Anda di halaman 1dari 30

DASAR DASAR SOSIOLOGI DAN ANTROPOLGI PENDIDIKAN

(Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar


Pendidikan)

Dosen Pengampu : Wellfarina Hamer M.Pd

Di Susun Oleh
Kelompok 6

1. Aldo Serena (2301071004)


2. Najmi Firdaus (2301071019)
3. Siti Sayyidah (2301072010)

PROGRAM STUDI S1 TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, puji syukur kami panjatkan kehadirat


Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan
kesempatan kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan
makalah secara terstruktur dengan judul Sosiologi dan Antropologi Pendidikan.
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati kami mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Wellfarina Hamer M.Pd selaku dosen Pengampu mata kuliah Dasar
Dasar Pendidikan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat
bermanfaat bagi kami dalam menyusun tugas, makalah ini memberikan sedikit
gambaran tentang penjelasan tentang dasar dasar sisologi dan antropologi
hubungan dengan pendidikan dan kehidupan seharihari.Akhir kata kami berharap
akan saran dan pendapat dari para pembaca terhadap makalah ini agar menjadi
lebih baik semoga bermanfaat. Amin ya robbal alamin

Metro,20 September 2023

Penyusun
Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Sosiologi dan Antopologi Pendidikan................................ 3
B. Pendidikan Ditinjau dari Perspektif Antropologi................................. 6
C. Perbedaan Antara Sosiologi dan Antropologi....................................... 8
D. Makna Kebudayaan dalam Pendidikan ............................................... 8
E. Antropologi Pendidikan Sebagai Disiplin Ilmu.................................... 11
F. Ruang Lingkup Sosiologi Pndidikan.................................................... 12
G. Kontekstualisasi Pendidikan Antropologi Di Indonesia....................... 14
H. Implikasi Pendidikan yang Berlandasan Antropologi Di Indonesia..... 16
I. Antropologi Dalam Pembangunan Indonesia....................................... 19

BAB III PENUTUP......................................................................................... 26


A. Kesimpulan........................................................................................... 26
B. Saran..................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan proses pembelajaran dalam pendidikan tidak mungkin dan tidak
dapat dilepaskan dari latar belakang yang melingkupinya, terdapat berbagai hal
dalam landasan-landasan pendidikan yang harus dipahami sebagai seorang tenaga
pendidik yang profesional. Salah satu landasan yang penting dalam pendidikan
adalah landasan antropologi, akan tetapi landasan ini jarang sekali dibahas dalam
dunia pendidikan. Kebanyakan buku-buku pendidikan pada umumnya hanya
sering mengkaji landasan psikologi, landasan sosiologi, landasan ekonomi,
landasan yuridis, dan landasan filsafat. Namun demikian, antropologi secara
dominan memberikan peranan dalam pembangunan bangsa Indonesia (Swasono,
2006).
Perkembangan sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia diawali
hanya sebagai ilmu pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi
dana kesadaran bahwa sosiologi antropologi pendidikan sangat penting dalam
menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka sosiologi
antropologi pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di
beberapa perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Oleh karena itu mengetahui dan
memahami seluk beluk sosiologi antropologi pendidikan sangat dianjurkan guna
mendapatkan pengetahuan yang menunjang perkembangan ilmu itu sendiri dan
aplikasinya dalm kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun sebagai
mahluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sosiologi dan antropologi?
2. Bagaimana Hubungan Sosilogi dan Antropolgi dengan pendidikan?
3. Bagaimana Pendidikan Bila Dilihat Dari Perspektif sosiologi dan
antropologi pendidikan?

1
C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari sosiologi
dan antropologi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan sosiologi dan antropologi
dengan pendidikan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan sosiologi dan antropologi dalam melihat
pendidika

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi dan Antropologi Pendidikan


 Pengertian Sosiologi Pendidikan
Menggunakan analisis sosiologis untuk melihat berbagai fenomena
pendidikan di Indonesia memerlukan instrumen lengkap dimulai dari level
paradigma, perspektif, teori, konsep, dan pilihan metodologi. Hal ini diambil agar
memperoleh jawaban, penjelasan dan bahkan solusi untuk perubahan yang lebih
baik. Khususnya fenomena pendidikan menuntuk adanya logika berpikir sejak
paradigma, metode, dan terminology konseptualisiknya
Objek penelitian sosiologi pendidikan adalah tingkah laku sosial, yaitu
tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan pendidikan. Tingkah
laku itu hanya dapat dimengerti dari tujuan, cita-cita atau nilai-nilai yang dikejar.
Sebagaimana dalam terminology sosiologi, sosiologi pendidikan berbicara tentang
pandangan tentang kelas, sekolah, keluarga, masyarakat desa, kelompok-
kelompok masyarakat dan sebagainya, masing-masing terangkum dalam wilayah
suatu sistem sosial. Tiap-tiap sistem sosial merupakan kesatuan integral yang
mendapat pengaruh dari sistem sosial yang lain, lingkungan alam, sifat-
sifat fisik manusia dan karakter mental penghuninya.
Dilihat dari objek penyelidikannya sosiologi pendidikan adalah bagian
dari ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara umum juga
merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial. Sedangkan yang termasuk dalam
lingkup ilmu sosial antara lain: ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu pendidikan,
psikologi, antropologi dan sosiologi. Dari sini terlihat jelas kedudukan sosiologi
dan ilmu pendidikan
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan telah memiliki lapangan
penyelidikan, sudut pandang, metode dan susunan pengetahuan yang jelas. Objek
penelitiannya adalah tingkah laku manusia dan kelompok. Sudut pandangnya
memandang hakikat masyarakat, kebudayaan dan individu secara ilmiah.
Sedangkan susunan pengetahuannya terdiri dari atas konsep-konsep dan prinsip

