Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENGILANGAN MINYAK BUMI & NABATI

BLEACHING,WINTERISASI dan DEODORISASI

Dosen Pembimbing:
IRDONI, HS.MS

OLEH
KELOMPOK 1II
KELAS B

1. M Sugandi (1407123427)
2. M Reski (1507120384)
3. Novrianda (1507117855)
4. Rahmat Agus Triono (1507122476)
5. Tri Lusi Lisa Dila (1507113749)
6. Wahani Sastra Negara (1507113592)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu stearin (fraksi padatan) dan
olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi/
winterisasi. Pada proses fraksinasi akan didapatkan fraksi stearin sebanyak 25 persen dan
fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75 persen. Stearin memiliki slip melting point
sekitar 44.5-56.2oC sedangkan olein pada kisaran 13-23oC. Hal ini menunjukkan bahwa
stearin yang memiliki slip melting pont lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada
suhu kamar (Pantzaris, 1994).
Fraksi stearin merupakan produk sampingan yang diperoleh dari minyak sawit
bersama-sama dengan fraksi olein. Teknologi pengolahan hasil samping fraksi olein telah
banyak dikembangkan, dibandingkan fraksi sterain. Salah satu pemanfaatan produk
samping fraksi strearin adalah margarin. Teknologi pengolahan margarin dari fraksi
sterain CPO bermacam-macam. berbagai teknologi pengolahan tersebut berpengaruh
terhadap margarin yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai teknologi
pengolahan margarin dari fraksi stearin CPO perlu diketahui sehingga diperoleh hasil
margarin yang bermutu tinggi (Pantzaris, 1994).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian bleaching
2. Mengetahui mekanisme bleaching
3. Mengetahui pengertian winterisasi
4. Mengetahui contoh proses pengolahan winterisasi
5. Mengetahui pengertian deodorisasi
6. Mengetahui mekanisme deodorisasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemucatan (Bleaching)


Bleaching atau pemucatan merupakanProses menghilangkan pigment warna dan
berbagai pengotor dan untuk memperbaiki warna minyak. Proses ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Misalnya pada minyak ikan tertentu, terutama minyak
hasil samping penepungan ikan, kadang-kadang tidak menarik sehingga kenampakannya
harus diperbaiki melalui proses pemucatan. Warna minyak ikan juga disebabkan oleh
asam lemak bebas beraksi membentuk senyawa berwarna. Adanya logam bebas seperti
Fe mempercepat proses perubahan warna tersebut. Konsumen umumnya menghendaki
minyak yang bening dan jernih sehingga pada minyak ikan tertentu harus dilakukan
proses pemucatan (Ketaren, 1986).

Tujuan utama proses bleaching adalah menghilangkan warna dari minyak. Selain
warna, pemucatan juga berperan mengurangi komponen minor lainnya seperti aroma,
senyawa bersulfur dan logam-logam berat. Selain itu, pemucatan juga dapat mengurangi
produk hasil oksidasi lemak seperti peroksida, aldehida dan keton. Pada proses
pemucatan hanya sedikit komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan
setelah proses pemurnian alkali. Zat-Zat Pengotor yang sering terdapat dalam minyak
bumi:
a. Senyawaan Sulfur
Crude oil yang densitynya lebih tinggi mempunyai kandungan Sulfur yang lebih
tinggi pula. Keberadaan Sulfur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat,
misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin
atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil
pembakaran gasoline) dan air.
b. Senyawaan Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan menaik
dengan naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu
lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk
ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan

3
disiklo dan phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam alisiklik)
dan asam alifatik.
c. Senyawaan Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-0,9
%. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun
terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen
terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai
berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan
yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral
encer.

d. Konstituen Metalik
Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses
catalytic cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk
gasoline, menghasilkan banyak gas dan pembentukkan coke. Pada power generator
temperatur tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama
vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari
pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama vanadium dapat bereaksi
dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran
sehingga merusakkan refractory itu (Ketaren, 1986).

