Anda di halaman 1dari 16

Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya

Sabtu, 21 November 2015


Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor

APLIKASI KONSEP POLARISASI CAHAYA UNTUK MENENTUKAN KUALITAS


MINYAK GORENG
*
INDAYATI, KIFLAINI FITRI LESTARI, RODLIYAH ORGIYATMI KARTIKA SENJA ,
TIARA SETIA SATITI
Prodi Pendidikan Fisika,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir.Sutami No. 36A, Surakarta 57126

Abstrak. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan karakteristik minyak
goreng yang baik dan parameter kualitas minyak goreng berdasarkan perubahan sudut
polarisasi cahaya. Berdasarkan dari pembahasan dapat diambil kesimpulan: (1) Minyak
goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan
dan berbentuk cair. Standar mutu minyak goreng berdasarkan sifat fisiknya adalah kadar
air < 0,01 %, kadar kotoran kurang dari 0,01 %, kandungan asam lemak bebas < 0,30 %,
bilangan peroksida < 1 mgO2/g, mempunyai warna, bau, dan rasa yang normal, dan
mempunyai kandungan logam berat serendah mungkin. (2) Polarisasi cahaya adalah
peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang karena peristiwa pemantulan,
pembiasan, pembias ganda, absorbsi selektif, dan hamburan. Polarisasi cahaya dapat
digunakan sebagai parameter kualitas minyak goreng. Untuk menguji kualitas minyak
goreng dengan parameter dapat dilakukan dengan memanaskan minyak goreng sampai
suhunya mencapai 2000C dan diukur menggunakan alat polarimetar. Perlakuaan ini
dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali sehingga didapatkan hasil bahwa semakin
sering minyak dipanaskan maka sudut polarisasi akan semakin meningkat. Hal ini karena
minyak mengalami perubahan fisik maupun kimia yang mempengaruhi sifat optis
minyak. Perubahan sifat optis minyak juga akan mengubah sudut polarisasi minyak.
Kata Kunci : minyak goreng, polarisasi, sudut polarisasi, sifat optis

Abstract – The purpose of this paper is to describe the characteristics of a good cooking
oil and cooking oil quality parameters based on changes in polarization angle of light.
Based on the discussion, it can be concluded: (1) Cooking oil is the oil derived from plant
or animal fat is purified and a liquid. Cooking oil quality standards based on its physical
properties is the water content of <0.01%, impurity content less than 0.01%, free fatty
acid content <0.30%, peroxide value <1 mgO2 / g, has the color, odor, and taste normal,
and has a heavy metal content as low as possible. (2) Polarization of light is incident
toward the field of vibrating wave absorption due to the events of reflection, refraction,
double diffusers, selective absorption and scattering. Polarization of light can be used as
cooking oil quality parameter. To test the quality of cooking oil to the parameters can be
done by heating the oil until the temperature reaches 2000C and measured using a
polarimetar. This perlakuaan is repeated 5 times to obtain the result that the more the oil
is heated, the angle of polarization will increase. This is because the oil physical and
chemical changes that affect the optical properties of the oil. Changes in the optical
properties of the oil also will change the polarization angle of the oil..

Key words: cooking oil, polarization, polarization angle, optical properties

*
email : rodliyahsenja@gmail.com

FL-44
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-45

1. PENDAHULUAN

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-
bahan makanan. Minyak goreng yang banyak beredar dipasaran adalah minyak goreng yang
bersumber dari tanaman yaitu minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.

Parameter kualitas minyak meliputi sifat fisika dan sifat kimia. Sifat fisika meliputi warna, bau,
kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting
point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala
dan titik api ( Ketaren, 2008).

Minimnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan minyak goreng yang baik menyebabkan
masyarakat menggunakannya secara tidak tepat. Seringkali ditemukan penggunaan minyak
goreng yang terlalu lama sehingga menyebabkan terjadinya perubahan warna, bau dan sifat-sifat
fisika maupun kimia lainnya dari minyak goreng itu sendiri. Perubahan sifat fisika dan kimia dari
minyak goreng akibat lamanya penggunaan ini tentu saja berpengaruh terhadap nilai gizi yang
terkandung di dalam minyak goreng itu sendiri, dan secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi sistem kesehatan tubuh kita yang mengkonsumsi minyak goreng tersebut.

