Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISTILAH

1. Optimasi
Karbon aktif dapat bersumber dari bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-
tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi karbon
aktif yang dapat mengadsorpsi gas dan senyawa- senyawa kimia tertentu yang bersifat
selektif, tergantung pada besar atau volume poripori dan luas permukaan.

2. Jenis dan Konsentrasi Aktivator


Bahan yang digunakan untuk mengaktivasi atau membuka pori-pori pada suatu karbon
sehingga menyebabkan luas permukaan pada karbon tersebut lebih besar serta mampu
mengadsorpsi suatu kation, anion dan molekul organik ataupun anorganik pada konsentrasi
yang ditentukan.

3. Karbon Aktif
Dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbohidrat berupa serat misalnya kulit
kuaci biji bunga matahari yang sudah tidak mengandung kadar air dengan adanya
pemanasan pada suhu tinggi akan menghasilkan suatu arang yang selanjutnya diaktivasi
menggunakan aktivator tertentu.

4. Sabut Kelapa
Limbah yang berupa serat-serat kasar pada kelapa yang dapat dijadikan karbon apabila
dilakukan proses karbonisasi.

5. Adsorben
Suatu zat padat berpori yang dapat menyerap atau mengadsorpsi komponen-komponen
tertentu dari fasa cair.

6. Peroksida
Suatu senyawa yang dapat dijadikan sebagai indikator penurunan kualitas minyak yang
dapat ditentukan dengan metode iodometri.

7. Minyak Jelantah
Limbah minyak yang didapat setelah proses penggorengan yang mengandung senyawa-
senyawa bersifat karsinogenik karena telah mengalami proses oksidasi dari minyak murni.

1
I. JUDUL : OPTIMASI JENIS DAN KONSENTRASI AKTIVATOR PADA
PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI SABUT KELAPA SEBAGAI ADSORBEN
PEROKSIDA DALAM MINYAK JELANTAH

II. LATAR BELAKANG


Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan
sebagai bahan pangan oleh seluruh masyarakat. Minyak goreng biasanya digunakan sebagai
media menggoreng bahan pangan atau penambah cita rasa. Setelah digunakan, minyak goreng
akan mengalami perubahan sifat dan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik karena terjadinya proses oksidasi pada minyak selama proses penggorengan.
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari
minyak dan bahan yang digoreng. Indikator bahwa minyak tersebut mengalami kerusakan yaitu
terbentuknya peroksida (Wijana,2005).
Peroksida merupakan suatu oksida logam yang terbentuk dari hidrogen peroksida, di
dalam minyak peroksida juga dapat terbentuk karena adanya ikatan antara asam lemak tidak
jenuh dengan oksigen pada ikatan rangkapnya (Sinaga,2010).
Angka peroksida merupakan banyaknya mgO2/100gram minyak, jika lebih besar dari
10meqO2/Kg minyak maka peroksida akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan
(Ketaren,2005).
Peroksida dalam minyak jelantah dapat diturunkan dengan metode adsorpsi
menggunakan karbon aktif, karena karbon aktif dapat menyerap senyawa-senyawa organik,
anorganik, logam, anion, kation dan molekul dalam bentuk larutan maupun gas
(Lokmanto,2010).
Karbon aktif dapat dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan,
limbah ataupun mineral yang mengandung karbon misalnya sabut kelapa dengan melalui 3
tahapan yaitu dehidrasi, karbonisasi dan aktivasi (Khairunnisa,2008).
Pada penelitian sebelumnya, pengolahan minyak goreng bekas telah banyak dilakukan
yaitu oleh Utari, dkk., (2013) menggunakan karbon aktif SNI yang menunjukkan penurunan
sangat efektif. Sedangkan pembuatan karbon aktif yang dilakukan oleh Ramadhona,(2011)
menggunakan bambu dan aktivator NaCl di dapat hasil yang optimal yaitu NaCl 5% dengan
daya serap terhadap Cu 0.7969 ppm.

2
Pada saat uji pendahuluan bahan yang digunakan pada pembuatan karbon aktif yaitu kulit
kuaci dengan aktivator NaCl, karena kulit kuaci yang dihasilkan pada saat karbonisasi sangat
sedikit maka peneliti mengganti bahan yang digunakan pada pembuatan karbon aktif menjadi
sabut kelapa.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, telah dilakukan penelitian tentang
“Optimasi Jenis Dan Konsentrasi Aktivator Pada Pembuatan Karbon Aktif Dari Sabut Kelapa
Sebagai Adsorben Peroksida Dalam Minyak Jelantah”.

III. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa jenis aktivator yang baik digunakan dalam aktivasi karbon aktif dari sabut kelapa
dan pada konsentrasi berapa yang menunjukan hasil optimum
2. Berapa nilai efisiensi terhadap penurunan peroksida dari minyak jelantah menggunakan
aktivator optimum

IV. TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui apa jenis aktivator yang baik digunakan dalam aktivasi karbon aktif
dari sabut kelapa dan pada konsentrasi berapa yang menunjukan hasil optimum Untuk
mengetahui apa jenis bahan yang baik digunakan dalam pembuatan karbon aktif
2. Untuk mengetahui berapa nilai efisiensi terhadap penurunan peroksida dari minyak
jelantah menggunakan aktivator optimum

V. MANFAAT PENELITIAN
1. Umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
pemanfaatan sabut kelapa sebagai karbon aktif untuk menurunkan peroksida dalam
minyak jelantah.
2. Khusus
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada teknisi
laboratorium bahwa karbon aktif dapat dibuat dari sabut kelapa.

