inorganik (seperti tanah liat). Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe
lebih besar dari 1 mg/L, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi.
Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas
dapur.
Besi dapat larut pada pH rendah. Kadar besi dalam air tidak boleh melebihi
1,0 mg/L, karena dapat menimbulkan rasa, bau dan dapat menyebabkan air yang
berwarna kekuningan, menimbulkan noda pada pakaian dan tempat biaknya bakteri
Creonothrinx yaitu bakteri besi.28 Besi (Fe) berada dalam tanah dan batuan sebagai
ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air, besi berbentuk
ferobikarbonat (Fe(HCO3)2), ferohidroksida (Fe(OH)2), ferosulfat (FeSO4) dan besi
organic kompleks. Air tanah mengandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe2+). Jika air
tanah dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi (Fe2+) akan
teroksidasi menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3). Ferihidroksida dapat mengendap dan
berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat menodai peralatan porselen dan cucian.
Bakteri besi (Crenothrix dan Gallionella) memanfaatkan besi fero (Fe 2+) sebagai
sumber energi untuk pertumbuhannya dan mengendapkan ferrihidroksida.
Pertumbuhan bakteri besi yang terlalu cepat (karena adanya besi ferro) menyebabkan
diameter pipa berkurang dan lama kelamaan pipa akan tersumbat.
Besi atau ferrum (Fe) adalah salah satu logam yang paling banyak dijumpai di
kerak bumi, metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Di alam didapat
sebagai hematite.
Secara kimia besi merupakan logam yang cukup aktif, hal ini karena besi
dapat bersenyawa dengan unsur-unsur lain. Salah satu kegunaan besi adalah sebagai
campuran untuk membuat paduan logam, misalnya untuk membuat baja, besi tempa,
besi tuang dan lain-lain yang banyak digunakan sebagai bahan bangunan, peralatan-
peralatan logam, rangka kenderaan dan lainnya
Sifat kimia perairan dari besi adalah sifat redoks, pembentukan kompleks dan
metabolisme oleh mikroorganisme. Besi dengan bilangan oksidasi rendah, yaitu Fe
(II) umum ditemukan dalam air tanah dibandingkan Fe (III) karena air tanah tidak
berhubungan dengan oksigen dari atmosfer, konsumsi oksigen bahan organik dalam
media mikroorganisme sehingga menghasilkan keadaan reduksi dalam air tanah.
Air tanah yang mengandung besi (II) mempunyai sifat unik. Dalam kondisi
tidak ada oksigen air tanah yang mengandung besi (II) jernih, begitu mengalami
oksidasi oleh oksigen yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ion
ferri dengan reaksi sebagai berikut : 4Fe2+ + O2 + 10H2O 4Fe(OH)3 8H+ dan air
menjadi keruh. Pada pembentukan besi (III) oksidasi terhidrat yang tidak larut
menyebabkan air berubah menjadi abuabu.
Hasil dari proses aktivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain laju
kenaikan suhu, laju aliran inert gas, suhu proses, activating agent, lama proses
aktivasi dan alat yang digunakan pada penelitian tersebut (Marsh et all, 2006).
Perlakuan pemanasan dengan temperatur yang berbeda akan mengakibatkan jumlah
asam atau basa yang teradsorbsi pada permukaan montmorillonit akan berbeda pula.
Hal ini terjadi karena pada proses pemanasan ditemukan adanya perubahan struktur
padatan yang akan mengubah sifat kimia maupun sifat fisiknya pula (Susana, 2006).
Teng Hsisheng (1996) melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari tiga jenis
batubara antracit pada suhu aktivasi 900ºC dengan variasi waktu sampai 200 menit
dan menggunakan CO sebagai activating agent. Diperoleh bahwa semakin lama
proses aktivasi dilakukan maka semakin besar kandungan batubara yang berkurang
dan menghasilkan luas permukaan yang semakin besar.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian kali ini kami melakukan kaolin sebagai adsorben untuk
menurunkan kadar zat besi dalam air sumur, kami meggunakan metode adsorbsi
untuk menyisihkan logam dalam air,adsorbsi dipilih karena efektivitasnya tinggi,
mudah, dan murah dengan kaolin sebagai adsorben, alasan menggunakan kaolin
adalah karena selain mudah didapatkan, kaolin juga memiliki kemampuan kapasitas
yang mencapai 20 kali kemampuan alumina (jenis silikat lain). Variable yang
digunakan pada penelitian ini adalah penggunaan HCL dan H 2SO4 sebagai zat untuk
mengaktivasi kaolin yang nantinya akan digunakan untuk mengadsorbsi kandungan
logam besi yang terdapat pada sampel air sumur dengan menggunakan
2. Aquades
3. Sampel Air Sumur
Sampel air sumur berasal dari sumur warga yang berada di RT 02 RW
43,Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
4. HCl 2N dan H2SO4 2N
Untuk mengubah normalias suatu zat adalah dengan menggunakan rumus
V1.N1 = V2.N2 , dengan demikian jika memiliki HCL dan H2SO4 yang
mempunyai normalitas selain 2N dapat diubah normalitasnya menjadi 2N.
