Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II

ADSORBSI

Disusun Oleh:
Kelompok : VIII
Nama

: 1. CRISVAN HARDINATA
2. BERNADETA CP
3. DIAN NOVITA
4. MUHAMMAD ZAQI

Fak/Jur.

: Teknik/Teknik kimia D3-A

Dosen

: Ir. Rozanna Sri Irianti, M.Si

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
https://www.academia.edu/12050952/laporan_Adsorbsi

Abstrak
Proses adsorpsi adalah suatu proses pemisahan dimana suatu molekul
molekul zat dalam campuran diserap oleh suatu padatan (adsorben) sehingga
komponen larutan akan di adsorpsi pada permukaan dan mengubah komposisi
larutan yang keluar. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari proses
penjerapan dengan menggunakan adsorben zeolit dan mengukur kandungan ionion yang terjerap dalam adsorben menggunakan konduktometer serta menghitung
kondultivitas molar dari proses adsopsi. Percobaan dilakukan dengan
mengalirkan larutan CaCO3 1,4% ke kolom yang diisi zeolit dengan variasi speed
setting masing-masing yaitu 4 cm dan 5,5 cm dan tinggi unggun zeolit 7 cm dan
14 cm. Nilai konduktivitas molar (M) pada speed setting 4 cm dan tinggi zeolit
14 cm mempunyai nilai konduktivitas molar terkecil . Dan nilai konduktivitas
molar terbesar yaitu pada speed setting 5,5 dan tinggi zeolit 7 cm. Jadi,
disimpulkan bahwa semakin kecil speed setting dan semakin besar tinggi zeolit
yang digunakan maka nilai konduktivitas molar akan kecil dibandingkan dengan
speed setting yang besar dan tinggi zeolit yang kecil.
Kata Kunci : Adsorpsi, Konduktivitas, konduktivitas molar, speed setting dan
tinggi zeolit.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
1 Menjelaskan prinsip kerja proses adsorpsi
2 Menjelaskan operasi adsorpsi padat-cair
3 Menggunakan alat konduktivity untuk menghitung konduktivitas molar
4 Mengaplikasikan ilmu tentang adsorpsi secara tim, bekerja sama dan
professional.
1.2. Dasar Teori
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk keperluan air
minum, industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut tentunya penggunaan air memerlukan persyaratan-persyaratan
tertentu sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Salah
satu cara yang biasa dilakukan untuk pengolahan air limbah tersebut adalah proses
adsorpsi. Padatan yang digunakan untuk penyerap disebut Adsorben.
Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan dimana molekul-molekul gas
atau cair diserap oleh suatu padatan. Pengikatan molekul oleh padatan terjadi
secara reversibel. Pada proses adsorpsi terdapat dua komponen yaitu adsorbat
sebagai zat yang diserap dan adsorben sebagai zat yang menyerap (Angriani dan
Kurniaty, 2007).
Pada prinsipnya proses adsorpsi dapat dibedakan atas empat tipe
diantaranya adalah sebagai berikut (Tasrif, 1997) :
1.

Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika juga disebut adsorpsi Van Der Waals yang bersifat terbalikkan
(reversible), terjadi karena gaya interaksi antar molekul. Kalor pada adsorpsi
fisika rendah, yaitu 5-10 kalori per molar, yang setingkat dengan kalor
penguapan.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia juga disebut adsorpsi tak terbalikkan (irreversible) yang
ditandai dengan besarnya potensial interaksi yang menyebabkan tingginya

panas adsorpsi. Kalor pada adsorpsi kimia cukup tinggi yaitu 10-100 kalori
per molar, yang setingkat dengan tenaga reaksi kimia. Adsorpsi kimia
diperkirakan melibatkan ikatan kimia antara cairan dengan permukaan
padatan. Adanya ikatan ini menyebabkan adsorpsi kimia tidak dapat terjadi
pada temperature kritis adsorbat ( Setiaji dan Sasmita,1987 )
3. Adsorpsi Pertukaran (Exchange Adsorption)
Adsorpsi