2.1.1 Pemucatan minyak dengan adsorben


Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat
(bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap
oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil
degradasi minyak, misalnya peroksida.Pemucatan minyak menggunakan adsorben
umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan
dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050C, selama 1 jam. Penambahan absorben
pada saat minyak mencapai suhu sekitar 70-800C dan jumlah absorben kurang lebih
sebanyak 1.0 – 1.5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari
absorben dengan cara penyaringan menggunakan kaen tebal atau dengan cara
pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih
0.2 – 0.5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan (Ketaren,
1986).

4
2.1.2 Macam-macam adsorben
a.Bleaching Clay (Bleaching Earth)
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri
dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnetsium oksida dan besi oksida.
Jumlah absorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari
macam dan tipe warna dalam minyak sampai berapa jauh warna tersebut akan
dihilangkan.Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika absorben tersebut
mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH
absorben mendekati netral.

b.Arang
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari
hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur carbon (C).Umumnya arang
mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut
dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia.
Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-500C. S uhu pengarangan
pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-7000C. Pada proses pengarangan
akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi
peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan
dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah
arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

c. Arang Aktif (activated carbon)


Aktivitas karbon bertujuan untuk memperbesar luasan permukaan arang dengan
membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas absorben terhadap zat
warna.Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik
lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen
dan sulfur. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif adalah : HNO3, H3PO4,
Sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air
pada suhu tinggi.
Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap
kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia
sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.Persenyawaan hidrokarbon yang
menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi membuka oksidator

5
lemah seperti CO2 yang disertai dengan uap air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak
mengalami proses oksidasi.Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luasan
permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia
permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengikat yang digunakan dan
kadar air (Ketaren, 1986).

2.1.3 Mekanisme adsorbsi zat warna oleh arang


Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan yang
tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang di adsorbsi. Daya adsorbsi
arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan
adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang
dan zat yang diserap.
Berdasarkan adanya perbendaan energipotensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari
adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi
tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan
permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.
Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah
karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan blanching clay,
sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai
bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0.1 - 0.2 persen dari berat minyak.
Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi
jumlah perioksida sehingga memperbaiki mutu minyak.
Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif
jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay,
dan proses oksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan
menggunakan arang aktif (activated carbon) (Young, 1987).

2.1.4 Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam absorben


Cara yang sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam
adsorben adalah mencampurkan absorben tertentu dengan bahan yang akan diekstraksi
minyaknya.Pemisahan minyak dengan menggunakan surface active agentSurvace active
agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dalam absorben dengan
menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih (kira-kira
1000C) dengan tekanan 1 atmosfer. Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang

6
lebih rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan memcuci minyak yang tergabung
dalam adsorben. Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah
minyak yang terdapat dalam adsorben (Young, 1987).

2.15 Ekstraksi dengan pelarut organik


Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam
adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara
penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan. Jika dibandingkan
dengan cara pemisahan minyak menggunakan surface active agent, maka penggunaan
pelarut organik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
a. Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yang diperoleh
mencapai 90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.
b. Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan
terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak. Kontak minyak dengan oksigen udara
perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah mengering (drying oil), karena
minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan membentuk persenyawaan polimer
yang berwarna gelap (Young, 1987).

2.1.6 Pemucatan minyak dengan bahan kimia


Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan
pangan (edible fat), karena pemucatan kimia lebih baik dibandingkan menggunakan
absorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena
hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warna dapat diubah menjadi zat
tidak berwarna, yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya adalah karena
kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida, sehingga menurunkan
flavour minyak.
a. Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi
asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena proses
oksidasi dan polimerisasi.Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pemucat
secara oksidasi adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, clorine dan clorine
dioksida.

