MAKALAH FIQIH Perbedaan Pendapat para Ulama
MAKALAH FIQIH Perbedaan Pendapat para Ulama
KELOMPOK 10 :
RHEINA GITA DEWI YULIANTI
RIFKA NURLAELA
RISA NURINSANI
RIZKI RUSMANA PUTRA
AP – E (Semester I)
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, yang mana karena berkat rahmat,
hidayah, serta inayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah kami
yaitu tugas pembuatan makalah mengenai Perkembangan Ilmu Fiqh tepat pada waktunya.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu
Fiqih kami yaitu Bp. H. Wawan S Abdilah, M.Ag yang telah membimbing kami.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Fiqih. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.
Terlepas dari itu, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah
yang kami buat ini, baik dari segi kalimat maupun tata bahasa yang kami gunakan. Oleh
karena itu kritik dan saran dari pembaca sangatlah membantu kami.
Sekian dari kami, kami memohon maaf jika terdapat kesalahan kata yang dapat
menyinggung para pembaca.
Cover..............................................................................................................................i
Kata pengantar................................................................................................................ii
Daftar isi.........................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang..............................................................................................1
2. Rumusan masalah.........................................................................................1
3. Tujuan ..........................................................................................................1
BAB II. ISI
1. Masa Rasulullah...........................................................................................2
2. Periode Sahabat............................................................................................6
3. Periode Imam mujtahid dan pembukuan .....................................................10
4. Periode Taqlid dan Jumud............................................................................13
5. Periode Kebangunan kembali ......................................................................15
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan ..................................................................................................19
2. Saran ............................................................................................................19
Daftar pustaka.................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara
khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan
Tuhannya.
Fiqih membahas tentang cara beribadah, prinsip Rukun Islam, dan hubungan
antar manusia sesuai yang tersurat dalam Al-Qur'an sebagai al wahyu al matlu dan
sunnah sebagai alwahyu ghoiru matlu. Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa
awal berkembang agama islam. Secara estensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi
SAW, walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri karena semua
persoalan keagamaan yang muncul waktu itu langsung ditanyakan kepada Nabi
SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa tertanggulangi.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqh pada masa Rasulullah
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqh pada masa sahabat
3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqh pada masa Mujtahid dan Imam Madzhab
4. Agar dapat mengetahui apa saja faktor perkembangan ilmu fiqh
5. Untuk mengetahui apa saja tanda-tanda dari kebangkitan fiqh islam
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa inilah Rasulullah mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari
Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum Islam baik yang
tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Fase ini bermula saat Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk
membawa wahyu berupa Al-Quran ketika baginda sedang berada dalam Gua Hira
pada hari jumat 17 Ramadhan tahun ketiga belas sebelum hijrah bertepatan dengan
tahun 610 M. wahyu terus turun pada baginda Rasulullah di Mekkah selama 13 tahun
dan terus berlangsung ketika beliau berada di Madinah.
Wahyu turun kepada Nabi dalam bentuk Al-Quran yang merupakan kalam
Allah dengan makna dan lafalnya, dan terkadang dengan wahyu yang hanya berupa
makna sementara lafalnya dari Nabi atau yang kemudian termanifestasi dalam bentuk
hadits. Dengan dua pusaka inilah perundang-undangan islam ditetapkan dan
ditentukan.
Periode rasulullah ini dibagi 2 masa yaitu masa Mekkah dan masa Madinah.
Oleh sebab itu, wahyu pada periode ini turun untuk memberikan petunjuk
dan arahan kepada manusia atas dua perkara utama:
• Mengokohkan aqidah yang benar dalam jiwa atas dasar iman kepada Allah, dan
bukan untuk yang lain, beriman kepada malaikat, kitab-kitab, Rasul,takdir
Allah dan hari akhir.
• Membentuk akhlak manusia agar memiliki sifat yang mulia dan menjauhkan
dari sifat yang tercela.
