Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

PRAKTIKUM LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II



ABSORBSI GAS








DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
KELAS C

MAIHENDRA (1007135537)
OCI KHAIRANI (1007113672)
DENI ASTIKA (1007121594)
HADE KARIMATA (1007121690)


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2013

ABSTRAK

Absorbsi gas merupakan proses pemisahan gas yang tidak dinginkan dari campuranya
dimana proses pemisahan gas tersebut dapat menggunakan media cair sebagai absorben.
Proses absorbsi gas bertujuan untuk menghilangkan salah satu komponen gas yang dapat
mengganggu proses selanjutnya atau dapat merusak alat proses dengan cara penyerapan
dimana akan terjadi perpindahan massa dari gas ke cairan. Variasi percobaan dilakukan
terhadap laju alir air 5, 6, 7 dan 8 L/menit dan variasi laju alir CO
2
3, 4, dan 5 L/menit
pada laju alir udara konstan. Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan jumlah gas
CO
2
yang terabsorbsi, baik pada masing-masing packing maupun secara keseluruhan,
pada berbagai komposisi gas CO
2
dalam udara dan laju alir absorban (air);
membandingkan hasil analisa gas CO
2
dalam udara yang diukur dengan Analisis Hempl
yang berdasarkan pengukuran laju alir serta membandingkan jumlah CO
2
terabsorbsi
hasil percobaan yang diperoleh dari neraca massa. Dari percobaan hasil perhitungan
diperoleh jumlah absorbs gas CO
2
yang terbesar adalah pada pengambilan sampel S1
dengan laju alir air 7 L/menit dan laju alir CO
2
5 L/menit. Dimana berdasarkan hasil
praktikum untuk laju alir air sesuai dengan teori sementara untuk laju alir gas CO
2
tidak
sesuai. Begitu juga pada tinggi kolom, hasil yang diperoleh sesuai dengan teori.

Kata kunci: Absorbsi gas, Analisis Hempl, CO
2
terabsorbsi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori
Absorbsi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen fluida dari
campurannya dengan menggunakan solven atau fluida lain. Absorbsi dapat
dilakukan pada fluida yang relatif berkonsentrasi rendah maupun yang bersifat
konsentrat. Prinsip operasi ini adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-
molekul gas pada larutan tertentu. Dengan demikian bahan yang memiliki
koefisien partisi hukum Henry rendah sangat disukai dalam operasi ini (Firdaus,
2011).
Tujuan dari operasi ini umumnya adalah untuk memisahkan gas tertentu
dari campurannya. Biasanya campuran gas tersebut terdiri dari gas inert dan gas
yang terlarut dalam cairan. Cairan yang digunakan juga umumnya tidak mudah
menguap dan larut dalam gas. Sebagai contoh yang umum dipakai adalah absorpsi
amonia dari campuran udara-amonia oleh air. Setelah absorbsi terjadi, campuran
gas akan di-recovery dengan cara distilasi ( Firdaus,2011).
Peristiwa absorbsi adalah salah satu peristiwa perpindahan massa yang besar
peranannya dalam proses industri. Operasi ini dikendalikan oleh laju difusi dan
kontak antara dua fasa. Operasi ini dapat terjadi secara fisika maupun kimia.
Contoh dari absorbsi fisika antara lain sistem amonia-udara-air dan aseton-udara-
air. Sedangkan contoh dari absorbsi kimia adalah NOx-udara-air, dimana NOx
akan bereaksi dengan air membentuk HNO
3
( Firdaus,2011).
Peralatan yang digunakan dalam operasi absorbsi mirip dengan yang digunakan
dalam operasi distilasi. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan menonjol
pada kedua operasi tersebut, yaitu sebagai berikut:
- Umpan pada absorpsi masuk dari bagian bawah kolom, sedangkan pada
distilasi umpan masuk dari bagian tengah kolom.
- Pada absorpsi cairan solven masuk dari bagian atas kolom di bawah titik
didih, sedangkan pada distilasi cairan solven masuk bersama-sama dari
bagian tengah kolom.
- Pada absorpsi difusi dari gas ke cairan bersifat irreversible, sedangkan
pada distilasi difusi yang terjadi adalah equimolar counter diffusion.
- Rasio laju alir cair terhadap gas pada absorpsi lebih besar dibandingkan
pada distilasi. ( Firdaus, 2011)
1.1.1 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorbsi
pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.Absorben
sering juga disebut sebagai cairan pencuci, persyaratan absorben :
1.1.1.1 Memiliki Daya Melarutkan yang Besar
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorbsi dan
menurunka kuantitas solvent yang diperlukan. Umumnya solvent yang memiliki
sifat yang sama dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut
dengan baik ddalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis solvent, maka
dipilih solvent yang memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi
mol gas terlarut yang lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorbsi
maka umumnya kelarutan akan sangat besar. Namun bila solvent akan di-recovery
maka reaksi tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat
digunakan untuk mengabsorbsi hidrogen sulfida dari campuran gas karena sulfida
tersebut sangat mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah dilucut
pada suhu tinggi. Sebaliknya, soda kostik tidak digunakan dalam kasus ini karena
walaupun sangat mudah menyerap sulfida tapi tidak dapat dilucuti dengan operasi
stripping.
1.1.1.2 Selektif
Absorben harus memiliki sifat selektif dalam menyerap suatu komponen
gas. Hal ini diperlukan mengingat terdapat beberapa absorben yang menyerap
komponen gas berbahaya dan komponen gas yang tidak ingin dipisahkan dari
campurannya.