7
b. Pemucatan dengan dikromat dan asam
Bahan kimia yang digunakan adalah natrium atau kalium dikromat dalam asam
mineral (anorganik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen.
Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) dan menghasilkan klor (Cl2) yang
berfungsi sebagai bahan pemucat, Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat
warna akan mengendap setelah pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu
dalam minyak tidak dapat hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan
terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat dari logam
harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat menimbulkan karat pada
logam.
c. Pemucatan dengan panas
Pemanasan minyak dalam ruangan vacum pada suhu relatif tinggi, mempunyai
pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen
klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak terlebih dahulu dibebaskan
dari ion logam, terutama ion besi, sabun (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti
perioksida, karena pemanasan terhadap bahan-bahan tersebut merupakan katalisator
dalam proses oksidasi.
d. Pemucatan dengan cara reaksi reduksi
Pemucatan minyak dengan reaksi reduksi kurang efektif seperti halnya
pemucatan dengan cara oksidasi, karena warna yang hilang dapat timbul kembali jika
minyak tersebut terkena udara.Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri dari
garam-garam natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit yang dikenal dengan nama
blankite. Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan
perbandingan tertentu (Young, 1987).

2.1.7 Mekanisme proses pemucatan (bleaching)


Pada proses pemucatan CPO menggunakan bleaching earth dengan kadar antara
0.5% hingga 2.0% dari massa CPO. Bleaching earth merupakan bahan aktif yang
digunakan untuk menghilangkan atau menjerap pigmen warna yang terdapat didalam
CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Bleaching earth yang digunakan di
industri ada beberapa jenis antara lain, bentonit, activated clay dan arang aktif. Industri
pemurnian CPO di Indonesia umumnya menggunakan Ca-bentonit sebagai bleaching
agent. Kebutuhan akan bleaching earth khususnya bentonit setiap tahun semakin

8
meningkat dengan berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain bentonit
tidak dapat diperbaharui (Young, 1987).
Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth pada
suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth sangat
potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan recovery, selain itu spent
bleaching earth dapat dilakukan proses regenerasi untuk digunakan kembali dalam proses
pemurnian minyak nabati. Limbah dari proses pemucatan minyak terdiri dari dua
komponen utama yaitu minyak dan bentonit.
Adapun minyak hasil recovery dapat digunakan menjadi metil ester (biodiesel),
hal tersebut dikarenakan minyak sudah tidak lagi food grade artinya minyak sudah rusak.
Selain itu pemanfaatan bentonit setelah recovery ialah untuk penggunaan kembali pada
proses pemucatan minyak dan juga untuk bahan baku briket. Pemanfaatan tersebut sangat
baik karena potensi limbah yang sangat tinggi dengan seiring perkembangan industri
pemurnian minyak sawit (Kheang, 1997).
telah melakukan penelitian mengenai proses pengambilan minyak dari spent
bleaching earth (WAC dan NC) dengan dua metode yaitu solvent extraction (hexan) dan
supercritical extraction (SC-CO2). Penelitian tersebut menunjukan bahwa kandungan
minyak yang didapatkan dengan metode solvent extraction lebih besar dibanding
supercritical extraction (SC-CO2) yaitu sebesar 30% (WAC). Pemanfaatan limbah
industri. pemurnian minyak sangat penting dilakukan terkait dengan besarnya potensi
limbah yang dihasilkan dan semakin pesatnya pertumbuhan industri pemurnian minyak.
Rendemen minyak yang dihasilkan dari proses recovery dengan 2 jenis pelarut organik
berkisar antara 16 sampai 21.74 % dari bobot limbah.
Pelarut isopropanol memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan n-hexan yaitu berkisar antara 18.75 sampai 21.74 % sedangkan n-hexan berkisar
antara 16.11 sampai 17.74 %.Kepolaran pelarut organik selain berpengaruh terhadap
rendemen juga berpengaruh terhadap kejernihan minyak. Nilai transmitten minyak (faktor
pengenceran 100 kali) pada panjang gelombang 500 nm untuk minyak yang dihasilkan
dari ekstraksi dengan menggunakan isopropanol berkisar antara 15.85 sampai 27.9 %
sedangkan pada minyak hasil ekstraksi dengan n-hexan berkisar antara 87.45 sampai
93.55 %.
Kadar asam lemak bebas pada minyak hasil recovery ini berkisar antara 13.15 –
20.9 % untuk semua jenis perlakuan. Bilangan peroksida minyak tidak terdeteksi untuk
semua jenis perlakuan. Kadar abu yang terdapat pada minyak hasil recovery umumnya