Polarisasi cahaya adalah peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang. Jika seberkas
cahaya dilewatkan pada dua buah polarisator maka intensitas cahaya yang ditransmisikan akan
mencapai nilai maksimum bila arah transmisi cahaya dari kedua polarisator tersebut saling
sejajar. Sebaliknya, akan menghasilkan intensitas minimum bila arah transmisi cahaya dari
kedua polarisator saling tegak lurus. Apabila di antara kedua polarisator ini diberikan suatu
medium transparan yang dikenai medan listrik luar maka dimungkinkan arah sudut polarisasi
cahaya yang ditransmisikan oleh polarisator tersebut mengalami perubahan. Jika medium
transparan yang diletakkan di antara ke-dua polarisator mengalami perubahan sifat-sifat fisik,
maka sangat dimungkinkan sifat optisnya juga mengalami perubahan sehingga dapat
mempengaruhi perubahan sudut polarisasi cahayanya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, akan dilakukan pembahasan materi tentang
kualitas minyak goreng yang akan dikaji dengan menggunakan tinjauan polarisasi cahaya. Dalam
makalah seminar fisika ini, pembahasan tentang kualitas minyak tersebut diberi judul “Aplikasi
Konsep Polarisasi Cahaya Untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng “.

2. METODE PENELITIAN

A. Mutu Minyak Goreng


Banyak jenis makanan yang diolah dengan cara di goreng. Oleh karena harus berhati-hati dalam
memilih minyak goreng yang akan digunakan. Saat membeli minyak goreng yang patut
diperhatikan adalah warna minyak goreng haruslah bening dan jernih, komposisi minyak goreng
tidak mengandung lemak yang tinggi terutama jenis minyak jenuh dan terhidrogenerasi
(hydrogenerated oil), tidak mudah beku jika didinginkan pada suhu rendah selama 5 menit.
FL-46 Indayati, dkk

Standar mutu minyak goreng yang baik menurut Ketaren (2008) yaitu memiliki kadar air < 0,01
%, kadar kotoran kurang dari 0,01 %, kandungan asam lemak bebas < 0,30 %, bilangan
peroksida < 1 mgO2/g, mempunyai warna, bau, dan rasa yang normal, dan mempunyai
kandungan logam berat serendah mungkin.
Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki beberapa persyaratan mutu. Adapun
parameter persyaratan mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-2002
Persyaratan
No Jenis Uji Satuan
Mutu I Mutu II
1 Keadaan
1.1 Bau - normal normal
1.2 Rasa - normal normal
1.3 Warna Putih, kuning Putih, kuning
- pucat sampai pucat sampai
kuning kuning
2 Kadar air % b/b mkas 2 maks 0,3
3 Bilangan Asam mg KOH/g maks 0,6 maks 2
4 Asam Linolenat maks 0,1 maks 2
(C18:3) dalam
%
komposisi asam
lemak minyak
5 Cemaran logam :
5.1. Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
5.2. Timah (Sn) maks maks 40,0/250
mg/kg
40,0/250
5.3. Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05
5.4. Tembaga maks 0,1 maks 0,1
mg/kg
(Cu)
6 Cemaran arsen maks 0,1 maks 0,1
mg/kg
(As)
7 Minyak pelikan negatif negatif

B. Faktor-faktor Pemanasan yang Dapat Menyebabkan Kerusakan Miyak Goreng

Faktor pemanasan yang dapat menyebabkan kerusakan minyak adalah sebagai berikut:
a. Lamanya minyak kontak dengan panas

Pada pemanasan terhadap minyak goreng selama 10-12 jam pertama, bilangan iod berkurang
dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya
menurun setelah pemanasan 4 jam kedua berikutnya. Kandungan persenyawaan karbonil
bertambah dalam minyak selama proses pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan
berkurangnya jumlah oksigen.
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-47

b. Suhu
Minyak yang dipanaskan pada suhu > 160⁰ akan mengalami oksidasi dan hidrolisis. Reaksi
oksidasi menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan ketidakjenuhan tinggi. Pada
pemanasan minyak goreng dengan suhu > 160⁰ C, minyak juga mengalami proses hidrolisis,
proses hidrolisis ini akan menghasilkan asam lemak bebas yang mudah teroksidasi, sehingga
minyak menjadi tengik dan membentuk asam lemak trans.

c. Akselerator Oksidasi
Kecepatan aerasi memegang peranan penting dalam menentukan perubahan-
perubahan selama oksidasi thermal. Kecepatan aerasi merupakan kecepatan kontak suatu zat
dengan udara. Dalam proses aerasi ini maka kandungan oksigen dalam zat akan bertambah dan
kandungan jumlah karbon dioksida akan menurun. Nilai kekentalan naik secara proporsional
dengan kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya
kecepatan aerasi. Konsentrasi persenyawaan karbonil akan bertambah dengan penurunan
kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi
sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator (pemercepat) pada proses oksidasi.

