ADSORBSI
Disusun Oleh:
Kelompok : VIII
Nama
: 1. CRISVAN HARDINATA
2. BERNADETA CP
3. DIAN NOVITA
4. MUHAMMAD ZAQI
Fak/Jur.
Dosen
Abstrak
Proses adsorpsi adalah suatu proses pemisahan dimana suatu molekul
molekul zat dalam campuran diserap oleh suatu padatan (adsorben) sehingga
komponen larutan akan di adsorpsi pada permukaan dan mengubah komposisi
larutan yang keluar. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari proses
penjerapan dengan menggunakan adsorben zeolit dan mengukur kandungan ionion yang terjerap dalam adsorben menggunakan konduktometer serta menghitung
kondultivitas molar dari proses adsopsi. Percobaan dilakukan dengan
mengalirkan larutan CaCO3 1,4% ke kolom yang diisi zeolit dengan variasi speed
setting masing-masing yaitu 4 cm dan 5,5 cm dan tinggi unggun zeolit 7 cm dan
14 cm. Nilai konduktivitas molar (M) pada speed setting 4 cm dan tinggi zeolit
14 cm mempunyai nilai konduktivitas molar terkecil . Dan nilai konduktivitas
molar terbesar yaitu pada speed setting 5,5 dan tinggi zeolit 7 cm. Jadi,
disimpulkan bahwa semakin kecil speed setting dan semakin besar tinggi zeolit
yang digunakan maka nilai konduktivitas molar akan kecil dibandingkan dengan
speed setting yang besar dan tinggi zeolit yang kecil.
Kata Kunci : Adsorpsi, Konduktivitas, konduktivitas molar, speed setting dan
tinggi zeolit.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
1 Menjelaskan prinsip kerja proses adsorpsi
2 Menjelaskan operasi adsorpsi padat-cair
3 Menggunakan alat konduktivity untuk menghitung konduktivitas molar
4 Mengaplikasikan ilmu tentang adsorpsi secara tim, bekerja sama dan
professional.
1.2. Dasar Teori
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk keperluan air
minum, industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut tentunya penggunaan air memerlukan persyaratan-persyaratan
tertentu sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Salah
satu cara yang biasa dilakukan untuk pengolahan air limbah tersebut adalah proses
adsorpsi. Padatan yang digunakan untuk penyerap disebut Adsorben.
Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan dimana molekul-molekul gas
atau cair diserap oleh suatu padatan. Pengikatan molekul oleh padatan terjadi
secara reversibel. Pada proses adsorpsi terdapat dua komponen yaitu adsorbat
sebagai zat yang diserap dan adsorben sebagai zat yang menyerap (Angriani dan
Kurniaty, 2007).
Pada prinsipnya proses adsorpsi dapat dibedakan atas empat tipe
diantaranya adalah sebagai berikut (Tasrif, 1997) :
1.
Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika juga disebut adsorpsi Van Der Waals yang bersifat terbalikkan
(reversible), terjadi karena gaya interaksi antar molekul. Kalor pada adsorpsi
fisika rendah, yaitu 5-10 kalori per molar, yang setingkat dengan kalor
penguapan.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia juga disebut adsorpsi tak terbalikkan (irreversible) yang
ditandai dengan besarnya potensial interaksi yang menyebabkan tingginya
panas adsorpsi. Kalor pada adsorpsi kimia cukup tinggi yaitu 10-100 kalori
per molar, yang setingkat dengan tenaga reaksi kimia. Adsorpsi kimia
diperkirakan melibatkan ikatan kimia antara cairan dengan permukaan
padatan. Adanya ikatan ini menyebabkan adsorpsi kimia tidak dapat terjadi
pada temperature kritis adsorbat ( Setiaji dan Sasmita,1987 )
3. Adsorpsi Pertukaran (Exchange Adsorption)
Adsorpsi
pertukaran,
lebih
sering
dikenal
dengan
pertukaran
ion
2. Jenis adsorbat
Sifat adsorbat juga sangat mempengaruhi daya adsorpsi, dimana adsorben
cenderung menyerap molekul atau zat lain yang sangat sesuai dengannya.