3
prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan dan perkembangan
pribadi.
1
Demikian juga dengan pendidikan, kalau pendidikan dipahami dalam arti
luas, yakni sebagai proses belajar, mengenal, dan mengetahui, maka pendidikan
telah ada sejak zaman Nabi Adam juga. Ketika Allah swt mengajari Adam utuk
mengenal nama-nama seluruh benda yang ada di sekitarnya, dapat dikatakan
bahwa peristiwa tersebut sebagai aktivitas pendidikan (QS. Al-Baqarah: 31): “Dan
Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya kemudian Dia
perlihatkan kepada para Malaikat seraya berfirman, ‘sebutkan kepada-Ku nama
semua (benda) ini, jika kamu yang benar!’”. Tetapi sebagai disiplin ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri, ilmu pendidikan baru diakui pada abad 19,
ketika para ahli berhasil merumuskan obyek, metode, dan sistemnya. Mempelajari
sebuah ilmu sebaiknya dimulai dari definisinya. Mengetahui definisi akan
memudahkan kita untuk mengerti dan memahami isinya. Begitu juga dalam
mempelajari sosiologi pendidikan kita diharuskan mengetahui apa definisi
sosiologi pendidikan itu? Istilah sosiologi pendidikan merupakan kata majemuk
yang berasal dari dua kata; sosiologi dan pendidikan. Untuk menjawab pertanyaan
ini secara terperinci, lebih baik ditinjau dari perspektif etimologis dan
terminologis. Secara etimologis (asal-usul kata), “sosiologi pendidikan” berasal
dari kata ‘sosiologi’ dan ‘pendidikan.’ ‘Sosilogi’ berasal dari bahasa Latin dan
Yunani, yakni kata ‘socius’ dan ‘logos’. ‘Socius’ (Yunani) yang berarti ‘kawan’,
‘berkawan’, ataupun ‘bermasyarakat’, sedangkan ‘logos’ berarti ‘ilmu’ atau bisa
juga ‘berbicara tentang sesuatu’. Dengan demikian secara harfiah istilah
sosiologi” dapat diartikan ilmu tentang masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur
sosialnya.

 Pengertian Antropolgi Pendidikan


Secara harfiah dalam bahasa Yunani kata antropos berarti “manusia” dan
logos berarti “studi” jadi antropologi adalah suatu disiplin berdasarkan rasa ingin
tahu tentang manusia (hanya di batasi oleh manusia). Definisi antropologi

1
Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),145

4
memang kurang eksplisit, karena antropologi (ilmu sosial) ini mencakup seluruh
aspek tentang hakikat manusia mulai dari aspek sosiologi, psikologi, politik
ekonomi, sejarah, biologi manusia (Ihromi, 2006; Kapplan & Manners, 2002).
Antropologi dimaknai dengan mempelajari tentang bagaimana cara memahami
manusia dengan berbagai falsafah dan tata cara kehidupannya masing-masing.
Sehingga ilmu antropologi disederhanakan sebagai sebuah kajian ilmu yang
mempelajari tentang proses transformasi kehidupan manusia dengan berbagai
keanekaragamannya, baik itu pola kehidupan ditinjau dari segi perilaku, budaya
dan lain sebagainya.
Saat ini, kajian ilmu antropologi telah berkembang dalam beberapa fase
termasuk didalamnya kajian ilmu antropologi pendidikan, kajian dalam keilmuan
ini membahas konsep perilaku manusia, tradisi dan nilai-nilai keanekaragaman
para peserta didik yang berbeda-beda dalam melaksanakan proses kegiatan
pembelajaran di suatu lembaga pendidikan. Kegiatan pembelajaran berupa
pendidikan yang berlandaskan sosial antropologi sangat dibutuhkan dalam
memahami karakteristik sosial masyarakat di Indonesia.
Dimasukkannya landasan antropologi dalam sistem kurikulum muatan
lokal peserta didik agar pendidikan memperhatikan latar belakang kebudayaan
yang berbeda dari setiap peserta didik sehingga terwujudnya kegiatan belajar yang
baik (Soedomo, 1989). Pembelajaran dengan perspektif antropologis modern
memusatkan pengembangan pada identitas budaya, mendekontruksikan
esensialisme budaya yang akan diwariskan pada kekuatan Negara dan kelompok
sosialnya
Adapun materi kajian dalam antropologi pendidikan yaitu teori-teori dan
metode-metode tentang pengetahuan yang berhubungan dengan kebutuhan
manusia dan masyarakat sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
ruang lingkup pendidikan. Pendidikan antropologi di negara-negara berkembang
upaya pengenalan terhadap kondisi masyarakat agar tidak menimbulkan
kesenjangan, penolakan oleh masyarakat dan kesewenang-wenangan
pemerintahan dalam mengambil dan memberlakukan kebijakan dalam
membangun kesejahteraan masyarakat di negara tersebut. Terdapat dua cabang
utama dalam aspek kajian ilmu antropologi, yaitu