C. Parameter Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi


Cahaya

a. Pengertian Polarisasi cahaya


Cahaya memiliki sifat sebagai gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang dapat
merambat tanpa memerlukan medium. Sedangkan berdasarkan arah getarnya, cahaya termasuk
kedalam gelombang transversal. Karena hal tersebut maka cahaya dapat mengalami proses
polarisasi. Gejala polarisasi hanya dapat dialami oleh gelombang transversal saja.

Menurut Alonso dan Finn (1992), polarisasi cahaya adalah peristiwa penyerapan arah bidang
getar gelombang. Tjia (1993) menjelaskan bahwa gejala polarisasi dapat digambarkan dengan
gelombang yang terjadi pada tali yang dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah
dengan celah maka gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali
digetarkan dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak bisa melewati celah
tersebut.

(a) (b)
Gambar 1. Peristiwa Polarisasi (a) Tali Digetarkan Searah dengan Celah (b) Tali
Digetarkan dengan Arah Tegak Lurus Celah (Saripudin, Rustiawan &
Suganda, 2009)
FL-48 Indayati, dkk

Seberkas sinar terdiri atas banyak gelombang yang dipancarkan oleh atom-atom dari sumber
cahaya. Setiap atom menghasilkan gelombang yang memiliki orientasi tertentu dari vektor
medan listrik E. Arah polarisasi dari setiap gelombang didefinisikan sebagai arah medan listrik
yang bervibrasi.

Gambar 2. Sebuah Diagram Skematis dari Gelombang Elektromaknetik (Serway,


2010).

Pada Gambar 2, arah medan listrik terletak disepanjang sumbu y. Namun, gelombang
elektromaknetik dapat memiliki vektor E yang terletak di bidang yz membentuk sudut berapapun
yang memungkinkan dengan sumbu y. Oleh karena itu arah vibrasi dari suatu sumber gelombang
semuanya mungkin, maka resultan gelombang elektromagnetiknya adalah suatu superposisi dari
gelombang-gelombang yang bervibrasi ke arah yang berlainan. Hasilnya adalah sinar cahaya
yang tidak terpolarisasi.

(a) (b)
Gambar 3. Berkas Cahya (a) Representasi dari Seberkas Cahaya yang Tidak
Terpolarisasi. (b) Berkas Cahaya yang Terpolarisasi Secara Linier
(Serway,2010).

Dari Gambar 3 (a) terlihat bahwa arah rambat gelombang tegak lurus bidang kertas. Panah
menunjukkan beberapa arah yang mungkin dari vektor medan listrik untuk setiap gelombang
yang membentuk resultan berkas sinar.
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-49

Sebuah gelombang dikatakan terpolarisasi linier jika resultan medan listriknya bervibrasi kearah
yang sama disetiap waktu pada titik tertentu, seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (b). Bidang
yang dibentuk oleh E dan arah rambatnya disebut bidang polarisasi gelombang.

Sinar alami seperti sinar matahari pada umumnya adalah sinar yang tak terpolarisasi. Cahaya
dapat mengalami gejala polarisasi dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa
pemantulan, pembiasan, pembias ganda, absorbsi selektif, dan hamburan.

b. Macam Polarisasi Cahaya

Ketika seberkas sinar yang tidak terpolarisasi dipantulkan dari sebuah permukaan, maka cahaya
yang dipantulkan mungkin seluruhnya terpolarisasi, setengahnya terpolarisasi, atau tidak
terpolarisasi sama sekali bergantung pada sudutnya.

Gambar 4. Cahaya yang Tidak Terpolarisasi Datang pada Bidang Pantul


(Serway,2010).

Misal sebuah sinar yang tidak terpolarisasi datang pada permukaan, seperti pada gambar 4, setiap
vektor medan listrik masing-masing dapat diuraikan menjadi dua komponen. Komponen pertama
adalah yang sejajar permukaan (ditunjukkan oleh titik) dan komponen kedua adalah yang tegak
lurus dengan komponen pertama dan dengan arah rambatnya (ditunjukkan dengan panah). Pada
keadaan ini komponen sejajarnya memantulkan lebih kuat daripada komponen tegak lurus dan
menghasilkan sinar pantul yang terpolarisasi sebagian dan sinar bias juga terpolarisasi sebagian
(Serway,2010).