Beberapa sifat adsorbat yang perlu diperhatikan adalah:
a. Ukuran molekul
Adsorben mempunyai pori-pori dengan diameter tertentu. Dalam hal ini
tentu saja yang diserap adalah molekul-molekul yang lebih kecil dari
diameter rongga adsorben.
b. Kepolaran
Umumnya adsorben bersifat ionik dengan polaritas molekul yang tinggi.
Jika diameternya sebanding, maka molekul-molekul polar lebih kuat
diserap dari pada molekul-molekul kurang polar. Molekul yang polar dapat
menggantikan molekul yang kurang polar yang lebih dulu diserap.
c. Jenis ikatan
Senyawa-senyawa yang tidak jenuh lebih banyak diserap dibandingkan
senyawa-senyawa jenuh.
d. Berat molekul
Senyawa dengan berat molekul besar lebih banyak diserap dibandingkan
dengan senyawa berat molekul yang lebih kecil.
3. Suhu
Adsorpsi merupakan proses membebaskan panas (eksoterm). Proses kebalikan
dari adsorpsi adalah desorpsi dengan sendirinya merupakan proses endoterm.
Panas yang dibebaskan pada peristiwa adsorpsi atau desorpsi diukur dalam
kalori/gram. Pada umumnya adsorpsi menurun dengan naiknya suhu
(Ramdhani, 2008). Oleh karena itu, penambahan suhu mengakibatkan zat yang
diserap cenderung meninggalkan zat penyerap. Pengaruh penambahan
konsentrasi merupakan kebalikan dari kenaikan suhu. Dalam hal ini disebabkan
karena jumlah tumbukkan dengan adsorben bertambah.
Menurut Bergeyk (1981), ada beberapa kriteria suatu zat untuk bisa
menjadi adsorben, yaitu:
besar
solut
relatif
terhadap
pelarut,
berarti
larutan
tersebut
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 7cm pada speed setting 4 cm
Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 2, seperti yang terlihat pada
gambar 3.1.
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.1 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 4
Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 4 yaitu dengan laju alir 7,08 cm3/s. Penurunan terus terjadi dari
waktu 0 sampai 120 detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol
menjadi 0,009044 S.cm/mol. Tetapi pada waktu 135 detik nilai konduktiviti molar
mengalami kenaikan, dengan nilai konditiviti molar 0,009116 S.cm/mol dan
kemudian mengalami penurunan kembali pada waktu 150 detik yaitu 0,008646
S.cm /mol.
20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.2 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 4
Dari Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 4 yaitu dengan laju alir 7,08 cm 3/s. Konduktivitas molar awal umpan
yang masuk pada kolom adsorbsi adalah sebesar 0,009543 S.cm/mol. Diawal
percobaan terjadi penurunan nilai konduktivitas molar waktu 0 detik sampai 90
detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol menjadi 0,00908
S.cm/mol. Tetapi pada waktu 105 detik nilai konduktiviti molar mengalami
kenaikan, dengan nilai konditiviti molar 0,0092 S.cm/mol dan kemudian
mengalami penurunan sampai 150 detik dengan konduktivitas molar 0,00851
S.cm/mol.
3.3 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 7 cm pada speed setting 5,5 cm
Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 5,5 dan tinggi zeolit 7 cm
terlihat pada gambar 3.3.
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.3 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 5,5 cm.
Dari Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 5,5 dengan laju alir 8,83 cm3/s. Konduktivitas molar awal umpan
yang masuk pada kolom adsorbsi adalah sebesar 0,009543 S.cm/mol. Diawal
percobaan terjadi penurunan nilai konduktivitas molar waktu 0 detik sampai 45
detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol menjadi 0,009337
S.cm/mol.