5. FerroVer Reagent Iron
Untuk mengetahui seberapa besar nilai yang dapat diperoleh sampel
tersebut dalam pengujian alat spektrofotometer
2.1.2 Alat
1. Motor Pengaduk
1. Kaolin dipanaskan dengan oven pada suhu 100oC sampai kering. Hal ini
dilakukan pada lempung akan menyebabkan bertambah besarnya ukuran pori
dengan bentuk kristal yang lebih baik, karena dengan pemanasan pada suhu
tinggi dan dalam waktu yang lama lempung cenderung mengalami
rekristalisasi, menghasilkan kristal yang lebih baik dengan pori-pori yang
lebih besar.
2. kemudian ditumbuk dan dihaluskan dengan ukuran 100 mesh menjadi bubuk.
ukuran 100 mesh sebelum dilakukan proses aktivasi awal. Pengambilan
ukuran 100 mesh didasarkan pada penelitian sebelumnya dimana kondisi
terbaik pada ukuran tersebut (Nelly,2010).
3. Setelah itu bubuk kaolin ditimbang sebanyak 40 gram dan dimasukkan dalam
500mL gelas beker dan ditambahkan asam ( HCl atau H2SO4) sebanyak
400mL. Takaran tersebut dilakukan agar perbandingan antara kaolin dengan
asam kuat 10 gram padatan per 100mL larutan asam. Untuk aktivasi kimia
dengan menggunakan penambahan HCl dan H2SO4 bertujuan untuk membuat
permukaan kaolin menjadi asam sehingga kapasitas adsorpsi kaolin tersebut
menjadi lebih besar untuk menyerap ion besi. Senyawa HCl dan H 2SO4
merupakan senyawa yang cocok dan efektif untuk membuang zat-zat pengotor
pada permukaan kaolin dan membuat permukaan kaolin tersebut menjadi
asam, karena nilai konduktivitas pada kaolin akan meningkat dengan
pengaruh suasana yang asam.
4. Kemudian di aduk dengan kecepatan 250 rpm dengan waktu 60 menit. Hal ini
dilakukan agar larutan menjadi homogen,sehingga proses aktivasi kaolin
secara kimia dapat berjalan dengan baik.
5. Kemudian kaolin dipisahkan dari larutan asam (HCl atau H 2SO4) dengan cara
disaring menggunakan kertas saring bebas abu. Tahap ini dilakukan untuk
memisahkan antara larutan asam kuat dengan tanah kaolin yang sudah
diaktivasi dengan asam kuat.
6. Kaolin pada kertas saring dicuci dengan aquadest dan di oven sampai kering.
Pencucian dengan aquadest bermaksud untuk menghilangkan zat-zat pengotor
yang masih tersisa pada kaolin,kemudian kaolin tersebut dimasukkan dalam
oven untuk memperoleh hasil tanah kaolin yang sudah kering untuk
selanjutnya dapat digunakan untuk percobaan mengadsorbsi zat besi dalam air
sumur.
2.2.2 Pengujian dengan Air Sumur
1. Kaolin yang sudah sudah teraktivasi kemudian diayak lagi dengan ayakan 100
mesh, kemudian ditimbang sebanyak 10 gram dan memasukkan ke gelas
beker 500mL,kemudian menambahkan sampel air sumur sebanyak 400mL.
Hal ini dilakukan untuk memastikan kembali ukuran bubuk kaolin dan
mengambil 10 gram untuk diuji kemampuannya untuk mengadsorbsi zat besi
dalam air sumur sebanyak 400mL.
sekali lagi untuk menyimpan hasil settingan. Masukkan kuvet yang berisi
aquadest ke dalam spektofotometer dan tekan tombol blank, maka panjang
gelombang akan terstandardisasi. Keluarkan kembali kuvet yang berisi air
tersebut, kemudian masukkan kuvet yang berisi sampel yang berupa sampel
air sumur .Tunggu hingga pembacaan gelombang pada layar penunjuk
berhenti dan menunjukkan angka yang tetap.
Pemanasan
Kaolin Padat
100oC
Penghalusan dengan
ayakan 100 mesh
Penyaringan
Pengeringan
Penyaringan
Nilai adsorbansi
air sumur
BAB III
0.2
Nilai Absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
160 180 200 220 240 260 280
Kecepatan Pengadukan (rpm)
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
160 180 200 220 240 260 280
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Pada gambar 3.1.1 dan 3.1.2 jika berdasarkan teori pengaruh waktu
pengadukan ,semakin lama waktu pengadukan maka kandungan Fe dalam air sumur
semakin sedikit. Sedangkan untuk kecepatan pengadukan, semakin cepat pengadukan
maka efisiensi penyisihan kandungan Fe dalam air sumur semakin meningkat. Namun
pada penelitian yang kami lakukan memperoleh hasil waktu pengadukan 30 menit
lebih efisien menyingkirkan kandungan Fe dalam air sumur dibandingkan dengan
waktu pengadukan 60 menit dikarenakan beberapa faktor ,salah satunya saat
melakukan penyaringan terdapat kaolin yang lolos masuk ke sampel atau air sumur.