Jika sudut θ1 berubah hingga sudut antara sinar pantul dan sinar bias adalah 90⁰, maka sinar
pantul terpolarisasi seluruhnya (medan listrik tegak lurus bidang datar) dan sinar bias akan tetap
terpolarisasi sebagian. Sudut dimana sudut antara sinar pantul dan sinar bias saling tegak lurus
disebut sudut polarisasi yang dinotasikan θp.
FL-50 Indayati, dkk

Gambar 5. Sinar Pantul Terpolarisasi Seluruhnya (Serway,2010).

Hubungan antara sudut polarisasi dan indeks bias medium dapat dijelaskan menggunakan hukum
Snellius. Pada Gambar 5 terlihat bahwa  p  90   2  180 , oleh karena itu  2  90   p .
Dengan menggunkan hukum Snellius tentang pembiasan maka:

n1 sin  p  n2 sin  2

n1 sin  p  n2 sin 90   p 

n1 sin  p  n2 cos  p

n2
tan  p  (2.1)
n1
Persamaan 2.1 diatas dikenal sebagai hukum Brewter. Dimana n1 adalah indeks bias medium
pertama, n2 adalah indeks bias medium kedua, dan θ2 adalah sudut bias (Tipler, 2001).

Polarisasi cahaya adalah fenomena yang sering terjadi dikehidupan sehari-hari. Cahaya matahari
yang dipantulkan dari air, gelas, dan salju mengalami polarisasi sebagian. Jika permukaan
horizontal, maka vektor medan listrik pada sinar pantul akan mempunyai komponen horizontal
yang kuat. Kacamata yang terbuat dari material polarisasi menjadi sangat efektif untuk
mengurangi kilauan cahaya. Sumbu transmisi pada lensa diorientasikan secara vertikal sehingga
dapat menyerap komponen horizontal yang kuat dari cahaya yang dipantulkan.

Suatu sinar cahaya setelah melewati suatu kristal dapat terpecah menjadi dua berkas akibat
adanya dua arah pembiasan sekaligus yang disebut dengan pembias ganda (Soedojo, 1992).
Pembias ganda dapat terjadi pada bahan kalsit (calcite) dan plastik yang ditegangkan seperti
selofen (cellophone). Pada kebanyakan material, laju cahaya adalah sama kesemua arah. Material
seperti ini disebut isotropik. Disebabkan struktur atomnya, bahan birefringence adalah
anisotropik yaitu laju cahaya tidak sama untuk semua arah.
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-51

Saat seberkas cahaya masuk pada material birefringence seperti kalsium karbonat, cahaya yang
tidak terpolarisasi terurai menjadi dua berkas cahaya dengan bidang polarisasi yang melaju
dengan kecepatan yang berbeda. Kedua berkas cahaya dipolarisasikan kearah yang saling tegak
lurus. Kedua berkas tersebut adalah sinar biasa (ordinary ray) dan sinar luar biasa (extraordinari
ray). Ada arah tertentu pada bahan birefringence dimana kedua sinar merambat dengan
kecepatan yang sama. Arah ini disebut dengan sumbu optik (Tipler, 2001). Arah rambat cahaya
pada material birefringence dijelaskan oleh Gambar 6. berikut:

Gambar 6. Cahaya yang Tidak Terpolarisasi Datang Ke Dalam Kristal Kalsium


Karbonat (Tipler,2001).
Sinar biasa (sinar O) dikarakteristikkan oleh suatu indeks bias nO yang sama kesegala arah. Hal
ini berarti jika ada sebuah titik sumber cahaya di dalam kristal maka gelombang biasa akan
menyebar dari sumber cahaya seperti bola-bola. Sedangkan, sinar kedua yaitu sinar luar biasa
(sinar E) yang bergerak dengan kelajuan beragam dan karena itu dikarakteristikkan oleh indeks
bias nE yang berubah sesuai arah rambatnya. Hal ini berarti jika ada sebuah titik sumber cahaya
di dalam kristal maka gelombang luar biasa menyebar dari sumber cahaya dengan berbentuk
elips. Penjelasan dapat dilihat pada Gambar 7. berikut

Gambar 7. Sebuah Sumber Titik S Di Dalam Kristal Pembias Ganda (Serway,2010).

Di arah sumbu optik, sinar biasa dan sinar luar biasa mempunyai kelajuan yang sama, yang
bersesuaian dengan arah yang membuat nO= nE. Beda kelajuan antara sinar tersebut maksimum
FL-52 Indayati, dkk

pada arah tegak lurus sumbu optik. Nilai untuk nO dan nE untuk berbagai kristal pembias ganda
ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Indeks Bias Kristal Pembias Ganda untuk Panjang Gelombang 589,3 nm
(Serway,2010).