Tetapi pada waktu 60 detik nilai konduktiviti molar mengalami kenaikan,
dengan nilai konditiviti molar 0,00935 S.cm/mol dan kemudian mengalami
penurunan sampai 135 detik dengan konduktivitas molar 0,009085 S.cm/mol dan
menaik lagi pada detik ke 150 dengan konduktiviti molar 0,009104 S.cm/mol.
3.4 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 14 cm pada speed setting 5,5 cm
Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 5,5 dan tinggi zeolit 14 cm
terlihat pada gambar 3.4.
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.4 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 5,5 cm.
Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 5,5 dengan laju alir 8,83 cm3/s. Konduktivitas molar awal umpan
yang masuk pada kolom adsorbsi adalah sebesar 0,009543 S.cm/mol. Diawal
percobaan terjadi penurunan nilai konduktivitas molar waktu 0 detik sampai 60
detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol menjadi 0,009251
S.cm/mol. Tetapi pada waktu 75 detik nilai konduktiviti molar mengalami
kenaikan, dengan nilai konditiviti molar 0,009258 S.cm/mol dan kemudian
mengalami penurunan sampai 150 detik dengan konduktivitas molar 0,008706
S.cm/mol.
3.5 Membandingkan speed setting dan tinggi zeolit yang berbeda.
Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu dan membandingkan setiap variasi speed
setting dan tinggi zeolit seperti terlihat pada gambar 3.5.
0.01
0.01
0.01
0.01
speed 4 tinggi 7
speed 4 tinggi 14
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.5 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Variasi speed setting dan tinggi zeolit.
Pada gambar 3.5 dapat dilihat bahwa speed setting 4 dengan tinggi zeolit
14 cm mempunyai nilai konduktiviti molar yang lebih kecil dari yang lain. Hal ini
dikarenakan dengan tinggi zeolit yang lebih tinggi dan speed settting yang kecil
kontak antara adsorbat dan adsorben lebih lama sehingga lebih banyak zat yang
terserap oleh adsorben. Dari gambar 3.5 juga dapat dilihat bahwa pada speed 5,5
dan tinggi zeolit 7 cm mempunyai nilai konduktiviti molar yang besar . Hal ini
karena dengan tinggi zeolit yang kecil dan speed setting yang besar kontak antara
adsorbat dan adsorben lebih cepat, sehingga sedikit adsorbat yang terjerap oleh
adsorben.
Hasil percobaan menggunakan kapur 1,4 % pada speed setting 4 dan 5,5
dengan memvariasikan tinggi unggun 7 cm dan 14 cm, menunjukan bahwa nilai
konduktivitas molar mengalami penurunan dan kenaikan. Hasil yang diperoleh
dari percobaan ini tidak sesuai dengan teori yang ada, karena seharusnya semakin
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan serta data yang diperoleh ada beberapa hal
yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 Terjadi penurunan dan kenaikan konduktivitas molar pada larutan CaCO3
yang telah melewati zeolit. Hal ini dikarenakan laju aliran yang tidak
konstan sehingga ion-ion di dalam larutan CaCO3 tidak terserap dengan
baik oleh zeolit sehingga konduktivitasnya mengalami fluktuasi.
2 Dari proses adsorpsi di atas maka jenis aliran yang mengalir di dalam
kolom adsorpsi adalah jenis aliran laminar, didapat dari perhitungan
bilangan Reynolds.
4.2 Saran
Laju aliran larutan yang digunakan harus diperhatikan, karena laju aliran
tersebut dapat mempengaruhi kemampuan zeolit untuk menyerap ion sehingga
berpengaruh juga terhadap nilai konduktivitas.