3
2. Menambah referensi bagi akademis dan sebagai bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya.

VI. HIPOTESIS PENELITIAN


Pada penelitian ini peneliti dapat mengetahui jenis dan konsentrasi aktivator pada
pembuatan karbon aktif dari sabut kelapa yang baik digunakan untuk menurunkan
peroksida dalam minyak jelantah.

VII. TINJAUAN PUSTAKA


7.1. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan
sebagai bahan pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang
dikomsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan
sebagai media menggoreng bahan pangan dan penambah citra rasa (Wijana,2005).
Minyak goreng yang telah digunakan pada proses penggorengan disebut minyak
jelantah. Minyak jelantah merupakan limbah minyak yang didapat setelah proses
penggorengan yang mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik karena telah
mengalami proses oksidasi dari minyak murni. Karena pemakaian minyak goreng secara
berulang dengan suhu panas yang tinggi akan mengalami perubahan sifat fisikokimia
(kerusakan minyak) seperti warna, bau, meningkatnya bilangan peroksida dan asam lemk
bebas(FFA) serta banyaknya kandungan logam (Santoso,2014)
Minyak jelantah yang memiliki kadar peroksida tinggi mempunyai ciri-ciri yang khas
diantaranya, dilihat secara kasat mata minyak goreng tersebut cenderung berwarna coklat tua
sampai kehitaman jika dibandingkan dengan minyak goreng dengan kadar peroksida yang
sesuai standar masih berwarna kuning sampai coklat muda.
Warna gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E).Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar memiliki
endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak goreng lebih kental dari
pada minyak goreng yang kadar peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut
SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda
dan jernih serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memilki kadar

4
peroksida melebihi standar baunya terasa tengik, jika dicium tingkat ketengikan minyak
goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida (Wijana,2005).

Tabel SNI-3741-2013 tentang Standar Mutu Minyak Goreng


KRITERIA UJI SATUAN SYARAT

Keadaan bau, warna dan rasa - Normal

Kadar air dan bahan menguap % b/b Maks. 0,15

Bilangan asam mg KOH/g Maks. 0,6

Bilangan peroksida meq O2/Kg Maks.10


Cemaran Logam :
- Besi (Fe) mg/Kg Maks. 1.5
- Tembaga (Cu) mg/Kg Maks. 0.1
- Raksa (Hg) mg/Kg Maks. 0.1
- Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 40.0
- Timah (Sn) mg/Kg Maks. 0.005
- Seng (Zn) mg/Kg Maks. 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks. 0.1
Asam linoleat dalam komposisi asam lemak
minyak % Maks. 2
Catatan *Pengambilan contoh dalam bentuk kemasan di pabrik dalam kemasan kaleng

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng


Sumber: Standar Nasional Indonesia

7.2. Angka Peroksida


7.2.1. Pengertian
Peroksida merupakan suatu oksida logam yang dianggap terbentuk dari hidrogen
peroksida dan di dalam minyak peroksida juga dapat terbentuk karena adanya ikatan antara
asam lemak tidak jenuh dengan oksigen pada ikatan rangkapnya (Ketaren,2005).

Gambar 7.2.1 Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh


(Suroso,2013)

5
Angka peroksida merupakan indeks jumlah minyak atau lemak yang telah mengalami
oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak
yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang
menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka
peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri (Aisyah, dkk.,2010).

7.2.2. Dampak Peroksida


Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan rasa yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 10 meqO2/Kg minyak
akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan angka peroksida
merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan
berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya
peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat
lebih besar sedangkan vitamin E sendiri sangat dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas
yang ada dalam tubuh (Ketaren,2005).

7.2.3. Penurunan Angka Peroksida


Peroksida dalam minyak jelantah dapat diturunkan dengan metode adsorpsi
menggunakan karbon aktif, karena karbon aktif dapat menyerap senyawa-senyawa organik,
anorganik, logam, anion, kation dan molekul dalam bentuk larutan maupun gas. Adsorpsi
merupakan proses terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben
(Lokmanto,2010).

7.3. Karbon Aktif


7.3.1. Pengertian Karbon Aktif
Karbon atau arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan adanya pemanasan
pada suhu tinggi.

6
Gambar 7.1 Karbon Aktif
(Nurrochmah,2017)
Karbon aktif biasanya dikatakan sebagai arang yang diaktivasi menggunakan aktivator
tertentu sehingga dapat menyerap berbagai jenis zat di dalam cairan maupun gas. Karbon aktif
pun dapat menjernihkan dan menghilangkan bau busuk (Ramdja, dkk.,2008).
Karbon aktif merupakan suatu adsorben yang mempunyai kapasitas adsorpsi yang
sangat besar terhadap suatu anion, kation dan molekul organik maupun anorganik dalam
bentuk larutan ataupun gas (Khairunnisa,2008).