Kristal nO nE nO/nE
Kalsium karbonat (CaCO3) 1,658 1,486 1,116
Kuarsa (SiO2) 1,544 1,553 0,994
Natrium nitrat (NaNO3) 1,587 1,336 1,188
Natrium sulfit (NaSO3) 1,565 1,515 1,033
Seng klorida (ZnCl2) 1,713 1,713 0,985
Seng sulfida (ZnS) 2,378 2,378 0,911

Polarisasi akibat absorbsi selektif terjadi jika cahaya melalui zat yang dapat memutar bidang
polarisasi gelombang cahaya. Zat semacam ini disebut zat optis aktif. Pada tahun 1938,
E.H.Land (1909-1991) menemukan sebuah bahan yang disebutnya sebagai polaroid yang
memolarisasikan cahaya dengan cara absorbsi selektif melalui molekul-molekul yang
terorientasi. Bahan tersebut dibuat dalam bentuk bahan lembaran tipis dari rantai hidrokarbon
yang panjang. Lembaran ini diregangkan selama pembuatannya sehingga molekul panjangnya
menjadi lurus. Setelah lembaran dicelupkan ke dalam cairan yang mengandung iodin, maka
molekul-molekul menjadi konduktor listrik yang baik. Kebanyakan konduksi terjadi di sepanjang
rantai-rantai hidrokarbon karena elektron dapat dengan mudah bergerak hanya pada rantai-rantai
tersebut. Saat cahaya masuk dengan vektor medan listriknya sejajar dengan rantai-rantai tersebut,
arus listrik akan mengalir disepanjang rantai, sehingga energi cahaya akan diserap. Jika medan
listrik tegak lurus rantai maka cahaya akan ditransmisikan. Arah tegak lurus rantai-rantai tersebut
disebut dengan sumbu transmisi.

Gambar 8. Sinar Yang Mengalami Polarisasi Absorbsi Selektif (Serway,2010).

Jika seberkas sinar yang tidak terpolarisasi datang pada lembaran polarisasi pertama yang disebut
dengan polarisator dengan sumbu transmisi berorientasi vertikal seperti ditunjukkan Gambar
2.10, maka cahaya yang dihantarkan melalui lembaran ini akan dipolarisasikan secara vertikal.
Lembar polarisasi kedua yang disebut dengan analisator akan memotong berkas tersebut. Sumbu
transmisi analisator dibuat bersudut θ terhadap sumbu transmisi polarisator, sehingga komponen
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-53

E0 yang sejajar sumbu analisator yang diloloskan melewati analisator adalah E0 cos θ. Oleh
karena itu intensitas dari berkas transmisi dapat dijelaskan dengan persamaan berikut

I  I maks cos 2  (2.2)

dimana I adalah jumlah cahaya yang diteruskan pada sudut θ, dan Imaks adalah jumlah maksimum
cahaya yang diteruskan. Hubungan ini didapatkan berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh
Etienne Louis Malus pada tahun 1890, persamaan ini disebut dengan Hukum Malus (Sears,
1975). Dari persamaan 2.2, didapat bahwa intensitas dari berkas yang diteruskan akan
maksimum ketika kedua sumbu transmisinya sejajar (θ=0⁰ atau 180⁰) dan akan nol (diserap
sempurna oleh analisator) ketika kedua sumbu transmisi saling tegak lurus.

Ketika cahaya datang mengenai suatu bahan, maka elektron-elektron dalam bahan akan
menyerap dan meradiasikan kembali sebagian cahaya. Fenomena penyerapan dan radiasi
kembali ini disebut dengan hamburan.

Gambar 9. Hamburan Cahaya Matahari yang Tidak Terpolarisasi Oleh Molekul Udara
(Serway,2010).

Gambar 9. diatas mengambarkan cahaya matahari yang tidak terpolarisasi mengalami polarisasi
ketika dihamburkan. Berkas sinar matahari yang tidak terpolarisasi yang melewati arah
horizontal (sejajar tanah) mengenai sebuah molekul dari salah satu gas yang ada di udara,
sehingga membuat molekul-molekulnya bergerak. Komponen horizontal dari vektor medan
listrik dalam gelombang muncul pada arah horizontal dari vibrasi muatannya, dan komponen
vertikal vektor tersebut muncul pada arah vertikal dari vibrasinya.

