Anda di halaman 1dari 40

DAFTAR ISTILAH

1. Karbon Aktif

Karbon aktif dapat bersumber dari bahan baku yang berasal dari hewan,
tumbuh- tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat
dibuat menjadi karbon aktif yang dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-
senyawa kimia tertentu yang bersifat selektif, tergantung pada besar atau
volume poripori dan luas permukaan.

2. Sintesis Karbon Aktif


Dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbohidrat berupa serat
misalnya kulit kuaci biji bunga matahari yang sudah tidak mengandung kadar
air dengan adanya pemanasan pada suhu tinggi akan menghasilkan suatu
arang yang selanjutnya diaktivasi menggunakan aktivator tertentu.

3. Kulit Kuaci Biji Bunga Matahari


Bagian dari Tanaman Bunga Matahari berupa kulit dari biji Bunga
Matahari(Helianthus annuus) yang merupakan camilan menyehatkan karena
mengandung beberapa senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

4. Aktivator
Bahan yang digunakan untuk mengaktivasi atau membuka pori-pori pada
suatu karbon sehingga menyebabkan luas permukaan pada karbon tersebut
lebih besar serta mampu mengadsorpsi suatu kation, anion dan molekul
organik ataupun anorganik.

5. Garam Dapur(NaCl)
Sejenis mineral yang dapat membuat rasa asin pada makanan, tersedia
secara umum yaitu Natrium Klorida(NaCl) yang dihasilkan dari air laut.

6. Angka Peroksida
Banyaknya mg peroksida (mgO2) dalam 100gram minyak. Bilangan
peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada
minyak atau lemak yang dapat ditentukan dengan metode iodometri.

7. Minyak Jelantah
Limbah minyak yang didapat setelah proses penggorengan yang
mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik karena telah mengalami
proses oksidasi dari minyak murni.

1
I. JUDUL : SINTESIS KARBON AKTIF DARI KULIT KUACI
BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DENGAN AKTIVATOR
GARAM DAPUR (NaCl) UNTUK MENURUNKAN ANGKA PEROKSIDA
DALAM MINYAK JELANTAH

II. LATAR BELAKANG


Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat
digunakan sebagai bahan pangan oleh seluruh masyarakat. Minyak goreng biasanya
digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan atau penambah cita rasa.
Setelah digunakan, minyak goreng akan mengalami perubahan sifat dan
menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik karena terjadinya proses
oksidasi pada minyak selama proses penggorengan. Kerusakan minyak selama
proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak dan bahan
yang digoreng(Wijana,2005).
Pemakaian minyak goreng secara berulang dengan suhu yang tinggi akan
mengakibatkan kerusakan pada minyak seperti warna, bau dan meningkatnya
bilangan peroksida karena adanya proses oksidasi dengan terbentuknya peroksida
dan aldehid(Ketaren, 2005).
Peroksida merupakan suatu oksida logam yang dianggap terbentuk dari
hidrogen peroksida dan di dalam minyak peroksida juga dapat terbentuk karena
adanya ikatan antara asam lemak tidak jenuh dengan oksigen pada ikatan
rangkapnya(Sinaga,2010).
Angka peroksida merupakan banyaknya miliekuivalen peroksida dalam
1000gram minyak dan merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak dan biasa dijadikan sebagai indikator
kerusakan(Lokmanto,2010).
Karena jika jumlah peroksida dalam pangan lebih besar dari 1mgO2/100gram
minyak akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan(Ketaren,2005).
Berhubung banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri maupun rumah
tangga yang tidak terpakai, untuk menangani keterdesakan ekonomi karena harga
minyak goreng yang tergolong cukup mahal. Maka perlu dilakukan upaya untuk
memanfaatkan minyak goreng bekas(jelantah) agar tidak terbuang dan menjadi
pencemar bagi lingkungan. Pemurnian minyak jelantah atau minyak goreng bekas
dapat dilakukan dengan metode adrsorpsi menggunakan karbon aktif, karena karbon
aktif dapat menyerap senyawa-senyawa organik, anorganik, logam, anion, kation
dan molekul dalam bentuk larutan maupun gas.

2
Karbon aktif merupakan suatu adsorben yang mempunyai kapasitas adsorpsi
yang sangat besar terhadap suatu anion, kation dan molekul organik maupun
anorganik dalam bentuk larutan ataupun gas. Karbon aktif dapat disintesis dari
bahan-bahan yang berasal dari hewan, tumbuh- tumbuhan, limbah ataupun mineral
yang mengandung karbon yang dapat dibuat menjadi karbon aktif. Setelah itu
diproses melalui tiga tahap yaitu dehidrasi, karbonisasi dan
aktivasi(Khairunnisa,2008).
Pada penelitian sebelumnya, pengolahan minyak goreng bekas telah banyak
dilakukan yaitu oleh Wulyoadi, dkk., (2004) dengan menggunakan membran. Hasil
yang diperoleh menunjukan bahwa minyak goreng hasil pemurnian mengalami
penurunan angka peroksida, namun belum memenuhi persyaratan SNI. Penelitian
yang sama dilakukan oleh Utari, dkk., (2013) dengan menggunakan karbon aktif
untuk menurunkan angka peroksida dalam minyak. Hasilnya menunjukkan bahwa
penurunan angka peroksida sangat efektif. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan oleh Rasdiansyah, dkk., (2014) sintesis karbon aktif dari ampas bubuk
kopi menggunakan aktivator ZnCl2 dengan variasi konsentrasi aktivator, suhu
karbonisasi dan rasio antara berat karbon aktif dengan aktivator. Hasilnya
menunjukkan bahwa variasi pada pembuatan karbon aktif tersebut sangat
berpengaruh terhadap daya serap iod meskipun tidak begitu signifikan. Oleh karena
itu peneliti melakukan sintesis karbon aktif dari Kulit Kuaci Bunga Matahari
dengan aktivator Garam Dapur(NaCl) agar dapat dilakukan oleh masyarakat yang
awam.
Manfaat dari penelitian ini yaitu selain memanfaatkan kulit kuaci sebagai
bahan untuk pembuatan karbon aktif yang dapat digunakan sebagai adsorben angka
peroksida dalam minyak jelantah juga dapat diaplikasikan langsung oleh
masyarakat.
Kulit kuaci bunga matahari merupakan limbah dari tanaman bunga matahari
yang berupa kulit dari kuaci bunga matahari. Selain dagingnya yang bermanfaat
bagi kesehatan, kulit dari kuaci bunga matahari juga dapat digunakan sebagai
pembuatan karbon aktif melalui tahap dehidrasi menggunakan oven pada suhu
1050C kemudian dilakukan aktivasi dengan larutan garam dapur (NaCl) pada
berbagai konsentrasi dan waktu aktivasi yaitu 1%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10% selama
1jam dan 24jam untuk memperoleh konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi yang
optimum, karena konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi sangat berpengaruh pada
proses pembuatan karbon aktif.
Telah dilakukan uji pendahuluan sintesis karbon aktif dari kulit kuaci bunga
matahari menggunakan konsentrasi aktivator 1%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10% selama

3
1jam dengan hasil sebagai berikut; efisiensi karbon aktif terhadap penurunan angka
peroksida dalam minyak jelantah pada konsentrasi aktivator 1% yaitu 52,33% ,
2,5% yaitu 54,91% , 5% yaitu 69,57% , 7,5% yaitu 63,31% dan 10% yaitu 67,12%.
Untuk mendapatkan hasil yang memenuhi syarat pada penurunan angka
peroksida dalam minyak jelantah menggunakan karbon aktif dari kulit kuaci bunga
matahari perlu dilakukan penelitian optimasi konsentrasi aktivator pada karbon
aktif.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, akan dilakukan penelitian
tentang “Sintesis Karbon Aktif Dari Kulit Kuaci Bunga Matahari (Helianthus
annuus) Dengan Aktivator Garam Dapur(NaCl) Untuk Menurunkan Angka
Peroksida Dalam Minyak Jelantah”

III. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, dapat


dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:
1. Berapakah Efisiensi Penurunan Angka Peroksida dalam minyak menggunakan
Karbon Aktif dari Kulit Kuaci Bunga Matahari
2. Berapakah Konsentrasi Optimum Garam Dapur(NaCl) yang baik digunakan
untuk mengaktivasi Karbon Aktif dari Kulit Kuaci Bunga Matahari
3. Berapakah Waktu Aktivasi Optimun yang baik digunakan untuk mengaktivasi
Karbon Aktif dari Kulit Kuaci Bunga Matahari

IV. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berapakah Efisiensi Penurunan Angka Peroksida dalam


minyak menggunakan Karbon Aktif dari Kulit Kuaci Bunga Matahari
2. Untuk mengetahui berapakah Konsentrasi Optimum Garam Dapur(NaCl)
yang baik digunakan untuk mengaktivasi Karbon Aktif dari Kulit Kuaci
Bunga Matahari

4
3. Untuk mengetahui berapakah Waktu Aktivasi Optimum yang baik digunakan
untuk mengaktivasi Karbon Aktif dari Kulit Kuaci Bunga Matahari

V. MANFAAT PENELITIAN
1. Umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pemanfaatan Kulit Kuaci Bunga Matahari sebagai
Karbon Aktif dengan Aktivator Garam Dapur(NaCl) untuk menurunkan
Angka Peroksida dalam Minyak Jelantah.
2. Khusus
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada teknisi laboratorium bahwa Karbon Aktif dapat disintesis dari
Kulit Kuaci Bunga Matahari dengan Aktivator Garam Dapur(NaCl).
2. Menambah referensi bagi akademis dan sebagai bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya.

VI. HIPOTESIS PENELITIAN


Pada penelitian ini peneliti dapat mengetahui konsentrasi aktivator dan waktu
aktivasi yang optimum terhadap sintesis Karbon Aktif dari Kulit Kuaci Bunga
Matahari untuk menurunkan Angka Peroksida dalam Minyak Jelantah.

VII. TINJAUAN PUSTAKA


7.1. Karbon Aktif
Karbon atau arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-
95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
adanya pemanasan pada suhu tinggi. Karbon aktif biasanya dikatakan sebagai
arang yang diaktivasi menggunakan aktivator tertentu sehingga dapat menyerap

5
berbagai jenis zat di dalam cairan maupun gas. Karbon aktif pun dapat
menjernihkan dan menghilangkan bau busuk (Ramdja, dkk.,2008)

Gambar 7.1 Karbon Aktif


(Nurrochmah,2017)
Karbon aktif merupakan padatan amorf berbentuk heksagonal datar dengan
sebuah atom C pada setiap sudutnya serta mempunyai permukaan yang luas dan
jumlah pori yang sangat banyak sebagai bahan dengan bentuk butiran (granular)
atau serbuk (powder). Kontaminan dalam air terserap karena tarikan dari
permukaan karbon aktif lebih kuat dibandingkan dengan daya kuat yang menahan
di dalam larutan. Senyawa-senyawa yang yang mudah terserap karbon aktif
umumnya memiliki nilai kelarutan yang lebih kecil dari karbon aktif. Kontaminan
dapat masuk ke dalam pori karbon aktif dan terakumulasi didalamnya, apabila
kontaminan terlarut di dalam air dan ukuran pori kontaminan lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran pori karbon aktif (Santoso, dkk.,2014)
Menurut Standar Industri Indonesi (SII No. 0258-88), syarat mutu karbon
aktif adalah sebagai berikut:

6
Proses Pembuatan Karbon Aktif Secara garis besar, ada 3 tahap pembuatan
karbon aktif, yaitu:
1. Proses Dehidrasi
Proses penghilangan air pada bahan baku. Bahan baku dipanaskan sampai
temperatur 170°C.
2. Proses Karbonisasi
Proses pembakaran bahan baku dengan menggunakan udara terbatas dengan
temperatur udara antara 3000C sampai 9000C sesuai dengan kekerasan bahan baku
yang digunakan. Proses ini menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik
yang menyusun struktur bahan membentuk metanol, uap asam asetat, tar, dan
hidrokarbon. Material padat yang tertinggal setelah proses karbonisasi adalah
karbon dalam bentuk arang dengan permukaan spesifik yang sempit.
3. Proses Aktivasi Proses aktivasi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Proses Aktivasi Fisika
Pada proses aktifasi fisika, biasanya karbon dipanaskan didalam furnace
pada temperatur 800900°C. Beberapa bahan baku lebih mudah untuk
diaktifasi jika diklorinasi terlebih dahulu. Selanjutnya dikarbonisasi untuk
menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi dan akhimya diaktifasi dengan
uap.
b. Proses Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia merujuk pada pelibatan bahan-bahan kimia atau
reagen pengaktif. Menurut Kirk and Othmer (1940), bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2,
HNO3, HCl, Ca3(PO4)3, H3PO4, ZnCl2, dan sebagainya. Hessler (1951) dan
Smith (1992) menyatakan bahwa unsur-unsur mineral aktivator masuk
diantara plat heksagon dari kristalit dan memisahkan permukaan yang mula-
mula tertutup. Dengan demikian, saat pemanasan dilakukan, senyawa
kontaminan yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terlepas. Hal ini

7
menyebabkan luas permukaan yang aktif bertambah besar dan meningkatkan
daya serap karbon aktif (Ramdja, dkk.,2008).

7.2. Adsorpsi
7.2.1. Pengertian Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada
permukaan adsorben.

Gambar 7.2.1 Adsorpsi


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/adsorpsi
Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
jerapan secara fisika (fisiosorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi).
Pada proses fisiosorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah
gaya-gaya van der waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang
dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol. Sedangkan
pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentuk-an ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi
fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben
melalui gaya van der waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti
oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi
kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia
(biasanya ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang
memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins, 1999).
Mekanisme proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana

8
molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben
secara kimia dan fisika (Ramdja, dkk.,2008)
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu
film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan
absorpsi, dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk
suatu larutan. Dalam adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben,
dimana adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan
dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorben merupakan suatu media
penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon (Harjadi,1993).
Menurut Webber (1972) adsorpsi dibatasi terutama oleh proses film
diffusion atau pore diffusion, tergantung besarnya pergolakan dalam sistem.
Jika pergolakan yang terjadi relatif kecil maka lapisan film yang
mengelilingi partikel akan tebal sehingga adsorpsi berlangsung lambat.
Apabila dilakukan pengadukan yang cukup maka kecepatan difusi film akan
meningkat (Shofa,2012).
Menurut Reynold (1982) adsorpsi adalah reaksi eksoterm. Maka dari itu
tingkat adsorpsi umumnya meningkat seiring dengan menurunnya suhu.
Waktu kontak merupakan hal yang menentukan dalam proses adsorpsi. Gaya
adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila waktu
kontaknya dengan karbon aktif makin lama. Waktu kontak yang lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang
teradsorpsi berlangsung lebih baik (Shofa,2012).

7.2.2. Faktor yang mempengaruhi adsorpsi


Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah
sebagai berikut:

9
1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang
teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel
dan jumlah dari adsorben.
2. Jenis adsorbat
Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan
adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar)
memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibdaningkan
molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non polar). Peningkatan
berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi.
Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah
diadsorbsi dibandingkan rantai yang lurus.
3. Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan
penyisihan sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.
4. Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin
banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.
5. Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap
adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih
terbuka pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben
sehingga kemampuan penyerapannya menurun.
6. pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi
pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.

10
7.3. Kuaci / biji bunga
Bunga matahari (Helianthus annuus L.) termasuk famili compositae.
Tanaman bunga matahari berasal dari Meksiko dan Peru Amerika Latin. Di
Indonesia, bunga matahari sudah di teliti sejak tahun 1970. Pada mulanya tanaman
bunga matahari dikenal sebagai tanaman hias, kini manfaatnya semakin luas.
Salah satu produk utama bunga matahari adalah biji-bijinya yang diolah sebagai
bahan baku industri makanan berupa kwaci dan penghasil minyak nabati yang
dibutuhkan dalam isdustri minyak (Atjung, 1981)

Gambar 7.3 Kuaci Bunga Matahari


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kuaci

Biji bunga matahari atau yang kita sering sebut sebagai kuaci merupakan
salah satu camilan yang menyehatkan. Ia memiliki teskstur yang lembut dan
sangat kaya akan nutrisi. Selain itu, camilan ini juga banyak kita jumpai dipasar-
pasar tradisional dengan harga yang terjangkau tentunya.
Tanaman ini adalah tanaman asli Amerika Tengah dan saat ini banyak sekali
negara-negara yang menjadi produsen dari tanaman ini seperti negara Rusia, Cina,
Amerika Serikat dan Argentina. Biji bunga matahari memiliki panjang sekitar
6mm sampai 10mm dan memiliki bentuk kerucut dengan permukaan halus. Warna
bagian luarnya hitam mantel dengan biji tunggal yang berwarna abu-abu putih.
Setiap kepala bunga matahari dapat berisi ratusan biji yang mengandung minyak
nabati.

11
Manfaat biji bunga matahari:
1. Anti inflamasi
Banyak mengandung vitamin E yaitu antioksidan yang larut dalam lemak
tubuh untuk menetralkan radikal bebas yang dapat merusak struktur lemak
seperti membran sel, sel-sel otak dan kolesterol dan memiliki efek anti-
inflamasi yang signifikan sehingga mengurangi gejala asma.
2. Mencegah penyakit kardiovaskular
3. Menurunkan kolesterol
4. Dapat menenangkan saraf, otot dan pembuluh darah
Kandungan magnesium dalam biji bunga matahari memiliki peran untuk
mengimbangi kalsium sehingga dapat membantu dalam mengatur saraf dan
otot bekerja normal.
5. Meningkatkan proses detoksifikasi dan pencegah kanker
Kandungan selenium dalam biji bunga matahari merupakan mineral yang
sangat penting bagi kesehatan tubuh untuk menghambat poliferasi sel kanker.
6. Menurunan kadar gula dalam darah
Banyak mengandung senyawa polifenol seperti asam chlorogenic, quinic
dan caffeic yang berfungsi sebagai antioksidan alami yang dapat membantu
menghilangkan molekul oksidan berbahaya dari tubuh, asam klorogenat dapat
membantu menurunkan kadar gula darah dengan membatasi pemecahan
glikogen dalam hati.
7. Bermanfaat untuk perkembangan janin
Mengandung asam folat yang sangat penting untuk sintesis DNA serta
dapat mencegah cacat saraf ada janin.

7.4. Garam Dapur (NaCl)


Secara fisik, garam dapur adalah benda padatan berwarna putih berbentuk
kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar adalah Natrium

12
Chlorida(>80%). Garam mempunyai sifat atau karakteristik higroskopis yang
berarti mudah menyerap air, tingkat kepadatan sebesar 0,8-0,9 dan titik lebur pada
suhu 80,10C (Burhanuddin,2001).
Garam dapur(NaCl) digunakan untuk keperluan masak dan biasanya
diperkaya dengan unsur iodin. Padatan berwarna putih, berasa asin, tidak
higroskopis, tetapi bila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan
higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan
baku pembuatan logam Na dan NaOH, sebagai zat pengawet dan dapat digunakan
juga sebagai aktivator atau pengaktif.

7.5. Angka Peroksida


7.5.1. Pengertian
Peroksida merupakan suatu oksida logam yang dianggap terbentuk dari
hidrogen peroksida dan di dalam minyak peroksida juga dapat terbentuk
karena adanya ikatan antara asam lemak tidak jenuh dengan oksigen pada
ikatan rangkapnya (Ketaren,2005)

Gambar 7.5.1 Hidrogen Peroksida


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Peroksida
Angka peroksida merupakan indeks jumlah miyak atau lemak yang telah
mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi
tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak
jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa
peroksida. (Aisyah, dkk., 2010)
Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah
dengan metoda titrasi iodometri. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya

13
adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada
tahap awal reaksi oksidasi lemak/minyak (Aisyah, dkk.,2010)
Angka peroksida yang tinggi mengindikasikan minyak atau lemak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan berarti
selalu menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida
rendah bisa disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru lebih kecil
dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain
(Ketaren,2005).
Kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain.
Oksidasi minyak atau lemak oleh oksigen terjadi secara spontan dan jika
dibiarkan kontak dengan udara.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa olefin yang menghasilkan radikal bebas. Keberadaan
cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut.
Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal
peroksi yang dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain
sehingga menghasilkan peroksida dan radikal bebas baru. Angka Peroksida
dapat ditentukan dengan metode titrasi Iodometri (Winarno,2002).

7.5.2. Dampak Peroksida


Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan rasa yang
tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari
1mgO2/100g minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang
tidak enak. Kenaikan angka peroksida merupakan indikator bahwa minyak
akan berbau tengik.
Peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam vitamin dalam
bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil
vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah,

14
mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar sedangkan
vitamin E sendiri sangat dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang
ada dalam tubuh.
(Ketaren,2005)

7.6. Minyak Jelantah


Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari
sembilan bahan pokok yang dikomsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.
Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan
pangan, penambah citra rasa, atau pun shortening yang membentuk struktur pada
pembuatan roti (Wijana,2005)
Minyak jelantah merupakan limbah minyak yang didapat setelah proses
penggorengan yang mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik karena
telah mengalami proses oksidasi dari minyak murni. Karena pemakaian minyak
goreng secara berulang dengan suhu panas yang tinggi akan mengalami perubahan
sifat fisikokimia (kerusakan minyak) seperti warna, bau, meningkatnya bilangan
peroksida dan asam lemk bebas(FFA) serta banyaknya kandungan logam
(Santoso,2014)

Gambar 7.6 Minyak Jelantah


Sumber: http://id.wikipedia.org/Jelantah
Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi mempunyai ciri-ciri
yang khas diantaranya, dilihat secara kasat mata minyak goreng tersebut
cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman jika dibandingkan dengan

15
minyak goreng dengan kadar peroksida yang sesuai standar masih berwarna
kuning sampai coklat muda.
Warna gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol (vitamin E).Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi
standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat
minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar peroksidanya
masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak
goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih serta baunya
normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memilki kadar peroksida
melebihi standar baunya terasa tengik, jika dicium tingkat ketengikan minyak
goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida(Wijana,2005).
Tabel SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna dan rasa - Normal
Air % b/b Maks. 0.30

Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) % b/b Maks. 0.30
Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88

Cemaran Logam :
- Besi (Fe) mg/Kg Maks. 1.5
- Tembaga (Cu) mg/Kg Maks. 0.1
- Raksa (Hg) mg/Kg Maks. 0.1
- Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 40.0
- Timah (Sn) mg/Kg Maks. 0.005
- Seng (Zn) mg/Kg Maks. 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks. 0.1
Angka Peroksida % mg O2/g Maks. 1
Catatan *Dalam kemasan kaleng
Sumber: Standar Nasional Indonesi

16
Pemurnian minyak agar diperoleh mutu minyak yang baik, minyak dan
lemak kasar harus dimurnikan dari bahan-bahan atau kotoran yang terdapat di
dalamnya. Oleh karena itu dapat dilakukan teknik pengendapan, netralisasi,
pemucatan dan penghilangan bau menggunakan karbon aktif (Winarno,2002).

7.7. Titrasi Iodometri


Volumetri merupakan suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran
larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti (titran/peniter/larutan baku)
yang direaksikan dengan larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya.
Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan peniter
diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan sampel sampai tercapai titik akhir
(Khopkar,1990).
Titrasi Redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau
oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor.
Prinsip yang digunakan dalam titrasi redoks adalah reaksi reduksi oksidasi atau
dikenal dengan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron sehingga terjadi perubahan bilangan oksidasi
(Pergiwati,2010).
Titrasi iodometri merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan larutan
natrium tiosulfat sebagai larutan standar sekunder(titran) dengan menggunakan
indikator amilum. Titrasi iodometri tak langsung disebut juga titrasi iodometri
sedangkan titrasi iodometri langsung disebut titrasi iodimetri. Banyak oksidator
kuat yang dianalisis dengan menambahkan sejumlah tertentu kalium iodida
berlebih pada suasana asam menghasilkan iodin, iodin yang berlebih dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat. Titik akhir titrasi ditentukan dengan
menggunakan indikator amilum yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir
tercapai (Harjadi,1993).

17
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada analisa dengan metode titrasi :
a. Reaksi berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan reaksi yang
jelas. Dengan demikian semua sampel bereaksi dengan peniter, tidak ada yang
tersisa.
b. Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam perubahan warna
yang terjadi pada titik akhir.
c. Ada indikator yang sesuai.
d. Ada larutan baku.
(Pergiwati,2010)

7.8. Indikator Amilum(Kanji)


Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai
petunjuk telah terjadi titik ekuivalen pada titrasi iodometri. Hal ini disebabkan
warna biru gelap dari kompleks iodin-amilum yang merupakan warna yang
spesifik untuk titrasi iodometri.
I2 + amilum Iod amilum(biru-ungu)
Reaksi ini adalah reaksi bolak balik selama konsentrasi I2 kecil, pada
konsentrasi I2 tinggi kompleks Iod-amilum akan sangat stabil.
(Pergiwati,2010)

7.9. Natrium Tiosulfat


Senyawa natrium tiosulfat mengikat lima molekul air dengan rumus kimia
Na2S2O3.5H2O. Natrium tiosulfat merupakan larutan standar sekunder karena tidak
stabil terhadap oksidasi dari udara, asam dan bakteri. Penambahan boraks atau
natrium karbonat terhadap larutan natrium tiosulfat dilakukan sebagai pengawet.
Iodin akan mengoksidasi ion tiosulfat menjadi ion tetrationat.
2S2O32- + I2  2I- + S4O62-
(Harjadi,1993)

18
7.10. Kalium Iodida
Merupakan garam yang berwarna putih atau kristal kubik atau bubuk kristal
putih, rasa pahit-asin, tidak berbau, mudah diserap diudara lembab, dan mudah
larut dalam air(1:0,75), alkohol (1:12), gliserin (1:2,5) dengan rumus kimia KI.
KI dapat digunakan sebagai pelarut untuk I2 sedangkan pada titrasi iodometri
KI ditambahkan dalam jumlah tertentu sebagai reduktor, dimana I- yang berlebih
dititrasi oleh natrium tiosulfat dengan menggunakan amilum sebagai indikato
(Harjadi,1993).

19
VIII. KERANGKA KONSEP

Pada penelitian sebelumnya Pembuatan karbon aktif dari ampas bubuk kopi dengan
aktivator ZnCl2 untuk diuji daya serap terhadap iod dan karbon aktif untuk menurunkan
angka peroksida serta asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Maka akan dilakukan
sintesis karbon aktif dari kulit kuaci bunga matahari dengan aktivator garam dapur.

Karbon aktif yang disintesis dari kulit kuaci bunga matahari dapat digunakan untuk menurunkan angka
peroksida dalam minyak yang diukur dengan metode titrasi

Referensi Eksperimen
Pembuatan Karbon aktif p.a melalui Pembuatan karbon aktif dari kulit kuaci
tahap dehidrasi, karbonisasi dan aktivasi bunga matahari dilakukan proses
dengan NaOH, HCl, KOH, ZnCl2 dll. pencucian, dehidrasi suhu 1050C 1 jam,
karbonisasi 5000C dan aktivasi dengan
garam dapur

Penurunan Angka Peroksida

Dengan penambahan karbon aktif dari biji bunga Tanpa penambahan


matahari dengan aktivator garam dapur karbon aktif

Variasi konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi

1% 2,5% 5% 7,5% 10%

1jam 24jam 1jam 24jam 1jam 24jam 1jam 24jam 1jam 24jam

Kesimpulan Pengolahan data Hasil

20
IX. METODE PENELITIAN

9.1. Jenis penelitian


Jenis penelitian ini adalah eksperimen yaitu suatu penelitian dengan
melakukan kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
aktivator dan waktu aktivasi optimum pada pembuatan karbon aktif untuk
penurunan angka peroksida dalam minyak jelantah.
9.2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

perbandingan data kelompok hasil pengamatan. Perbandingan tersebut antara

minyak jelantah tanpa penambahan karbon aktif dengan minyak jelantah yang

ditambahkan karbon aktif dengan variasi konsentrasi 1%, 2,5%, 5%, 7,5% dan

25% selama 1jam dan 24jam. Setelah data diperoleh, data akan diolah secara

deskriptif dan anova untuk melihat adanya perbedaan yang terjadi.

Perlakuan eksperimen yang digunakan ada 11 perlakuan dimana 5

perlakuan untuk minyak jelantah dengan penambahan karbon pada variasi

konsentrasi aktivator selama 1 jam, 5 perlakuan untuk minyak jelantah dengan

penambahan karbon pada variasi konsentrasi aktivator selama 24 jam dan 1

perlakuan untuk minyak jelantah tanpa penambahan karbon sebagai kontrol ,

untuk menentukan jumlah pengulangan digunakan rumus Gomez (1995), yaitu :

t (r-1) ≥ 20 dimana t adalah treatment (perlakuan) dan r adalah replication

(pengulangan).

21
Jika diketahui t= 6 , maka :

11(r-1) ≥ 20

11r– 11 ≥ 20

r ≥ 31/11

r≥ 2,8 atau 3

Dari hasil perhitungan rumus Gomez, didapatkan nilai dengan pengulangan


sebanyak 3kali.
Tabel Matrik Penelitian
Penambahan karbon aktif pada konsentrasi Tanpa
Waktu Aktivasi penambahan
Pengulanga aktivator
Sampel 1jam(X) dan karbon aktif
n 5% 10% 15% 20% 25%(e)
24jam(Y) (∑)
(a) (b) (c) (d)
X A1Xa A1Xb A1Xc A1Xd A1Xe ∑A1
1
Y A2Ya A1Yb A1Yc A1Yd A1Ye
Minyak X A1Xa A2Xb A2Xc A2Xd A2Xe ∑A2
Jelantah 2
Y A2Ya A2Yb A2Yc A2Yd A2Ye
(A)
X A3Xa A3Xb A3Xc A3Xd A3Xe ∑A3
3
Y A3Ya A3Yb A3Yc A3Yd A3Ye

9.3. Unit Penelitian


1. Kulit kuaci bunga matahari
2. Sampel : minyak jelantah dengan penambahan karbon aktif dan tanpa
penambahan karbon aktif.