7.3.2. Sabut Kelapa


Sabut Kelapa merupakan limbah yang berupa serat-serat kasar pada kelapa. Serabut
kelapa terdiri dari serat (fiber) dan gabus (pitch) yang menghubungkan satu serat dengan serat
yang lainnya. Serabut kelapa terdiri dari 75% serat dan 25% gabus. serabut kelapa
mengandung lignin (35% – 45%) dan selulosa (23%–43%) (Abdullah,2013).

Kingdom : Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
7
Jenis : Cocos
Spesies : C. Nucifera L

7.3.3. Tahapan Pembuatan Karbon Aktif


Proses Pembuatan Karbon Aktif Secara garis besar, ada 3 tahap pembuatan karbon aktif,
yaitu:
1. Proses Dehidrasi
Proses penghilangan air pada bahan baku. Bahan baku dipanaskan sampai temperatur
170°C.
2. Proses Karbonisasi
Proses pembakaran bahan baku dengan menggunakan udara terbatas dengan
temperatur udara antara 3000C sampai 9000C sesuai dengan kekerasan bahan baku yang
digunakan. Proses ini menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik yang
menyusun struktur bahan membentuk metanol, uap asam asetat, tar, dan hidrokarbon.
Material padat yang tertinggal setelah proses karbonisasi adalah karbon dalam bentuk
arang dengan permukaan spesifik yang sempit.
3. Proses Aktivasi Proses aktivasi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Proses Aktivasi Fisika
Pada proses aktifasi fisika, biasanya karbon dipanaskan didalam furnace pada
temperatur 800-900°C. Beberapa bahan baku lebih mudah untuk diaktifasi jika
diklorinasi terlebih dahulu. Selanjutnya dikarbonisasi untuk menghilangkan hidrokarbon
yang terklorinasi dan akhimya diaktifasi dengan uap.

b. Proses Aktivasi Kimia


Proses aktivasi kimia merujuk pada pelibatan bahan-bahan kimia atau reagen
pengaktif. Unsur-unsur mineral aktivator masuk diantara plat heksagon dari kristalit dan
memisahkan permukaan yang mula-mula tertutup. Dengan demikian, saat pemanasan
dilakukan, senyawa kontaminan yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terlepas.
Hal ini menyebabkan luas permukaan yang aktif bertambah besar dan meningkatkan daya
serap karbon aktif (Ramdja, dkk.,2008).

7.3.4. Aktivator pada pembuatan karbon aktif

8
Aktivator adalah zat atau senyawa kimia yang berfungsi sebagai reagen pengaktif dan
zat ini akan mengaktifkan atom-atom karbon sehingga daya serapnya menjadi lebih baik. Zat
aktivator bersifat mengikat air sehingga air yang terikat kuat pada pori-pori karbon yang tidak
hilang pada saat karbonisasi akan lepas dari permukaan karbon. Zat aktivator tersebut akan
memasuki pori dan membuka permukaan karbon yang tertutup, sehingga luas permukaan
karbon aktif semakin besar dan meningkatkan daya serapnya. Bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai pengaktif di antaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2, HNO3, HCl,
Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, NaOH, dan sebagainya. Semua bahan aktif ini umumnya bersifat
sebagai pengikat air. Penelitian ini menggunakan aktivator garam yaitu Natrium Klorida dan
Zink Klorida(Ramdja,2008).
1. Natrium Klorida (NaCl)
Natrium chlorida yang dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki tingkat
osmotik yang tinggi. Senyawa ini adalah garam yang paling memengaruhi salinitas laut.
Natrium klorida ini mengandung natrium dan klorida yang terdiri atas 40% natrium.
Natrium klorida ini digunakan sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium
klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan.
Natrium klorida adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih.
NaCl dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol. Sifat-sifat kimia NaCl
sebagai berikut:
- Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut didalam gliserol, dan amonia.Sangat
sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam asam klorida.
- Larutannya merupakan elektrolit kuat karena terionisasi sempurna pada air.
- Biasanya bersifat higroskopis yang artinya zat yang dapat menyerap air.
- Apabila bereaksi pada perak nitrat akan membentuk endapan perak klorida dan
apabila bereaksi dengan timbal asetat akan membentuk endapan putih timbal klorida.
Penggunaan larutan Natrium Klorida sebagai zat aktivator kimia karena zat aktivator
NaCl mampu berfungsi sebagai zat dehidrat pada karbon aktif yang dihasilkan. Selain
itu, NaCl tidak beracun, harganya sangat terjangkau dibandingkan dengan jenis
aktivator yang lain dan aman terhadap lingkungan sehingga limbah yang dihasilkan
tidak menyebabkan pencemaran lingkungan menjadi alasan terpenting dalam
penggunaannya sebagai aktivator(Ramadhona, 2011).

9
Na – Cl

NaCl

Arang Na

2. Zink Klorida (ZnCl2)


Seng klorida merupakan padatan tak berwarna atau putih, dan sangat larut dalam air.
ZnCl2 itu sendiri higroskopis. Oleh karena itu zat ini harus dilindungi dari sumber
kelembaban, termasuk adanya uap air dalam udara biasa. Kemampuan ZnCl2 untuk
mengaktifkan (menghasilkan porositas) prekursor karbon didasarkan pada fungsi
dehidrasinya. Selama proses aktifasi, ZnCl2 menghilangkan hidrogen dan atom oksigen
dari bahan karbon seperti air, sehingga meningkatkan komposisi karbon. Secara alamiah
ZnCl2 adalah agen dehidrasi terhadap interaksi antara atom karbon dan mengakibatkan
pelebaran antar permukaan dalam karbon dan menciptakan pori-pori dalam matriks
karbon. Selama interaksi dengan karbon tersebut, ZnCl2 membantu menghilangkan air
dari struktur karbon dengan melepaskan hidrogen dan oksigen dari
karbon(Turmuzi,2015).