Data Rata-rata
Kecepatan Pengadukan
(rpm) 1 2 3
180 0.388 0.402 0.391 0.3936
220 0.339 0.32 0.34 0.333
260 0.097 0.087 0.085 0.0896
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
160 180 200 220 240 260 280
Kecepatan Pengadukan (rpm)
0.1
Nilai Absorbansi
0.08
0.06
0.04
0.02
0
160 180 200 220 240 260 280
Kecepatan Pengadukan (rpm)
80
70
H2SO4 30 menit
60
H2SO4 60 menit
50
40 HCl 30 menit
30 HCl 60 menit
20
10
0
180 220 260
Kecepatan Pengadukan (rpm)
mempunyai sifat inert, netral, luas permukaannya besar sehingga memiliki sifat daya
adsorpsi yang besar. Selain itu di dalam kaolin juga didominasi oleh Al2O3 sekitar
36% dimana alumina dapat mengadsorpsi kation maupun anion. (Utari,1994).
Untuk aktivasi kaolin dengan menggunakan HCl dan H2SO4 bertujuan untuk
membuat permukaan kaolin menjadi asam sehingga kapasitas adsorpsi kaolin tersebut
menjadi lebih besar untuk menyerap ion besi. Meskipun kaolin tanpa perlakuan
mampu untuk adsorpsi, namun kemampuan adsorpsinya terbatas. Kelemahan tersebut
dapat diatasi melalui proses
aktivasi menggunakan asam (HCl dan H2SO4) sehingga dihasilkan kaolin dengan
kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi . Asam klorida merupakan asam yang
memiliki bilangan ekivalen H+ yang tinggi. Aktivasi kaolin menggunakan asam akan
menghasilkan kaolin dengan situs aktif lebih besar dan keasamaan permukaan yang
lebih besar, sehingga akan dihasilkan kaolin dengan
kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi.
Dari hasil adsorbsi Fe yang diperoleh ternyata aktivasi kaolin menggunakan
HCl paling bagus dibandingkan jenis aktivasi yang lain yaitu dapat menghilangkan
kandungan Fe pada air sumur sebesar 91% . Hal ini dapat dijelaskan dimana untuk
perlakuan aktivasi kaolin dari hasil reaksi yang terjadi karena adanya penambahan
HCl yang dapat lebih melarutkan pengotor sehingga banyak pori-por terbentuk lebih
banyak, dengan adanya penambahan asam klorida luas permukaan kaolin lebih besar
diperoleh dibandingkan dengan adanya penambahan asam sulfat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Aktivasi kaolin menggunakan HCl lebih efisien dibandingkan dengan
menggunakan H2SO4.
2. Hasil maksimal yang dapat diperoleh Kaolin untuk mengadsorbsi Fe
dalam air sumur menggunakan asam sulfat yaitu pada waktu pengadukan
30 menit dan kecepatan pengadukan 260 rpm.
3. Hasil Maksimal yang dapat diperoleh Kaolin untuk mengadsorbsi Fe
dalam air sumur menggunakan asam klorida yaitu pada waktu pengadukan
60 menit dan kecepatan pengadukan 260 rpm.
4. Tingkat efisiensi yang paling tinggi mencapai 91% yaitu saat
menggunakan Asam Klorida dengan kecepatan pengadukan 260 rpm dan
waktu pengadukan 60 menit.
4.2 Saran
Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, maka disarankan untuk:
1. Perlu dilakukan aktivasi kaolin menggunakan basa sehingga dapat
diperoleh perbandingan yang lebih beragam antara asam dan basa sebagai
activator.
2. Membuat larutan standar untuk digunakan dalam pembuatan kurva
kalibrasi sehingga dapat diketahui nilai kadar Fe dalam satuan mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Dilla Sistesya dan Heri Sutanto. 2013. Sifat Optis Lapisan Zno:Ag Yang
Dideposisi Di Atas Substrat Kaca Menggunakan Metode Chemical Solution
Deposition (Csd) Dan Aplikasinya Pada Degradasi Zat Warna Methylene
Blue. Youngster Physics Journal Vol. 1, No. 4, Juli 2013, hal 71- 80.
Universitas Diponegoro Semarang.
Raharjo,S. 1997. Pembuaan Karbon Akif dari Serbuk Gergajian Pohon Jati dengan
NaCl sebagai Bahan Pengaktif.Skripsi Tidak Dierbitkan.Malang: Jurusan
Kimia Fakulas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Brawijaya.
Sembiring dkk. (2003). Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatan). Diakses
dari www.library.ac.id. Diakses pada Agustus 2019.
Sriyanti dan Taslimah. 2003. Kinetika Adsorpsi Besi(III) dalam Medium Air pada
Zeolit Alam Termodifikasi 2-merkaptobenzotiasol. Universitas Diponegoro,
Semarang.