9
sangat kecil, untuk keseluruhan perlakuan bernilai kurang dari 1%. Nilai pH SBE setelah
recovery berkisar antara 3.21 sampai 3.43. Bleach power bentonit hasil recovery
ditunjukan dengan nilai % T pada minyak yang dipucatkan oleh bentonit tersebut. Nilai
transmitten minyak (faktor pengenceran 50 kali) pada panjang gelombang 500 nm pada
bentonit hasil recovery dengan isopropanol memiliki nilai antara 77.05 sampai 80 %
sedangkan bentonit hasil recovery dengan n-hexan berkisar antara 60.35 sampai 63.5
%(Young, 1987).

2.2 Winterisasi
Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik
cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida
padat tidak dapat larut dalam trigliserida cair.Bermacam-macam lemak berwujud
cair pada musim panas, sedangkan pada musim dingin akan kelihatan seperti susu
yang umumnya mengandung sejumlah tristearin.
Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung sejumlah asam
stearat dan dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan) dan dikenal dengan
nama stearin. Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut stearin)
dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan dalam chill room) sedangkan minyak
yang tetap cair disebut winter oil.
Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC selama 24 jam.
Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan selama 6-8
jam. Kemudian minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan
produk stearine yang akan digunukan untuk shortening pada industri.Proses
winterisasi bertujuan agar pada saat minyak disimpan pada suhu rendah tidak
mengalami pembekuan (Kheang,1997).
2.2.1 Prinsip dari Proses Winterisasi
Winterisasi merupakan pemisahan thermomechanical proses dimana
komponen trigliserida dari lemak dan minyak dikristalkan dari bentuk cairnya.
Kristalisasi terbagi dalam 2 tahap:
a. Nucleation
Berdasarkan komposisi trigliserida pada minyak yang ingin diwinterisasi.
b. Crystal growth

10
Berdasarkan temperatur kristalisasi, waktu, dan mechanical power input/
agitation.
2.2.2 Contoh Proses Winterisasi
1. Minyak Kedelai
Winterisasi biasanya dilakukan dengan cara mendinginkan minyak secara
perlahan-lahan sampai suhu 550 F selama 12 jam atau sampai timbul kristal yang
pertama. Minyak kemudian didinginkan kembali secara perlahan-lahan sampai
suhu 320 F dan dibiarkan selama 20 jam sehingga lebih banyak kristal yang
terbentuk. Minyak lalu disaring dan menghasilkan minyak salad dan residu
(kristal) yang disebut stearin.
2. Minyak Jagung
Dalam crude corn oil mengandung komponen yang tidak tersabunkan
seperti lilin dalam jumlah yang kecil. Lilin mempunyai titik leleh yang tinggi dan
mudah dikristalisasi dengan chilling di dalam bejana pendingin. Kemudian lilin
dihilangkan dengan filtrasi.
2.2.3 Produk Winterisasi
Setelah mengalami proses winterisasi, diharapkan produk:
1. Tahan terhadap suhu rendah dalam jangka waktu yang lama
2. Kandungan asam lemak jenuhnya berkurang

2.3 Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak dan lemak yang
bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavour ) yang tidak disukai
konsumen menggunakan cara destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan
vakum serta suhu yang semakin tinggi (150ºC -250ºC). Tekanan uap zat-zat yang
berbau adalah sangat rendah hingga dengan suhu yang sangat tinggi baru dapat
diuapkan dengan tekanan atmosfer. Tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat merusak
minyak dan lemak. Oleh karena itu vakum yang tinggi dan aliran gas inert untuk
menggurangi suhu hingga dibawah suhu proses kerusakan sangat diperlukan
(Young, 1987).