10
+ HCl

7.3.5. Pengujian Karbon Aktif


Menurut Standar Industri Indonesi (SII No. 0258-79), syarat mutu karbon aktif adalah
sebagai berikut:
Jenis Persyaratan

Bagian yang hilang pada pemanasan 9500C Maksimum 15%

Air Maksimum 10%


Abu Maksimum 2,5%
Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata

Daya serap terhadap larutan Minimum 20%

a. Pengujian daya serap karbon aktif terhadap peroksida


Pengujian daya serap karbon aktif terhadap peroksida diukur menggunakan metode
Volumetri(Iodometri). Volumetri merupakan suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran
larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti (titran/peniter/larutan baku) yang
direaksikan dengan larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya. Pelaksanaan pengukuran
volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan peniter diteteskan setetes demi setetes ke dalam
larutan sampel sampai tercapai titik akhir (Khopkar,1990).
Titrasi Redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau oksidator
dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor. Prinsip yang digunakan
dalam titrasi redoks adalah reaksi reduksi oksidasi atau dikenal dengan reaksi redoks. Reaksi
11
redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron sehingga terjadi
perubahan bilangan oksidasi (Pergiwati,2010).
Titrasi iodometri merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan larutan natrium
tiosulfat sebagai larutan standar sekunder(titran) dengan menggunakan indikator amilum.
Titrasi iodometri tak langsung disebut juga titrasi iodometri sedangkan titrasi iodometri
langsung disebut titrasi iodimetri. Banyak oksidator kuat yang dianalisis dengan
menambahkan sejumlah tertentu kalium iodida berlebih pada suasana asam menghasilkan
iodin, iodin yang berlebih dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Titik akhir titrasi
ditentukan dengan menggunakan indikator amilum yang ditambahkan sesaat sebelum titik
akhir tercapai (Harjadi,1993).
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada analisa dengan metode titrasi :
- Reaksi berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan reaksi yang jelas.
Dengan demikian semua sampel bereaksi dengan peniter, tidak ada yang tersisa.
- Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam perubahan warna yang
terjadi pada titik akhir.
- Ada indikator yang sesuai.
- Ada larutan baku.
(Pergiwati,2010)

b. Reagen yang digunakan dalam iodometri


1. Amilum
Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk telah
terjadi titik ekuivalen pada titrasi iodometri. Hal ini disebabkan warna biru gelap dari
kompleks iodin-amilum yang merupakan warna yang spesifik untuk titrasi iodometri.
I2 + amilum Iod amilum(biru-ungu)
Reaksi ini adalah reaksi bolak balik selama konsentrasi I2 kecil, pada konsentrasi I2
tinggi kompleks Iod-amilum akan sangat stabil(Pergiwati,2010).

2. Natrium Tiosulfat
Senyawa natrium tiosulfat mengikat lima molekul air dengan rumus kimia
Na2S2O3.5H2O. Natrium tiosulfat merupakan larutan standar sekunder karena tidak stabil
terhadap oksidasi dari udara, asam dan bakteri. Penambahan boraks atau natrium karbonat

12
terhadap larutan natrium tiosulfat dilakukan sebagai pengawet. Iodin akan mengoksidasi
ion tiosulfat menjadi ion tetrationat.
2S2O32- + I2  2I- + S4O62-
(Harjadi,1993)

3. Kalium Iodida
Merupakan garam yang berwarna putih atau kristal kubik atau bubuk kristal putih, rasa
pahit-asin, tidak berbau, mudah diserap diudara lembab, dan mudah larut dalam air(1:0,75),
alkohol (1:12), gliserin (1:2,5) dengan rumus kimia KI.
KI dapat digunakan sebagai pelarut untuk I2 sedangkan pada titrasi iodometri KI
ditambahkan dalam jumlah tertentu sebagai reduktor, dimana I- yang berlebih dititrasi oleh
natrium tiosulfat dengan menggunakan amilum sebagai indikato (Harjadi,1993).

13
VIII. KERANGKA KONSEP

Sabut kelapa

Dehidrasi 105oC 2jam (menghilangkan kadar air dalam bahan baku)

Karbonisasi dengan alat las portable (proses penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan dengan proses
pembakaran suhu tinggi dengan udara terbatas dengan cara membakar sabut kelapa menggunakan alat las portale pada
malam hari)

Aktivasi(Proses pengaktifan suatu karbon menggunakan aktivator untuk memperbesar luas


permukaan sehingga karbon menjadi aktif menggunakan larutan NaCl dan Asam Sitrat)

NaCl Asam Sitrat

1% 5% 10% 1% 5% 10%

Uji Karbon Aktif

Kadar Air Kadar Abu


Aplikasi Karbon Aktif

Pengujian peroksida

Kesimpulan Pengolahan data Hasil

14
IX. METODE PENELITIAN
9.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen yaitu suatu penelitian dengan melakukan kegiatan
percobaan yang bertujuan untuk mengetahui Jenis dan Konsentrasi Aktivator pada
pembuatan karbon aktif untuk penurunan angka peroksida dalam minyak jelantah.