Ketika cahaya dengan panjang gelombang λ yang berbeda-beda datang pada molekul gas
berdiameter d, dengan d λ, maka intensitas relatif dari cahaya yang terhambur akan berubah-
ubah menurut 1/λ4. Kondisi d λ terpenuhi untuk hamburan dari molekul oksigen dan nitrogen
di atmosfer, yang diamaternya sekitas 0,2 nm. Oleh karena itu, panjang gelombang yang kecil
(cahaya biru) dihamburkan secara efisien daripada panjang gelombang besar (cahaya merah).
FL-54 Indayati, dkk

Jadi, ketika cahaya matahari dihamburkan oleh molekul gas di udara, maka radiasi berpanjang
gelombang kecil (biru) akan dihamburkan dengan lebih kuat daripada radiasi berpanjang
gelombang besar (merah), inilah alasan mengapa langit berwarna biru.

c. Aktivitas Optik

Banyak aplikasi penting dari cahaya terpolarisasi melibatkan bahan-bahan yang menunjukkan
aktivitas optik. Menurut Soedojo (1992) aktivitas optik adalah gejala pemutaran bidang
polarisasi. Apabila seberkas cahaya terpolarisasi secara linier diteruskan melalui jenis kristal
tertentu dan cairan tertentu, arah getaran cahaya terpolarisasi linier yang keluar tidak sama
dengan arah awal. Fenomena ini disebut dengan pemutaran bidang polarisasi, dan zat yang
memperlihatkan efek ini disebut zat optis aktif. Menurut Nuraniza, Lapanporo, dan Arman
(2013), rotasi optis yang diamati atau diukur dari suatu bahan bergantung pada jumlah senyawa
dalam tabung sampel, panjang jalan atau bahan yang dilalui cahaya, temperatur pengukuran,
panjang gelombang cahaya yang digunakan, kekentalan bahan, dan warna bahan yang ada di
dalam tabung sampel. Semakin naik temperatur dan semakin gelap warna bahan maka sudut
polarisasi akan semakin besar. Perubahan sudut polarisasi juga semakin bertambah seiring
berkurangnya kekentalan atau viskositas bahan. Minyak goreng merupakan salah satu bahan
optis aktif karena mempunyai struktur molekul chiral, yaitu molekul yang mempunyai atom
karbon (C) yang mengikat empat atom yang berbeda (Ketaren,2008).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui kualitas minyak goreng dapat diamati dengan mengamati perubahan sudut
polarisasi cahaya pada minyak goreng dengan memvariasikan jumlah pemanasan yang diberikan.
Dalam pengujian digunakan dua jenis minyak goreng yaitu minyak goreng kelapa sawit dan
minyak goreng kelapa dalam kemasan.

Minyak goreng dari kelapa sawit dan minyak goreng dari kelapa dipanaskan sampai dengan suhu
200⁰C, kemudian didinginkan sampai suhu ruang. Pemanasan pada suhu ini karena pada
umumnya pemanasan minyak goreng saat memasak berkisan pada suhu ini, selain itu pada suhu
tinggi senyawa dalam minyak goreng akan mulai mengalami proses kimia. Setelah dingin, sudut
polarisasi pada minyak goreng diukur menggunakan alat semiautomatic polarymeter, diamati
dan dicatat nilai sudut polarisasi yang tertera pada alat polarimeter. Perlakuan diulangi hingga
lima kali pemanasan pada minyak goreng. Polarimeter merupakan suatu alat yang tersusun atas
polarisator dan analisator. Polarisator adalah polaroid yang dapat mempolarisasikan cahaya,
sedangkan analisator adalah polaroid yang dapat menganalisa cahaya yang telah dipolarisasikan
oleh polarisator. Peristiwa polarisasi merupakan suatu peristiwa penyearahan arah getar suatu
gelombang menjadi sama dengan arah getar polaroid dengan cara menyerap gelombang yang
memiliki arah getar berbeda dan meneruskan gelombang dengan arah yang sama dengan
polaroid. Gambar 10. menunjukkan salah satu jenis polarimeter yang digunakan untuk
menentukan perubahan sudut polarisasi pada minyak goreng.
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-55

Gambar 10. Semiautomatic Polarymeter (Nuraniza, dkk.2013).

Setelah adanya pemanasan secara berulang, didapatkan perubahan sudut polarisasi pada minyak
goreng kelapa sawit seperti pada tabel berikut:

Tabel 3. Perubahan Sudut Polarisasi Minyak Kelapa Sawit


Pemanasan (Kali) Sudut Polarisasi
0 33,38⁰
1 34,39⁰
2 34,98⁰
3 35,05⁰
4 37,08⁰
5 37,51⁰

Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa semakin sering minyak goreng dipanaskan maka sudut
polarisasinya akan semakin besar, hal ini terjadi karena proses pemanasan telah mengubah sifat-
sifat fisik maupun kimia dari minyak goreng itu sendiri. Menurut Ade (2011), minyak setelah
mengalami pemanasan, jarak antar molekulnya akan semakin renggang dan minyak akan
mengalami perubahan tingkat kekentalan, semakain sering minyak dipanaskan maka tingkat
kekentalannya akan semakin menurun. Kekentalan dari minyak goreng ini berpengaruh terhadap
sudut polarisasi minyak goreng tersebut. Akibat pemanasan juga dimungkinkan terbentuknya
molekul-molekul bebas dalam minyak goreng. Terbentuknya molekul bebas ini menurut Sri
(2013) disebabkan karena dalam pemanasan dengan suhu tinggi akan terjadi hidrolisis dan
oksidasi.
FL-56 Indayati, dkk

Gambar 11. Salah Satu Proses Kimia Saat Minyak Dipanaskan

Menurut Nuraniza dkk (2013), dengan adanya perubahan pada sifat optis minyak goreng akan
mempengaruhi sudut polarisasi pada minyak goreng tersebut (Nuraniza, dkk. 2013). Minyak
goreng merupakan salah satu bahan aktif optis karena memiliki molekul chiral atau molekul
yang mempunyai atom karbon yang mengikat empat atom yang berbeda. Adanya pemanasan ini
maka akan terjadai proses kimia yang akan mengubah ikatan karbon (C) pada minyak seperti
pada Gambar 11, selain itu molekul bebas yang terbentuk akibar adanya reaksi hidrolisis dan
oksidasi pada minyak goreng mempunyai ikatan atom karbon yang berbeda dengan ikatan atom
karbon minyak goreng sebelum dipanaskan. Karena ikatan karbon pada minyak berubah berarti
sifat optis minyak mengalami perubahan.

Gambar 12. Sample Minyak Goreng Kelapa Sawit (a) 1 Kali Pemanasan (b) 2 Kali
Pemanasan (c) 3 Kali Pemanasan (d) 4 Kali Pemanasan (e) 5 Kali
Pemanasan
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-57

Pada Gambar 12. terlihat bahwa warna sampel minyak tidak mengalami perubahan, tingkat
kejernihan minyak goreng antara 1 kali pemanasan, 2 kali pemanasan, 3 kali pemanasan, 4 kali
pemanasan, dan 5 kali pemanasan adalah sama. Hal ini terjadi karena minyak hanya dipanaskan
sampai suhu 200⁰C saja, tidak dicampur atau ditambah dengan bahan makanan apapun, sehingga
tidak mengubah warna minyak goreng, akan tetapi setelah melalui pemanasan dengan suhu
tinggi dan dilakukan secara berulang-ulang kualitas minyak goreng dan sifat-sifat fisika maupun
kimia pada minyak goreng akan mengalami perubahan, sehingga mempengaruhi nilai sudut
polarisasi yang diperoleh.

Selain pada minyak kelapa sawit, perubahan sudut polarisasi juga dialami pada minyak kelapa
yang dipanaskan berulang kali. Perubahan Sudut polarisasi pada minyak kelapa yang dipanaskan
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perubahan Sudut Polarisasi Minyak Kelapa


Pemanasan (Kali) Sudut Polarisasi
0 26,83⁰
1 27,14⁰
2 28,54⁰
3 28,88⁰
4 29,12⁰
5 29,55⁰

Pada minyak kelapa juga terjadi perubahan sudut polarisasi setelah minyak dipanaskan. Semakin
sering minyak goreng dipanaskan sudut polarisasinya juga semakin besar. Sama halnya dengan
minyak kelapa sawit, minyak setelah mengalami pemanasan, jarak antar molekulnya akan
semakin renggang dan minyak akan mengalami perubahan tingkat kekentalan, selain itu akibat
pemanasan dimungkinkan terbentuknya molekul-molekul bebas dalam minyak goreng.
Terbentuknya molekul bebas ini disebabkan karena dalam pemanasan dengan suhu tinggi akan
terjadi reaksi kimia dalam minyak diantaranya adalah hidrolisis dan oksidasi. Adanya proses
kimia ini akan mengubah ikatan karbon (C) pada minyak sehingga terbentuk senyawa baru.
Karena ikatan karbon pada minyak berubah berarti sifat optis minyak mengalami perubahan.

Gambar 13. Sample Minyak Goreng Kelapa (a) 1 Kali Pemanasan (b) 2 Kali
Pemanasan (c) 3 Kali Pemanasan (d) 4 Kali Pemanasan (e) 5 Kali
Pemanasan
FL-58 Indayati, dkk

Sama halnya dengan tingkat kejernihan minyak goreng kelapa sawit, tingkat kejernihan sampel
minyak goreng antara satu kali pemanasan sampai lima kali pemanasan tetap sama, karena
minyak hanya mengalami proses pemanasan saja, tidak dicampur atau ditambahakan dengan
bahan makanan apapun, sehingga tidak mengubah warna pada sampel minyak goreng.

