4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Pola Aliran
Tabel 4.1 Pola Aliran Dalam Tangki Berpengaduk
Paddle A
Aksia
l Radial
Paddle B
Aks
ial Radial
Paddle C
Aks
ial Radial
Propeller
Aksial Radial
Turbine
Aksial
Radial
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penentuan Pola Aliran
Untuk menentukan pola-pola aliran yang terjadi dalam tangki
berpengaduk, maka digunakan impeller yaitu jenis paddle, turbin dan propeller.
Variasi percobaan yang dilakukan yaitu menggunakan sekat dan tanpa sekat
dengan batang pengaduk yang diletakkan tepat di pusat tangki. Jenis fluida yang
digunakan adalah air dengan tinggi 30 cm dari dasar tangki. Kemudian, pada
tangki dimasukkan potongan–potongan plastik berwarna merah agar memudahkan
dalam mengamati pola aliran yang terbentuk pada tangki berpengaduk. Percobaan
ini dilakukan dengan kecepatan 200 rpm.
Pola aliran yang terbentuk pada impeller jenis paddle, turbin dan propeller
tanpa menggunakan sekat adalah aksial. Untuk aliran yang tidak menggunakan
sekat, sirkulasi akan bergerak memutari propeller lalu naik di sekitar batang
pengaduk dan bergerak ke arah dinding tangki hingga jatuh ke bawah dan naik
lagi ke propeller. Pada kecepatan yang tinggi akan terjadi vortex pada aliran yang
berada di atas permukaan air. Semakin tinggi kecepatan putaran tangki maka akan
semakin besar vortex yang terjadi pada tangki.
Pola aliran yang terbentuk pada impeller jenis paddle, turbin, dan
propeller dengan menggunakan sekat cenderung tegak lurus dengan tangki
pengaduk. Pola aliran ini biasa disebut radial. Sirkulasi fluida terbentuk dari
bawah daun pengaduk kemudian bergerak ke arah sisi tangki. Bergerak di sekitar
batang pengaduk dan membelok ke atas dan ke dasar tangki. Pada pola aliran
dengan menggunakan sekat tidak terjadi vortex karena penggunaan sekat dapat
menghambat gerakan fluida saat pengadukan berlangsung sehingga sekat dapat
mencegah terjadinya vortex. Dalam hal ini dapat disimpulkan untuk mencegah
terjadinya vortex dapat dilakukan dengan menggunakan sekat pada tangki. Karena
sekat yang terdapat pada tangki dapat memecah pusaran yang terjadi saat proses
pengadukan.
4.2.2 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk
a. Hubungan Laju Putaran Dengan Daya Pada Jenis Impeller Paddle
Dengan Sekat dan Propeller Dengan Sekat
Pada gambar 4.1 dapat dilihat hubungan antara kecepatan pengaduk
dengan daya (watt) untuk jenis pengaduk paddle dan propeller dalam tangki
menggunakan sekat.
5
Paddle A
4
Daya (Watt)
Paddle B
3
2 Paddle C
1
Propeller
Dengan
0 Sekat
50 100 150 200 250 300 350 400
Laju Putaran (rpm)
Gambar 4.1 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs Daya Impeller dengan Sekat
5
Paddle A
4
Daya (Watt)
Paddle B
3
2 Paddle C
1
Propeller
Tanpa
0 Sekat
50 100 150 200 250 300 350 400
Laju Putaran (rpm)
Gambar 4.2 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs Daya Impeller Tanpa Sekat
0 Paddle A
Power Number (Np)
0
Paddle B
0
Paddle C
0
Propeller
Dengan
0 Sekat
50 100 150 200 250 300 350 400
Laju Putaran (rpm)
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat pada pengaduk jenis propeller nilai power
number pada kecepatan 50 rpm hingga 400 rpm adalah 0. Hal ini dikarenakan
gaya yang dihasilkan oleh propeller sangat kecil sehingga pegas tidak dapat
mengukur besar gaya yang diperoleh. Gaya yang kecil ini disebabkan karena laju
putaran dibawah laju putaran minimum untuk propeller. Untuk pengaduk
propeller untuk mengaduk bahan dengan viskositas rendah menggunakan
kecepatan berkisar 400-1750 rpm. Sedangkan pada pengaduk jenis paddle, nilai
power number yang diperoleh meningkat dari kecepatan 0 rpm hingga 100 rpm
dan mengalami penurunan pada kecepatan laju putaran 150 rpm hingga 400 rpm.
Hal ini dikarenakan gaya yang dihasilkan saat kecepatan 150 rpm terlalu besar
sehingga pegas tidak dapat mengukur besar gaya yang diperoleh sehingga jika
kecepatan dinaikkan, gaya yang diperlukan akan sama hingga pada 400 rpm
(Geankoplis, 1993).
Jenis impeller yang menghasilkan nilai power number (Np) paling besar
adalah paddle besar yaitu pada kecepatan 150 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan menggunakan impeller paddle besar, daya yang dibutuhkan untuk proses
pengadukan lebih besar dibandingkan menggunakan impeller jenis propeller dan
paddle sedang maupun paddle kecil. Hal ini terjadi karena perbandingan daun
pengaduk dengan diameter pada paddle besar adalah lebih besar dibandingkan
dengan propeller serta paddle sedang dan paddle kecil. Semakin besar diameter
pengaduk maka daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pengaduk juga akan
semakin besar, sehingga menghasilkan power number yang besar juga (Irma,
2003).
0 Paddle A
Power Number (Np)
0 Paddle B
0
0 Paddle C
0
0 Propeller
Dengan
0 Sekat
50 100 150 200 250 300 350 400
Laju Putaran (rpm)
1200000
1000000
Paddle A
Reynold Number (NRe)
800000
Paddle B
600000
400000 Paddle C
200000
Propeller
Dengan
0 Sekat
50 100 150 200 250 300 350 400
Laju Putaran (rpm)
Gambar 4.5 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs NRe Impeller dengan Sekat
Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa antara kecepatan pengaduk
dengan Reynold number (NRe) terjadi kenaikan secara linear. Semakin besar
kecepatan laju putaran maka bilangan reynold juga semakin besar. Bilangan
reynold pada impeller jenis paddle lebih besar dibandingkan bilangan Reynold
pada impeller jenis propeller. Hal ini dikarenakan diameter paddle lebih besar
daripada diameter propeller. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori bahwa
semakin besar diameter suatu pengaduk maka bilangan reynold juga akan semakin
besar. Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa alirannya bersifat turbulen, hal
ini dibuktikan dengan bilangan reynold pada kedua impeller bernilai lebih besar
dari 1 x 104 (Geankoplis, 1993).
1800000
1600000
1400000 Paddle A
Reynold Number (NRe)
1200000
1000000 Paddle B
800000
600000 Paddle C
400000
200000 Propeller
Dengan
0 Sekat
50 100 150 200 250 300 350 400
Laju Putaran (rpm)
Gambar 4.6 Kurva Laju Putaran Pengaduk Vs NRe Impeller Tanpa Sekat
0
Power Number (Np)
0
Paddle
0
0
421000.4 561324.9 701676.3 842000.8 982325.3 1122677
Reynolds Number (NRe)