9.2. Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan data
kelompok hasil pengamatan. Perbandingan tersebut antara minyak jelantah tanpa
penambahan karbon aktif dengan minyak jelantah yang ditambahkan karbon aktif dengan
kulit kuaci dan serabut kelapa dengan aktivator NaCl dan ZnCl2 pada variasi konsentrasi
1%, 5% dan 10% selama 1jam. Setelah data diperoleh, data akan diolah secara deskriptif
dan anova untuk melihat adanya perbedaan yang terjadi.
Perlakuan eksperimen yang digunakan ada 13 perlakuan dimana 12 perlakuan untuk
minyak jelantah dengan penambahan karbon aktif dan 1 perlakuan untuk minyak jelantah
tanpa penambahan karbon sebagai kontrol , untuk menentukan jumlah pengulangan
digunakan rumus Gomez (1995), yaitu : t (r-1) ≥ 20 dimana t adalah treatment (perlakuan)
dan r adalah replication (pengulangan).
Jika diketahui t=13 , maka :
13(r-1) ≥ 20
13r– 13 ≥ 20
r ≥ 33/13
r≥ 2,5 atau 3

Dari hasil perhitungan rumus Gomez, didapatkan nilai dengan pengulangan sebanyak
3kali.

15
Dengan Penambahan Karbon Aktif
Tanpa
Kulit Kuaci Serabut Kelapa
penambahan
Sampel r Aktivator NaCl Aktivator ZnCl2 Aktivator NaCl Aktivator ZnCl2 karbon aktif
(∑)
1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l)
∑A1
1 A1a A1b A1c A1d A1e A1f A1g A1h A1i A1j A1k A1l

Minyak
∑A2
Jelantah 2 A2a A2b A2c A2d A2e A2f A2g A2h A2i A2j A2k A2l

(A)
∑A3
3 A3a A3b A3c A3d A3e A3f A3g A3h A3i A3j A3k A3l

9.3. Unit Penelitian


1. Kulit kuaci bunga matahari dan serabut kelapa
2. Sampel : minyak jelantah dengan penambahan karbon aktif dan tanpa penambahan
karbon aktif.

9.4. Lokasi dan Waktu Penelitian


9.4.1. Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih
Bandung.
9.4.2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2017.

16
9.5. Alat dan Bahan
9.5.1. Alat
1. Alat vortex(pengocok)
2. Batang pengaduk
3. Buret 50,00mL
4. Cawan alumunium
5. Cawan porselain
6. Corong
7. Desikator
8. Filler
9. Furnace
10. Gelas Kimia 250 dan 100mL
11. Gelas ukur 100mL
12. Kaca arloji
13. Kertas saring
14. Kertas timbang
15. Kertas Whatman No.40
16. Klem buret
17. Labu Erlenmeyer 250 dan 100mL
18. Labu ukur 100,0mL
19. Lumpang dan alu
20. Neraca analitik
21. Oven
22. Pemanas(destruktor)
23. Pipet seukuran 10,0mL
24. Pipet tetes
25. Pipet ukur 20mL
26. Spatulla
27. Statif
28. Tangkrus

17
9.5.2. Bahan
1. Amilum
2. Aquadm
3. Asam asetat
4. Asam sulfat pekat
5. Etanol 96%
6. Garam dapur (NaCl)
7. ZnCl2
8. Kalium dikromat p.a
9. Kalium iodida p.a
10. Karbon aktif kulit kuaci
11. Kloroform
12. Natriumtiosulfat.pentahidrat(p.a)

9.6. Cara Kerja


9.6.1. Pembuatan Karbon Aktif
1. Proses Dehidrasi
Prinsip:
Dengan pemanasan pada suhu 1050C kadar air pada bahan baku akan
menguap.
Prosedur:
- Dimasukkan ke dalam oven kulit kuaci dan serabut kelapa yang sudah
dicuci dengan air mengalir.
- Oven diatur pada suhu 1050C
- Dipanaskan di dalam oven selama 2jam.
- Setelah itu di angkat dan disimpan di dalam wadah yang bersih dan
kering, serta bertutup rapat.

(SNI 06-3730-1995)

18
2. Proses Karbonisasi
Prinsip:
Pembakaran bahan baku dengan udara yang terbatas dengan
temperatur 3000C – 9000C sampai terbentuk karbon secara menyeluruh.
Prosedur:
- Ditimbang secara analitik kurang lebih 50gram kulit kuaci dan serabut
kelapa yang sudah bersih dan kering ke dalam cawan porselain
menggunakan neraca analitik.
- Dibakar menggunakan gas torch dengan suhu 9000C, pemanasan
dilakukan sampai terbentuk karbon secara merata.
- Didingingkan di dalam desikator selama 15 menit setelah terbentuk
karbon secara sempurna.
- Ditimbang cawan yang mengandung karbon menggunakan neraca
analitik.
- Dicatat hasil dan dihitung nilai rendemen karbon yang terbentuk.
- Kemudian karbon aktif hasil karbonisasi disaring menggunakan
saringan ukuran 100mesh.
Perhitungan:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = × 100
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝑢𝑎𝑐𝑖

(SNI 06-3730-1995)

3. Proses Aktivasi
Prinsip:
Dengan menambahkan suatu aktivator dengan jumlah tertentu, proses
ini akan membuka pori-pori karbon dengan metode aktivasi kimia
menggunakan larutan garam dapur berbagai konsentrasi.
Prosedur:
- Ditimbang 25gram karbon dari kulit kuaci dan serabut kelapa
menggunakan neraca analitik lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia
250mL yang berbeda dan telah diberi label.
- Ditambahkan 100mL larutan NaCl dan ZnCl2 konsentrasi 1%, 5% dan
10% terhadap gelas kimia yang berbeda dan mengandung karbon
dari kulit kuaci serta serabut kelapa.