1.1.1.3 Memiliki Tekanan Uap yang Rendah
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorbsi jenuh terhadap pelarut maka akan ada banyak
solvent yang terbuang. Jika diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang
volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi
ini umumnya digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorbsi
hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatil dan di
bagian atas digunakan minyak nonvolatil untuk me-recovery pelarut utama.
Demikian juga halnya dengan hidrogen sulfida yang diabsorbsi dengan natrium
fenolat lalu pelarutnya di-recovery dengan air.
1.1.1.4 Tidak Korosif
Korosif merupakan sifat senyawa yang berbahaya bagi alat-alat proses atau
pemisahan. Absorben yang korosif dapat menyebabkan berkurangnya efisiensi
alat dan operasi pemisahan.
1.1.1.5 Memiliki Viskositas Rendah
Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju
absorbsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, jatuh-tekan
yang kecil dan sifat perpindahan panas yang baik.
1.1.1.6 Stabil Secara Termis
Absorben yang digunakan pada absorbsi hendaknya memiliki sifat yang
stabil terhadap perubahan suhu. Hal ini diperlukan mengingat suhu lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan.
1.1.1.7 Harga
Absorben yang efisien adalah absorben yang kuat, tidak korosif dan
ekonomis. Pertimbangan harga senyawa menjadi acuan apabila proses absorbsi
digunakan pada skala industri
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan),
natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam
sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
1.1.2 Absorpsi Gas
Absorbsi gas oleh cairan merupakan proses perpindahan massa antar fasa,
dimana komponen gas yang tidak diinginkan diserap oleh cairan. Campuran gas
umumnya terdiri dari komponen yang dapat diserap dan gas sukar diserap/
bereaksi (inert), sedangkan cairannya bersifat tidak melarut dalam fasa gas.
Dalam perpindahan massa antar fasa, terdapat batas antara kedua fasa tersebut,
dimana komponen yang terserap melalui fasanya sendiri kemudianmelewati batas
antar fasa dan masuk kefasa yang lain. Hal ini terjadi bila terdapat cukupkekuatan
gerak (driving force) dari suatu fasa yang lain atau dinamakan koefisien
perpindahan massa (mass transfer coefficient). (Andika,2012)
Laju perpindahan massa juga tergantung antara lain luas permukaan kontak
antar fasa. Operasi absorbsi gas dalam cairan biasanya dilakukan dalam
suatu kolom silinder berunggun (cylindrical packed coloumn). Unggun yang
dimaksud merupakan sekumpulan benda padat dengan bentuk dan bahan tertentu
(plastik/keramik) yang disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan luas
permukaan kontak antar fasa gas dan liquid yang sebesar-besarnya. (Andika,2012)
1.1.3 Peralatan Absorpsi Gas
Peralatan absorpsi gas terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder atau
menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang distribusi pada bagian
bawah ; pemasukan zat cair dan distributornya pada bagian atas, pengeluaran gas
dan zat cair masing-masing diatas dan dibawah. Serta diisi dengan massa zat tak
aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut isian menara (towerpacking). Zat
cair yang masuk berupa pelarut murni atau larutan encer zat terlarut dalam pelarut
disebut cairan lemah (weak liquor), didistribusikan diatas isian dengan distributor
secara seragam.
Gas yang mengandung zat terlarut, disebut gas kaya (rich gas), masuk ke
ruang pendistribusian melalui celah isian, berlawanan arah dengan zat cair. Isian
itu memberikan permukaan yang luas untuk kontak antara zat cair dan gas
sehingga membantu terjadinya kontak yang maksimal antara kedua fase, dan
terjadi penyerapan zat terlarut yang ada di dalam rich gas oleh zat cair yang
masuk ke dalam menara dan gas encer (lean gas) keluar dari atas. Sambil mengalir
kebawah, zat cair makin kaya zat terlarut, dan keluar dari bawah menara sebagai
cairan pekat (strong liquor). (Tim Penyusun, 2012)
1.1.4 Jenis Kolom Absorbsi
Operasi transfer massa umumnya dilakukan dengan menggunakan manara
yang dirancang sedemikian sehingga diperoleh kontak yang baik antara kedua
fase. Alat transfer massa yang berupa menara secara umum dapat dibagi ke dalam
4 golongan, yaitu : menara sembur, menara gelembung, menara pelat dan menara
paking
Menara sembur terdiri dari sebuah menara, dimana dari puncak menara
cairan disemburkan dengan menggunakan nosel semburan. Tetes-tetes cairan akan
bergerak ke bawah karena gravitasi, dan akan berkontak dengan arus gas yang
naik ke atas (lihat Gambar 1.3). Nosel semburan dirancang untuk membagi cairan
kecil- kecil. Makin kecil ukuran tetes cairan, makin besar kecepatan transfer
massa. Tetapi apabila ukuran tetes cairan terlalu kecil, tetes cairan dapat terikut
arus gas keluar. Menara sembur biasanya digunakan umtuk transfer massa gas
yang sangat mudah larut (Tim Penyusun, 2012).
.
Gambar 1.3 Menara Sembur
Menara gelembung terdiri dari sebuah menara, dimana di dalam menara
tersebut gas didispersikan dalam fase cair dalam bentuk gelembung. Transfer
massa terjadi pada waktu gelembung terbentuk dan pada waktu gelembung naik
ke atas melalui cairan (Gambar 1.4). Menara gelembung digunakan untuk transfer
massa gas yang relatif sukar larut. Gelembung dapat dibuat misalnya dengan
pertolongan distributor pipa, yang ditempatkan mendatar pada dasar menara (Tim
Penyusun, 2012).

Gambar 1.4. Menara gelembung

Menara pelat adalah menara yang secara luas telah digunakan dalam
industri. Menara ini mempunyai sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap
pelat, maka akan diperoleh kontak yang sebaik-baiknya antara fase cair dengan
fase gas. Fasilitas ini dapat berupa topi gelembung (bubble caps) atau lubang ayak
(sieve), Gambar 1.5. Pada pelat topi gelembung dan lubang ayak, gelembung-
gelembung gas akan terbentuk. Transfer massa antar fase akan terjadi pada waktu
gelembung gas terbentuk dan pada waktu gelembung gas naik ke atas pada setiap
pelat. Cairan akan mengalir dari atas ke bawah melintasi pelat di dalam kolom
(Tim Penyusun, 2012).

Gambar 1.5 Menara pelat.
Menara paking adalah menara yang diisi dengan bahan pengisi, Gambar 1.6.
Adapun fungsi bahan pengisi ialah untuk memperluas bidang kontak antara kedua
fase. Bahan pengisi yang banyak digunakan antara lain cincin rasching, cincin
lessing, cincin partisi, sadel bell, sadel intalox dan cicin pall. Di dalam menara ini,
cairan akan mengalir ke bawah melalui permukaan bawah pengisi, sedangkan gas
akan mengalir ke atas secara arus berlawanan, melalui ruang kosong yang ada
diantara bahan pengisi (Tim Penyusun, 2012).
Persyaratan pokok yang diperlukan untuk isian menara ialah:
1. Harus tidak bereaksi (kimia) dengan fluida di dalam menara.
2. Harus kuat, tapi tidak terlarut berat.
3. Harus mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tanpa terlalu
banyak zat cair yang terperangkap (holdup) atau menyebabkan penurunan
tekanan terlalu tinggi.
4. Harus memungkinkan terjadinya kontak tyang memuaskan antara zat cair
dan gas.
5. Harus tidak terlalu mahal










Gambar 1.6 Menara Packing

Gambar 1.7 Jenis-jenis menara isian: (a) Pelana berl; (b). Pelana intalox;
(c). Cincinn rasching; (d). Cincin pull
(sumber: Mc Cabe, 1991)

Tabel 1.1 Sifat-sifat menara isian
Jenis Bahan Ukuran
Kecil, in.
Densitas
Bulk,
*lb/ft
3
Luas
Total,
lb/ft
3
Rembesan

Faktor isian **
F
p
f
p
Pelana
berl
Keramik
1
1
54
45
40
142
76
46
0,62
0,68
0,71
240
110
65
1,58
1,36
1,07
Pelana
intalok
Keramik
1
1
2
3
46
42
39
38
36
190
78
59
36
28
0,71
0,73
0,76
0,76
0,79
200
92
52
40
22
2,27
1,54
1,18
1,0
0,64
Cincin
rasching
keramik
1
1
2
55
42
43
41
112
58
37
28
0,64
0,74
0,73
0,74
580
155
95
65
1,52
1,36
1
0,92
Cincin
pall
Baja


Polipro-
pilen
1
1
2
1
1
30
24
22
5,5
4,8
63
39
31
63
39
0,94
0,95
0,96
0,90
0,91
48
28
20
52
40
1,54
1,36
1,09
1,36
1,18
* Densitas bulk dan luas total memberikan volume per satuan kolom.
** Faktor F
p
adalan faktor penurunan tekanan dan f
p
adalah koefisien perpindahan massa relatif
Berdasarkan data NH
3
-H
2
O; faktor lain berdasarkan data CO
2
-HaOH
Sumber: Mc Cabe, 1991.

1.1.5 Hempl Analysis
Dalam kolom absorbsi, penyerapan komponen gas oleh cairan mengalir
melewati packed bed, biasanya arah aliran fluida diatur sedemikian rupa, dimana
cairan mengalir dari atas dan gas mengalir dari bawah (counter current). Gas dan
cairan yang masuk dan keluar dapat dianalisa untuk mengetahui jumlah gas yang
diserap. Dalam skala laboratorium, peralatan kolom absorbsi gas biasanya sudah
dilengkapi dengan peralatan analisa sampel gas (hempl analysis) maupun analisa
cairan (titrasi). Perangkat peralatan analisa gas (hempl analysis) berisi larutan
NaOH yang reaksinya dengan CO
2

CO
2
+ 2NaOH Na
2
CO
3
+ H
2
O
Jumlah CO2 yang terserap sebanding dengan pertambahan volume larutan
dalam peralatan analisa tersebut

Gambar 1.8 Hempl Analysis
1.1.6 Kontak antara Zat Cair dan Gas
Persyaratan kontak yang baik antara zat cair dan gas itu merupakan
persyaratan yan paling sulit dicapai, lebih-lebih pada menara besar. Secara ideal,
zat cair itu, setelah terdistribusi di atas isian, mengalir dalm bentuk film tipis ke
seluruh permukaan isian itu menuruni menara. Sebetulnya film itu cenderung
menebal pada beberapa tempat dan menipis di tempat lain, sehingga zat cair itu
mengumpul menjadi arus-arus kecil dan mengalir melalui lintas-lintas tertentu di
dalam isian itu. Lebih-lebih pada laju aliran rendah, sebagian besar permukaan itu
mungkin kering, atau sedikitnya, diliput oleh film zat cair stagnan. Efek ini
disebut pengkanalan (chanelling); dan merupakan penyebab utama dari unuj kerja
yang kurang memuaskan pada menara isian berukuran besar.
Ada dua macam cara kontak yaitu : cara kontak kontinyu yang terjadi di
menara sembur, menara gelembung dan menara paking, dan cara kontak
bertingkat yang terjadi di menara pelat (Mc Cabe, 1991).
1.1.7 Prinsip-Prinsip Absorpsi
Diameter menara isian bergantung pada banyaknya gas atau zat cair yang
akan diolah, sifat-sifatnya, dan rasio antara kedua arus itu. Tinggi menara, dan
karena itu juga volume isian bergantung pada tingkat perubahan konsentrasi dan
pada laju perpindahan massa per satuan volume isian. Perhitungan mengenai
tinggi menara, oleh karena itu, bersandar pada neraca bahan, neraca entalpi, dan
pada perkiraan mengenai gaya dorong dan koefisien perpindahan massa (Mc
Cabe, 1991).
1.1.8 Neraca Bahan
Dalam instalasi kontak diferensial seperti menara absorpsi dengan isian,
seperti contoh pada Gambar 1.6, tidak terdapat perubahan-perubahan mendadak
pada komposisi seperti pada instalasi kontak bertahap. Disini, sebaliknya,
perubahan komposisi berlangsung kontinu (sinambung) dari satu ujung menara ke
ujungnya satu lagi. Neraca bahan untuk untuk bagian kolom di atas sembarang
bagian kolom adalah sebagai berikut:
Bahan total : L
a
+ V = L + V
a
(1.1)
Komponen A. L
a
x
a
+ V
y
= Lx + V
a
y
a
(1.2)
Dimana V ialah laju mol total fase gas dan L laju mol total fase zat cair pada titik
yang sama di dalam menara. Konsentrasi fase L dan fase V, yaitu x dan y juga
mengenai lokasi itu.
Persamaan neraca bahan menyeluruh, atas dasar arus-arus terminal, adalah:
Bahan total : L
a
+ V
b
= L
b
+ V
a
(1.3)
Komponen A. L
a
x
a
+ V
b
y
b
= L
b
x
b
+ V
a
y
a
(1.4)
Garis-garis operasi untuk instalasi kontak-diferensial, untuk kolom bertahap,
adalah:

(1.5)
Pada persamaan (1.5), x dan y masing-masing menunjukkan konsentrasi
lindak zat cair dan gas, yang berada dalam kontak satu sama lain pada suatu
bagian tertentu di dalam kolom. Kita andaikan komposisi bahwa komposisi pada
suatu ketinggian tertentu tidak bergantung pada pada posisinya di dalam isian.
Absorpsi komponen yang dapat larut dari campuran gas itu menyebabkan gas
total V berkurang pada waktu gas mengalir melalui kolom sedang aliran zat cair L
bertambah. Perubahan itu membuat garis operasi menjadi agak lengkung. Untuk
campuran encer, yang mengandung kurang dari 10 persen gas yang dapat larut
pengaruh perubahan aliran total biasanya dapat diabaikan dan rancangan lalu
didasarkan atas laju aliran rata-rata (Mc Cabe, 1991).
1.2 Tujuan Percobaan
1. Menentukan jumlah gas CO
2
yang terabsorbsi, baik pada masing-masing
packing maupun secara keseluruhan, pada berbagai komposisi gas CO
2
dalam udara dan laju alir absorban (air).
2. Menentukan hasil analisa gas CO
2
dalam udara yang diukur berdasarkan
Hempl Analisis dengan yang berdasarkan pengukuran laju alir.
3. Membandingkan jumlah CO
2
yang terabsorbsi hasil percobaan dengan yang
diperoleh dari neraca massa.


BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1 Bahan yang Digunakan
1. larutan NaOH 1 M
2. Air
3. Gas CO
2

4. Udara
5. 80 gram NaOH
6. Aquades
2.2 Alat-alat yang Dipakai
1. Tabung gas CO
2
yang dilengkapi pengatur tekanan, yang dihubungkan
dengan pengatur R pada saluran gas masuk (lihat skema).
2. Kolom absorbsi
3. Peralatan analisa Hempl
4. Sarung tangan dan kacamata pengaman
5. Corong dan pipa kecil untuk pengisi peralatan analisa







F1
S2
S3
C3
F3
F2
C2
C4
C4
C1
kompresor tangki pompa
S1

Gambar 2.1 Skema Kolom Absorbsi


2.3 Prosedur Kerja
1. Dua tabung bola pada perangkat analisa absorbsi (bagian kiri panel) diisi
dengan 1 M NaOH. Level permukaan NaOH pada tabung bola diatur
sampai angka 0 (nol) pada pipa skala dengan menggunakan valve
pembuangan Cv, dan menampung buangan ke dalam labu
2. Tangki penampung cairan diisi sampai bagian dengan air bersih.
3. Pompa cairan mulai dijalankan dengan valve pengendali aliran gas C
2

dan C
3
tertutup (lihat skema). Aliran air yang menuju kolom diatur
sedemilian rupa sehingga flowmeter F
1
menunjukkan kecepatan tertentu
dengan mangatur valve C
1
.
4. Kompresor mulai dijalankan dan valve pengendali C
2
diatur sehingga
kecepatan aliran pada flowmeter mencapai 10 kali F
1
.
5. Valve regulator tekanan pada tabung dibuka secara hati-hati, lalu valve
C
3
diatur sampai flowmeter F
3
menunjukkan kira-kira 1/30 aliran F
2
.
Pastikan lapisan cairan pada dasar kolom tetap terjaga, jika perlu diatur
dengan valve C
4
.
6. Sampel gas diambil setelah 5 menit atau operasi telah berjalan mantap.
Sampel gas dapat diambil dari bawah kolom dan dari atas atau bagian
tengah kolom. Sampel gas dari bawah diambil dengan membuka valve
S
3
(valve saluran atas S
1
dan tengah S
2
ditutup), begitu juga jika sampel
diambil dari tengah dan atas kolom.
7. Sampel gas dianalisa dengan peralatan Hempl Analysis.
a. Sisa gas yang terdapat pada saluran pengambilan sampel dibersihkan
terlebih dahulu. Saluran dihisap dengan menggunakan piston dan
kemudian didorong/dikeluarkan ke atmosfer (dengan saluran pada
tabung penyerapan/tabung bola terisolasi). Tahap ini dilakukan
secara berulang-ulang sampai diperkirakan saluran sudah dianggap
bersih. Sebagai pendekatan berapa ali penghisapan dilakukan dapat
diperkirakan dari volume saluran gas masuk sampai ke peralatan
dibagi volume tabung penghisap (100 mL).
b. Tabung penyerapan/tabung bola ditutup demikian juga halnya
dengan lubang ke atmosfer. Kemudian tabung penghisap diisi
dengan sampel gas dengan cara menarik piston perlahan-lahan
sampai tabung terisi kira-kira 20 mL (V
1
). Valve S yang telah dibuka
tadi ditutup kembali. Tunggu sedikitnya 2 menit agar suhu gas sama
dengan suhu tabung.
(Peringatan: Jika konsentrasi CO
2
dalam sampel gas lebih besar dari
8 %, maka kemungkinan cairan akan terhisap ke dalam tabung
penghisap. Ini akan merusak percobaan, sehingga bila menemui
kondisi seperti ini maka jangan melanjutkan penarikan piston, dan
bacalah skala pada tabung penghisap.)
c. Tabung penghisap ditutup dari kolom dan tabung bola, kemudian
lubang yang berhubungan dengan atmosfer dibuka, lalu ditutup
kembali setelah sekitar 10 detik.
d. Dengan mengisolasi saluran yang menuju ke kolom, tabung
penghisap dihubungkan dengan tabung penyerapan/ tabung bola.
Level cairan seharusnya tidak berubah. Jika terjadi perubahan,
saluran keluar atmosfer dibuka secepatnya.
e. Lubang saluran ke atmosfer ditutup kembali jika level cairan di
tabung penyerapan/tabung bola pada posisi 0 (tekanan ditabung
adalah atmosferis).
f. Piston ditekan secara perlahan sehingga semua gas berpindah ke
tabung bola. Kemudian piston ditarik kembali pada posisi semula.
Perhatikan level ketinggian yang terbaca pada skala. Ulangi langka e
dan f sampai level cairan tidak berubah. Volume akhir cairan dicatat
(V
2
), yang menunjukkan volume sampel gas CO
2
yang dianalisa.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengambilan Sampel Dari Bawah Kolom S
3