9.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

9.4.1. Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Sekolah Tinggi Analis
Bakti Asih Bandung.

22
9.4.2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2017.
9.5. Alat dan Bahan

9.5.1. Alat
1. Alat vortex(pengocok)
2. Batang pengaduk
15. Kertas Whatman No.40
3. Buret 50,00mL
16. Klem buret
4. Cawan alumunium
17. Labu Erlenmeyer 250 dan
5. Cawan porselain
100mL
6. Corong
18. Labu ukur 100,0mL
7. Desikator
19. Lumpang dan alu
8. Filler
20. Neraca analitik
9. Furnace
21. Oven
10. Gelas Kimia 250 dan
22. Pemanas(destruktor)
100mL
23. Pipet seukuran 10,0mL
11. Gelas ukur 100mL
24. Pipet tetes
12. Kaca arloji
25. Pipet ukur 20mL
13. Kertas saring
26. Spatulla
14. Kertas timbang
27. Statif
28. Tang krus

23
9.5.2. Bahan

1. Amilum 7. Kalium dikromat p.a

2. Aquadm 8. Kalium iodida p.a

3. Asam asetat 9. Karbon aktif kulit kuaci

4. Asam sulfat pekat 10.Kloroform

5. Etanol 96% 11.Natrium tiosulfat pentahidrat p.a

6. Garam dapur (NaCl)

9.6. Cara Kerja

9.6.1. Pembuatan Karbon Aktif

1. Proses Dehidrasi

Prinsip:

Dengan pemanasan pada suhu 1050C kadar air pada bahan baku

akan menguap.

Prosedur:

- Dimasukkan ke dalam oven kuaci yang sudah dicuci dengan air

mengalir.

- Oven diatur pada suhu 1050C

- Dipanaskan di dalam oven selama 2jam.

- Setelah itu di angkat dan disimpan di dalam wadah yang bersih

dan kering, serta bertutup rapat.

24
2. Proses Karbonisasi

Prinsip:

Pembakaran bahan baku dengan udara yang terbatas dengan

temperatur 3000C – 9000C sampai terbentuk karbon secara

menyeluruh.

Prosedur:

- Ditimbang secara analitik kurang lebih 50gram kuaci yang

sudah bersih dan kering ke dalam cawan porselain

menggunakan neraca analitik.

- Dipanaskan diatas pemanas listrik (destruktor) dengan suhu

awal 3000C kemudian perlahan lahan suhu dinaikkan sampai

5000C, pemanasan dilakukan sampai terbentuk karbon secara

merata

- Didingingkan di dalam desikator selama 15 menit setelah

terbentuk karbon secara sempurna.

- Ditimbang cawan yang mengandung karbon menggunakan

neraca analitik.

- Dicatat hasil dan dihitung nilai rendemen karbon yang

terbentuk.

- Kemudian karbon aktif hasil karbonisasi disaring menggunakan

saringan ukuran 100mesh.

25
3. Proses Aktivasi

Prinsip:

Dengan menambahkan suatu aktivator dengan jumlah tertentu,

proses ini akan membuka pori-pori karbon dengan metode aktivasi

kimia menggunakan larutan garam dapur berbagai konsentrasi.

Prosedur:

- Ditimbang 25gram karbon sebanyak 5x menggunakan neraca

analitik lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia 250mL yang

telah diberi label.

- Ditambahkan 100mL larutan garam dapur(NaCl) konsentrasi

5%, 7,5%, 10%, 12,5% dan 15% terhadap 5 gelas kimia yang

mengandung karbon.

- Didiamkan selama 1jam dan 24jam dikocok selama 15menit

untuk mengaktivasi karbon.

- Disaring menggunakan kertas Whatman No.40

- Residu(Karbon) dicuci menggunakan air panas(Aquadm)

sampai tidak terbentuk endapan AgCl dengan AgNO3.

- Setelah bersih, karbon dikeringkan di dalam oven selama 1jam

1050C.

4. Perhitungan Rendemen

Perhitungan:

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = × 100
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝑢𝑎𝑐𝑖

26
9.6.2. Uji Kadar Air pada Karbon Aktif

Prinsip:

Dengan pemanasan pada suhu 1050C kadar air pada bahan baku

akan menguap.

Prosedur:

1. Ditimbang 1gram karbon aktif dari masing-masing variasi

karbon menggunakan neraca analitik ke dalam cawan

alumunium yang telah diberi label dan telah di ketahui beratnya.

2. Dipanaskan di dalam oven pada suhu 1050C selama 1jam.

3. Dimasukkan ke dalam desikator selama 15menit.

4. Ditimbang menggunakan neraca analitik dan hasil dicatat.

Lakukan sampai didapat bobot yang tetap atau tidak lebih dari

0,0002g.

Perhitungan:

𝑎−𝑏
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑎

a = berat karbon aktif mula-mula (g)

b = berat karbon aktif setelah dikeringkan (g)

9.6.3. Uji Kadar Abu pada Karbon Aktif

Prinsip:

Dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu

sekitar 500-9000C kemudian melakukan penimbangan zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.

27
Prosedur:

1. Ditimbang 1gram karbon aktif dari masing-masing variasi

karbon menggunakan neraca analitik ke dalam cawan porselain

yang telah diberi label dan telah di ketahui beratnya.

2. Dipanaskan di dalam furnace secara perlahan. Setelah semua

karbon hilang, suhu diperbesar menjadi 8000C selama 2jam.

3. Bila semua karbon telah menjadi abu sempurna, didinginkan di

dalam desikator selama 15menit.

4. Ditimbang menggunakan neraca analitik dan dicatat hasilnya.

Perhitungan:

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

9.6.4. Pengujian Daya Karbon Aktif untuk menurunkan Angka Peroksida

dalam Minyak Jelantah

1. Pembuatan Reagen Iodometri untuk Angka Peroksida

- Pembuatan Larutan Natrium Thiosulfat 0,02N 250mL

Ditimbang 0,62gram Natrium thiosulfat pentahidrat ke

dalam gelas kimia 500mL, ditambahkan 0,0025gram natrium

karbonat kemudian dilarutkan dengan 250mL aquadm.

- Pembuatan Larutan Kalium Iodida jenuh

KI ditambahkan sedikit demi sedikit terhadap 50mL

aquadm sambil diaduk hingga KI tidak larut lagi.

- Pembuatan Larutan Amilum 1% 50mL

28
Ditimbang 0,5gram amilum ke dalam gelas kimia 100mL,

tambahkan sedikit aquadm hingga amilum terlarutkan kemudian

panaskan hingga menjadi bubur, tambahkan aquadm sampai

50mL. Lalu panaskan kembali selama 2menit.

- Pembuatan campuran pelarut

Dimasukkan 20mL asam asetat, 20mL alkohol 96%dan 55mL

kloroform menggunakan gelas ukur ke dalam erlenmeyer

bertutup asah, homogenkan.

2. Penentuan Normalitas Natrium tiosulfat

Prinsip:

Sejumlah tertentu larutan K2Cr2O7 yang telah diketahui

konsentrasinya direaksikan dengan KI berlebih, I2 yang

berlebih(dibebaskan) dititrasi oleh larutan tiosulfat dengan

indikator amilum sampai terjadi titik akhir dari warna biru menjadi

tidak berwarna. Dimana pada TE, ekivalen I2 sebanding dengan

ekivalen tiosulfat.

Reaksi:

Cr2O72- + 14H+ + 6I-  2Cr3+ + 7H2O + 3I2

I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-

Prosedur:

- Ditimbang 0,0980gram kalium dikromat secara analitik

dimasukkan ke dalam labu ukur 100mL.

- Dilarutkan dengan aquadm, keringkan lalu tandabataskan .

29
- Dipipet 10,0mL larutan ke dalam Erlenmeyer 250mL bertutup

asah, tambahkan 1mL KI jenuh dan 10mL H2SO 4N dengan

cepat lalu tutup dan kocok.

- Dititrasi dengan larutan baku Natrium tiosulfat 0,02N sampai

warna kuning jerami dan tambahkan 1mL amilum kemudian

titrasi diteruskan sampai warna biru tepat hilang.

- dilakukan titrasi secara duplo dengan selisih tidak lebih dari

0,02mL.

- Dihitung kenormalan larutan Natrium thiosulfat tersebut.

3. Pengujian daya serap karbon aktif terhadap angka peroksida dalam

minyak

Prinsip penentuan angka peroksida:

Bilangan peroksida dalam minyak ditenukan dengan cara

menambahkan KI dalam suasana asam ke dalam minyak, kemudian

dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat menggunakan indikator

amilum, dimana pada titik akhir terjadi perubahan dari warna biru

menjadi tidak berwarna.

Reaksi:

R-OOH + 2KI + H2O  R-OH + I2 + KOH

I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6

30
Prosedur:

- Ditimbang sebanyak 5gram karbon aktif dan dicampurkan

dengan 50mL minyak jelantah. Kemudian kocok dengan alat

pengocok selama 15menit.

- Disaring menggunakan kertas saring biasa.

- Ditimbang 5gram filtrat minyak secara analitik langsung ke

dalam erlenmeyer.

- Ditambahkan 30mL campuran pelarut, goyangkan erlenmeyer

sampai semua minyak melarut.

- Ditambahkan 1,0mL larutan KI jenuh, biarkan beberapa saat

ditempat gelap sambil sesekali digoyang.

- Ditambahkan 50mL aquadm kemudian dititrasi dengan larutan

Na.thiosulfat 0,02N sampai berwarna kuning jerami, tambahkan

1mL indikator amilum hingga terjadi warna biru titrasi

dilanjutkan kembali sampai warna biru tepat hilang.

- Dilakukan penetapan blanko dengan aquadm sebagai pengganti

contoh dan dilakukan penetapan angka peroksida tanpa

penambahan karbon aktif, catat hasil pengamatan.

Perhitungan :

(𝑎 − 𝑏)𝑥8𝑥100𝑥𝑁𝑇ℎ𝑖𝑜
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Dimana:

a =Volume titrasi thio untuk sampel (mL)

b = Volume titrasi blanko (mL) 8= BE oksigen(mg/mek)

31
4. Perhitungan Efisiensi Karbon Aktif terhadap Penurunan Angka

Peroksida

(𝑎 − 𝑏)
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖(𝑞) = × 100%
𝑎

Dimana:

q= efisiensi penurunan
a= konsentrasi peroksida sebelum ditambahkan karbon aktif
(mgO2/100g)
b= konsentrasi peroksida setelah ditambahkan karbon aktif
(mgO2/100g)

9.7. Rancangan biaya

Adapun rancangan biaya yang diperlukan ini sebagai berikut :

1. Kuaci Rp. 200.000

2. Reagen penelitian Rp. 950.000

3. Sewa tempat dan alat Rp. 400.000

4. Lain-lain RP. 300.000 +

Jumlah Rp. 1.850.000

32
9.8. Jadwal kegiatan

April 2017 Mei 2017 Juni 2017 Indikator


Kegiatan Pencapaian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal Selesai
Seminar proposal Disetujui
Penelitian Dilaksanakan
Penyusunan skripsi Disusun
Analisa data Ok
Sidang skripsi Lulus

33
Daftar Pustaka

Ramdja,F.D.,dkk.(2008). “Pembuatan Karbon Aktif dari Pelepah Kelapa

(Coccus nucifera)”. Jurnal Teknik Kimia. 15,(2).

Santoso,H.R.,dkk.(2014). “Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari

Kulit Singkong (Manihot esculenta Crants) Menggunakan Activating Agent

KOH”. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 3,(2),279-286.

Utari,W.,dkk.(2013). “Efektivitas Karbon Aktif dalam Menurunkan Kadar

Bilangan Peroksida dan Penjernihan Warna Pada Minyak Goreng Bekas”. Skripsi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Wijana,S.,dkk.(2005). Mengolah Minyak Goreng Bekas. Penerbit Trubus

Agrisarana. Surabaya. 2,4 dan 5.

Sinaga, S.S.(2010). Pengaruh Penambahan Sari Buah Mengkudu (Morinda

citrifolia L) Terhadap Bilangan Peroksida, Bilangan Iodin dan Bilangan Asam

dari Minyak Goreng Bekas. Skipsi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.

Winarno, F.G.(2002).Kimia Pangan dan Gizai, Penerbit PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. 95,107.

Lokmanto, B.A.(2010).Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak

Goreng. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret. Surakarta. (http://anggibithoilmupangan.blog.com/2010/05/evaluasi-

bilangan-peroksida-dan-titik.html) [2 April 2017]

34
Ketaren, S.(2005). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:

Penerbit UI-Press. 174,69,113.

Khairunnisa, R.(2008). Kombinasi Teknik Elektrolisis dan Teknik Adsorpsi

Menggunakan Karbon Aktif Untuk Menurunkan Konsentrasi Senyawa Fenol

dalam Air. Skripsi Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Univertas Indonesia. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.(2003). Syarat Mutu dan Uji

Arang Aktif SII No. 0258-88. Palembang: Balai Perindustrian dan Perdagangan.

Radiansyah,dkk.(2014). “Optimasi Proses Pembuatan Karbon Aktif dari

Ampas Bubuk Kopi Menggunakan Aktivator ZnCl2”. Jurnal Teknologi dan

Industri Pertanian Indonesia. 3,(6),54-58.

Atjung.(1981).Tanaman yang Menghasilkan Minyak, Tepung Gula. Penerbit:

Yusaguna. Jakarta.

Aisyah, S.,dkk.(2010). “Penurunan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas

(FFA) Pada Proses Bleaching Minyak Goreng Bekas Oleh Kacang Polong Buah

Kelor (Moringa olifera, Lamk) Dengan Aktivasi NaCl”. ALCHEMY. 2(1),53-

103.

Ketaren.(2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Penerbit Universitas

Indonesia.

35
Shofa.(2012). “Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan

Aktivasi Kalium Hidroksida. Fakultas Teknik Kimia Universitas Indonesia

Depok.Skripsi.

Burhanuddin.(2001). Forum Pasar Garam Indonesia. Badan Riset Kelautan

dan Perikanan. Jakarta.

Khopkar, S. M.. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. Penerbit

Universitas Indonesia. Hal. 216-217.

Harjadi, W. (1993). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. Penerbit Gramedia

Pustaka Utama.

Rustiana, T. (2015). Modul Kimia Bahan Makanan, STABA, Bandung.

Pergiwati, I. (2010). Bahan Ajar Kompetensi Titrimetri, SMKN 7, Bandung.

Pergiwati, I. (2010). Bahan Ajar Kompetensi Gravimetri, SMKN 7, Bandung.

36
Data Uji Pendahuluan

1. Standarisasi larutan Natrium tiosulfat 0,02N


Massa K2Cr2O7 = 0,0984 g
Volume Pipet = 10,0 mL
Volume Labu = 100 mL
Tabel Titrasi
Titrasi Ke I II
Volume Akhir (mL) 9,62 19,60
Volume Awal (mL) 0,00 10,00
Volume Titrasi (mL) 9,62 9,60
Volume Rata-rata (mL) 9,61

Perhitungan:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡
[K2Cr2O7] = 𝐵𝐸 × 𝐿
0,0984 𝑔
= 𝑔
49 × 0,1𝐿
𝑒𝑘
= 0,0201 ek/L (N)

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 × 𝑁 𝑑𝑖𝑘𝑟𝑜𝑚𝑎𝑡


[Na2S2O3] = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
10 𝑚𝐿 ×0,0201 𝑁
=
9,61 𝑚𝐿
= 0,0209 N

2. Penentuan Angka Peroksida dalam Minyak Jelantah

Angka Peroksida Berat Minyak Volume Titrasi Kadar Peroksida Efisiensi

Tanpa Karbon 5,0452 g 5,52 mL 15,48 mgO2/100g -

Karbon Aktivator 1% 5,0259 g 3,07 mL 7,38 mgO2/100g 52,33%

2,5% 5,0311 g 2,95 mL 6,98 mgO2/100g 54,91%

5% 5,0412 g 2,27 mL 4,71 mgO2/100g 69,57%

7,5% 5,0021 g 2,55 mL 5,68 mgO2/100g 63,31%

10% 5,0950 g 2,40 mL 5,09 mgO2/100g 67,12%

37
Perhitungan :

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Tanpa Karbon = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

(5,52−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0452 𝑔

= 15,48 mgO2/100g

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [1%] =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

(3,07−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0259 𝑔

= 7,38 mgO2/100g

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [2,5%]= 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

(2,95 −0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0311 𝑔

= 6,98 mgO2/100g

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [5%] = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

(2,27−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0412 𝑔

= 4,71 mgO2/100g

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [7,5%]= 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

(2,55−0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0021 𝑔

= 5,68 mgO2/100g

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)×8×𝑁𝑡𝑖𝑜×100
% Peroksida Karbon [10%] = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

(2,40 −0,85)×8×0,0209𝑁×100
= 5,0950 𝑔

= 5,09 mgO2/100g

38
(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (1%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚

(15,48−7,38)
= × 100%
15,48

= 52,33%

(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (2,5%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚

(15,48−6,98)
= × 100%
15,48

= 54,91%

(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (5%) = 𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚
× 100%

(15,48−4,71)
= × 100%
15,48

= 69,57%

(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (7,5%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚

(15,48−5,68)
= × 100%
15,48

= 63,31%

(𝐶 𝑠𝑏𝑙𝑚+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)−(𝐶 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛)
Efisiensi Karbon Aktif (10%) = × 100%
𝐶 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚

(15,48−5,09)
= × 100%
15,48

= 67,12%

39
Proses Dehidrasi Proses Karbonisasi Setelah karbonisasi

Proses Aktivasi Penyaringan dan pencucian setelah aktivasi

Pengeringan Karbon Aktif Proses Adsorpsi terhadap minyak

40

Anda mungkin juga menyukai