19
- Didiamkan selama 1jam, dikocok selama 15menit untuk mengaktivasi
karbon.
- Disaring menggunakan kertas Whatman No.40
- Residu(Karbon) dicuci menggunakan air panas(Aquadm) sampai pH 7
- Setelah bersih, karbon dikeringkan di dalam oven selama 1jam 1050C.
Perhitungan:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎𝑠𝑖
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓 = × 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎𝑠𝑖
(SNI 06-3730-1995)

9.6.2. Uji Karbon Aktif


A. Uji Kadar Air pada Karbon Aktif
Prinsip:
Dengan pemanasan pada suhu 1050C kadar air pada bahan baku akan
menguap.
Prosedur:
1. Ditimbang 1gram karbon aktif dari masing-masing variasi karbon
menggunakan neraca analitik ke dalam cawan alumunium yang telah
diberi label dan telah di ketahui beratnya.
2. Dipanaskan di dalam oven pada suhu 1050C selama 1jam.
3. Dimasukkan ke dalam desikator selama 15menit.
4. Ditimbang menggunakan neraca analitik dan hasil dicatat. Lakukan
sampai didapat bobot yang tetap atau tidak lebih dari 0,0002g.
Perhitungan:
𝑎−𝑏
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑎
a = berat karbon aktif mula-mula (g)
b = berat karbon aktif setelah dikeringkan (g)
(SNI 06-3730-1995)

B. Uji Kadar Abu pada Karbon Aktif


Prinsip:
Dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 500-9000C kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran tersebut.

20
Prosedur:
c. Ditimbang 1gram karbon aktif dari masing-masing variasi karbon
menggunakan neraca analitik ke dalam cawan porselain yang telah
diberi label dan telah di ketahui beratnya.
d. Dipanaskan di dalam furnace secara perlahan. Setelah semua karbon
hilang, suhu diperbesar menjadi 8000C selama 2jam.
e. Bila semua karbon telah menjadi abu sempurna, didinginkan di dalam
desikator selama 15menit.
f. Ditimbang menggunakan neraca analitik dan dicatat hasilnya.
Perhitungan:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(SNI 06-3730-1995)

C. Pengujian Daya Karbon Aktif untuk menurunkan Angka Peroksida


dalam Minyak Jelantah
1. Pembuatan Reagen Iodometri untuk Angka Peroksida
- Pembuatan Larutan Natrium Thiosulfat 0,02N 250mL
Ditimbang 0,62gram Natrium thiosulfat pentahidrat ke dalam
gelas kimia 500mL, ditambahkan 0,0025gram natrium karbonat
kemudian dilarutkan dengan 250mL aquadm. (Pergiwati,2011)
- Pembuatan Larutan Kalium Iodida jenuh
KI ditambahkan sedikit demi sedikit terhadap 50mL aquadm
sambil diaduk hingga KI tidak larut lagi. (Pergiwati,2011)
- Pembuatan Larutan Amilum 1% 50mL
Ditimbang 0,5gram amilum ke dalam gelas kimia 100mL,
tambahkan sedikit aquadm hingga amilum terlarutkan kemudian
panaskan hingga menjadi bubur, tambahkan aquadm sampai 50mL.
Lalu panaskan kembali selama 2menit. (Pergiwati,2011)
- Pembuatan campuran pelarut
Dimasukkan 20mL asam asetat, 20mL alkohol 96%dan 55mL
kloroform menggunakan gelas ukur ke dalam erlenmeyer bertutup
asah, homogenkan(Rustiana,2015).

21
2. Penentuan Normalitas Natrium tiosulfat
Prinsip:
Sejumlah tertentu larutan K2Cr2O7 yang telah diketahui
konsentrasinya direaksikan dengan KI berlebih, I2 yang
berlebih(dibebaskan) dititrasi oleh larutan tiosulfat dengan indikator
amilum sampai terjadi titik akhir dari warna biru menjadi tidak berwarna.
Dimana pada TE, ekivalen I2 sebanding dengan ekivalen tiosulfat.
Reaksi:
Cr2O72- + 14H+ + 6I-  2Cr3+ + 7H2O + 3I2
I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-
(Pergiwati,2011)
Prosedur:
- Ditimbang 0,0980gram kalium dikromat secara analitik dimasukkan
ke dalam labu ukur 100mL.
- Dilarutkan dengan aquadm, keringkan lalu tandabataskan .
- Dipipet 10,0mL larutan ke dalam Erlenmeyer 250mL bertutup asah,
tambahkan 1mL KI jenuh dan 10mL H2SO4 4N dengan cepat lalu
tutup dan kocok.
- Dititrasi dengan larutan baku Natrium tiosulfat 0,02N sampai warna
kuning jerami dan tambahkan 1mL amilum kemudian titrasi
diteruskan sampai warna biru tepat hilang.
- Dilakukan titrasi secara duplo dengan selisih tidak lebih dari 0,02mL.
- Dihitung kenormalan larutan Natrium thiosulfat tersebut.