pertukaran,

lebih

sering

dikenal

dengan

pertukaran

ion

(ion exchange) adalah melibatkan tarikmenarik elektrostatik spesies ionik


dari posisi muatan yang berlawanan pada permukaan adsorben. Dimana
afinitas elektrostatik dari spesies ion yang akan menggantikan harus lebih
besar dari ion-ion yang telah diadsorpsi pada mulanya atau ion-ion yang
terdapat pada permukaan adsorben.
4. Adsorpsi Spesifik (Spesific Adsorption)
Adsorpsi spesifik terjadi apabila gugus fungsi molekul adsorbat melekat pada
permukaan adsorben atau berinteraksi, namun adsorbat tidak mengalami
transformasi. Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempunyai porositas
yang tinggi dan adsorbat menempati pada dinding pori, bahan adsorben yang
telah dipakai pada industri adalah Fullers earth, bauksit, clays, bone back,
karbon, alumina, silica gel, base-exchange silikat dan resin sintetik.
Faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu :
1. Jenis adsorben
Pemilihan adsorben pada proses adsorpsi sangat mempengaruhi daya serap
adsorben. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh adsorben adalah:
a. Berpori
b. Aktif dan murni
c. Tidak bereaksi dengan adsorbat
d. Mempunyai permukaan yang luas
Secara umum, pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektifitas, tipe
butiran, murah, mudah diregenerasi, dan komposisi adsorben tidak ada terdiri
dari bahan pencemar.

2. Jenis adsorbat
Sifat adsorbat juga sangat mempengaruhi daya adsorpsi, dimana adsorben
cenderung menyerap molekul atau zat lain yang sangat sesuai dengannya.
Beberapa sifat adsorbat yang perlu diperhatikan adalah:
a. Ukuran molekul
Adsorben mempunyai pori-pori dengan diameter tertentu. Dalam hal ini
tentu saja yang diserap adalah molekul-molekul yang lebih kecil dari
diameter rongga adsorben.
b. Kepolaran
Umumnya adsorben bersifat ionik dengan polaritas molekul yang tinggi.
Jika diameternya sebanding, maka molekul-molekul polar lebih kuat
diserap dari pada molekul-molekul kurang polar. Molekul yang polar dapat
menggantikan molekul yang kurang polar yang lebih dulu diserap.
c. Jenis ikatan
Senyawa-senyawa yang tidak jenuh lebih banyak diserap dibandingkan
senyawa-senyawa jenuh.
d. Berat molekul
Senyawa dengan berat molekul besar lebih banyak diserap dibandingkan
dengan senyawa berat molekul yang lebih kecil.
3. Suhu
Adsorpsi merupakan proses membebaskan panas (eksoterm). Proses kebalikan
dari adsorpsi adalah desorpsi dengan sendirinya merupakan proses endoterm.
Panas yang dibebaskan pada peristiwa adsorpsi atau desorpsi diukur dalam
kalori/gram. Pada umumnya adsorpsi menurun dengan naiknya suhu
(Ramdhani, 2008). Oleh karena itu, penambahan suhu mengakibatkan zat yang
diserap cenderung meninggalkan zat penyerap. Pengaruh penambahan
konsentrasi merupakan kebalikan dari kenaikan suhu. Dalam hal ini disebabkan
karena jumlah tumbukkan dengan adsorben bertambah.
Menurut Bergeyk (1981), ada beberapa kriteria suatu zat untuk bisa
menjadi adsorben, yaitu:

1. Tidak boleh larut dengan zat yang akan dimurnikan


2. Tidak boleh bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan
3. Dapat diregenerasi
Secara umum pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektivitas,
kecepatan penjerapan, tipe butiran, sifat-sifat kimia dan fisik, tidak mengandung
bahan pencemar yang berbahaya, murah harganya dan mudah diregenerasi.
Pada pemisahan cairan, adsorpsi digunakan untuk menghilangkan air yang
terlarut pada fraksi minyak, penghilangan warna, bau dan rasa air. Salah satu
proses yang penting adalah pertukaran ion (ion exchanger). Proses pertukaran ion
merupakan salah satu proses yang banyak digunakan di industri misalnya
pengolahan air, industri makanan, farmasi, katalis, recovery dan pemurnian
(Rousseau, 1987).
Dalam pengolahan air, proses pertukaran ini digunakan antara lain untuk
pelunakan air, de-mineralisasi, de-alkilasi, de-ionisasi dan lain-lain. Proses
pertukaran ion dalam pengolahan air pada dasarnya mirip suatu reaksi antara ion
dalam larutan dengan ion dalam padatan dengan cara dikontakkan. Peristiwa ini
mirip dengan proses adsorpsi padat air, sebagai proses pertukaran ion yang
dianggap sebagai adsorpsi bersifat khusus (Treyball, 1981).
Larutan adalah sesuatu yang penting bagi manusia dan makhluk hidup pada
umumnya. Reaksi-reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat,
bukannya antara zat murni. Banyak reaksi kimia yang dikenal , baik di dalam
laboratorium atau di industri terjadi di dalam larutan. Larutan biasanya terdiri dari
dua zat atau lebih yang merupakan campuran homogen. Larutan disebut campuran
homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam atau satu fase sehingga
tidak dapat diamati bagian - bagian komponen penyusunnya meskipun dengan
menggunakan mikroskop ultra sekalipun. Larutan terdiri dari dua komponen
penting. Komponen tersebut adalah solven atau pelarut dan solut atau zat terlarut.
Biasanya komponen solven mengandung jumlah zat terbanyak dan komponen
solut mengandung jumlah zat yang lebih sedikit.
Konsentrasi adalah kuantitas relatif suatu zat tertentu di dalam larutan.
Konsentrasi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan cepat atau

lambatnya reaksi berlangsung. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat


terlarut yang terdapat dalam suatu pelarut atau larutan. Larutan yang mengandung
sebagian

besar

solut

relatif

terhadap

pelarut,

berarti

larutan

tersebut

konsentrasinya tinggi atau pekat. Sebaliknya bila mengandung sejumlah kecil


solut, maka konsentrasinya rendah atau encer. Pada umumnya larutan mempunyai
beberapa sifat. Diantaranya sifat larutan non elektrolit dan larutan elektrolit. Sifat
larutan tersebut mempunyai hubungan erat dengan konsentrsi dari tiap
komponennya. Sifat-sifat larutan seperti rasa, ph, warna, dan kekentalan
bergantung pada jenis dan konsentrasi zat terlarut. Larutan dapat dibuat dari dua
macam zat, yaitu zat padat dan zat cair. Larutan dibuat untuk mendapatkan
campuran larutan dari dua atau lebih zat. Larutan memiliki dua sifat, yaitu larutan
eksoterm dan larutan larutan endoterm.
Larutan standart adalah larutan yang mengandung regensia dengan bobot
yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan. Larutan standart
sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang
kandungan zat aktifnya telah ditentukan dengan perbandingan terhadap suatu
standart primer. Contoh larutan standart sekunder adalah HCl. Sedangkan larutan
standart primer adalah larutan yang digunakan untuk menstandartkan larutan
larutan yang dibuat dalam laboratorium dengan menggunakan perhitungan.
Contohnya: NaOH.

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat Dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah flowmeter manual, kran
air, selang air, batang pengaduk, gelas ukur 2000 ml, dan stopwatch. Sedangkan
bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air, dan kapur.
2.2. Prosedur Percobaan
2.2.1 Mengkalibrasi alat
1. Flowmeter dikalibrasi dengan menggunakan air kran yang dilewatkan
pada flowmeter untuk menentukan laju alir cairan yang masuk pada speed
setting 4 dan 5,5.
2. Stopwacth dihidupkan dan volume air yang keluar ditampung 15 detik.
3. Mengukur volume air yang tertampung dan kemudian dicatat.
2.2.2 Percobaan
1. Membuat larutan CaCO3 dengan kadar 1,4 % didalam 10 Liter air.
Kemudian diletakkan pada ketinggian tertentu.
2. Mengisi kolom adsorpsi dengan zeolit sampai tingginya 7 cm dan
kemudian mencucinya dengan cara mengalirkan air.
3. Menghubungkan selang dari kran pada wadah yang berisi kapur dengan
alat adsorpsi. Kemudian diatur bukaan krannya sehingga speed setting
pada flowmeternya pada angka 4 dan 5,5.
4. Mengalirkan larutan kapur tersebut ke dalam kolom yang berisi zeolit,
kemudian larutan yang keluar dari kolom diambil sebanyak 10 sampel
dengan selang waktu 15 detik, dan diukur konduktivitynya dengan alat
konduktometer.
5. Ulangi kembali langkah 1 sampai 4 dengan ketinggian zeolit 14 cm.

