Anda di halaman 1dari 18

ADSORPSI

Kelompok : V (Lima)
Nama Kelompok : AZIZ (120702)
DEDY WAHYUDI (120702)
JENITA MAYA SARI.S (1207021299)




LABORATORIUM DASAR PROSES & OPERASIONAL PABRIK
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2014

Abstrak

Laporan Praktikum
OPERASI TEKNIK KIMIA II
Dosen Pembimbing
Ir.Rozanna Sri Irianty,M.Si
Proses adsorpsi adalah suatu proses penjerapan suatu senyawa dalam
campuran dengan menggunakan bahan penjerap berupa padatan (adsorben)
sehingga komponen dalam larutan akan di adsorpsi pada permukaan dan
mengubah komposisi larutan yang keluar. Larutan merupakan campuran
homogen dari dua zat atau lebih yang terdispersi sebagai molekul ataupun ion
yang komposisinya dapat bervariasi.
Percobaan bertujuan untuk memahami dan mempelajari proses kalibrasi
alat flowmeter serta mempelajari cara pembuatan larutan dengan konsentrasi
yang berbeda-beda dan memahami proses adsorpsi. Percobaan pertama,
dilakukan dengan mengalirkan air ( H
2
O ) kedalam flowmeter dengan variasi
tinggi 2cm dan 5cm. Dengan semakin tinggi flowmeter maka semakin besar laju
alir. Pada pembuatan larutan, dapat disimpulkan .......!!!!!!!























BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan
1. Memahami dan mempelajari proses kalibrasi alat flowmeter.
2. Mempelajari cara pembuatan larutan dengan konsentrasi yang berbeda-
beda dan memahami proses standarisasi.
3. Memahami dan mempelajari proses adsorpsi.

1.2 Dasar Teori
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk keperluan air
minum, industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut tentunya penggunaan air memerlukan persyaratan-persyaratan
tertentu sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Salah
satu cara yang biasa dilakukan untuk pengolahan air limbah tersebut adalah proses
adsorpsi. Adsorben yang digunakan adalah zeolit karena disamping harganya
murah juga mempunyai sifat karakteristik yang baik untuk penjerapan.
Proses adsorpsi adalah suatu proses penjerapan suatu senyawa dalam
campuran dengan menggunakan bahan penjerap berupa padatan. Peristiwa
adsorpsi sering dijumpai antara lain pada pemisahan gas untuk mengurangi
kelembapan udara (dehumidifikasi). Untuk menghilangkan bau dan juga
menyerap gas yang tidak diinginkan dari suatu hasil proses. Proses adsorpsi
dilakukan dengan mengontakkan larutan dengan padatan adsorben, sehingga
sebagian komponen larutan di adsorpsi pada permukaan padatan dan akibatnya
akan mengubah komposisi larutan yang keluar.
Pada prinsipnya proses adsorpsi dapat dibedakan atas empat tipe
diantaranya adalah sebagai berikut [ Tasrif, 1997 ] :
1. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika juga disebut adsorpsi Van Der Waals yang bersifat terbalikkan
(reversible), terjadi karena gaya interaksi antar molekul. Kalor pada adsorpsi
fisika rendah, yaitu 5-10 kalori per molar, yang setingkat dengan kalor
penguapan.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia juga disebut adsorpsi tak terbalikkan (irreversible) yang
ditandai dengan besarnya potensial interaksi yang menyebabkan tingginya
panas adsorpsi. Kalor pada adsorpsi kimia cukup tinggi yaitu 10-100 kalori
per molar, yang setingkat dengan tenaga reaksi kimia. Adsorpsi kimia
diperkirakan melibatkan ikatan kimia antara cairan dengan permukaan
padatan. Adanya ikatan ini menyebabkan adsorpsi kimia tidak dapat terjadi
pada temperature kritis adsorbat ( Setiaji dan Sasmita,1987 )
3. Adsorpsi Pertukaran (Exchange Adsorption)
Adsorpsi pertukaran, lebih sering dikenal dengan pertukaran ion
(ion exchange) adalah melibatkan tarikmenarik elektrostatik spesies ionik
dari posisi muatan yang berlawanan pada permukaan adsorben. Dimana
afinitas elektrostatik dari spesies ion yang akan menggantikan harus lebih
besar dari ion-ion yang telah diadsorpsi pada mulanya atau ion-ion yang
terdapat pada permukaan adsorben.
4. Adsorpsi Spesifik (Spesific Adsorption)
Adsorpsi spesifik terjadi apabila gugus fungsi molekul adsorbat melekat pada
permukaan adsorben atau berinteraksi, namun adsorbat tidak mengalami
transformasi. Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempunyai porositas
yang tinggi dan adsorbat menempati pada dinding pori, bahan adsorben yang
telah dipakai pada industri adalah Fullers earth, bauksit, clays, bone back,
karbon, alumina, silica gel, base-exchange silikat dan resin sintetik.

Faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu :
1. Jenis adsorben
Pemilihan adsorben pada proses adsorpsi sangat mempengaruhi daya serap
adsorben. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh adsorben adalah:
a. Berpori
b. Aktif dan murni
c. Tidak bereaksi dengan adsorbat
d. Mempunyai permukaan yang luas
Secara umum, pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektifitas, tipe
butiran, murah, mudah diregenerasi, dan komposisi adsorben tidak ada terdiri
dari bahan pencemar.

2. Jenis adsorbat
Sifat adsorbat juga sangat mempengaruhi daya adsorpsi, dimana adsorben
cenderung menyerap molekul atau zat lain yang sangat sesuai dengannya.
Beberapa sifat adsorbat yang perlu diperhatikan adalah:
a. Ukuran molekul
Adsorben mempunyai pori-pori dengan diameter tertentu. Dalam hal ini
tentu saja yang diserap adalah molekul-molekul yang lebih kecil dari
diameter rongga adsorben.
b. Kepolaran
Umumnya adsorben bersifat ionik dengan polaritas molekul yang tinggi.
Jika diameternya sebanding, maka molekul-molekul polar lebih kuat
diserap dari pada molekul-molekul kurang polar. Molekul yang polar dapat
menggantikan molekul yang kurang polar yang lebih dulu diserap.
c. Jenis ikatan
Senyawa-senyawa yang tidak jenuh lebih banyak diserap dibandingkan
senyawa-senyawa jenuh.
d. Berat molekul
Senyawa dengan berat molekul besar lebih banyak diserap dibandingkan
dengan senyawa berat molekul yang lebih kecil.
3. Suhu
Adsorpsi merupakan proses membebaskan panas (eksoterm). Proses kebalikan
dari adsorpsi adalah desorpsi dengan sendirinya merupakan proses endoterm.
Panas yang dibebaskan pada peristiwa adsorpsi atau desorpsi diukur dalam
kalori/gram. Pada umumnya adsorpsi menurun dengan naiknya suhu
(Ramdhani, 2008). Oleh karena itu, penambahan suhu mengakibatkan zat yang
diserap cenderung meninggalkan zat penyerap. Pengaruh penambahan
konsentrasi merupakan kebalikan dari kenaikan suhu. Dalam hal ini disebabkan
karena jumlah tumbukkan dengan adsorben bertambah.