3. Pengujian daya serap karbon aktif terhadap angka peroksida dalam


minyak
Prinsip penentuan angka peroksida:
Bilangan peroksida dalam minyak ditenukan dengan cara
menambahkan KI dalam suasana asam ke dalam minyak, kemudian
dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat menggunakan indikator
amilum, dimana pada titik akhir terjadi perubahan dari warna biru
menjadi tidak berwarna.

22
Reaksi:
R-OOH + 2KI + H2O  R-OH + I2 + KOH
I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6
(Pratiwi,2013)

Prosedur:
- Ditimbang sebanyak 5gram karbon aktif dan dicampurkan dengan
50mL minyak jelantah. Kemudian kocok dengan alat pengocok
selama 15menit.
- Disaring menggunakan kertas saring biasa.
- Ditimbang 5gram filtrat minyak secara analitik langsung ke dalam
erlenmeyer.
- Ditambahkan 30mL campuran pelarut (Alkohol 95%, Asam asetat dan
Kloroform), goyangkan erlenmeyer sampai semua minyak melarut.
- Ditambahkan 1,0mL larutan KI jenuh, biarkan beberapa saat ditempat
gelap sambil sesekali digoyang.
- Ditambahkan 50mL aquadm kemudian dititrasi dengan larutan
Na.thiosulfat 0,02N sampai berwarna kuning jerami, tambahkan 1mL
indikator amilum hingga terjadi warna biru titrasi dilanjutkan kembali
sampai warna biru tepat hilang.
- Dilakukan penetapan blanko dengan aquadm sebagai pengganti
contoh dan dilakukan penetapan angka peroksida tanpa penambahan
karbon aktif, catat hasil pengamatan.
Perhitungan :
(𝑎 − 𝑏)𝑥8𝑥100𝑥𝑁𝑇ℎ𝑖𝑜
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Dimana:
a =Volume titrasi thio untuk sampel (mL)
b = Volume titrasi blanko (mL) 8= BE oksigen(mg/mek)
(Rustiana,2015)

23
4. Perhitungan Efisiensi Karbon Aktif terhadap Penurunan Angka Peroksida

(𝑎 − 𝑏)
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖(𝑞) = × 100%
𝑎

Dimana:
q= efisiensi penurunan
a= konsentrasi peroksida sebelum ditambahkan karbon aktif
(mgO2/100g)
b= konsentrasi peroksida setelah ditambahkan karbon aktif (mgO2/100g)
(SNI 06-3730-1995)

g. Rancangan biaya
Adapun rancangan biaya yang diperlukan ini sebagai berikut :
1. Kuaci Rp. 200.000
2. Reagen penelitian Rp. 950.000
3. Sewa tempat dan alat Rp. 400.000
4. Lain-lain RP. 300.000 +
Jumlah Rp. 1.850.000

h. Jadwal kegiatan

April 2017 Mei 2017 Juni 2017 Indikator


Kegiatan Pencapaian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal Selesai
Seminar proposal Disetujui
Penelitian Dilaksanakan
Penyusunan skripsi Disusun
Analisa data Ok
Sidang skripsi Lulus

24
Daftar Pustaka

Ramdja,F.D.,dkk.(2008). “Pembuatan Karbon Aktif dari Pelepah Kelapa (Coccus


nucifera)”. Jurnal Teknik Kimia. 15,(2).

Santoso,H.R.,dkk.(2014). “Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Kulit Singkong


(Manihot esculenta Crants) Menggunakan Activating Agent KOH”. Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem. 3,(2),279-286.

Utari,W.,dkk.(2013). “Efektivitas Karbon Aktif dalam Menurunkan Kadar Bilangan


Peroksida dan Penjernihan Warna Pada Minyak Goreng Bekas”. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Wijana,S.,dkk.(2005). Mengolah Minyak Goreng Bekas. Penerbit Trubus Agrisarana.


Surabaya. 2,4 dan 5.

Sinaga, S.S.(2010). Pengaruh Penambahan Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L)


Terhadap Bilangan Peroksida, Bilangan Iodin dan Bilangan Asam dari Minyak Goreng Bekas.
Skipsi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.

Winarno, F.G.(2002).Kimia Pangan dan Gizai, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 95,107.

Lokmanto, B.A.(2010).Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng. Jurnal
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
(http://anggibithoilmupangan.blog.com/2010/05/evaluasi-bilangan-peroksida-dan-titik.html) [2
April 2017]

Ketaren, S.(2005). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI-
Press. 174,69,113.

Khairunnisa, R.(2008). Kombinasi Teknik Elektrolisis dan Teknik Adsorpsi Menggunakan


Karbon Aktif Untuk Menurunkan Konsentrasi Senyawa Fenol dalam Air. Skripsi Program Studi
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univertas Indonesia. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.(2003). Syarat Mutu dan Uji Arang Aktif SII
No. 0258-88. Palembang: Balai Perindustrian dan Perdagangan.

