Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit


(CPO) terbesar di dunia. Pada tahun 2007 produksi CPO Indonesia yaitu sebesar 17,5
juta ton sedangkan Malaysia hanya memproduksi CPO sebesar 17 juta ton
(www.bisnis indonesia.com). Ekspor CPO Indonesia dekade terakhir meningkat 7-8
% per tahun. Pada tahun 2007 ekspor CPO Indonesia sebesar 12,40 juta ton atau
turun 1,1% dari 2006 sebanyak 12,54 juta ton.

Untuk mendapatkan minyak yang berkualitas perlu dilakukan proses pemurnian.


Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metoda pemurnian yang dikenal
adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan
penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik, karena
warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi. Untuk metoda
pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana
dan hanya memerlukan pencampuran dengan adsorben atau senyawa pengomplek
tertentu.

1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memahami lebih rinci tentang cara
pemurnian minyak.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bleaching

Bleaching atau Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk


menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini
dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil absorben, seperti : tanah
serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga
menggunakan bahan kimia.

Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus
kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang
memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan.

2.3 Pemucatan secara Fisik

Pemucatan secara fisika adalah proses pemucatan dengan cara mencampurkan


minyak dengan adsorben seperti bleaching clay, arang dan arang aktif. Pemucatan
menggunakan adsorben biasanya dilakukan didalam ketel yang dilengkapi dengan
pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 150°C, selama
1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70-80°C,
jumlah adsorben yang digunakan sekitar 1-1,5% dari berat minyak. Selanjutnya
minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal
atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses
tersebut kurang lebih 0,2-0,5% dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses
pemucatan.

2
Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah
pemucat (bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak
akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan
resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel


yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada
suhu sekitar 1050C, selama 1 jam. Penambahan absorben pada saat minyak mencapai
suhu sekitar 70-800C dan jumlah absorben kurang lebih sebanyak 1.0 – 1.5 persen
dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari absorben dengan cara
penyaringan menggunakan kaen tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter
press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0.2 – 0.5 persen dari
berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

2.3.1 Macam-macam Adsorben

1. Bleancing Clay (Bleancing Earth)

Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama
terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnetsium oksida dan besi
oksida. Jumlah absorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak sampai berapa jauh warna
tersebut akan dihilangkan.Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika
absorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran
partikel halus dan pH absorben mendekati netral.

Aktivitas adsorben dengan asam mineral (HCl atau H 2SO4) akan


mempertinggi daya pemucat karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi dengan
komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben.
Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat menaikkan
perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1.

3
Aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan 3 macam reaksi,
sebagai berikut:

1. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan


MgO yang mengisi pori-pori adsorben. Hal ini ,mengakibatkan terbukanya
pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas permukaan adsorben.
2. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal
adsorben secara berangsur-aangsur diganti oleh ion H+ dari asam mineral.
Sebagian ion H+ yang telah menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar oleh
ion Al3+ yang telah larut dalam asam.

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut
mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH
adsorben mendekati netral.

Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay


menimbulkan bau lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada
proses deodorisasi. Disamping itu activated clay yang bersifat asam akan menaikkan
kadar asam lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya tahan kain saring yang
digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben.

2. Arang

Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari
hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur carbon (C).Umumnya
arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi
tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau
bahan kimia.Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-5000C. Suhu
pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-700 0C. Pada proses
pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO 2 dan
selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses

4
pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan
arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

3. Arang Aktif (activated carbon)

Aktivitas karbon bertujuan untuk memperbesar luasan permukaan arang


dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas absorben
terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan
zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang
mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
pengaktif adalah : HNO3, H3PO4, Sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca(PO4)2, NaOH, Na2SO4,
SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air pada suhu tinggi.

Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan


meresap kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh
komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar. Persenyawaan
hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi
membuka oksidator lemah seperti CO2 yang disertai dengan uap air. Dengan cara
tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi. Mutu arang aktif yang
diperoleh tergantung dari luasan permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan
luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah,
jenis bahan pengikat yang digunakan dan kadar air.

2.3.4 Mekanisme Adsorbsi Zat Warna Oleh Arang

Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan yang
tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang di adsorbsi.Daya
adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah
besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara
permukaan arang dan zat yang diserap.Berdasarkan adanya perbendaan
energipotensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis,
adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan

5
karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial
sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.

Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah


karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan blanching clay,
sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan
sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0.1 - 0.2 persen dari berat
minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan
mengurangi jumlah perioksida sehingga memperbaiki mutu minyak.

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif


jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated
clay, dan proses oksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan
menggunakan arang aktif (activated carbon).

2.3.4 Ekstraksi Minyak yang Tertinggal dalam Absorben

Cara yang sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam


adsorben adalah mencampurkan absorben tertentu dengan bahan yang akan
diekstraksi minyaknya.

a. Pemisahan minyak dengan menggunakan surface active agent

Survace active agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan
dalam absorben dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu
air mendidih (kira-kira 1000C) dengan tekanan 1 atmosfer.

Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih rendah dan daya
pembasah yang lebih besar akan memcuci minyak yang tergabung dalam adsorben.
Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak yang
terdapat dalam adsorben.

6
b. Ekstraksi dengan pelarut organik

Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam
adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara
penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan. Jika dibandingkan
dengan cara pemisahan minyak menggunakan surface active agent, maka penggunaan
pelarut organik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :

 Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yang diperoleh
mencapai 90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.
 Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil
kemungkinan terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak. Kontak minyak
dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah
mengering (drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu
tinggi akan membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.