Menurut Bergeyk (1981), ada beberapa kriteria suatu zat untuk bisa
menjadi adsorben, yaitu:
1. Tidak boleh larut dengan zat yang akan dimurnikan
2. Tidak boleh bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan
3. Dapat diregenerasi
Secara umum pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektivitas,
kecepatan penjerapan, tipe butiran, sifat-sifat kimia dan fisik, tidak mengandung
bahan pencemar yang berbahaya, murah harganya dan mudah diregenerasi.
Pada pemisahan cairan, adsorpsi digunakan untuk menghilangkan air yang
terlarut pada fraksi minyak, penghilangan warna, bau dan rasa air. Salah satu
proses yang penting adalah pertukaran ion (ion exchanger). Proses pertukaran ion
merupakan salah satu proses yang banyak digunakan di industri misalnya
pengolahan air, industri makanan, farmasi, katalis, recovery dan pemurnian
(Rousseau, 1987).
Secara umum, pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektivitas,
kecepatan penjerapan, tipe butiran, sifat-sifat kimia dan fisis, tidak mengandung
bahan pencemar yang berbahaya, murah harganya dan mudah regenerasinya. Pada
pemisahan cairan, adsorpsi digunakan untuk menghilangkan air yang terlarut pada
fraksi minyak, penghilngan warna, bau dan rasa dari air. Salah satu proses
adsorpsi yang penting adalah pertukaran ion (ion exchanger). Proses pertukaran
ion (ion exchanger) mirip salah satu proses yang banyak digunakan dalam
industri, misalnya pengolahan air, industri makanan, industri farmasi, katalis,
recovery dan pemurnian (Rousseau,1987).
Dalam pengolahan air, proses pertukaran ion digunakan antara lain untuk
pelunakan air, demineralisasi, dealkilasi, deionisasi. Proses pertukaran ion dalam
pengolahan air pada dasarnya mirip suatu reaksi antara ion dalam larutan dengan
ion dalam padatan, dengan cara dikontakkan. Peristiwa ini mirip dengan proses
adsorpsi padat-cair, sebagai proses pertukaran ion dianggap sebagai adsorpsi yang
bersifat khusus (Treyball,1981).

Larutan adalah sesuatu yang penting bagi manusia dan makhluk hidup pada
umumnya. Reaksi-reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat,
bukannya antara zat murni. Banyak reaksi kimia yang dikenal , baik di dalam
laboratorium atau di industri terjadi di dalam larutan. Larutan biasanya terdiri dari
dua zat atau lebih yang merupakan campuran homogen. Larutan disebut campuran
homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam atau satu fase sehingga
tidak dapat diamati bagian - bagian komponen penyusunnya meskipun dengan
menggunakan mikroskop ultra sekalipun. Larutan terdiri dari dua komponen
penting. Komponen tersebut adalah solven atau pelarut dan solut atau zat terlarut.
Biasanya komponen solven mengandung jumlah zat terbanyak dan komponen
solut mengandung jumlah zat yang lebih sedikit.
Konsentrasi adalah kuantitas relatif suatu zat tertentu di dalam larutan.
Konsentrasi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan cepat atau
lambatnya reaksi berlangsung. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat
terlarut yang terdapat dalam suatu pelarut atau larutan. Larutan yang mengandung
sebagian besar solut relatif terhadap pelarut, berarti larutan tersebut
konsentrasinya tinggi atau pekat. Sebaliknya bila mengandung sejumlah kecil
solut, maka konsentrasinya rendah atau encer. Pada umumnya larutan mempunyai
beberapa sifat. Diantaranya sifat larutan non elektrolit dan larutan elektrolit. Sifat
larutan tersebut mempunyai hubungan erat dengan konsentrsi dari tiap
komponennya. Sifat-sifat larutan seperti rasa, ph, warna, dan kekentalan
bergantung pada jenis dan konsentrasi zat terlarut. Larutan dapat dibuat dari dua
macam zat, yaitu zat padat dan zat cair. Larutan dibuat untuk mendapatkan
campuran larutan dari dua atau lebih zat. Larutan memiliki dua sifat, yaitu larutan
eksoterm dan larutan larutan endoterm.







BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan adsorpsi adalah rangkaian alat
adsorpsi, beker gelas, pengaduk, gelas ukur, konduktivitimeter, stopwatch dan
bahan-bahan yang digunakan adalah air dan Ca(OH)
2
.

2.2 Prosedur Percobaan
2.2.1 Mengkalibrasi Flowmeter
1. Mengkalibrasi flowmeter dangan tinggi air 2 dan 5
2. Membuka kran air sesuai tingginya laju alir flowmeter yang ditentukan
( misal 1 )
3. Menampung air setiap selang satu menit kemudian mencatat voume air
yang ditampung.
4. Mengulangi kembali dengan ketinggian 5.
5. Menghitung bilangan Reynolds dengan menggunakan rumus



2.2.2 Membuat Larutan Ca(OH)
2

2.2.3. Membuat Larutan Ca(OH)
2
dan Standarisasi
1. Membuat larutan Ca(OH)
2
dengan konsentrasi 1,2 N dalam 5000
ml.
2. Menimbang zat Ca(OH)
2
sebanyak 60 gr.
3. Melarutkan Zat Ca(OH)
2
tersebut dalam gelas kimia dengan
Aquadest dan memindahkan larutan tersebut kedalam labu ukur
5000 ml agar bisa homogen.
4. Mengukur Kadar Ca(OH)
2
menggunakan alat konduktivitimeter.
5. Mengalirkan larutan dengan variasi laju alir 2 dan 5 dengan tinggi
unggun yang sama yaitu 4 cm.
6. Mengalirkan larutan dengan variasi tinggi unggun 2 dan 3 dengan
laju alir yang sama yaitu 2.
7. Mengukur 10 sampel dengan waktu 30 detik menggunakan alat
konduktivitimeter.

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Penyerap








BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kalibrasi Flowmeter
Kalibrasi flowmeter dilakukan pada percobaan pertama dengan
memvariasikan tinggi air dalam flowmeter. Data dapat dilihat pada Tabel 3.1
berikut :
No. Tinggi Air dalam
Flowmeter (cm)
Volume
Air
(ml)
Laju Alir
(cm
3
/det)
Kecepatan
(cm/s)
Nre Jenis
Aliran
1. 2 291 4,85 1,54 Laminar
2. 5 500 8,33 0,735 2,64 Laminar

Dari data diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi air
dalam flowmeter maka semakin besar laju alir yang diperoleh. Hal ini juga
mempengaruhi besarnya nilai kecepatan dan bilangan reynold, sedangkan jenis
alirannya sama yaitu aliran laminar (NRe < 2100).

3.2. Konduktifitas
Untuk percobaan kedua adalah membuat larutan Ca(OH)
2
dengan variasi
laju alir dan tinggi unggun . dengan konduktivitas awal Ca(OH)
2
diukur dengan
alat konduktivitimeter adalah 13,48 mS. Data dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut
:
3.2.1 Variasi laju alir = 2 Tinggi Unggun = 4 cm
waktu
(detik)
tinggi
(cm)
konduktivitas
(siemens)
konsentrasi
(mol/cm3)
konduktiviti molar
(S.cm2/mol)
30 4 0.01357 2.027 0.001674
60 4 0.01353 2.027 0.001669
90 4 0.0135 2.027 0.001665
120 4 0.01346 2.027 0.00166
150 4 0.01342 2.027 0.001655
180 4 0.0134 2.027 0.001653
210 4 0.01345 2.027 0.001659
240 4 0.01338 2.027 0.00165
270 4 0.01335 2.027 0.001647
300 4 0.01324 2.027 0.001633

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di
bawah ini:

Gambar 3.2.1 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu
pada speed setting 2

Dari Gambar 3.2.1 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu mengalami
penurunan terhadap waktu pada speed setting 2 yaitu dengan laju alir 4,85
cm
3
/s. Penurunan terjadi pada t = 30 210 detik dengan nilai konduktivitas
0.001673656 - 0.001658855 S.cm/mol. Tetapi pada t=240 nilai konduktifitas naik
menjadi 0.001650222 S.cm/mol. Hal ini dikarenakan karena alat yang digunakan
tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam percobaan.

3.2.2 Variasi laju alir = 5 Tinggi Unggun = 4 cm

waktu
(detik) tinggi (cm)
konduktivitas
(siemens)
konsentrasi
(mol/cm3)
konduktiviti molar
(S.cm2/mol)
30 4 0.01372 2.027 0.001692156
60 4 0.01367 2.027 0.001685989
90 4 0.01366 2.027 0.001684756
120 4 0.01369 2.027 0.001688456
150 4 0.01365 2.027 0.001683522
180 4 0.01363 2.027 0.001681056
210 4 0.01363 2.027 0.001681056
0.0016
0.00162
0.00164
0.00166
0.00168
0.0017
0 50 100 150 200 250 300 350
konduktiviti
molar
(S.cm2/mol)
waktu
240 4 0.0136 2.027 0.001677356
270 4 0.01299 2.027 0.001602121
300 4 0.01283 2.027 0.001582388

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di
bawah ini:

Gambar 3.2.2 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu
pada speed setting 5

Dari Gambar 3.2.2 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu
mengalami penurunan terhadap waktu pada speed setting 5 yaitu dengan laju
alir 8,33cm
3
/s. Penurunan terjadi pada t = 30 90 detik dengan nilai
konduktivitas 0.001692156 -0.001684756 S.cm/mol. Tetapi pada t=120 nilai
konduktifitas naik menjadi 0.001688456S.cm/mol. Hal ini dikarenakan karena alat
yang digunakan tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam
percobaan. Penurunan terjadi kembali pada t = 150 300 detik dengan nilai
konduktivitas 0.001683522 - 0.001582388 S.cm/mol.







0.00156
0.00158
0.0016
0.00162
0.00164
0.00166
0.00168
0.0017
0 50 100 150 200 250 300 350
konduktiviti
molar
(S.cm2/mol)
waktu
3.2.3 Variasi Tinggi Unggun = 2 Laju alir = 2 cm

waktu
(detik)
tinggi
(cm)
konduktivitas
(siemens)
konsentrasi
(mol/cm3)
konduktiviti molar
(S.cm2/mol)
30 2 0.01355 2.027 0.003342
60 2 0.01357 2.027 0.003347
90 2 0.01354 2.027 0.00334
120 2 0.01352 2.027 0.003335
150 2 0.0135 2.027 0.00333
180 2 0.0133 2.027 0.003281
210 2 0.0133 2.027 0.003281
240 2 0.01328 2.027 0.003276
270 2 0.01324 2.027 0.003266
300 2 0.01317 2.027 0.003249

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di
bawah ini:

Gambar 3.2.3 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu
pada speed setting 2


Dari Gambar 3.2.2 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu
mengalami penurunan terhadap waktu pada speed setting 2 yaitu dengan laju
alir 4.85cm
3
/s. Penurunan terjadi pada t = 90 300 detik dengan nilai
konduktivitas 0.00334 - 0.003249S.cm/mol. Tetapi pada t=60 nilai konduktifitas
0.0032
0.00322
0.00324
0.00326
0.00328
0.0033
0.00332
0.00334
0.00336
0.00338
0.0034
0 50 100 150 200 250 300 350
konduktiviti
molar
(S.cm2/mol)
waktu
naik menjadi 0.003347 S.cm/mol. Hal ini dikarenakan karena alat yang digunakan
tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam percobaan.

3.2.4 Variasi Tinggi Unggun = 3 cm Laju alir = 2 cm

waktu
(detik)
tinggi
(cm)
konduktivitas
(siemens)
konsentrasi
(mol/cm3)
konduktiviti molar
(S.cm2/mol)
30 3 0.01364 2.027 0.002243
60 3 0.01363 2.027 0.002241
90 3 0.0136 2.027 0.002236
120 3 0.01359 2.027 0.002235
150 3 0.0136 2.027 0.002236
180 3 0.01346 2.027 0.002213
210 3 0.01343 2.027 0.002209
240 3 0.01338 2.027 0.0022
270 3 0.01335 2.027 0.002195
300 3 0.01328 2.027 0.002184

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di
bawah ini:

Gambar 3.3.1 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu
pada speed setting 2


0.0032
0.00322
0.00324
0.00326
0.00328
0.0033
0.00332
0.00334
0.00336
0.00338
0.0034
0 50 100 150 200 250 300 350
konduktiviti
molar
(S.cm2/mol)
waktu
Dari Gambar 3.2.4 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu
mengalami penurunan terhadap waktu pada speed setting 2 yaitu dengan laju
alir 4.85 cm
3
/s. Penurunan terjadi pada t = 90 210 detik dengan nilai
konduktivitas 0.002236 - 0.002209 S.cm/mol. Tetapi pada t = 60 nilai
konduktifitas naik menjadi 0.002241 S.cm/mol. Hal ini dikarenakan karena alat
yang digunakan tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam
percobaan. Pada t=240nilai kondiktivitas mengalami kenaikan menjadi 0.0022
S.cm/mol. Lalu berangsur turun sampai t=300 detik.
Dari semua grafik diatas dengan tinggi zeolit 5 dan 10 cm dengan variasi
speed setting dapat dilihat bahwa konduktivitas molar mengalami penurunan
walaupun ada pada beberapa waktu tertentu yang nilai konduktiviti molarnya
tetap. Hal ini kemungkinan disebabkan karena beberapa hal :
1. Larutan Ca(OH)
2
yang konsentrasinya 0 ppm kemungkinan akan berkurang
setelah melewati arang aktif karena terjadi peristiwa kation exchanger dimana
Ca
2+
yang ada pada larutan akan mendifusi melalui pori kemudian akan terjadi
reaksi ion exchange dengan ion Na
+
yang terdapat pada zeolit. Hal ini dapat
dilihat dari penurunan nilai konduktivitas setiap pengambilan sampel.
2. Tetap nya nilai konduktivitas molar dikarenakan karena tidak semua larutan
Ca(OH)
2
yang mengalir dapat diserap oleh arang aktif sehingga larutan
tersebut tidak mengalami perubahan konsentrasi dan konduktivitasnya.
3. Konduktivitas Molar (M) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah konduktivitas, konsentrasi, waktu dan tinggi bahan penyerap.











BAB IV
KESIMPULAN

4.1.Kesimpulan
1. Secara umum, terjadi penurunan konduktivitas molar pada larutan
Ca(OH)
2
yang telah melewati zeolit. Hal ini dikarenakan zeolit menyerap
konsentrasi ion-ion di dalam larutan Ca(OH)
2
sehingga konduktivitasnya
terus menurun.
2. Pada percobaan kalibrasi untuk menentukan laju alir cairan (Air) dengan
tinggi air dalam flowmeter (h) adalah 2 dan 5 dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi flowmeter maka semakin besar laju alir.
3. Laju alir juga mempengaruhi konduktiviti larutan, dimana semakin tinggi
laju alir yang digunakan maka konduktiviti yang dihasilkan semakin tinggi
pula sehingga proses pertukaran ion tersebut berlangsung lebih cepat.
Tetapi pada percobaan yang dilakukan semakin besar laju alir maka
semakin kecil nilai konduktivitasnya, dan sebaliknya apabila laju alir kecil
tetapi tinggi zeolit yang digunakan besar maka konduktivitas awal
cendrung bernilai besar.















LAMPIRAN

Data Perhitungan
a) Menghitung Bilangan Reynold
Diameter = 3.6 cm
Jari jari = 1.8 cm
Viscositas air ( ) = 1 gr/cm.det
Berat Jenis air ( ) = 1 gr.cm
3

1. Luas Permukaan
A =
2
cm = = r 11.34 1.8 3.14
2 2


2. Konversi laju alir
Q =


= 4,85 cm
3
/s
3. Kecepatan (v)


4. N Re


Perhitungan sama terhadap setiap kenaikan tinggi 1 cm ( 2 cm - 5 cm ).











DAFTAR PUSTAKA

Sastrawijaya,T dan Sembiring,A.D. 1993. Materi Pokok Kimia Dasar II
Modul I. Jakarta : Universitas Terbuka.

Tim Penyusun, 2012, Penuntun Praktikum Dasar-dasar Proses III.
Pekanbaru : Program D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

Anda mungkin juga menyukai