Radiansyah,dkk.(2014). “Optimasi Proses Pembuatan Karbon Aktif dari Ampas Bubuk


Kopi Menggunakan Aktivator ZnCl2”. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia.
3,(6),54-58.

Atjung.(1981).Tanaman yang Menghasilkan Minyak, Tepung Gula. Penerbit: Yusaguna.


Jakarta.

Aisyah, S.,dkk.(2010). “Penurunan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas (FFA) Pada
Proses Bleaching Minyak Goreng Bekas Oleh Kacang Polong Buah Kelor (Moringa olifera,
Lamk) Dengan Aktivasi NaCl”. ALCHEMY. 2(1),53-103.

Ketaren.(2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

25
Shofa.(2012). “Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan Aktivasi
Kalium Hidroksida. Fakultas Teknik Kimia Universitas Indonesia Depok.Skripsi.

Burhanuddin.(2001). Forum Pasar Garam Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.

Khopkar, S. M.. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. Penerbit Universitas
Indonesia. Hal. 216-217.

Harjadi, W. (1993). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Rustiana, T. (2015). Modul Kimia Bahan Makanan, STABA, Bandung.

Pergiwati, I. (2010). Bahan Ajar Kompetensi Titrimetri, SMKN 7, Bandung.

Pergiwati, I. (2010). Bahan Ajar Kompetensi Gravimetri, SMKN 7, Bandung.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI-06-3730-1995: Karbon Aktif Teknis. Jakarta
(ID): Badan Standardisasi Nasional.

Prastiwi A.D.(2014). “Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif dari limbah
padat agar dan aplikasinya sebagai adsorben pada limbah cair industri tahu.Fakultas I Perikanan
dan Ilmu Kelautan.IPB.Skipsi.

Turmuzi,M,dkk.(2015). “Pengaruh Temperatur dalam Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit


Salak (Salacca sumatrana) dengan Aktifator Seng Klorida (ZnCl2)” .Fakultas Teknik
Kimia.USU.Skipsi.

Esterlita,M,O,dkk.(2015). “Pengaruh Penambahan Aktivator ZnCl2, KOH dan H3PO4


dalam Pembuatan Karbon Aktif dari Pelepah Aren(Arenga pinnata)”.Fakultas Teknik
Kimia.USU.Skipsi.

Ramadhona, H.R.(2014). “Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kimia Asam Sulfat dan


Natrium Klorida Terhadap Kualitas Karbon Aktif dari Bambu”.Palembang: Teknik Kimia
POLSRI.

Abdullah,A,dkk.(2013). “Adsorpsi Karbon Aktif dari Sabut Kelapa (Cocos nucifera)


Terhadap Penurunan Fenol”. Fakultas Sains dan Teknologi.UIN Alauddin Makassar.Skripsi.

26
Data Uji Pendahuluan

1. Standarisasi larutan Natrium tiosulfat 0,02N


Massa K2Cr2O7 = 0,0984 g
Volume Pipet = 10,0 mL
Volume Labu = 100 mL
Tabel Titrasi
Titrasi Ke I II
Volume Akhir (mL) 9,62 19,60
Volume Awal (mL) 0,00 10,00
Volume Titrasi (mL) 9,62 9,60
Volume Rata-rata (mL) 9,61

Perhitungan:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡
[K2Cr2O7] = 𝐵𝐸 × 𝐿
0,0984 𝑔
= 𝑔
49 × 0,1𝐿
𝑒𝑘

= 0,0201 ek/L (N)

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 × 𝑁 𝑑𝑖𝑘𝑟𝑜𝑚𝑎𝑡


[Na2S2O3] = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
10 𝑚𝐿 ×0,0201 𝑁
= 9,61 𝑚𝐿

= 0,0209 N
2. Penentuan Angka Peroksida dalam Minyak Jelantah
Berat
Angka Peroksida Minyak Volume Titrasi Kadar Peroksida Efisiensi
Tanpa Karbon 5,0452 g 5,52 mL 15,48 mgO2/100g -
Karbon Aktivator 1% 5,0259 g 3,07 mL 7,38 mgO2/100g 52,33%
5% 5,0412 g 2,27 mL 4,71 mgO2/100g 69,57%
10% 5,0950 g 2,40 mL 5,09 mgO2/100g 67,12%

27
Perhitungan :
(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Tanpa Karbon = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
(5,52−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0452 𝑔

= 15,48 mgO2/100g
(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [1%] = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
(3,07−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0259 𝑔

= 7,38 mgO2/100g
(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [5%] = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
(2,27−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0412 𝑔

= 4,71 mgO2/100g
(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [10%] = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
(2,40 −0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0950 𝑔

= 5,09 mgO2/100g
(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (1%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚
(15,48−7,38)
= × 100%
15,48

= 52,33%
(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (5%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚
(15,48−4,71)
= × 100%
15,48

= 69,57%
(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (10%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚
(15,48−5,09)
= × 100%
15,48

= 67,12%

28
Proses Dehidrasi Proses Karbonisasi Setelah karbonisasi

Proses Aktivasi Penyaringan dan pencucian setelah aktivasi

Pengeringan Karbon Aktif Proses Adsorpsi terhadap minyak

29

Anda mungkin juga menyukai