2.3 Rangkaian Alat

Gambar 2.1. Rangkaian Alat Penyerap (Adsorpsi)

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 7cm pada speed setting 4 cm
Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 2, seperti yang terlihat pada
gambar 3.1.

0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0

20

40

60

80

100

120

140

160

Gambar 3.1 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 4
Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 4 yaitu dengan laju alir 7,08 cm3/s. Penurunan terus terjadi dari
waktu 0 sampai 120 detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol
menjadi 0,009044 S.cm/mol. Tetapi pada waktu 135 detik nilai konduktiviti molar
mengalami kenaikan, dengan nilai konditiviti molar 0,009116 S.cm/mol dan
kemudian mengalami penurunan kembali pada waktu 150 detik yaitu 0,008646
S.cm /mol.

3.2 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 14 cm pada speed setting 4 cm


Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 4, seperti yang terlihat pada
gambar 3.2.
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0

20

40

60

80

100

120

140

160

Gambar 3.2 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 4
Dari Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 4 yaitu dengan laju alir 7,08 cm 3/s. Konduktivitas molar awal umpan
yang masuk pada kolom adsorbsi adalah sebesar 0,009543 S.cm/mol. Diawal
percobaan terjadi penurunan nilai konduktivitas molar waktu 0 detik sampai 90
detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol menjadi 0,00908
S.cm/mol. Tetapi pada waktu 105 detik nilai konduktiviti molar mengalami
kenaikan, dengan nilai konditiviti molar 0,0092 S.cm/mol dan kemudian
mengalami penurunan sampai 150 detik dengan konduktivitas molar 0,00851
S.cm/mol.
3.3 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 7 cm pada speed setting 5,5 cm

Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 5,5 dan tinggi zeolit 7 cm
terlihat pada gambar 3.3.
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0

20

40

60

80

100

120

140

160

Gambar 3.3 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 5,5 cm.
Dari Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 5,5 dengan laju alir 8,83 cm3/s. Konduktivitas molar awal umpan
yang masuk pada kolom adsorbsi adalah sebesar 0,009543 S.cm/mol. Diawal
percobaan terjadi penurunan nilai konduktivitas molar waktu 0 detik sampai 45
detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol menjadi 0,009337
S.cm/mol.
Tetapi pada waktu 60 detik nilai konduktiviti molar mengalami kenaikan,
dengan nilai konditiviti molar 0,00935 S.cm/mol dan kemudian mengalami
penurunan sampai 135 detik dengan konduktivitas molar 0,009085 S.cm/mol dan
menaik lagi pada detik ke 150 dengan konduktiviti molar 0,009104 S.cm/mol.
3.4 Grafik untuk percobaan tinggi zeolit 14 cm pada speed setting 5,5 cm

Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu pada speed setting 5,5 dan tinggi zeolit 14 cm
terlihat pada gambar 3.4.

0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0

20

40

60

80

100

120

140

160

Gambar 3.4 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Speed setting 5,5 cm.
Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa nilai konduktiviti molar kapur 1,4 %
yang telah diadsorpsi mengalami penurunan dan kenaikan terhadap waktu pada
speed setting 5,5 dengan laju alir 8,83 cm3/s. Konduktivitas molar awal umpan
yang masuk pada kolom adsorbsi adalah sebesar 0,009543 S.cm/mol. Diawal
percobaan terjadi penurunan nilai konduktivitas molar waktu 0 detik sampai 60
detik, dari nilai konduktiviti molar 0,009543 S.cm/mol menjadi 0,009251
S.cm/mol. Tetapi pada waktu 75 detik nilai konduktiviti molar mengalami
kenaikan, dengan nilai konditiviti molar 0,009258 S.cm/mol dan kemudian
mengalami penurunan sampai 150 detik dengan konduktivitas molar 0,008706
S.cm/mol.
3.5 Membandingkan speed setting dan tinggi zeolit yang berbeda.

Dari data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan antara
konduktiviti molar terhadap waktu dan membandingkan setiap variasi speed
setting dan tinggi zeolit seperti terlihat pada gambar 3.5.
0.01
0.01
0.01
0.01

speed 4 tinggi 7

speed 4 tinggi 14

speed 5,5 tinggi 7

0.01
0.01
0.01
0.01

speed 5,5 tinggi 14

0.01
0.01
0.01
0

20

40

60

80

100

120

140

160

Gambar 3.5 Grafik hubungan antara konduktiviti molar terhadap waktu pada
Variasi speed setting dan tinggi zeolit.
Pada gambar 3.5 dapat dilihat bahwa speed setting 4 dengan tinggi zeolit
14 cm mempunyai nilai konduktiviti molar yang lebih kecil dari yang lain. Hal ini
dikarenakan dengan tinggi zeolit yang lebih tinggi dan speed settting yang kecil
kontak antara adsorbat dan adsorben lebih lama sehingga lebih banyak zat yang
terserap oleh adsorben. Dari gambar 3.5 juga dapat dilihat bahwa pada speed 5,5
dan tinggi zeolit 7 cm mempunyai nilai konduktiviti molar yang besar . Hal ini
karena dengan tinggi zeolit yang kecil dan speed setting yang besar kontak antara
adsorbat dan adsorben lebih cepat, sehingga sedikit adsorbat yang terjerap oleh
adsorben.
Hasil percobaan menggunakan kapur 1,4 % pada speed setting 4 dan 5,5
dengan memvariasikan tinggi unggun 7 cm dan 14 cm, menunjukan bahwa nilai
konduktivitas molar mengalami penurunan dan kenaikan. Hasil yang diperoleh
dari percobaan ini tidak sesuai dengan teori yang ada, karena seharusnya semakin

lama waktu yang digunakan maka semakin rendah nilai konduktivitinya,


dikarenakan semakin banyaknya ion yang terserap oleh zeolit. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1 Ion-ion yang terdapat dalam larutan CaCO 3 yang konsentrasinya 1,3 % akan
berkurang setelah melewati zeolit karena terjadi peristiwa kation exchanger
dimana Ca2+ yang ada pada larutan akan mendifusi melalui pori kemudian
akan terjadi reaksi ion exchange dengan ion Na+ yang terdapat pada zeolit. Hal
ini dapat dilihat dari penurunan nilai konduktivitas.
2 Kenaikan kembali nilai konduktivitas molar dikarenakan karena tidak semua
larutan CaCO3 yang mengalir dapat diserap oleh zeolit, selain itu dikarenakan
laju alir kapur tersebut yang tidak selalu konstan sehingga mempengaruhi
kemampuan zeolit untuk menyerap ion-ion yang terdapat didalam larutan
tersebut sehingga mengalami perubahan konsentrasi dan konduktivitas secara
tidak beraturan.
3 Konduktivitas Molar (M) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah konduktivitas, konsentrasi, waktu dan tinggi bahan penyerap.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan serta data yang diperoleh ada beberapa hal
yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 Terjadi penurunan dan kenaikan konduktivitas molar pada larutan CaCO3
yang telah melewati zeolit. Hal ini dikarenakan laju aliran yang tidak
konstan sehingga ion-ion di dalam larutan CaCO3 tidak terserap dengan
baik oleh zeolit sehingga konduktivitasnya mengalami fluktuasi.
2 Dari proses adsorpsi di atas maka jenis aliran yang mengalir di dalam
kolom adsorpsi adalah jenis aliran laminar, didapat dari perhitungan
bilangan Reynolds.
4.2 Saran
Laju aliran larutan yang digunakan harus diperhatikan, karena laju aliran
tersebut dapat mempengaruhi kemampuan zeolit untuk menyerap ion sehingga
berpengaruh juga terhadap nilai konduktivitas.