LAMPIRAN A
No
(cm)
Volume (ml)
440
415
Volume ratarata
Waktu (s)
Konduktivity
awal (S/cm)
425
60
9543
530
60
9543
420
520
2
540
5,5
530
Tabel A.2 Data penentuan konduktivity kapur 1,4% dengan speed setting 4
cm
Tinggi
Konduktivity
zeolit (cm)
(S/cm)
9304
9284
9272
9258
9265
9236
kondukti
viti
molar
(S.cm/m
ol)
0.0093
04
0.0092
84
0.0092
72
0.0092
58
0.0092
65
0.0092
36
Tinggi
Konduktivity
zeolit (cm)
(S/cm)
konduktiviti
molar
(S.cm/mol)
9270
0.00927
9265
0.00927
9258
0.00926
9251
0.00925
9193
0.00919
9078
0.00908
14
0.0091
9199
0.0092
73
0.0090
9044
9056
0.00906
44
0.0091
9116
8805
0.00881
16
0.0086
8646
8506
0.00851
46
Tabel A.3 Data penentuan konduktivity kapur 1,4% dengan speed setting 5,5 cm
9173
Tinggi
Konduktivit
konduktiviti
molar
(S/cm)
9397
9384
9337
9350
9291
9259
9226
9174
9085
9104
(S.cm/mol)
0.009397
0.009384
0.009337
0.00935
0.009291
0.009259
0.009226
0.009174
0.009085
0.009104
zeolit (cm)
Tinggi
zeolit (cm)
14
Konduktivit
konduktiviti
molar
(S/cm)
9291
9284
9271
9251
9258
9219
9199
9103
9067
8706
(S.cm/mol)
0.009291
0.009284
0.009271
0.009251
0.009258
0.009219
0.009199
0.009103
0.009067
0.008706
Tabel A.4 Hasil titrasi Percobaan pada kapur 1,4% untuk tinggi zeolit 7 cm.
Speed
Setting
(cm)
Waktu
(s)
Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)
Waktu
(s)
Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)
15
12
15
15,5
30
11,6
30
13,5
45
10,7
45
11,3
60
8,5
60
12,5
75
10,1
75
10,8
90
6,1
90
10,6
105
5,9
105
10
120
4,5
120
7,6
135
4,9
135
150
3,9
150
Speed
Setting (cm)
5,5
Tabel A.5 Hasil titrasi Percobaan pada kapur 1,4% untuk tinggi zeolit 14 cm.
Speed
Setting
(cm)
Waktu
(s)
Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)
15
Speed
Setting
(cm)
Waktu
(s)
Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)
10,6
15
11,9
30
10
30
11,4
45
8,7
45
10
60
8,1
60
8,2
75
5,4
75
8,8
90
4,8
90
5,7
105
6,3
105
5,4
120
4,5
120
4,7
135
135
4,3
150
3,5
150
3,8
5,5
Tabel A.6 debit aliran,kecepatan air, bilangan reynold, dan jenis aliran yang
diperoleh.
speed setting
(cm)
4
5,5
Q (L/s)
v (cm/s)
Nre
0,00708
0,624
237,12
0,00883
0,778
296
LAMPIRAN B
Jenis Aliran
Laminar
Laminar
Contoh Perhitungan :
Pada speed setting 3
Diameter
= 3.8 cm
Jari jari
= 1.9 cm
=0,175 3
liter
1 Kg 1 cm 3 74 gr
cm
Konversi Konduktiviti :
9304 S=9304 S /cm
1 S
=0,0093 S/cm
106 S
.cm Konduktivitas(S)
( smol
)= C mol h ( cm )
( cm )
3
M=
0,0093 S /cm
S . cm
=0,0087
mol
mol
0,135 3 7 cm
cm
Luas Permukaan ( A ) =
( Q )=
425 ml 1 menit
Liter
Kecepatan (v)
Q 0,00708 Liter /detik
cm
v= =
=0,624
2
A
detik
11,34 cm
N Re
gr
cm
0,624
3,8 cm
3
s
. v . d
cm
=
=237,12
gr
0,01
cms
1