Dalam proses perkembangan periode Madinah ini ada tiga aspek syari’at
yang perlu dijelaskan. Pertama metode Nabi SAW, kedua kerangka hukum
syari’at. Ketiga turunnya syari’at secara bertahap (periodik). Adapun aspek
pertama yaitu metode Nabi SAW dalam menerangkan hukum, Nabi sendiri
tidak banyak menerangkan apakah perbuatannya itu wajib atau sunnah,
sebagaimana syarat dan rukunnya dan lain sebagainya. Misalnya ketika Nabi
shalat dan para sahabat melihat serta menirukannya tanpa menanyakan syarat
dan rukunnya.
a. Al-Quran
Sejarah pertumbuhan hukum islam di masa rasulullah berdasarkan wahyu
yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad, melalui malaikat Jibril dengan
cara berangsur-angsur yang dimulai dari Mekkah dan diakhiri di Madinah. Al-
Quran turun sesuai dengan kejadian/peristiwa dan kasus-kasus tertentu serta
menjelaskan hukum-hukumnya, memberi jawaban atas pertanyaan-petanyaan
atau jawaban terhadap permintaan fatwa.
ْ َواَل تَ ْن ِكح
ِ ُواال ُم ْش ِر َك
ت َحتَّي يُْؤ ِم َّن
“ Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka
beriman“ (Al Baqarah : 221)
gَ َيَسْئلُوْ ن
ك َما َذايُ ْنفِقُوْ ن
“ Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan “
ُك َوِإ ْن لَ ْم تَ ْف َع ُل فَ َمابَلِّ ْغتَ ِر َسالَتَه َ يََأيُّهَاال َّرسُوْ ُل بَلِّ ْغ َماُأ ْن ِز َل ِإلَ ْي
َ ِّك ِم ْن َرب
“ Wahai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan berarti kamu tidak
menyampaikan Amanat- Nya “ (Al Maidah : 67 )
b. Al-Sunnah
Al-Sunnah berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang telah ditegaskan
dalam Al-Quran. Seperti sholat dijelaskan cara-caranya salam al-sunnah.
Disamping itu juga menjadi penguat bagi hukum-hukum yang telah ditetapkan
dalam Al-Quran. Hadist adalah yang memberi hukum tersebut, sedangkan
prinsip-prinsipnya telah ditetapkan dalam al-quran.
Itjihad Rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat untuk beritjihad
memberi hikmah yang besar karena “Memberikan contoh bagaimana cara
penarikan hukum dari memberi latihan kepada para sahabat bagaiman cara
penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli, agar para ahli hukum islam (Para
Fuqaha) sesudah beliau dengan potensi yang ada pada dirinya untuk bisa
memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannya kepada
prinsip-prinsip yang ada dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.”
Dari uraian singkat ini jelas bahwa pada zaman Rasulullah, sumber hukum
itu adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Kedua duanya diwariskan kepada
generasi sesudahnya
Periode sahabat atau Khulafaur Rasyidin yaitu periode tafsir dan takmil
(penjelasan dan penyempurnaan) kurang lebih berlangsung selama 90 tahun, terhitung
dari mulai kewafatan rasul sampai dengan akhir abad hijriah pertama. Pada masa ini
dunia islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang
timbul, oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila pada periode sahabat ini
ditandai dengan penafsiran para sahabat dan ijtihadnya dalam kasus yang tidak ada
nash-nya. Disamping itu juga terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan yaitu
pecahnya masyarakat islam menjadi beberapa kelompok yang bertentangan secara
tajam. Perselisihan suku ini memang ada pada zaman jahiliah, kemudian pada zaman
rasulullah dinetralisasikan dengan konsep dan pelaksanaan ukhuwah islamiah.
Masa mulai dari periode khulafaur Rasyidin dan sahabat-sahabat yang senior ,
hingga lahirnya Imam Madzhab yaitu dari tahun 11-132 H. Ini meliputi periode
Khulafaur Rasyidin.
Pada masa ini daerah kekuasaan Islam semakin luas, meliputi beberapa daerah
di luar semenanjung Arabia, seperti Mesir, Syria, Iran (Persia) dan Iraq. Dan
bersamaan dengan itu pula, agama Islam berkembang dengan pesat mengikuti
perkembangan daerah tersebut.
Di periode sahabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syari’at
yang sempurna berupa Al-Qur’an dan Hadits Rasul. Kemudian dilengkapi dengan
ijma’ dan qiyas, diperkaya dengan adat istiadat dan peraturan-peraturan berbagai
daerah yang bernaung dibawah naungan Islam. Dapat kita tegaskan bahwa di zaman
Khulafaur Rasyidin lengkaplah dalil-dalil tasyri Islami (dasar-dasar fiqih Islam) yang
empat, yaitu: Al-Kitab, As Sunnah, Al-Qiyas atau ijtihad, atau ra’yu dan Ijma’ yang
bersandar pada Al-Kitab, atau As-Sunnah, atau Qiyas.
Adapun al qur’an pada masa ini belum terkumpul menjadi satu, memang
pekerjaannya lebih sulit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran karena:
ayat-ayat Al-Quran waktu nabi meninggal telah tertulis , hanya masih
berpencar-pencar belum disatukan. Nabi selalu meminta untuk menuliskan Al-
Quran dan melarang menuliskan Hadits. Dengan demikian tidak akan
tercampur antara ayat Al-Quran dan Hadits. Disamping itu Al-Quran banyak
dihafalkan oleh para sahabat. Bahkan banyak sahabat yang hafal keseluruhan
ayat Al-Quran.
Akibat tidak tertulisnya dan terkumpulnya Hadits dalam satu mushaf pada
permulaan Islam, maka ulama-ulama islam pada periode selanjutnya harus
meneliti keadaan perawi Hadits dari berbagai segi, sehingga menimbulkan
pembagian Hadits serta muncul Ilmu Musthalah Hadits. Akibat lain adalah
timbulnya perbedaan pendapat karena berbeda dalam menanggapi satu haditst
tertentu.
Jadi, pada masa sahabat ini sudah ada tiga sumber yaitu Al-Qur’an, Al-
Sunnah, dan Ijtihad sahabat. Ijtihad terjadi dengan Ijtihad jama’I dalam
masalah-masalah yang berkaitan dengan kemaslahatan umum dan dengan
Ijtihad fardi dalam hal-hal yang bersifat pribadi. Untuk bentuk Ijtihad fardi ada
kemungkinan terjadi perbedaan pendapat dikalangan para sahabat, sebab :
Pertama: tidak semua ayat al-Qur’an dan Sunnah itu qath’i dalalahnya atau
penunjukannya kepada maksud tertentu, sehingga memberikan kemungkinan
penafsiran yang berbeda.
Kedua: Hadits belum terkumpul dalam satu kitab tertentu dan tidak semua
sahabat hafal Hadits. Oleh karena itu, seorang mufti di Mesir akan memberi
fatwa sesuai dengan pengetahuannya tentang hadits, demikian pula mufti di
Irak akan memberi fatwa sesuai dengan pengetahuannya Padahal kita tahu
bahwa pengetahuan sahabat tentang Hadts itu tidaklah sama.
4.Said bi Musayab.
Di Mesir : Abdullah bin Amr bin Ash, kemudian disusul oleh muridnya Yazid
bin Abu Habib dan Alaist bin Sa’ad.
b) Sejumlah fatwa sahabat dalam kasus-kasus yang tidak ada nash hukumnya,
c) Terpecahnya umat menjadi tiga golongan yait Khawaj, Syiah, dan Jumhur
Muslimin atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Golongan Khawarij tidak mau
menetapkan hukum berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ahli Bait.
Adapun Ahli Sunnah Wal Jama’ah mau menggunakan semua Hadits yang
diriwayakan leh orang-orang yang dapat dipercaya dan adil tanpa membedakan
salah seorang sahabat nabi dengan sahabat nabi yang lainnya.
Dari uraian singkat ini tampak bahwa : Pada periode sahabat ini Islam
mulai mendapat tantangan untuk menjawab masalah-masalah yang timbul pada
masyarakat di luar Jazirah Arab dan mendorong para sahabat untuk berijtihad,
disamping menghadapi perpecahan umat dalam tubuh masyarakatnya sendiri,
akibatnya terus terasa dalam waktu yang sangat lama, juga dalam batas-batas
tertentu tampak adanya kepastian dan kesatuan hukum untuk masalah-masalah
yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Di samping itu di kota-kota besar
ada tokoh-tokoh besar ada tokoh-tokoh para sahabat para Nabi dan murid-
muridnya yang memiliki otoritas hukum dan menjadi panutan masyarakat.
2.3 Periode Imam Mujtahid dan Pembukuan Ilmu Fiqh ( 720 – 961 M )
Periode ini disebut juga periode tadwin (pembukuan)dan munculnya imam
mujtahid, dan disebut juga zaman perkembangan serta kedewasaan hukum. Periode
ini berlangsung selama ± 250 tahun, dimulai dari awal abad kedua hijrah sampai
pertengahan abad keempat hijrah.
Pada masa ini, tabi’-tabi’in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III
Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-
daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa
Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak diantara
para ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk
daerah-daerah itu yang memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya agama
Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin
banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan
hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di
berbagai daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya. Periode ini disebut juga
periode pembinaan dan pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih Islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum
Islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadits-hadits nabi, fatwa-
fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir al-Qur’an, kumpulan pendapat imam-imam fiqih,
dan penyusunan ushul fiqih.
Untuk Hadits pun sebagai sumber hukum yang kedua pada masa ini mulai
dibukukan, antara lain yang sampai kepada kita kitab Al-Muwatho yang
disusun oleh Imam Malik pada tahun 140 H. Kemudan pada abad kedua Hijriah
dibukukan pula kitab-kitab musnad., antara lain musnad Ahmad ibnu Hanbal.
Pada abad ketiga Hijriah dibukukanlah Kutubu Sittah, yaitu: Shahih Bukhari,
Muslim. Abu Dawud, Anasa’I, Aturmudzi, dan Ibn Majah.
Pada masa ini seluruh cara berijtihad yang kita kenal sudah digunakan,
meskipun para ulama disetiap daerah memiliki warna masing-masing dalam
berijtihadnya. Misalnya, Abu Hanifah dan murid-muridnya di Irak selain Al-
Qur’an, Sunnah dan Ijma lebih menekankan penggunaan Al-maslahah al-
mursalah.
Kedua: Para ulama pada masa itu telah memiliki sejumlah fatwa dan cara
berijtihad yang mereka dapatkan dari periode sebelumnya. Di samping Al-
Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar di kalangan muslimin, demikian pula
Al-Sunnah sudah mulai dibukukan pada permulaan abad ketiga Hijriah.
Ketiga: Seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan yang
keras agar segala sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan syari’ah islam yang
baik dalam ibadah mahdhah maupun dalam ibadah ghair mahdhah (muamalah
dalam arti luas) mereka meminta fatwa kepada para ulama, demikian pula
halnya para hakim dan para pemimpin pemerintahan. Oleh karena itu, para
ulama menjadi sumber yang dibutuhkan oleh masyarakat. Keadaan yang
semacam ini mendorong para ulama untuk berijtihad lebih keras lagi.
Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah
al-Ahkam al-'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya'ban
l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan
fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Periode ini dalam sejarah
perkembangan fiqh dikenal juga dengan periode taqlid secara membabi buta.Pada
masa ini, ulama fiqh lebih banyak memberikan penjelasan terhadap kandungan kitab
fiqh yang telah disusun dalam mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa
berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku yang muktabar (terpandang) dalam
mazhab atau hasyiah dan takrir (memperluas dan mempertegas pengertian lafal yang
di kandung buku mazhab), tanpa menguraikan tujuan ilmiah dari kerja hasyiah dan
takrir tersebut.
Setiap ulama berusaha untuk menyebarluaskan tulisan yang ada dalam mazhab
mereka. Hal ini berakibat pada semakin lemahnya kreativitas ilmiah secara mandiri
untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan zaman. Tujuan satu-satunya yang
bisa ditangkap dari gerakan hasyiah dan takrir adalah untuk mempermudah
pemahaman terhadap berbagai persoalan yang dimuat kitab-kitab mazhab.