Dari hasil perubahan polarisasi cahaya seperti yang dijelaskan diatas, maka kualitas minyak
goreng yang mengalami pemanasan berulang kali akan semakin turun kualitasnya, hal ini
diindikasikan dengan semakin besarnya sudut polarisasi cahaya. Perubahan sudut polarisasi ini
disebabkan karena proses pemanasan telah mengubah sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak
goreng itu sendiri sehingga sifat optis pada minyak goreng akan berubah sehingga sudut
polarisasi pada minyak juga mengalami perubahan.

4. KESIMPULAN
Minyak goreng yang baik yaitu memiliki kadar air < 0,01 %, kadar kotoran kurang dari 0,01 %,
kandungan asam lemak bebas < 0,30 %, bilangan peroksida < 1 mgO2/g, mempunyai warna,
bau, dan rasa yang normal, dan mempunyai kandungan logam berat serendah mungkin. Minyak
goreng yang dipanaskan lebih dari 10 jam, dipanaskan dengan suhu > 160oC, dan kontak dengan
udara menyebabkan penurunan mutu minyak goreng. Pada minyak kelapa sawit sebelum
dipanaskan sudut polarisasi yang dihasilkan 33,38o C. Kemudian dilakukan pemanasan pada
suhu 200o C, pemanasan pertama sudut polarisasi yang dihasilkan 34,39o C, pemanasan kedua
sudut polarisasi yang dihasilkan 34,98o C, pemanasan ketiga sudut polarisasi yang dihasilkan
35,05o C, pemanasan keempat sudut polarisasi yang dihasilkan 37,08o C dan pemanasan kelima
sudut polarisasi yang dihasilkan 37,51o C. Pada minyak kelapa sebelum dipanaskan sudut
polarisasi yang dihasilkan 26,83o C. Kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 200o C,
pemanasan pertama sudut polarisasi yang dihasilkan 27,14o C, pemanasan kedua sudut
polarisasi yang dihasilkan 28,54o C, pemanasan ketiga sudut polarisasi yang dihasilkan 28,88o
C, pemanasan keempat sudut polarisasi yang dihasilkan 29,12o C dan pemanasan kelima sudut
polarisasi yang dihasilkan 29,55o C. Semakin sering minyak goreng dipanaskan maka sudut
polarisasinya akan semakin besar, hal ini terjadi karena proses pemanasan telah mengubah sifat-
sifat fisik maupun kimia dari minyak goreng. Setelah mengalami pemanasan, jarak antar
molekulnya akan semakin renggang dan minyak akan mengalami perubahan tingkat kekentalan,
semakain sering minyak dipanaskan maka tingkat kekentalannya akan semakin menurun.
Kekentalan dari minyak goreng ini berpengaruh terhadap sudut polarisasi minyak goreng
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ade. I.S., K. Sofjan Firdausi, Wahyu. S.B. (2011). Studi Uji Alternatif Kualitas Minyak
Goreng Berdasarkan Perubahan Polarisasi Cahaya Terimbas. Berkala Fisika ISSN : 1410 -
9662 Vol. 14, No. 4, Oktober 2011, hal 135 - 138
2. Alonso dan Finn. (1992). Dasar-Dasar Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.
3. Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press
4. Nuraniza, Lapanporo. B.P., Arman, Y. (2013). Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan
Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter. ISSN:
2337-8204, Vol. I, No.2 (2013), Hal 87-91
Analisis Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng FL-59

5. Saripudin, A., Rustiawan, D., Suganda, A. (2009). Praktis Belajar Fisika 3. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
6. Serway, R. A. & Jewett, J. J. W (alih bahasa Chriswan S). (2010). Fisika untuk Sains dan
Teknik. Jakarta: Salemba Teknik
7. Soedojo, P. (1992). Azas-Azas Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
8. Sri, M., Ari, B., Eko, H., K. Sofjan Firdausi. (2013). Evaluasi Kualitas Beberapa Jenis
Minyak Goreng Kemasan Setelah Dipanaskan Menggunakan Sifat Elektrooptis. Berkala
Fisika ISSN : 1410 – 9662 Vol. 16, No. 3, Juli 2013, hal 63 - 66
9. Tjia, M.O. (1993). Gelombang. ITB Press: Bandung
10. Tipler, P.A. (alih bahasa Dr. Bambang Soegijono). (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik.
Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai