Anda di halaman 1dari 7

MENULIS JURNAL

Pertama, adalah pada unsur kebaruan dalam temuan penelitian yang peneliti lakukan.
Suatu artikel jurnal yang baik harus memiliki unsur kebaruan (novelty) sehingga dapat
berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan maupun kebijakan pemerintah. Unsur
kebaruan ini dapat berupa:

 Kebaruan/keunikan fenomena. Fenomena yang diteliti adalah fenomena yang


jarang atau belum pernah dikaji oleh para peneliti lain sebelumnya.
 Kebaruan/keunikan perspektif/teori yang digunakan. Walaupun suatu fenomena
sudah sering dikaji oleh para periset sebelumnya, fenomena itu tetap dapat dikaji
lagi apabila menggunakan perspektif/teori yang berbeda. Misalnya: mengkaji
mengenai kemerdekaan suatu bangsa bisa menggunakan perspektif pemerintah
perspektif masyarakat lokal yang menganggap semua bangsa berhak memiliki hak
menentukan nasib sendiri (self-determination).
 Kebaruan dapat juga berupa sanggahan/kritik terhadap suatu teori atau
pandangan umum (mainstream) yang ada. Misalnya: model bumerang dalam
Hubungan Internasional dipercaya hanya dilakukan dalam konteks bilateral.
Padahal temuan pribadi peneliti menemukan bahwa model bumerang tidak hanya
terjadi dalam konteks bilateral, melainkan juga terjadi dalam konteks lebih dari
dua negara.
 Kalau ternyata hasil temuan dalam penelitian sesuai dengan teori yang ada, hal ini
tidak masalah. Penelitian yang baik tidak harus selalu mengkritik penelitian
sebelumnya, melainkan bisa pula mendukung/memperkuat bahwa penelitian
sebelumnya dan pandangan mainstream yang ada itu benar.
Kedua, menggunakan lebih dari 1 panduan teori dan tidak hanya terpaku pada 1 teori. Ini
menunjukkan bahwa peneliti berusaha obyektif dan terbuka dalam meneliti suatu
fenomena.

Ketiga, memiliki pandangan bahwa penelitian dilaksanakan adalah untuk mengkaji apakah
fenomena itu sesuai dengan teori yang ada. Jadi, mindset-nya tidak blak-blakan
menganggap teori yang ada itu sudah pasti benar dan langsung kita gunakan untuk
mengkaji fenomena. Mindset-nya justru adalah meneliti apakah teorinya masih relevan
dengan kondisi saat ini atau apakah teorinya masih relevan dengan fenomena yang kita kaji.
Dulu, sewaktu awal-awal penelitian, mindset saya juga masih terbalik, saya langsung
mengkaji fenomena dengan teori yang saya telan mentah-mentah sebagai teori yang benar.
Jadi, saya salahnya dulu karena saya seperti cocoklogi begitu; setiap fenomena saya
masukkan ke teori. Kalau teorinya bilang ada 4 komponen, saya akan cari 4 komponen
dalam fenomena saya. Padahal, temuan saya hanya ada 2 komponen saja. Seakan-akan saya
lalu membuat bahwa temuan saya juga 4 komponen. Ini terjadi karena pandangan saya
memandang teori itu sudah pasti benar. Padahal, ternyata, hasil temuan penelitian saya
menunjukkan bahwa teori yang saya gunakan itu ada kekurangan dan keterbatasannya.
Saya menggunakan teori Jaringan Advokasi Transnasional. Biasanya teori ini digunakan
untuk menjelaskan cara kerja lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO). Namun, saya
gunakan teori itu untuk mengkaji cara kerja institusi keagamaan sehingga ada beberapa
bagian dari teori yang tidak kompatibel di fenomena saya ini. Dosen-dosen menyadarkan
saya bahwa justru temuan saya ini dapat memperkaya dan menyempurnakan teori yang
Jaringan Advokasi Transnasional yang sudah ada, dari yang semula dipercaya ada 4
komponen tetapi ternyata 2 komponen pun bisa berjalan.

Keempat, setiap bagian (pendahuluan, isi, simpulan) di artikel jurnal tersebut proporsional
panjangnya. Isi harus jauh lebih panjang dari pendahuluan dan simpulan. Jangan sampai
pendahuluan/simpulannya lebih panjang dari isi. Proporsinya kembali ke masing-masing
penulis. Untuk artikel jurnal 5000–6000 kata, font Times New Roman ukuran 12 dan spacing
1,5; proporsi saya adalah sebagai berikut: pendahuluan 2 halaman, isi 15 halaman, simpulan
2 halaman.

Kelima, susun abstrak yang menarik. Abstrak adalah hal yang paling pertama dibaca oleh
para pembaca. Apabila abstrak tidak menarik dan bertele-tele, pembaca tidak tertarik untuk
membaca artikel jurnalnya. Abstrak yang baik mencakup: unsur kebaruan (apa yang
membuat artikel jurnal kita menarik dan berbeda dari artikel jurnal peneliti lain),
teori/metode yang dipakai dalam penelitian, hasil temuan penelitian, tujuan penulisan
artikel jurnal.

Keenam, artikel jurnal yang baik harus mengikuti tata cara pengutipan referensi yang baik.
Pengutipan referensi bisa berupa footnote, running note, maupun endnote, sesuai dengan
panduan penerbit jurnal. Baiknya, agar tidak terkena isu plagiarisme, satu paragraf yang
mengandung hal-hal yang bukan merupakan pengetahuan umum harus
dipertanggungjawabkan minimal oleh satu referensi. Kalau referensinya dari buku maupun
artikel yang pernah kita tulis sendiri dan pernah diterbitkan, referensi tersebut juga harus
ditulis. Kalau tidak, ini akan dianggap sebagai self-plagiarism.

Sekian sharing dari saya. Semoga bisa membantu.

Saran saya:

1. Buat sesuai arahan dari penerbit jurnal yang bersangkutan (author guidelines)
2. Sering membaca paper pada penerbit jurnal yang bereputasi tinggi dan baik
3. Latihan menulis paper secara rutin
4. Minta saran ataupun revisi tulisan dan isi pada orang lain baik itu kalangan non-
profesional (keluarga, teman) maupun profesional (dosen, peneliti)
Jujur saja saya tidak begitu paham mengenai apa syarat agar artikel yang kita miliki
dapat publish di jurnal ilmiah. Tetapi saya akan sedikit berbagi mengenai syarat maupun
sedikit tips agar artikel dapat masuk ke dalam jurnal (maksud saya disini jurnal ilmiah
internasional) berdasarkan arahan yang diberikan oleh dosen saya ketika S2 dulu.

Agar dapat masuk jurnal ilmiah, berikut syarat dan tips yang mesti Anda lakukan:

1. Pilih jurnal yang tema penelitiannya sesuai dengan tema penelitian Anda. Hati-hati
dalam memilih publisher yang Anda tuju. Jangan sampai Anda memasukkan
naskah ke dalam predatory journal[1]. Untuk mengetahui apakah jurnal yang Anda
tuju bukan predatory journal, Anda dapat download Scopus Indexed
Journals[2] . Jika publisher yang Anda tuju tidak terdapat dalam list tersebut, ada
kemungkinan itu adalah predatory journal.
2. Cari tahu mengenai aturan publikasi jurnal yang Anda tuju. Tiap jurnal memiliki
persyaratan publikasi yang berbeda. Mulai dari aturan berapa jumlah kata dalam
abstrak, jumlah kalimat pada tiap section (misal: theoritical background, method,
results), jenis huruf dan ukurannya, jumlah halaman naskah, jumlah artikel referensi
dan minimal tahun artikel yang dijadikan referensi.
3. Bagi Anda yang pemula dan ingin mempublikasikan naskah Anda ke jurnal ilmiah
internasional, pilih jurnal yang impact factor[3] -nya tidak terlalu tinggi. Karena
semakin tinggi impact factor, akan semakin ketat seleksi artikel yang akan
di publish dalam jurnal tersebut.
4. Menulis jurnal bersama dengan tokoh atau dosen Anda yang naskahnya sudah
sering terbit di dalam jurnal ilmiah internasional. Masukkan dari mereka akan
membantu dan memudahkan Anda untuk dapat juga mempublikasikan naskah di
jurnal yang Anda tuju.
Demikian jawaban dari saya. Naskah saya belum pernah terbit di Jurnal Internasional, tetapi
sekarang sedang dalam proses publikasi di Pertanika Journal of Social Sciences and
Humanities (JSSH) Malaysia, dan jawaban ini berdasarkan pengalaman saat saya sedang
berikhtiar untuk dapat publish di jurnal tersebut. Semoga membantu dan menjawab
pertanyaan yaa.

Catatan Kaki
[1] Predatory open-access publishing - Wikipedia
[2] (PDF) Scopus indexed journals, updated list 2018
[3] Impact factor - Wikipedia
1. Penelitian harus punya rigour yang kuat sesuai pertanyaan riset yang diajukan dan
metodologi yang dipakai.
2. Topik penelitian atau esai relevan dan semenarik mungkin di bidang ilmu jurnal
yang hendak dilamar.
3. Tata bahasa baik; gaya bahasa dan sistematika penulisan
artikel disesuaikan dengan jurnal yang hendak dilamar. Tiap jurnal biasanya punya
panduan untuk ini di halaman jurnal mereka.
4. Yang terakhir dan paling utama mungkin: ketekunan. Kali pertama belum dimuat
ya coba lagi baik ke jurnal yang sama maupun jurnal lain yang relevan.
Sebenarnya itu saja, sederhana tapi mencakup segala hal.

Apa saja aturan dalam berbahasa Indonesia yang paling sering dilanggar?

 Tanda koma seharusnya dipakai di sebelum (ya, deh, sih, nih, kan, tuh) dan/atau setelah kata
seru (wah, ah, nah, aduh, o).[1] Contoh: (1) Saya mau pergi dulu, ya. (2) Wah, saya belum
makan, nih. (3) Oke, deh. (4) Tolong dikembalikan, ya, pensilku.
 Penggunaan kata namun dan tetapi yang sering tertukar. Kata namun seharusnya selalu di
awal kalimat dan diikuti oleh tanda koma, sedangkan kata tetapi seharusnya selalu di tengah
kalimat dan didahului oleh tanda koma.[2] Maka, penggunaan kata namun di tengah kalimat
adalah salah. Begitupun penggunaan kata tetapi di awal kalimat juga salah.
Kata tetapi berbeda dengan kata akan tetapi. Akan tetapi diperlakukan sama dengan namun,
yaitu ditempatkan di awal kalimat.[3] Contoh yang benar: (1) Saya sebetulnya ingin berkunjung
ke rumahmu. Namun, saya tidak jadi berangkat karena langit mendung dan hujan. (2) Andini
sangat cantik, tetapi sayangnya dia malas. (3) Saya sebetulnya ingin berkunjung ke
rumahmu. Akan tetapi, saya tidak jadi berangkat karena langit mendung dan hujan.
 Sapaan seharusnya ditulis dalam huruf kapital, apalagi kalau sapaan diikuti dengan
nama.[4] Kata anda juga diperlakukan sama seperti sapaan dan harus selalu ditulis dalam huruf
kapital. Contoh: (1) Siapa yang mau ikut pergi bersama Ibu Santi? (2) Saya di rumah saja, Kak.
(3) Apakah Bapak ingin istirahat? (4) Di mana Anda tinggal? (5) Saya berterima kasih atas
perhatian Saudara.
 Penulisan kata bapak, ibu, saudara, kakak, adik yang bukan dalam konteks sapaan tetap
ditulis dengan huruf kecil. Contoh: (1) Kita wajib berbakti pada bapak dan ibu kita. (2) Saya
memiliki dua orang saudara.
 Nama jenis barang seharusnya tidak ditulis dengan huruf kapital karena tidak merujuk ke
lokasi. Contoh: pisang ambon, talas bogor, gula jawa.
 Kata bahasa seharusnya tidak ditulis dengan huruf kapital. Yang ditulis dalam huruf kapital
hanya nama bahasanya. Contoh: bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Pengecualian apabila
bahasa yang dimaksud adalah disiplin ilmu, seperti mata pelajaran atau mata kuliah, maka
penulisannya dalam huruf kapital. Contoh: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Hal ini juga
berlaku untuk semua disiplin ilmu. Contoh: Ilmu Ekonomi, Hubungan Internasional. Kalau
ditulis dalam huruf kecil, artinya aktivitas/fenomena ekonomi maupun hubungan
internasional.
 Apabila merinci lebih dari dua hal, seharusnya perlu tanda koma sebelum kata dan. Contoh:
Saya ingin membeli buku, pensil, dan penggaris.
 Kata saling boleh diikuti oleh kata kerja dasar dan boleh juga diikuti oleh kata imbuhan me-,
tetapi tidak boleh diikuti kata benda.[5] Contoh yang benar: saling bantu,
saling membantu, saling mengerti. Contoh yang salah: saling pengertian. Kalau kata kerja
yang digunakan sudah bermakna saling, tidak perlu menggunakan kata saling.[6] Contoh yang
benar: saling pukul, pukul-memukul. Contoh yang salah: saling pukul-memukul.
 Beberapa contoh kata tidak baku, seperti antri/antrian (seharusnya antre/antrean), terlanjur
(seharusnya telanjur), kaos (seharusnya kaus), sekedar (seharusnya sekadar), resiko
(seharusnya risiko), ekstrim (seharusnya ekstrem), nasehat (seharusnya nasihat), contekan
(seharusnya sontekan), hutang (seharusnya utang), himbau (seharusnya imbau), hisap
(seharusnya isap).[7]

Catatan Kaki
[1] Tanda Koma (,) - PUEBI Daring

[2] Namun, tetapi, dan tapi

[3] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

[4] Huruf Kapital - PUEBI Daring

[5] Bahasa Kita: Bukan Saling Pengertian Melainkan Saling Mengerti

[6] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

[7] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Apa fakta tentang bahasa yang akan membuat kamu mengeluh karena tidak
mengetahuinya?

Tanda baca dalam bahasa sangatlah menyulitkan. Mereka seringkali tidak mengajarkan hal
ini di sekolah dasar hingga ujian SAT di depan mata dan kamu harus menghadapinya.
Di kehidupan nyata ketika mengirim pesan, kita seringkali tidak peduli tentang ada tidaknya
tanda koma atau titik dua di tempat yang benar. Kita hanya menganggap maksud dari
apapun yang sedang di komunikasikan kepada kita diluar itu.

Dosen bahasa Inggrisku menceritakan ini di kelas kami.

Ketika beliau masih mahasiswa kelas bahasa Inggris di UCLA, dan itu adalah hari pertama.
Semua mengambil tempat duduk, dan beliau duduk di belakang.

Profesornya berjalan masuk dan hal pertama yang dia tulis di papan tulis adalah kalimat ini:

“A woman without her man is nothing.”

“Bagaimana kamu akan memberi tanda baca pada kalimat ini??”

Seketika, beberapa mahasiswi di kelas berdiri dan meninggalkan kelas.

Tetapi seorang perempuan berjalan menuju papan tulis dan melakukan hal ini:

“A woman: without her, man is nothing.”


Kami semua menolak memberi tanda baca pada kalimat pertama, dan perempuan ini
memberi kita arti yang berbeda menggunakan tanda baca-nya.

Jika kamu tidak tahu bagaimana cara menggunakan tanda baca dengan baik, bayangkan
malapetaka dan kesalahpahaman yang dapat kamu ciptakan.

Fakta bahwa tanda baca tersebut sebaiknya tidak diabaikan sebagaimana gangguan sebuah
bahasa. Sebaliknya, itu ada dalam ilmu sastra selama ribuan tahun.

Hargai itu!

CZ

(Catatan penerjemah: Terima kasih sudah membaca, terbuka thd kritik dan saran.)

Anda mungkin juga menyukai