Situasi kenegaraan yang berada dalam konflik, tegang, dan lain sebagainya itu
ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengkaji ajaran Islam
langsung dari sumber aslinya Alqur’an dan Hadits. Mereka telah puas hanya dengan
mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan meningkatkan kepada tingkat
tersebut kedalam madzhab-madzhab fiqhiyah. Sikap seperti inilah yang mengantarkan
Dunia Islam ke alam taklid, kaum Muslimin terperangkap ke alam pikiran yang
jumud dan statis.Disamping kondisi sosialpolitik tersebut, beberapa faktor lain berikut
ini kelihatannya ikut mendorong lahirnya sikap taklid dan kemunduran.
Di Hijaz dalam abad ke-13 hijrah atau abad ke -18 masehi, timbul gerakan
Wahabi, yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab (wafat pada tahun 1206
Hijrah) yang mengumandangkan seruan pembasmian bid’ah dan mengajak kembali
kepada Al-Quran, As Sunnah, dan amalan-amalan Ulama Sahabat. Dari beliaulah
tumbuh pengikut Wahabiyah.
Di Libya, Muhammad Ibn Sanusi, yang pernah juga melawat ke Afrika dalam
usahanya menyeru masyarakat untuk membersihkan agama dari usaha-usaha infiltrasi
musuh islam yang menyisipkan ajaan-ajaran yang menyesatkan dan mengajak
kembali kepada quran dan sunnah nabi dan kepada amalan-amalan ulama Salaf.
2.5.1 Tanda-tanda kemajuan
A. Di Bidang Perundang-undangan.
B. Di Bidang Pendidikan.
Satu hal yang rasanya perlu mendapat tekanan di sini ialah mempelajari
Ushul Fiqih haruslah mendapat perhatian yang lebih besar lagi untuk
memungkinkan ilmu fiqih berkembang lebih terarah, sebab Ushul Fiqih itulah
cara pemikiran hukum dalam islam.
Seperti kita ketahui ajaran Islam pada umumnya dan fiqih pada khusunya
tertulis dalam puluhan ribu kitab yang berbahasa Arab. Sudah tertentu ilmu-
ilmu dalam bahasa Arab itu hanya sedikit orang-orang Indonesia yang mampu
membaca dan memahaminya. Tetapi sekarang tampak satu kegiatan penulisan
Ushul Fiqih dan fiqih dalam bahasa Indonesia. Baik yang sudah dicetak dan
tersebar luas di masyarakat maupun yang masih berupa diktat-diktat yang
stensilan. Demikian pula hanya dengan penerjemahan menampakkan kegiatan
yang meningkat meskipun masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan
jumlah kitab-kitab yang baik untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, untuk jadi seorang ahli dalam bidang fiqih tetap harus kembali
membaca dan meneliti kitab-kitab fiqih aslinya dalam bahasa Arab.
Bagaimanapun juga kitab-kitab (buku) Ushul Fiqih & Fiqih dalam bahasa
Indonesia serta terjemahannya sangat bermanfaat untuk memperkenalkan
pemikiran-pemikiran dalam bidang fiqih kepada kalangan yang lebih luas.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hidup adalah untuk terus berkembang, entah itu akan berujung kearah yang
lebih baik ataupun buruk. Sama halnya dengan perkembangan ilmu fiqih ini terdapat
masa-masa yang akan sangat berpengaruh sampai saat ini dan ada juga yang hanya
akan membuat perdebatan dimana-mana hanya karena perbedaan pendapat. Namun,
itulah yang membuat manusia semakin hebat, dengan cara yang tidak pernah puas
dengan hasil pemikirannya. Hingga pada akhirnya ada masanya ilmu fiqih mencapai
masa keemasannya, itu adalah sebuah masa dimana semua para ahli fiqih telah
mencapai titik terangnya. Sehingga terbentuk berbagai macam keilmuan dalam segala
bidang, yang masih akan terus berkembang hingga saat ini.
3.2 Saran
Teruskanlah perjuangan Nabi, khalifah, para mujtahid, dan semua ulama dan
ahli fiqih yang telah berusaha menyusun segala keilmuan yang telah Allah turunkan,
dengan cara mempelajari ilmu-ilmu yang sudah disusun. Sekian.
Daftar Pustaka