2.4 Pemucatan secara kimia

Pemucatan secara kimia adalah proses pemucatan dengan menambahkan


bahan kimia kedalam minyak. Cara pemucatan menggunakan bahan kimia digunakan
terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan, pemucatan secara kimia lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan adsorben karena hilangnya sebagian minyak
dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna. Proses
pemucatan menggunakan bahan kimia pada umumnya terbagi dua, yaitu :

a. Pemucatan dengan cara oksidasi

Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan


tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena
proses oksidasi dan polimerisasi. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan

7
pemucat adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, klorin dan klorin dioksida.
Konsentrasi yang biasa digunakan pada proses pemucatan 30-40%.

Minyak yang dipucatkan dengan peroksida tidak perlu disaring: perosida baik
digunakan untuk memucatkan minyak kacang tanah, minyak wijen, rape oil dan
minyak ikan. Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam, sehingga wadah
yang digunakan pada proses pemucatan harus dilapisi dengan email, aluminium, atau
stainless steel. Jenis peroksida yang sering digunakan ialah natrium peroksida,
kalsium peroksida atau benzoil peroksida.

b. Pemucatan dengan cara reduksi

Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena warna yang hilang dapat
timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara. Bahan kimia yang dapat
mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium
hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini biasanya
dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu. Sebagai contoh
ialah penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1 - 1,5 % dan larutan asam sulfat.
Cara pemucatan ini umumnya dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk
pembuatan sabun.

c. Menggunakan dikromat dan asam

Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikromat dalam asam
mineral (an-organik).Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen.
Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) aka menghasilkan klor (Cl2) yang
berfungsi sebagai bahan pemucat.

d. Pemucatan dengan panas

Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu relatif tinggi,


mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang
mengandung pigmen klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak

8
terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion besi, sabun, (soap stock) dan
hasil-hasil oksidasi seperti peroksida, karena pemanasan terhadap bahan-bahan
tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.

2. 4 Kelebihan dan Kelemahan Proses Pemucatan

PEMUCATAN
(BLEACHING)

FISIKA KIMIA

Menggunakan
Adsorben
Menggunakan Pemucatan dengan
Oksidasi Reduksi
Dikromat dan Asam panas

Bleaching Clay Arang Arang Aktif

Gambar 2.1 Skema Proses

1. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan secara fisika

Adanya kehilangan minyak dan daya pemucatannya kurang bagus jika


dibandingkan dengan proses kimia. Kelebihannya tidak ada reaksi samping antara
adsorben dan minyak, karena adsorben hanya bertindak sebagai zat penyerap.

2. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan secara kimia

Kelemahannya adanya kemungkinan terjadinya reaksi antara bahan kimia dan


trigliserida sehingga menurunkan flavor minyak. Kelebihan penggunaan bahan kimia

9
dapat menghindari hilangnya sebagian minyak dan zat warna dapat dihilangkan
mnjadi zat tidak berwarna.

2. 5 Blok Diagram Proses Bleaching

BLEACHING
EARTH

MIXER

cpo
BLEACHER FILTER BPO

HE

BLEACHING
EARTH

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Bleaching

Umpan berupa CPO yang telah melewati tahap pemurnian yaitu degumming
masuk kedalam mixer static sebanyak 20 %. Didalam mixer static tersebut ditambah
bleaching earth sebagaia bsorben yang berfungsi menghilangkan impurities.
Kemudian didalam mixer di aduk sampai CPO tersebut bercampur merata dengan
absorben bleaching earth yang telah ditambahkan. Padaalat mixer tersebut suhu yang
digunakan sekitar 40- 60oC. Kemudian umpan sebanyak 80 % dimasukkan kedalam
Heat Exchanger agar suhu dari CPO tersebut meningkat menjadi 90- 130oC.
Kemudian hasil dari alat mixer dan HE dilanjutkan kedalam alat bleacher. Dalam alat
ini suhu berkisar antara 100-130oC untuk mendapatkan proses bleaching yang
optimum. Kemudian setelah bleacher, CPO dan absorben yang telah bercampur
dipisahkan melalui fliternagra. Temperatur dijaga pada 80 – 120 oC untuk proses
filtrasi yang baik. Pada filter Niagara, slurry melewati lembaran filter dan bleaching
earth terjebak dalam lembaran filter. Sebenarnya, bleaching earth harus bersih dari

10
filter Niagara setelah 45 menit operasi untuk mendapatkan filtrasi yang baik. Setelah
dipisahkan akan terbentuk akan terbentuk BPO (bleached palm oil).

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bleaching atau Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk


menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.

Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah


pemucat (bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak
akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan
resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.

Pemucatan dapat dilakukan dengan menggunakan adsorben dan bahan kimia.


Ada beberapa adsorben yang dapat digunakan untuk memucatkan minyak, yaitu
Bleaching clay, Arang , Arang aktif.

12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. pengolahan-minyak-penghilangan-bau . https://lordbroken.wordpress.
com/2010 /11/04/pengolahan-minyak-penghilangan-bau/. Diakses Jumat 29
April 2016.
Anonim, 2012. Pemurnian Minyak Nabati. https://industryloechemical.blogspot.
com/2012 /04pemurnian-minyak-nabati.html. Diakses Jumat 29 April 2016.
Ketaren, S.1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia: Jakarta.
Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara:
Medan.
Stanley, J,. L. , 1975 .Clays in industrial minerals and Roes, 4th ed, American
Institute Of Minning, Metalurgieal and Petroleum EnginnersInc, New York.

13

Anda mungkin juga menyukai