Pengambilan sampel dilakukan pada saat operasi telah berjalan dengan
baik untuk mengetahui kadar CO
2
mula-mula yang terdapat dalam aliran udara.
Untuk mengukur gas CO
2
yang terdapat pada S
3
valve pada S
3
dibuka dan
dialirkan keperalatan hempl.
Tabel 3.1. Fraksi CO
2
mula-mula (dari valve S3)
Pembacaan Gas Masuk Saluran Bawah Kolom
Perhitungan Y
i

Dari Flowmeter
Dari Peralatan
Hempl
F
1
(L/min)
F
2
(L/min)
F
3
(L/min)
V
1
(ml)
V
2
(ml) F
3
/(F
2
+F
3
) V
2
/V
1

5 20
3
20
0.8 0.1304 0.04
4 1.5 0.1667 0.075
6 20
3
20
1.3 0.0909 0.065
4 2.5 0.1176 0.125
7 20
3
20
1.4 0.0909 0.07
4 1.8 0.1176 0.09
8 20
3
20
1.7 0.0909 0.085
4 1.9 0.1176 0.095

Fraksi CO
2
pada udara secara teoritis, didapat dari persamaan :
3 2
3
i
F F
F
Y
+
=
dimana Y
i
= fraksi volume CO
2

F
3
= laju alir CO
2

F
2
= laju alir udara
Nilai F
3
/(F
2
+F
3
) dan V
2
/V
1
merupakan fraksi mol mula-mula dari CO
2
dalam
aliran gas masuk. Dari percobaan yang dilakukan dengan membandingkan
pertambahan volum NaOH (V
2
) terhadap jumlah sampel yang diambil (V
1
),
didapat hasil perbandingan yang cukup jauh berbeda dengan fraksi CO
2
mula-
mula secara teoritis. Perbedaan dengan selisih terkecil didapat pada percobaan
dengan nilai laju alir F1 yaitu 8 L/min dan laju alir F3 yaitu 3 L/min dimana nilai
Yi untuk teoritis menunjukan 0,0909 dan Yi percobaan 0,07 selisih 0,0209.
Perbedaan ini kemungkinan besar terjadi karena terdapat sebagian kecil CO
2
yang
telah terserap oleh cairan, mengingat jarak antara valve S
3
dengan packing (tempat
terjadinya kontak) cukup dekat.
3.2 Pengambilan Sampel Dari Tengah Kolom S2
Pada daerah tengah absorber dengan tinggi 70 cm dari dasar kolom, proses
absorbsi telah berlangsung. Terjadi kontak secara kontinyu antara udara dan air
yang memungkinkan terjadinya perpindahan massa solut, dalam hal ini gas CO
2
,
dari udara ke dalam cairan. Packing jenis rasching ring digunakan untuk
memperlama waktu tinggal masing-masing fasa di dalam kolom sehingga
semakin lama waktu kontak, semakin banyak gas CO
2
yang dapat
dipindahkan/diserap.
Tabel 3.2 Fraksi CO
2
pada tengah kolom (S2)
Pembacaan Gas Masuk Saluran dari tengah (S2)
Perhitungan Y1
Dari Flowmeter
Dari Peralatan
Hempl
F1
(L/min)
F2
(L/min)
F3
(L/min)
V1
(ml)
V2 (ml) Y0-3 Y0-2
5 30
3 20 0.6 0.045 0.03
4 20 0.8 0.06 0.04
5 20 1.4 0.11 0.07
6 30
3 20 0.6 0.06 0.03
4 20 1.2 0.08 0.06
5 20 1.3 0.09 0.065
7 30
3 20 0.6 0.045 0.03
4 20 1.1 0.09 0.055
5 20 1.5 0.115 0.075
8 30
3 20 0.9 0.07 0.045
4 20 1.2 0.095 0.06
5 20 1.4 0.105 0.07

Tabel 3.2 menunjukkan adanya penurunan kadar CO
2
didalam udara. Pada
laju alir air 5 L/menit, fraksi volum CO
2
menurun dari 0,045 menjadi 0,03 saat
sampel diambil dari valve S
2
. CO
2
yang berhasil diserap adalah 0,015 fraksi
volum.
Tabel 3.3 Jumlah CO
2
terabsorbsi

pada tengah kolom (S2)
Kondisi Masuk Kondisi Keluar
Absorbsi
CO2
(Fa2-3)
(L/min)
Gas sampel dari S3
Gas sampel dari
S2
F1
(L/min)
F2
(L/min)
F3
(L/min)
F2+F3
(L/min)
Y1=V2/V1
V1
(ml)
V2
(ml)
Y0-
2=V2/V1
5 30
3 33 0.045 20 0.6 0.03 0.5103
4 34 0.06 20 0.8 0.04 0.7083
5 35 0.11 20 1.4 0.07 1.5054
6 30
3 33 0.06 20 0.6 0.03 1.0206
4 34 0.08 20 1.2 0.06 0.7234
5 35 0.09 20 1.3 0.065 0.9358
7 30
3 33 0.045 20 0.6 0.03 0.5103
4 34 0.09 20 1.1 0.055 1.2593
5 35 0.115 20 1.5 0.075 1.5135
8 30
3 33 0.07 20 0.9 0.045 0.8639
4 34 0.095 20 1.2 0.06 1.2660
5 35 0.105 20 1.4 0.07 1.3172

Pada tabel 3.3. dapat dilihat bahwa jumlah CO2 yang terserap paling banyak
yaitu pada laju alir F1 yaitu 8 L/menit dan F3 yaitu 5 L/menit dimana CO
2
yang
terabsorbsi sebanyak 1.3172 L/menit.
3.3 Pengambilan Sampel Dari atas Kolom S1
Pada pengambilan sampel dari atas kolom, dengan tinggi 140 cm dari
dasar kolom. Maka proses absorbsi telah terjadi, kontak antara udara dan air yang
memungkinnya berpindahnya masa solute (CO
2
) dari udara ke dalam air. Data
pengambilan sampel dari atas kolom dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 3.4 Fraksi CO
2
pada atas kolom (S1)
Pembacaan Gas Masuk Saluran dari atas (S1)
Perhitungan Yi
Dari Flowmeter Dari Peralatan Hempl
F1
(L/min)
F2
(L/min)
F3
(L/min)
V1 (ml) V2 (ml) Y0-3 Y0-1
5 30
3 20 0.4 0.045 0.02
4 20 0.5 0.06 0.025
5 20 0.8 0.11 0.04
6 30
3 20 0.4 0.06 0.02
4 20 0.7 0.08 0.035
5 20 1.2 0.09 0.06
7 30
3 20 0.5 0.045 0.025
4 20 0.6 0.09 0.03
5 20 0.9 0.115 0.045
8 30
3 20 0.6 0.07 0.03
4 20 0.8 0.095 0.04
5 20 1.3 0.105 0.065

Tabel 3.4 menunjukkan adanya penurunan kadar CO
2
didalam udara. Pada
laju alir air 5 L/menit, fraksi volum CO
2
menurun dari 0,045 menjadi 0,02 saat
sampel diambil dari valve S
2
. CO
2
yang berhasil diserap adalah 0,025 fraksi
volum.
Tabel 3.5 Jumlah CO
2
terabsorbsi

pada atas kolom (S1)
Kondisi Masuk Kondisi Keluar
Absorbsi
CO2
(Fa1-3)
(L/min)
Gas sampel dari S3 Gas sampel dari S1
F1
(L/min)
F2
(L/min)
F3
(L/min)
F2+F3
(L/min)
Yi=V2/V1
V1
(ml)
V2
(ml)
Y0-
1=V2/V1
5 30
3 33 0.045 20 0.4 0.02 0.8418
4 34 0.06 20 0.5 0.025 1.2205
5 35 0.11 20 0.8 0.04 2.5521
6 30
3 33 0.06 20 0.4 0.02 1.3469
4 34 0.08 20 0.7 0.035 1.5855
5 35 0.09 20 1.2 0.06 1.1170
7 30
3 33 0.045 20 0.5 0.025 0.6769
4 34 0.09 20 0.6 0.03 2.1031
5 35 0.115 20 0.9 0.045 2.5654
8 30
3 33 0.07 20 0.6 0.03 1.3608
4 34 0.095 20 0.8 0.04 1.9479
5 35 0.105 20 1.3 0.065 1.4973

Pada tabel 3.5. dapat dilihat bahwa jumlah CO
2
yang terserap paling banyak
yaitu pada laju alir F1 yaitu 7 L/menit dan F3 yaitu 5 L/menit dimana CO2 yang
terabsorbsi sebanyak 2.5654 L/menit.
3.4 Pengaruh Laju Alir CO2 Terhadap Absorbsi
CO
2
merupakan zat yang ingin diabsorbsi, penyerapan CO
2
sangat baik
ketika sisa gas CO
2
yang melewati kolom kecil, nilai CO
2
yang besar terdapat
ketika laju CO
2
yang masuk ke dalam kolom besar.

Gambar 3.1 Pengaruh Laju alir CO
2
(F3) terhadap CO
2
yang terserap
pada tengah atas (S1)

Gambar 3.2 Pengaruh Laju alir CO
2
(F3) terhadap CO
2
yang terserap
pada tengah kolom(S2)

Pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 Penyerapan CO
2
yang terbesar
terdapat pada laju alir air 7 L/menit dan laju alir CO
2
5 L/menit. Hal ini
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
2 3 4 5
A
b
s
o
r
b
s
i

C
O
2

(
F
a
1
-
3
)

(
L
/
m
e
n
i
t
)

laju alir F3 pada 3, 4, 5 (L/menit)
laju alir F1
= 5 L/menit
laju alir F1
= 6 L/menit
laju alir F1
= 7 L/menit
laju alir F1
= 8 L/menit
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
2 3 4 5 A
b
s
o
r
b
s
i

C
O
2

(
F
a
2
-
3
)

(
L
/
m
e
n
i
t
)

laju alir F3 pada 3, 4, 5 (L/menit)
laju alir F1
= 5 L/menit
laju alir F1
= 6 L/menit
laju alir F1
= 7 L/menit
laju alir F1
= 8 L/menit
menandakan bahwa semakin besar laju alir CO
2
maka CO
2
yang terabsorbsi
semakin besar. Pada laju alir air 8 L/menit terjadi penurunan absorbsi CO
2
,
sehingga dapat disimpulkan bahwa laju alir air 7 L/menit merupakan laju alir air
optimum pada percobaan ini. Dimana setelah laju alir air optimum dicapai, air
yang masuk ke kolom pada 8 L/menit terlalu cepat sehingga sebagian air yang
telah mencapai dasar kolom keluar sebelum terjadi kontak dengan gas CO
2
. Hal
ini menyebabkan gas CO
2
yang terserap tidak sebanyak pada laju alir air 7
L/menit.
Berdasarkan teori bahwa semakin besar laju alir air dan CO
2
maka
penyerapan gas CO
2
semakin kecil karena kontak yang terjadi antara kedua fluida
semakin cepat. Pada percobaan, teori ini dibuktikan pada saat telah tercapai laju
alir optimum dan laju alir terus ditambah maka semakin kecil gas CO
2
yang
terabsorbsi.
3.6 Pengaruh Tinggi Kolom Terhadap Absorbsi CO
2

Gambar 3.3 Grafik hubungan ketinggian kolom (S) dan jumlah CO
2
yang
terserap pada laju alir CO
2
5 L/menit
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 70 140
A
b
s
o
r
b
s
i

C
O
2

(
L
/
m
e
n
i
t
)

S3, S2, S1 pada laju alir CO2 5 L/menit
laju alir air
= 3
L/menit
laju alir air
= 4
L/menit
laju alir air
= 5
L/menit

Gambar 3.4 Grafik hubungan ketinggian kolom (S) dan jumlah CO
2
yang
terserap pada laju alir CO
2
6 L/menit

Gambar 3.5 Grafik hubungan ketinggian kolom (S) dan jumlah CO
2
yang
terserap pada laju alir CO
2
7 L/menit

Gambar 3.6 Grafik hubungan ketinggian kolom (S) dan jumlah CO
2
yang
terserap pada laju alir CO
2
8 L/menit
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
0 70 140
A
b
s
o
r
b
s
i

C
O
2

(
L
/
m
e
n
i
t
)


S3, S2, S1 pada laju alir 6 L/menit
laju alir air
= 3
L/menit
laju alir air
= 4
L/menit
laju alir air
= 5
L/menit
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 70 140
A
b
s
o
r
b
s
i

C
O
2

(
L
/
m
e
n
i
t
)

S3, S2, S1 pada CO2 7 L/menit
laju alir air
= 3 L/menit
laju alir air
= 4 L/menit
laju alir air
= 5 L/menit
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 50 100 150
A
b
s
o
r
b
s
i

C
O
2

(
L
/
m
e
n
i
t
)

S3, S2, S1 pada laju alir CO2 8 L/menit
laju alir air
= 3
L/menit
laju alir air
= 4
L/menit
laju alir air
= 5
L/menit
Tinggi kolom yang diamati adalah pada ketinggian 0 cm (S
3
), 70 cm (S
2
),
dan 140 cm (S
1
). Dari Gambar 3.3, 3.4, 3.5, 3.6 menunjukkan bahwa hubungan
antara CO
2
terabsorbsi (Fa) berbanding lurus dengan ketinggian kolom tempat
pengambilan sampel. Semakin tinggi jarak pengambilan sample pada kolom maka
semakin tinggi gas CO
2
yang terserap. Ha ini karena pada pengambilan sampel S3
belum terjadi kontak sepenuhnya antara gas CO
2,
udara, dan air. Sedangkan pada
pengambilan sampel S2 kontak yang terjadi hampir merata serta pada
pengambilan sampel S1 telah terjadi kontak yang cukup lama antara gas CO
2
,
udara, dan air sehingga gas CO
2
yang terabsorbsi lebih banyak.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan:
1. Pada percobaan ini gas CO2 yang terserap paling banyak terjadi pada laju
alir air 7 L/menit dan laju alir gas pada 5 L/menit. Dimana untuk laju alir
air sesuai dengan teori sementara untuk laju alir gas tidak sesuai.
2. Hubungan antara gas CO
2
terabsorbsi dengan jarak pengambilan sampel
(CO
2
) adalah berbanding lurus, dimana semakin tinggi jarak (kolom)
pengambilan sampel CO
2
yang terabsorbsi akan semakin besar.
3. Semakin tinggi kolom, makin baik pula penyerapan CO
2
. Karena kontak
yang terjadi dengan bahan pengisi kolom akan semakin lama sehingga
penyerapan akan semakin besar.

4.2 Saran
1. Pada saat melakukan percobaan praktikan diharapkan hati-hati terutama
saat pembuatan larutan NaOH wajib menggunakan sarung tangan dan
masker.
2. Setiap pengambilan sampel, sebaiknya tabung penghisap dibersihkan
terlebih dahulu dengan mendorongnya ke atmosfir untuk mendapatkan
data yang akurat.









DAFTAR PUSTAKA
Andika,R,Drew.2012.absorbsi.http://www.scribd.com/doc/94697101/BAB-
IAbsorbsi# download.diakses 3 april 2013
Firdaus,M,Yusuf.2011.Absorbsi.http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/20
11/10/23/dasar-dasar-absorpsi/.diakses 2 april 2013
Mc Cabe, dkk. 1991. Operasi Teknik Kimia Jilid 1 dan 2, edisi ke empat.
Erlangga: Jakarta.
Tim Penyusun. 2012. Laboratorium Teknik Kimia 2. Fakultas Teknik Universitas
Riau: Pekanbaru.
Treybal, Robert.1981.Mass-Transfer Operation, 3rd edition. Singapore:McGraw-
Hill
LAMPIRAN
CONTOH PERHITUNGAN

1. Data Hasil Percobaan
S
3
dibuka
F
2
= 30 L/menit
F
3
= 3 L/menit, 4 L/menit, dan 5 L/menit
Pembacaan Gas Masuk Saluran dari Bawah Kolom
Perhitungan Yi
Dari Flowmeter
Dari Peralatan
Hempl
F
1
(L/min)
F
2
(L/min)
F
3

(L/min)
V
1

(ml)
V
2
(ml) F
3
/(F
2
+F
3
) V
2
/V
1

5


30


3
20


0.9 0.0909 0.045
4 1.2 0.1176 0.060
5 2.2 0.1428 0.110
6


30


3 20


1.2 0.0909 0.060
4 1.6 0.1176 0.080
5 1.8 0.1428 0.090
7


30


3
20


0.9 0.0909 0.045
4 1.8 0.1176 0.090
5 2.3 0.1428 0.115
8


30


3 20


1.4 0.0909 0.070
4 1.9 0.1176 0.095
5 2.1 0.1428 0.105

S
2
dibuka
F
2
= 30 L/menit
F
3
= 3 L/menit, 4 L/menit, dan 5 L/menit
Pembacaan Gas Masuk Saluran Tengah Kolom
Perhitungan Yi
Dari Flowmeter
Dari Peralatan
Hempl
F
1

(L/min)
F
2
(L/min)
F
3
(L/min)
V
1

(ml)
V
2

(ml) F
3
/(F
2
+F
3
) V
2
/V
1

5 30
3
20
0.6 0.0909 0.030
4 0.8 0.1176 0.040
5 1.4 0.1428 0.070
6 30
3
20
0.6 0.0909 0.030
4 1.2 0.1176 0.060
5 1.3 0.1428 0.065
7 30
3
20
0.6 0.0909 0.030
4 1.1 0.1176 0.055
5 1.5 0.1428 0.075
8 30
3
20
0.9 0.0909 0.045
4 1.2 0.1176 0.060
5 1.4 0.1428 0.070

S
1
dibuka
F
2
= 30 L/menit
F
3
= 3 L/menit, 4 L/menit, dan 5 L/menit
Pembacaan Gas Masuk Saluran dari Bawah Kolom
Perhitungan Yi
Dari Flowmeter Dari Peralatan Hempl
F
1
(L/min)
F
2
(L/min)
F
3
(L/min)
V
1

(ml)
V
2

(ml) F
3
/(F
2
+F
3
) V
2
/V
1

5 30
3
20
0.4 0.0909 0.020
4 0.5 0.1176 0.025
5 0.8 0.1428 0.040
6 30
3
20
0.4 0.0909 0.020
4 0.7 0.1176 0.035
5 1.2 0.1428 0.060
7 30
3
20
0.5 0.0909 0.025
4 0.6 0.1176 0.030
5 0.9 0.1428 0.045
8 30
3
20
0.6 0.0909 0.030
4 0.8 0.1176 0.040
5 1.3 0.1428 0.065

2. Pembuktian Rumus
Fa
2-3
= masuk gas aliran total
1
2
2

|
|
.
|

\
|

O
O i
Y
Y Y

Diketahui:
i
1
2
i
V
V
Y
|
|
.
|

\
|
=

2 - O
1
2
2 - O
V
V
Y
|
|
.
|

\
|
=
Neraca Massa Komponen CO
2:

absorbed 2 out 2 in 2
] [CO ] [CO - ] [CO =

3 - 2 2 - O 3 - 2 3 2 i 3 2
Fa Y )] Fa - (F [F ]Y F [F = + +

2 - O 3 - 2 3 - 2 2 - O 3 2 i 3 2
Y x Fa - Fa Y ] F [F ]Y F [F = + +
) Y - (1 Fa ) Y - Y ]( F [F
2 - O 3 - 2 2 - O i 3 2
= +
] F F [
) Y - (1
) Y - Yi (
Fa
3 2
2 - O
2 - O
3 - 2
+ =

3. Perhitungan Absorbed CO
2

Diketahui: F
1
= 5 L/menit
F
2
= 30 L/menit
F
3
= 3 L/menit
Fraksi mol gas CO
2
mula-mula (saat belum terjadi kontak dengan cairan)

i
1
2
i
V
V
Y
|
|
.
|

\
|
=
Pengambilan sampel dari valve
V
1
= 20 mL
V
2
= 0.9 mL (S3)
V
2
= 0.6 mL (S2)
V
2
= 0.4 mL (S1)

Sehingga,
045 . 0
20
0.9
Y
i
i
=
|
.
|

\
|
=
Fraksi mol gas CO
2
antara valve S
3
dan S
2
dan antara S
3
dan S
1


2 - O
1
2
2 - O
V
V
Y
|
|
.
|

\
|
=

1 - O
1
2
1
V
V
Y
|
|
.
|

\
|
=
o-


Total aliran gas masuk = F
2
+ F
3
= 30 L/menit + 3 L/menit = 33 L/menit

Pengambilan sampel dari valve S
3

Absorbsi CO
2
=

) (

)
= (

) ()
= 0 L/menit
Pengambilan sampel dari valve S
2
Absorbsi CO
2
=

) (

)
= (

) ()
= 0,5103 L/menit
Pengambilan sampel dari valve S
1

Absorbsi CO
2
=

) (

)
= (

) ()
= 0.8418 L/menit
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II
Laporan Ini Telah Diperiksa Dan Dinilai Oleh Dosen Pembimbing
Mata Kuliah Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II

Disusun Oleh:

Maihendra (1007135537)
Oci Khairani (1007113672)
Deni Astika (1007121594)
Hade Karimata (1007121690)



Pekanbaru, April 2013
Mengetahui,
Dosen Pembimbing



Komalasari. ST.,MT
NIP 19710114 199803 2 001

Anda mungkin juga menyukai