Anda di halaman 1dari 27

PENGERTIAN FIQIH, USHUL FIQIH, SYARI’AH SERTA KAIDAH-

KAIDAHNYA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Fiqih

Dosen : H. Wawan S. Abdilah, M.Ag

Disusun oleh : Kelompok 1

Kelas : E

1. Nurul Hilal
2. Nurul Widiastuti
3. Rachil Mar Atun Sholihah

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG 2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami ucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 8 September 2017

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………………………………………. 2

Pendahuluan…………………………………………………………………………………………………….. 4

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………………………………….. 4


1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………………. 4

Fiqih…………………………………………………………………………………………………………………. 5

Pengertian Fiqih……………………………………………………………………………………………….. 5

Ruang lingkup Fiqih………………………………………………………………………………………….. 8

Sumber Fiqih……………………………………………………………………………………………………. 9

Ushul Fiqih………………………………………………………………………………………………………. 11

Pengertian Ushul Fiqih…………………………………………………………………………………….. 11

Objek Pembahasan Ushul Fiqih……………………………………………………………………….. 12

Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih……………………………………………………………………… 13

Tujuan dan fungsi Ushul Fiqih………………………………………………………………………….. 13

Sumber pengambilan Ushul Fiqih…………………………………………………………………….. 14

Syariah…………………………………………………………………………………………………………….. 15

Pengertian Syariah…………………………………………………………………………………………… 15

Perbedaan syariah dan Fiqih……………………………………………………………………………. 20

Kaidah-kaidah nya……………………………………………………………………………………………. 21

Penutup…………………………………………………………………………………………………………… 26

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ajaran agama islam terdapat peraturan-peraturan dan tata cara


beribadah yang terangkum dalam suatu kaidah yang dinamakan fiqih. Oleh sebab itu
penting bagi setiap pribadi muslim untuk mempelajari kaidah tersebut. Fiqih
merupakan hal-hal yang dilakukan oleh setiap manusia dan merupakan hal-hal yang
memang berhubungan dengan perilaku sehari-hari. Oleh karna itu islam
mengajarkan tata cara yang lebih baik lagi dan sesuai dengan yang nabi Muhammad
SAW lakukan.

Maka dari itu setiap manusia terutama umat islam perlu dan paham
seberapa pentingnya fiqih dalam keseharian. Terlebih banyak unsur-unsur yang
terlihat sepele tetapi masalah itu merupakan masalah yang besar bagi ilmu fiqih.
Maka dari itu dibuatnya makalah ini bertujuan untuk memberi tahu seberapa
pentingnya ilmu fiqih dan bagian-bagiannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Syariah?
2. Apa pengertian Fiqih?
3. Apa pengertian Ushul Fiqih?

1.3 Tujuan
1. Memahami tentang fiqih
2. Memahami tentang ushul fiqih
3. Memahami tentang syariah
4. Memahami tentang kaidah-kaidah nya.

FIQIH

4
 PENGERTIAN FIQIH

Fiqih yaitu aturan-aturan syariat yang telah disusun secara sistematis, fiqih juga
sebagai kodifikasi hukum islam yang bersumber dari Al-Quran dan hadis Nabi
Muhammad SAW, hubungan manusia dengan manusia lainnya serta hubungan manusia
dengan lingkungannya.

Definisi fiqih menurut Abu Hanifah, fiqih adalah pengetahuan seseorang tentang
hak dan kewajiban.

Fiqih merupakan ilmu pengetahuan yang membahas masalah hukum syara’


secara parsial mengenai perbuatan manusia mukallaf lengkap dengan penerapan dalil-
dalil hukumnya secara terperinci, seperti penetapan halal dan haram, wajib dan sunnah,
dan sah-fasid nya suatu perbuatan manusia. Fiqih menjadikan perbuatan manusia
mukallaf terkait dengan penetapan hukum syara’ sebagai obyek pembahasan. Target
akhir yang ingin dicapai fiqih adalah mengetahui secara konkrit dan jelas hukum setiap
perbuatan manusia dilihat dari sisi perintah dan larangan syariat demi mencapai
kesejahteraan hidup dunia-akhirat.

Dalam terminologi Al-Quran dan sunnah, fiqih adalah pengetahuan yang luas dan
mendalam mengenai perintah-perintah dan realitas islam, serta tidak memiliki relevansi
khusus dengan bagian ilmu tertentu. Akan tetapi, dalam terminologi ulama, istilah fiqih
secara khusus diterapkan pada pemahaman yang mendalam atas hukum-hukum islam.

Jika yang dimaksudkan adalah fiqih ibadah, makna sederhana nya adalah
pemahaman terhadap segala sesuatu hal yang berkaitan dengan peribadahan manusia
kepada Allah, yaitu antara makhluk yang tercipta kepada sang pencipta nya.

Dalam hadist yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim terdapat
lafaz fiqih yang maskudnya cerdas atau paham dalam masalah agama.

5
Artinya :

Barang siapa yang di kehendaki Allah kebaikan, Allah menjadikannya mengerti


atau paham tentang agama-Nya.

Hadis itu memperkuat makna lafdhi dari fiqih, yaitu pemahaman. Dengan
demikian, fiqih lebih dari sekedar mengerti karena pemahaman bersifat lebih mendalam
dari pada mengerti. Tidak setiap orang yang telah mengerti berarti memahami secara
mendalam, sedangkan yang telah memahami secara mendalam akan mengerti
persoalan yang di maksudkan. Misalnya, dikatakan bahwa tayamum merupakan
pengganti berwudu karena tidak ada air atau sedang sakit kulit yang tidak diperbolehkan
terbasuh air. Semua orang dapat mengerti makna tayamum, yaitu pengganti wudu.
Akan tetapi jika semua orang mengetahui semua rukun dan syarat-syarat bertayamum
sekaligus tata cara melaksanakannya, orang tersebut telah benar-benar paham,
sehingga pemahaman yang dimiliki nya mampu menjelaskan kepada orang lain dan
memberikan contoh agar orang mudah untuk mepraktikan nya. Oleh karena itu, orang
yang memahami hukum islam secara mendalam disebut dengan fuqaha.

Arti fiqih adalah mengetahui, memahami, dan menanggapi sesuatu dengan


sempurna. Penggunaan istilah fiqih pada awalnya mencangkup hukum-hukum agama
secara keseluruhan, yaitu berhubungan dengan aqidah dan hukum-hukum amaliyah.
Fiqih menggambarkan tabiat yang hakiki dari pemikiran islam karena dalam berbagai
bidang kehidupan, fiqih bergantung pada dan berdasarkan atas Al-Quran dan As-
Sunnah. Seorang ulama mengatakan, “jika orang muslim tidak mengenal fiqih sama
dengan tidak mencium aroma islam sebab islam sangat dekat hubungan nya dengan
fiqih bahkan ‘bisa jadi’ islam sosial adalah fiqih. “

Makna fiqih identik dengan hukum islam atau syariat islam. Fiqih adalah koleksi
daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Fiqih merupakan syariah amaliyah. Oleh karena itu, semua yang

6
berhubungan dengan fiqih bersifat praktis. Pedoman ini mengacu pada hasil
pemahaman ulama atau fuqaha yang di gali melalui metode ijtihad tertentu.

Jika didentikkan dengan hukum, fiqih adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi


peraturan hidup suatu masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat,
dan memaksa. Hukum diartikan sebagai menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain,
yaitu menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus dikerjakan, dan tidak boleh
dikerjakan berikut berbagai akibat/sanksi hukum di dalamnya. Dalam ilmu ushul fiqih,
hukum merupakan al-isbath atau ketetapan yang mengatur tata cara perbuatan
manusia yang sudah dewasa (mukallaf). Tuntutan dan ketetapan yang dimaksudkan
mengatur perilaku manusia untuk meninggalkan atau mengerjakan perbuatan tertentu.

Gambaran tentang fiqih yang artinya paham dan ilmu fiqih sebagai ilmu yang
digunakan untuk memahami dalil-dalil yang berkaitan dengan syariah amaliah dan
disusun secara sistematis untuk dijadikan patokan melaksanakan ajaran islam, telah di
kemukakan secara terperinci. Demikian pula ijtihad dan para mujtahid yang
pemahamannya melahirkan perbedaan pendapat. Seluruhnya merupakan bagian dari
fungsi fiqih yang secara substantive bahwa fiqih identik denan ijtihad, dan ijtihad identik
dengan perbedaan pendapat.

Keberadaan syariat sebagai hukum dalam ajaran islam tidak dapat dilepaskan dari
akidah islam. Syariat berisi sekumpulan aturan hukum yang merupakan implementasi
kandungan isi Al-Quran dan hadis. Dalam syariat islam terdapat beberapa hukum yang
mengatur perbuatan manusia. Hukum tersebut dikenal sebagai berikut :

1. Wajib, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala


dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa;
2. Sunnah, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala
dan tidak berdosa bila ditinggalkan;
3. Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan dan apabila
dikerjakan atau ditinggalkan tidak akan mendapat pahala atau dosa;
4. Makruh, yaitu perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala,
tetapi tidak berdosa jika dikerjakan;
5. Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan dosa dan
apabila ditinggalkan akan mendapat pahala.

7
Secara bahasa fiqih berarti paham. Fiqih adalah sebuah pemahaman yang
mengerahkan seluruh potensi akal. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, dalam Al-
Qur’an surat Hud (11) ayat 91.

َ َ‫ك لَ َر َج ْم ٰن‬
ۖ‫ك‬ َ ُ‫ض ِعيفًا ۖ َولَ ْواَل َر ْهط‬ ۟ ُ‫قَال‬
َ ‫وا ٰيَ ُش َعيْبُ َما نَ ْفقَهُ َكثِيرًا ِّم َّما تَقُو ُل َوِإنَّا لَنَ َر ٰى‬
َ ‫ك فِينَا‬
َ ‫َو َمٓا َأ‬
ٍ ‫نت َعلَ ْينَا بِ َع ِز‬
‫يز‬

Mereka berkata : “ Hai Syuaib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu
katakana itu, dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di
antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentu lah kami telah merajam kamu,
sedang kamu pun bukan lah seorang yang berwibawa di sisi kami “. ( Hud 11:91 )

 RUANG LINGKUP FIQIH

Sebagai suatu ilmu, Fiqih membahas segala perbuatan orang dewasa yang
wajib menjalankan syariat ( mukallaf ). Perbuatan tersebut mencakup hubungan
antara manusai dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia
dengan masyarakat sekitar. Fiqih mencakup urusan dunia hingga akhirat.
Termasuk urusan agama itu sendiri, bahkan urusan Negara serta peta kehidupan
manusia di dunia dan akhirat kelak.
Hal tersebut menunjukan bahwa syariat islam mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia sehingga seorang muslim dapat menjalankan ajaran islam
secara utuh. Maka, demi terciptanya tujuan tersebut, hukum-hukum fiqih sangat
erat kaitannya dengan segala aktivitas seorang mukallaf, yaitu manusia dewasa
yang telah wajib melaksanakan ibadah, baik melalui ucapan, tindakan, akad dan
transaksi apapun.

8
Secara garis besar, Fiqih di kategorikan menjadi dua, yaitu hukum ibadah
dan hukum muamalah. Hukum ibadah meliputi, tata cara bersuci, solat, saum,
haji, zakat, nazar, sumpah, dan segala aktivitas yang menyangkut hubungan
antara seorang hamba dnegan Tuhannya. Adapun hukum muamalah meliputi
tata cara melakukan akad, transaksi, hukum pidana, hukum perdata, dan segala
aktivitas yang mneyangkut hubungan antara manusia dengan masyarakat luas.

 BERSUMBER DARI ALLAH SWT

ilmu fiqih adalah hukum islam, yang terkenal dengan sumber pengambilan hukum
nya yang tidak di miliki oleh disiplin ilmu hukum lain di muka bumi. Ia bersumber dari
Allah SWT. Sang pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta. Petunjuk dan hukum-
hukum Allah SWT. Itulah yang secara nyata tertuang dalam kitab suci islam, yaitu Al-
Quran Al karim dan sunnah-sunnah utusannya yang terakhir, yaitu Muhammad Ibnu
Abdullah SAW. Yang juga dalam pernyataan Al-Quran dinamakan dengan wahyu Allah
SWT.

Dengan sumber hukum yang berasal dari wahyu Allah SWT., ilmu fiqih dan hukum-
hukum yang di produksinya adalah hukum yang terhormat dan mulia di hadapan pihak
yang pro dan kontra.

Fiqih merupakan ilmu tentang hukum syariat, yang berkaitan dengan perbuatan
manusia, baik dalam bentuk ibadah maupun muamalah. Atas dasar itu, hukum akidah
dan akhlak tidak termasuk fiqih, karena fiqih adalah hukum syariat yang bersifat praktis
yang diperoleh dari proses istidlal atau istinbath dari sumber-sumber hukum yang
benar. Fiqih diperoleh melalui dalil yang tafsili, yaitu dari Al-Quran, Sunnah Nabi, qiyas,
ijma’ melalui proses istidlal, istinbath, atau nazhar.

Secara garis besar, fiqih di kategorikan menjadi dua yaitu hukum ibadah dan hukum
muamalah. Hukum ibadah meliputi tata cara bersuci, shalat, shaum, haji, zakat, nazar,
sumpah dan segala aktivitas yang menyangkut hubungan antara seorang hamba dengan
Tuhannya. Adapun hukum muamalah meliputi tata cara melakukan akad, transaksi ,
hukum pidana, hukum perdata, dan segala aktivitas yang menyangkut hubungan antara
manusia dengan masyarakat luas.

9
Tindakan seorang mukallaf memiliki nilai hukum sebagaimana telah dijelaskan tadi,
yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Semua hukum tersebut dinamakan
hukum taklif yang bersifat perintah, anjuran atau larangan bagi setiap mukallaf. Namun
bisa juga perbuatan manusia dinilai berdasarkan nilai yang sah, batal, atau rusak yang
dikenal dengan hukum wadhi. Hukum wadhi memiliki arti bahwa segala sesuatu
merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi ada nya suatu hukum.

 USHUL FIQIH

10
A. PENGERTIAN USHUL FIQIH

Ushul fiqih dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata
ushul dan kata fiqih; dan dapat pula sebagai nama satu bidang ilmu dan ilmu-ilmu
syariah. Dilihat dari tata bahasa arab, rangkaian kata ushul dan fiqih tersebut
dinamakan dengan tarkib idhafi, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu
memberikan pengertian ushul bagi fiqih.
Menurut terminologi, ushul dapat berarti dalil, kaidah kulliyah. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa ushul fiqih sebagai rangkaian dari dua buah
kata, ushul dan fiqih berarti dalil-dalil dan aturan atau ketentuan-ketentuan
umum bagi fiqih.
Sebagaimana ilmu-ilmu keagamaan lain dalam islam, ilmu ushul fiqih
tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah.
Dengan kata lain, ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benih
nya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi
bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhis sudah ada pada
zaman Rasulullah dan para sahabat.
Kasus yang umum dikemukakan mengenai ijtihad adalah penggunaan
ijtihad. Sebagai konsekuensi dari ijtihad ini adalah qiyas, karena penerapan ijtihad
dalam pesoalan-persoalan yang bersifat juz’ iyah harus dengan qiyas. Contoh
qiyas yang dapat dikemukakan adalah ucapan ali dan Abd.Arrahman Ibnu Auf
mengenai hukuman peminum khamar yang berbunyi :

“ bila seseorang meminum khamar, ia akan mengigau. Bila mengigau, ia akan menuduh
orang berbuat zina, sedangkan had (hukuman) bagi orang yang menuduh itu 80 dera.”

Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahawa ilmu ushul fiqih adalah ilmu
yang menjelaskan cara-cara yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam
mengambil hukum dari dalil-dalilnya yang berupa nash-nash syarak dan dalil-dalil
yang didasarkan kepadanya, dengan memberikan alasan-alasan yang dijadikan
dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan oleh syarak.
Ushul fiqih menunjuk kepada suatu ilmu tentang kaidah-kaidah dan
analisis-analisis mengenai metode yang harus ditempuh oleh ahli hukum islam
dalam mengeluarkan hukum dari dalil-dalil nya serta menertibkan dalil dalil dan
menilai kekuatan dalil tersebut. Contoh, shalat lima waktu hukumnya wajib

11
menurut ahli fiqih dengan alasannya ayat Al-Quran dalam surat Al-Isra’ (17) ayat
78 :

‫ق اللَّي ِْل َوقُرْ آنَ ْالفَجْ ِر ِإ َّن قُرْ آنَ ْالفَجْ ِر َكانَ َم ْشهُو ًد‬ َّ ‫َأقِ ِم ال‬
ِ ‫صالَةَ لِ ُدلُو‬
ِ ‫ك ال َّش ْم‬
ِ ‫س ِإلَى َغ َس‬

Artinya : dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam, dan
dirikanlah shalat shubuh, sesungguhnya shalat shubuh itu disaksikan oleh malaikat.

Dengan demikian, Ushul Fiqih adalah ilmu pengetahuan yang objeknya dalil
hukum atau sumber hukum dengan semua seluk beluknya, dan metode penggaliannya.
Metode tersebut harus ditempuh oleh ahli hukum islam dalam mengeluarka hukum dari
dalil-dalilnya. Seluk-beluk tersebut antara lain menertibkan dalil-dalil dan menilai
kekuatan dalil-dalil tersebut.

Pada masa kini istinbath hukum yang lebih relevan adalah istinbath dengan
maskud syariah (ruh hukum), bahkan cenderung menggunakan kaidah fiqiyah seperti
yang dilakukan oleh para perumus kompilasi hukum islam di Indonesia. Dalam
merumuskannya, tampaknya mereka mengacu kepada kaidah-kaidah fiqiyah yang
dijadikan suatu kerangka teori.

B. OBJEK PEMBAHASAN USHUL FIQIH

1. Pembahasan tentang sumber hukum islam dan dalil yang di gunakan dalam
menggali hukum syarak. Sumber dan dalil hukum yang dimaksud di sini, baik yang
disepakati oleh para ulama seperti Al-Quran, as-sunnah ijmak dan qiyas, maupun
yang diperbedakan oleh para ulama, seperti istihsan, mashlahah mursalah, uruf,
istishab, dan sebagainya.
2. Pembahasan tentang hukum syarak, yang meliputi tentang pengertian hukum,
macam-macam hukum, syarat- syarat dan macam-macam nya baik yang bersifat
tuntutan untuk berbuat, tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan dan
memilih antara berbuat atau tidak, maupun berupa ketentuan yang berkaitan
dengan sabab, syarat, mani’, sah, tidak sah, azimah dan rukhsah.

12
3. Pembahasan tentang ijtihad, pengertian ijtihad, macam-macam nya, syarat-
syarat orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang yang
melakukan ijtihad (mujtahid), dan hukum melakukan ijtihad.
4. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan sebagai cara untuk meng-
istinbath-kan hukum syarak dari dalil-dalil nya.
5. Pembahasan tentang dalil yang secara zahir dianggap bertentangan, mencarikan
solusinya dengan cara mengkompromikannya, menguatkan salah satu dalil yang
bertentangan, dan mengugurkan dalil yang bertentangan tersebut.

C. PERBEDAAN USHUL FIQIH DAN FIQIH


Ushul fiqih memandang memandang dalil dari sisi cara penunjukan atas suatu
ketentuan hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukannya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalil sebagai pohon yang dapat
melahirkan buah, sedangkan fiqih sebagai buah yang lahir dari pohon tersebut.

D. TUJUAN DAN FUNGSI USHUL FIQIH

1. Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama


mujtahid dalam menggali hukum.
2. Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid, agar mampu
menggali hukum syara’ secara tepat, sedangkan bagi orang awam supaya lebih
mantap dalam mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh para mujtahid setelah
mengetahui cara yang mereka gunakan untuk berijtihad.
3. Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai
persoalan baru.
4. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil. Dengan
berpedoman pada ushul fiqih, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap diakui
syara’.

13
5. Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk
menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang di
masyarakat.
6. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang
mereka gunakan. Dengan demikian, para peminat hukum islam (yang belum
mampu berijtihad) dapat memilih pendapat yang terkuat disertai alasan-alasan
yang tepat.

E. SUMBER PENGAMBILAN USHUL FIQIH

Pengambilan ushul fiqih itu berasal dari :

1. Ilmu kalam (theologi)


2. Ilmu Bahasa Arab
3. Tujuan syara’ (maqashid Asy-syari’ah)

Hal itu disebabkan bahwa sumber hukum (dalil hukum) yang merupakan objek
bahasan Ushul Fiqih diyakini dari Allah SWT. berbentuk Al-Quran dan Sunnah. Pembuat
hukum adalah Allah, tiada hukum kecuali dari Allah SWT. Hal tersebut merupakan
bahasan ilmu kalam.

Ushul fiqih juga membahas adalah lafaz. Penggunaan lafazh, ruang lingkup
lafazh, seperti ‘amm dank hash, dan sebagainya. Ini berarti berkaitan dengan ilmu
bahasa Arab. Pemgetahuan tentang ini diperlukan agar mampu menetapkan hukum
yang tepat dan mengandung kemaslahatan.

SYARIAH

14
1. PENGERTIAN SYARIAH

Kata “syariah” berasal dari bahasa Arab, Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah. Ibn Al-Manzhur
dalam bukunya Lisan Al’arab, menyebutkan bahwa menurut bahasa, kata “syariah”
berarti masyara’ah al-ma’ (sumber air). Akan tetapi sumber air tidak mereka sebut
syariah, kecuali dalam sumber itu banyak air berlimpah dan tidak habis-habisnya. Kata
“syariah” berasal dari kata kerja syara’a. Menurut Ar-Razi dalam buku Mukhtar-us
Shiha, kata “syariah” berarti nahaja (menempuh) , awdhaha (menjelaskan), dan bayyan-
almasalik (menunjukka jalan), sedangkan ungkapan syara’a lahum yasyra’u – syar’an
artinya sanna (menetapkan). Menurut Aj-Jurjani, “syariah” berarti mazhab dan thariqah
mustaqimah atau jalan yang lurus.3

Adapun Imam Al-Qurthubi menyebut bahwa syariah sebagai agama yang ditetapkan
oleh Allah SWT. Untuk hamba-hamba-Nya yang terdiri atas berbagai hukum dan
ketentuan.4

Ada pula yang menyebutkan, menurut bahasa kata “syariah” berasal dari kata syara’
yang berarti menjelaskan dan menyatakan sesuatu atau dari kata Asy-Syir dan Asy-
Syari’atu yang berarti tempat yang dapat menghubungkan pada sumber air yang tidak
ada habis-habisnya sehingga orang yang membutuhkan air tidak lagi memerlukan alat
untuk mengambilnya.

Menurut istilah, syariah berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah
untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama
manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Syariah mengatur hidup
manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harut taat, tunduk, dan patuh kepada
Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur oleh syariah
islam. Syariah Islam juga mengatur tata hubungan antara seseorang dirinya untuk
mewujudkan sosok individu yang saleh.

Makna harfiah syariah adalah jalan menuju sumber kehidupan. Syariah adalah
rujukan tindakan umat Islam dalam bergama yang erat hubungannya dengan masalah
akidah, ibadah, dan muamalah. Dengan demikian, secara etimologis, syariah berarti
jalan yang dilalui air untuk diminum atau tangga tempat naik yang bertingkat tingkat.
Syariah juga diartikan sebagai jalan yang lurus atau thariqatun mustaqimatun
sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Quran surat Aj-Jasiyah ayat 18:

15
Artinya :

“kemudian kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariah (peraturan) dari agama
itu, maka ikutilah (syariah itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang
tidak mengetahui.” (Q,S. Al-Jasiyah [45]: 18)

Manna’ Al-Qathan dalam Mabahits fi ‘Ulum Al-Quran mengatakan bahwa syariah


secara etimologis adalah hukum-hukum yang berasal atau produk Allah yang
dilimpahkan kepada para nabi-Nya, termasuk kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai
Rasul pamungkas untuk didakwahkan kepada umat manusia agar mengikuti semua
tuntunan dan tuntutan untuk yang ada didalamnya. Tuntutan dan tuntunan untuk
manusia berupa hukum Allah yang berkaitan dengan tata cara perbuatan manusia yang
baik dan benar menurut aturan Allah. Perbuatan manusia yang berkaitan dengan ibadah
amaliah dijelaskan oleh ilmu fiqih, sedangkan yang berkaitan dengan keyakinan atau
keimanan dijelaskan oleh ilmu tauhid atau ashliyah wa i’tiqadiyah yang melahirkan ilmu
kalam.

Syariah diartikan pula sebagai tempat air yang selalu didatangi manusia dan
binatang. juhya S. Pradja mengatakan bahwa syariah sama dengan hukum islam , yaitu
tuntunan dan tuntutan, tata aturan yang harus ditaati dan diikuti oleh manusia sebagai
perwujudan pengalaman Al-quran dan As-Sunnah serta ijma’ sahabat. Syariah atau
hukum Islam bersumber pada dalil-dalil yang diperoleh malelui proses istidhal atau
istinbath al-ahkam.

Dalam Al-quran, kata syariah senantiasa dihubungkan dengan Allah. Adapun ulama
ushul fiqh memahami konsep syariah sebagai teks-teks kalamullah yang bersifat syar’i,
yaitu sebagai an-nashus al-muqaddasah yang tertuang dalam bacaan Al-Quran dan As-
Sunnah yang sifatnya tetap atau tidak mengalami perubahan . dalam Al-Quran pun

16
terdapat kata syariah yang sepada dengan kata ad-din yang artinya agama sebagaimana
terdapat dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 48:

Artinya:
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.  (5: 48)

Pada ayat diatas, kata syariah artinya aturan atau hukum. Oleh karena itu, ayat
tersebut berhubungan (munasabah al-ayat) dengan ayat sebelumnya, yaitu Al-Maidah
ayat 45:

17
Artinya :
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya. Barang siapa yang
melepaskan (hak qisas)nya. maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa syariah adalah hukum islam yang
didalamnya terdapat berbagai aturan yang diperuntukkan bagi manusia. Hukum atau
syariah berkaitan dengan kehidupan ritual ataupun sosial. Al-maududi mengatakan
bahwa syariah sebagai ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang berisi ketentuan hukum
dasar yang bersifat global, kekal, dan universal, yang yang diberlakukan bagi semua
hamba-Nya berkaitan dengan masalah akidah, ibadah dan muamalah. Syariah yang
berarti Islam (aasyar’iah al-islam) dan segala suesuatu yang berkaitan dengannya
merupakan hak prerogatf Allah SWT.

Dalam Al-Quran surat Al-Jasiyah ayat 18, Allah SWT. Berfirman :

18
Artinya :
“kemudian kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariah (peraturan) dari
agama itu, maka ikutilah (syariah itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-
orang yang tidak mengetahui.”(Q,S. Al-Jasiyah [45]: 18)

Ayat diatas memaparkan pengertian syariah yang identic dengan seluruh ajaran
islam. Semua diseru untuk mengikuti syariah-Nya dan me-larang mengikuti hukum
diluar syariah yang disebut dengan “hawa nafsu”. Syariah merupakan konsep
substansial dari seluruh ajaran islam.

Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan syariah sama dengan hukum islam, yaitu


segala yang ditetapkan syara’ untuk manusia, baik perintah maupun tata aturan
perbuatan manusia serta menyusun manusia serta menyusun pola kehidupan
bermasyarakat berikut cara berinteraksi dengan sesame manusia. Menurut Hasbi,
syariah mengatur tata ara berakhlak kepada Allah, sesame manusia, dan lingkungan
kehidupan yang sangat luas. Artinya, syariah berbicara masalah akidah, ibadah, dan
muamalah.

2. PERBEDAAN SYARIAH DAN FIQIH

19
Secara definisi, ada lima perbedaan antara syariah dengan fiqh, yaitu anta lain:
1. Syariah merupakan wahyu Allah yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis,
sedangkan fiqih merupakan hasil ijtihad manusia yang sah dalam memahami dan
menafsirkan kedua hukum sumber tersebut;
2. Syariah bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas,
sedangkan fiqih bersifat instrumental dan terbatas ruang lingkupnya pada
hukum-hukum yang mengatur perbuatan hukum manusia;
3. Syariah adalah ketetapan Allah dan ketentuan rasul yang keduanya berlaku abadi,
sedangkan fiqih adalah hasil ijtihad manusia yang sah dan bersifat sementara
karena dapat berubah sesuai kondisinya;
4. Syariah hanya satu, sedangkah fiqih lebih dari satu karena terdapat banyak
mazhab fiqih dan aliran hukum;
5. Syariah menunjukan kesatuan dalam islam, sedangkan fiqih menunjukan
keragaman

Dengan pembedaan tersebut, syariah merupakan hukum yang akan terus


hidup sekalipun tidak lagi diterapkan oleh manusia dalam kehidupan. Dalam
syariah ada norma dan prinsip yang ditafsirkan olehpara ulama ahli hukum islam
untuk diaplikasikan dalam setiap kehidupan manusia dengan waktu dan kondisi
yang berbeda.

KAIDAH-KAIDAHNYA

20
Kaidah secara bahasa adalah dasar. Dalam terminologi hukum fiqih adalah hukum
yang bersifat global yang terkait dengan seluruh bagian atau mayoritas dari bagian itu
untuk memahami hukum-hukum darinya. Dalam ilmu fiqih, seluruh bab-bab dalam kitab
fiqih pada dasarnya mendasarkan diri pada kelima kaidah tersebut. Dari kelima kaidah
ini terdapat cabang-cabang kaidah yang sesuai dengan kaidah utama. Kaidah utama
disebut juga dengan Kaidah Fiqih Kubro (Kaidah Fikih Besar) sedangkan kaidah cabang
disebut dengan Kaidah Fiqih Sughro (Kaidah Fiqih Kecil). Kaidah fiqih utama ada lima
kaidah yaitu:

1. Segala sesuatu tergantung tujuan

Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: "Bahwasanya segala amal itu tergantung niat.
Bagi seseorang itu tergantung niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya pada Allah dan
RasulNya, maka hijrahnya pada Allah dan Rasulnya. Barangsiapa yang hijrahnya
untuk mencari dunia atau perempuan yang akan dinikahi maka hijrahnya adalah
pada apa yang dituju."
Maksud dari hadits ini adalah bahwa perbuatan seorang muslim yang mukalaf dan
berakal sehat baik dari segi perkataan atau perbuatan berbeda hasil dan hukum
syariahnya yang timbul darinya karena perbedaan maksud dan tujuan orang tersebut
di balik perbuatannya.
Sebagai contoh: Barangsiapa yang mengatakan pada yang lain "Ambillah uang ini",
maka ia bisa saja berniat sedekah maka itu menjadi pemberian; atau niat
menghutangkan, maka wajib dikembalikan; atau sebagai amanah, maka wajib
menjaga dan mengembalikannya.

Kaidah cabang dari kaidah pertama ini ada tiga yaitu:

1.Yang dianggap dalam transaksi atau akad adalah dengan maksud dan
maknanya; tidak dengan lafadz dan makna.
2. Niat itu mengumumkan perkara khusus, dan mengkhususkan hal yang umum.
3.Sumpah itu tergantung niat orang yang bersumpah.

2. Kemudaratan itu dapat hilang

21
Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar. Darar adalah
menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar adalah
membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada
orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan.
Yang dimaksud dengan tidak adanya dirar adalah membalas kerusakan (yang
ditimpakan) dengan kerusakan yang sama. Kaidah ini meniadakan ide balas
dendam. Karena hal itu akan menambah kerusakan dan memperluas cakupan
dampaknya. 
Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh
membalas dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan
memperluas kerusakan tanpa ada manfaatnya. Yang benar adalah si perusak
mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya.

Adapun cabang dari kaidah ini ada 5 yaitu:

1. Kerusakan ditolak sebisa mungkin.


2. Kerusakan dapat dihilangkan.
3. Kerusakan yang parah dihilangkan dengan kerusakan yang lebih ringan.
4. Kerusakan yang khusus ditangguhkan untuk menolak kerusakan yang
umum.
5. Menolak kerusakan lebih utama daripada menarik kebaikan.

3. TRADISI ITU DAPAT MENJADI HUKUM

Kaidah ini berasal dari teks (nash) Al-Quran. Kebiasaan (urf) dan tradisi (adat)
mempunyai peran besar dalam perubahan hukum berdasarkan pada perubahan
keduanya. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:228 "Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf." Nabi bersabda: Tradisi dan cara yang berlaku di antara kalian itu boleh
digunakan.
Tradisi atau adat menurut ulama fiqih adalah hal-hal yang terjadi berulang-ulang
dan masuk akal menurut akal sehat yang dilakukan oleh sejumlah individu.

Adapun kaidah cabangnya ada 9 (sembilan) sebagai berikut:

22
1. Hujjah yang dipakai banyak orang wajib diamalkan.
2.Adat itu dianggap apabila dominan dan merata.
3. Yang dianggap adalah yang umum dan populer bukan yang jarang.
4. Hakikat ditinggal karena dalil adat.
5. Kitab atau tulisan itu sama dengan ucapan.
6. Isyarat yang difaham orang itu sama dengan penjelasan lisan.
7. Yang dikenal sebagai kebiasaan sama dengan syarat .
8.Menentukan dengan urf (kebiasaan) sama dengan menentukan dengan
Nash.
9. Yang dikenal antara pedagang sama dengan syarat antara mereka.

4. KESULITAN MENIMBULKAN KEMUDAHAN

Imam As-Syatibi dalam Al-Muwafaqat I/231 menyatakan: "Dalil-dalil yang


meniadakan dosa (dalam situasi darurat) bagi umat mencapai tingkat pasti." Allah
berfirman dalam QS An-Nisa' 4:28 "Allah hendak memberikan keringanan
kepadamu ..." dan "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu" (QS Al-Baqarah 2:185). 
Nabi bersabda dan hadits Sahih Bukhari no. 39 "Sesungguhnya agama itu mudah.
Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia
akan dikalahkan. Oleh karena itu kerjakanlah dengan semestinya, atau mendekati
semestinya dan bergembiralah (dengan pahala Allah) dan mohonlah pertolongan
di waktu pagi, petang dan sebagian malam".
Maksud dari kaidah ini adalah bahwa hukum-hukum yang
menimbulkan kesulitan dalam mengamalkannya bagi diri seorang mukalaf atau
hartanya, maka syariah meringankan hukum itu sesuai kemampuannya tanpa
kesulitan atau dosa.

Ada delapan cabang dari kaidah ini yaitu:

1.Apabila sempit, maka ia menjadi luas.


2. Apabila luas, maka ia menjadi sempit.
3. Darurat menghalalkan perkara haram.
4. Sesuatu yang dibolehkan karena darurat, maka dibolehkan sekadarnya.
5. Sesuatu yang boleh karena udzur, maka batal karena hilangnya udzur.

23
6. Kebutuhan yang umum termasuk darurat.
7.Darurat tidak membatalkan hak orang lain.
8. Apabila udzur pada yang asal, maka dialihkan pada pengganti.

5. YAKIN TIDAK HILANG KARENA ADANYA KERAGUAN

Kaidah ini menjelaskan adanya kemudahan dalam syariah Islam. Tujuannya


adalah menetapkan sesuatu yang meyakinkan dianggap sebagai hal yang asal dan
dianggap. Dan bahwa keyakinan menghilangkan keraguan yang sering timbul dari
was-was terutama dalam masalah kesucian dan shalat. Keyakinan adalah
ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang pasti, sedangkan keraguan adalah
kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara keduanya.
Maksudnya adalah bahwa perkara yang diyakini adanya tidak bisa dianggap
hilang kecuali dengan dalil yang pasti dan hukumnya tidak bisa berubah oleh
keraguan. Begitu juga perkara yang diyakini tidak adanya maka tetap dianggap
tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya karena keraguan (antara ada dan
tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari yakin, maka keraguan tidak dapat
merubah ada dan tidak adanya sesuatu.
Dalil yang dipakai untuk kaidah keempat ini adalah berdasarkan pada hadits Nabi
di mana seorang lelaki bertanya pada Nabi bahwa dia berfikir apakah dia kentut
apa tidak saat shalat. Nabi menjawab: "Teruskan shalat kecuali apabila
mendengar suara atau mencium bau (kentut).
Kaidah ini masuk dalam mayoritas bab fiqih seperti bab ibadah, muamalah,
uqubah (sanksi) dan keputusan. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa kaidah
ini mengandung 3/4 (tiga perempat) ilmu fiqih.

Kaidah cabang dari kaidah ini ada 13 sebagai berikut:

1. Yang asal itu tetapnya sesuatu seperti asalnya.


2. Hukum asal adalah bebas dari tanggungan.

3. Sesuatu yang ada dengan keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan
keyakinan.
4. Hukum asal dari sifat dan sesuatu yang baru adalah tidak ada.

24
5. Hukum asal adalah menyandarkan hal baru pada waktu yang terdekat.
6. Hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh menurut mayoritas.
7. Hukum asal dari farji atau kemaluan adalah haram.
8. Tidak dianggap dalil yang berlawanan dengan tashrih.
9. Sesuatu tidak dinisbatkan pada orang yang diam.
10. Praduga itu tidak dianggap .
11. Perkiraan tidak dianggap apabila sudah jelas kesalahannya.
12. Orang yang tercegah secara adat, seperti tercegah secara.
13. Tidak ada argumen yang disertai kemungkinan yang timbul dari dalil.

PENUTUP

25
A. KESIMPULAN

1. Fiqih merupakan salah satu bidang ilmu dalam syariat islam yang secara
khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia.
2. Ushul fiqih adalah sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqih.
3. Syariah adalah rujukan tindakan umat Islam dalam bergama yang erat
hubungannya dengan masalah akidah, ibadah, dan muamalah.

B. KRITIK DAN SARAN

Demikian tadi yang dapat dipaparkan mengenai materi yang telah menjadi pokok
bahasan di dalam makalah ini, tentunya di dalam penulisan masih terdapat banyak
kekurangan serta kelemahannya, dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
sumber atau referensi yang ada kaitannya dengan makalah ini.

Penulis juga berharap kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada penulis demi sempurnanya tugas makalah ini dan juga
penulisan makalah di kesempatan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
penulis dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. KH. M. Ma’shum Zein, M.A. Menguasai Ilmu Ushul Fiqih. : Pustaka pesantren

26
Dra. Hj. Zulbaidah, M.AG. 2014 Ushul Fiqh 1. : Kencana

Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, Ringkasan fiqih mazhab Syafi’I. : Noura Books

Ahmad Izzan dan Saehudin, Fiqih keluarga. : Ar-Rhoudhoh Press

Sayyid Sabiq, 2017 Fiqih Sunnah 1. : Republika

Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, M.A. 2015. Ilmu Ushul Fiqih. : Pustaka Setia

Drs. H. Moh. Fauzan Januri, M.Ag 2013. Pengantar Hukum Islam Pranata Sosial : Pustaka
Setia.

http://www.alkhoirot.net/2013/11/kaidah-fiqih-islam.html

27

Anda mungkin juga menyukai