11
Deodorisasi didasarkan pada perbedaan volalitas (kemudahan
menguap)antara minyak ( trigliserida) dengan komponen pengotor yang tidak
diinginkan ini mempengaruhi aroma, rasa, warna, dan stabilitas minyak. Faktor
yang penting pada proses deodorisasi, adalah jumlah minyak, jumlah komponen
volatil, jumlah uap yang dipakai, dan besar tekanan dalam proses.

2.3.1 Mekanisme proses deodorisasi

Minyak diberi perlakuan vakum dan diagitasi : Deodorisasi dilakukan


dalam alat yang bernama deodorizer. Pada alat ini minyak diberi perlakuan vakum
dan suhu ditingkatkan disertai pengadukan dan pengaliran gas. Gas yang
digunakan adalah uap air panas. Kondisi vakum menyebabkan komponen volatil
menguap dan mengurangi gas yang dibutuhkan. Kondisi vakum juga berperan
mengurangi oksidasi minyak dan hidrolisis trigliserida jika gas yang digunakan
adalah uap air panas. Setelah minyak dideodorisasi, karena dalam proses
deodorisasi ini dilakukan pemanasan, proses pendinginan minyak harus segera
dilakukan. Proses deodorisasi dinyatakan mulai berlangsung jika jumlah tekanan
uap dan jumlah tekanan zat menguap telah sama dengan permukaan minyak dan
lemak. Makin rendah tekanan, makin rendah pula suhu deodorisasi sehingga
dengan demikian vakum yang baik sangat berpengaruh dalam proses.

Tabel suhu deodorisasi campuran asam lemak pada tekanan berbeda-beda:


Asam lemak pada P= 5 mm Hg – 8 mm Hg P= 20 mm Hg (ºC)
(ºC)
Minyak Kacang Tanah 210 – 220 230 – 240
Minyak Kedelai 210– 220 230 – 245
Minyak Biji Kapas 215- 225 235 – 250
Minyak Zaitun 210 – 220 230 – 240
Minyak Kelapa sawit 210 – 215 225 – 235
Minyak Kelapa 200 -210 215 – 230
Tabel 1(Young, 1987).

12
Minyak diberi aliran gas biasanya uap air : uap panas dimasukkan ke
dalam tangki (stripping). Pemasukan uap tersebut dimaksudkan untuk
mempengaruhi penguapan senyawa-senyawa volatil agar dapat menguap pada
suhu yang lebih rendah. Gelembung-gelembung uap akan naik melalui minyak
dan keluar dari lingkungan minyak membawa serta komponen-komponen yang
konsentrasinya tergantung pada tekanan parsial masing-masing komponen.
Alat ini dirancang untuk pemisahan zat volatile dan non-volatil dengan
tekanan yang vakum. Alat tersebut dapat digunakan untuk:
1. Memisahkan pelarut dari polimer, surfaktan, coating industri, lemak, lilin, dan
minyak sayuran
2. Dehidrasi peroksida organik atau bahan organic lain yang mudah terbakar
3. Pemurnian aromatic, tokoferol, alkil fenol, ester, dan oleokimia
4. Daur ulang pelarut, alcohol, dan keton
5. Deodorisasi polimer, aditif, agrokimia, minyak ikan, dan minyak sayur

Prinsipnya adalah volatilitas, minyak yang akan dimurnikan dipanaskan dengan


uap, sehingga bau tak sedap yang volatil akan dengan mudah menguap terlebih
dahulu kemudian dikondensasikan untuk dibuang (Young, 1987).

2.3.2 Macam-macam sistem yang digunakan


A. Deodorisasi sistem batch
Tipe ini paling banyak digunakan dalam industri minyak dan lemak.
Dalam proses ini minyak dipanaskan hingga mencapai suhu 150-250ºC. Selain
uap, untuk memanaskan minyak dan lemak yang diproses pada suhu 170-190ºC,
dapat pula digunakan “dowtherm vapour” yang dapat memanaskan minyak pada
suhu 220-250ºC. Dowtherm vapour adalah suatu campuran “entecticum”.
Diphenyl oxide dengan rasio 26,5 – 73,5%. Titik cair campuran ini 12 ºC dan
mendidih pada 258 ºC dalam tekanan atmosfir.
Tekanan yang umum dipakai dalam deodorisasi adalah 4 mm Hg – 6 mm
Hg, keadaan ini dapat dipertahankan dengan suatu sistem, menggunakan 3
tingkatan unit vakum dengan sistem vakum ini dan suhu proses 215 – 220 0C,

13
deodorisasi akan berlangsung selama 4 – 4,5 jam. Sistem pipa pemanas /
pendingin sangat mempengaruhi keberhasilan degradasi. Hal penting yang harus
diingat dalam mendesain pipa dalam adalah:
1. Coil harus mempunyai permukaan yang luas sehingga mampu memanaskan
minyak dan lemak sampai 180 0C dalam waktu 30 menit.
2. Dapat dengan mudah dipasang dan dibongkar jika perlu perbaikan.
3. Dapat dialiri air dengan lancar.
(Ketaren, 1986).

B. Deodorisasi sistem continous


Pada sistim ini minyak dialirkan dari bagian atas ke bagian bawah sehingga
suhu pemanasan minyak makin ke bawah makin tinggi, dengan demikian
pemanasan minyak dapat berjalan dengan cepat tetapi kurang cukup untuk
minyak-minyak tertentu. Sehingga cara ini hanya dianjurkan untuk memproses
minyak dan lemak yang bau alaminya masih dikehendaki.
Deodorisasi Minyak sawit yang keluar dari proses pemucatan mengandung
aldehida, keton, alkohol, asam lemak berberat molekul ringan, hidrokarbon, dan
bahan lain hasil dekomposisi peroksida dan pigmen. Walaupun konsentrasi bahan-
bahan tersebut kecil, bahan-bahan tersebut dapat terdeteksi oleh rasa dan aroma
minyaknya. Bahan-bahan tersebut lebih volatil pada tekanan rendah dan
temperatur tinggi. Proses deodorisasi pada intinya adalah distilasi uap pada
keadaan vakum. Distilasi uap pada tekanan vakum untuk menguapkan aldehid dan
senyawa aromatik lainnya menggunakan prinsip hukum Raoult. Sebelum masuk
ke dalam alat deodorisasi, minyak yang sudah dipucatkan dipanaskan sampai 210-
250 C. Alat deodorisasi beroperasi dengan 4 cara, yaitu :

1. deaerasi minyak,
2. pemanasan minyak,
3. pemberian uap ke dalam minyak,
4. dan pendinginan minyak.
(Young, 1987).

14
Di dalam kolom, minyak dipanaskan sampai 240-280 C dalam kondisi
vakum. Manfaat pemberian uap langsung menjamin pembuangan sisa-sisa asam
lemak bebas, aldehida, dan keton.

Gambar 1 : Proses Deodorisasi secara kontinu (Ketaren, 1986).

15
BAB III
KESIMPULAN

1. Bleaching yaitu menghilangkan pigment dan berbagai pengotor pada minyak.


2. Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair
tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah.
3. Proses winterisasi bertujuan agar pada saat minyak disimpan pada suhu
rendah tidak mengalami pembekuan.
4. Deodorisasi proses menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak yang
terdapat didalam minyak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas


Indonesia : Jakarta.
Kheang, S.L. 2006. Recovery and Conversion of Palm Olein J Oil Palm Res
Pantzaris, TP. 1994. Pocket Book of Palm Oil Uses. Kuala Lumpur: PORIM.
Young, H. 1987. Addision Wesley Punlishing company Inc. University Physics:
USA.

17

Anda mungkin juga menyukai