LAMPIRAN A

A.Tabel Data Percobaan


Tabel A.1 Data percobaan laju alir
Speed Setting

No

(cm)

Volume (ml)
440
415

Volume ratarata

Waktu (s)

Konduktivity
awal (S/cm)

425

60

9543

530

60

9543

420
520
2

540

5,5

530
Tabel A.2 Data penentuan konduktivity kapur 1,4% dengan speed setting 4
cm
Tinggi

Konduktivity

zeolit (cm)

(S/cm)

9304
9284
9272
9258
9265
9236

kondukti
viti
molar
(S.cm/m
ol)
0.0093
04
0.0092
84
0.0092
72
0.0092
58
0.0092
65
0.0092
36

Tinggi

Konduktivity

zeolit (cm)

(S/cm)

konduktiviti
molar
(S.cm/mol)

9270

0.00927

9265

0.00927

9258

0.00926

9251

0.00925

9193

0.00919

9078

0.00908

14

0.0091
9199
0.0092
73
0.0090
9044
9056
0.00906
44
0.0091
9116
8805
0.00881
16
0.0086
8646
8506
0.00851
46
Tabel A.3 Data penentuan konduktivity kapur 1,4% dengan speed setting 5,5 cm
9173

Tinggi

Konduktivit

konduktiviti

molar

(S/cm)
9397
9384
9337
9350
9291
9259
9226
9174
9085
9104

(S.cm/mol)
0.009397
0.009384
0.009337
0.00935
0.009291
0.009259
0.009226
0.009174
0.009085
0.009104

zeolit (cm)

Tinggi
zeolit (cm)

14

Konduktivit

konduktiviti

molar

(S/cm)
9291
9284
9271
9251
9258
9219
9199
9103
9067
8706

(S.cm/mol)
0.009291
0.009284
0.009271
0.009251
0.009258
0.009219
0.009199
0.009103
0.009067
0.008706

Tabel A.4 Hasil titrasi Percobaan pada kapur 1,4% untuk tinggi zeolit 7 cm.
Speed
Setting
(cm)

Waktu
(s)

Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)

Waktu
(s)

Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)

15

12

15

15,5

30

11,6

30

13,5

45

10,7

45

11,3

60

8,5

60

12,5

75

10,1

75

10,8

90

6,1

90

10,6

105

5,9

105

10

120

4,5

120

7,6

135

4,9

135

150

3,9

150

Speed
Setting (cm)

5,5

Tabel A.5 Hasil titrasi Percobaan pada kapur 1,4% untuk tinggi zeolit 14 cm.
Speed
Setting
(cm)

Waktu
(s)

Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)

15

Speed
Setting
(cm)

Waktu
(s)

Volume H2C2O4
(0,1N) yang
digunakan (ml)

10,6

15

11,9

30

10

30

11,4

45

8,7

45

10

60

8,1

60

8,2

75

5,4

75

8,8

90

4,8

90

5,7

105

6,3

105

5,4

120

4,5

120

4,7

135

135

4,3

150

3,5

150

3,8

5,5

Tabel A.6 debit aliran,kecepatan air, bilangan reynold, dan jenis aliran yang
diperoleh.
speed setting
(cm)
4
5,5

Q (L/s)

v (cm/s)

Nre

0,00708

0,624

237,12

0,00883

0,778

296

LAMPIRAN B

Jenis Aliran
Laminar
Laminar

Contoh Perhitungan :
Pada speed setting 3
Diameter

= 3.8 cm

Jari jari

= 1.9 cm

Viscositas air ( ) = 0,01 gr/cm.det


Berat Jenis air ( ) = 1 gr.cm3
Berat molekul Ca(OH)2 = 74

Perhitungan Konsentrasi (C) :


1,4 =

0,013 kg 1000 gr 1 liter 1 mol


mol
X

=0,175 3
liter
1 Kg 1 cm 3 74 gr
cm

Konversi Konduktiviti :
9304 S=9304 S /cm

1 S
=0,0093 S/cm
106 S

Perhitungan Konduktiviti Molar (M) :


M

.cm Konduktivitas(S)
( smol
)= C mol h ( cm )

( cm )
3

M=

0,0093 S /cm
S . cm
=0,0087
mol
mol
0,135 3 7 cm
cm

Luas Permukaan ( A ) =

Konversi laju alir


0,00708 Liter/detik

r 2 = 3.14 1.9 2 = 11.3354 cm 2

( Q )=

425 ml 1 menit
Liter

menit 60 detik 1000 ml

Kecepatan (v)
Q 0,00708 Liter /detik
cm
v= =
=0,624
2
A
detik
11,34 cm

N Re

gr
cm
0,624
3,8 cm
3
s
. v . d
cm
=
=237,12

gr
0,01
cms
1

Anda mungkin juga menyukai