5
2
 Antropologi fisik ini mengkaji perkembangan fisik atau perilaku
manusia, yaitu cara manusia beradaptasi pada lingkungannya. Disini
perkembangan manusia ditinjau secara biologis menurut evolusinya
dengan berbagai keistimewaan dan potensi yang telah ada dalam dirinya.
Dengan makna lain dapat didefinisikan bahwa antropologi merupakan
subdisiplin dari pada ilmu sosial yang mempelajari tentang
keberanekaragam budaya lingkungan masyarakat pada suatu kelompok
tertentu yang bertujuan mempelajari karakteristik bagaimana pola
kehidupan manusia dalam membangun kehidupan masyarakat sendiri.

 Antropologi Budaya
Para ahli antropologi menyebutkan dengan istilah “kebudayaan” umumnya
mencakup bagaimana seseorang dalam berpikir dan bertindak dalam
lingkungan sosialnya dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Aspek
kebudayaan terdiri dari keberagaman bahasa, niali dan norma, adat
istiadat dan tradisi keagamaan lainnya, konsep kebudayaan sangat penting
untuk memahami makna konteks dari antropologi. Untuk merumuskan dan
mendiskusikan lebih lengkap mengenai antropologi budaya maka akan
dibatasi pada ketiga subdisiplin utama antropologi budaya antara lain
arkeologi, linguistik, dan etnologi

B. Pendidikan Ditinjau dari Perspektif Antropologi


Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
budaya budaya masyarakat. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi dan sosiologi sekilas hampi mirip
namun berbeda, antropologi memusatkan pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal, sedangkan sosiologi menitikberatkan pada masyarakat dan
kehidupan sosialnya. Prinsip kajian yang berbeda tersebut kemudian
memengaruhi kajian secara metodologisnya.
Akan tetapi, dalam perkembangannya kedua ilmu yang satu rumpun
memiliki kontribusiya masing-masing dalam mempelajari fenomena sosial.
2
Haviland, William A, 1999, Antopologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G. Soekadijo, Jakarta :
Erlangga, hlm. 13. Haviland, William A, 1999, Ibid, hlm. 12

6
Sebagai cabang ilmu sosial, antropologi memiliki sifat empirik deskriptif, artinya
bahwa ilmu tersebut berbicara sebagaimana adanya. Antropologi menggambarkan
fenomena sosial dan perilaku manusia sebagai makhluk individu dan sosial dari
etnis etnis tertentu yang bisa dilihat (diobserve), diraba atau yang kasat mata.
Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari budaya
budaya masyarakat. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial.
Antropologi dan sosiologi sekilas hampir mirip namun berbeda
antropologi memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal,
sedangkan sosiologi menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai
homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan
komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi
dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat
manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi menggunakan
setidaknya 3 sifat kajian dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara
kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial,
bahasa, dan pandangan hidup (worldview).Dalam konteks ini pulalah, antropologi
sebagai ilmu memiliki ciri empirik deskriptif, yakni ilmu itu berbicara
sebagaimana adanya.
Tiga sifat kerja ilmu antropologi dalam mengkaji, mendeskripsikan dan
menganalisis perilaku manusia dalam konteks sosial budaya masyarakat atau etnis
tertentu dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Komparatif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan sebagai
berkenaan atau berdasarkan perbandingan.
 Lintas budaya (cross cultural), artinya ilmu tersebut
mendeskripsikan,mempelajari perilaku budaya pada etnis-etnis tertentu
yang memiliki latar sosial, budaya yang berbeda bahkan berlainan sama
sekali.
 Holistik, sebuah cara pandang terhadap sesuatu yang dilakukan dengan
konsep pengakuan bahwa hal keseluruhan adalah sebuah kesatuan yang
lebih penting daripada bagian-bagian yang membentuknya

7
C. Perbedaan antara Sosiologi Dan Antropologi
Antropologi dan sosiologi sekilas hampir mirip namun berbeda,
antropologi memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal,
sedangkan sosiologi menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Prinsip kajian yang berbeda tersebut kemudian memengaruhi kajian secara.
metodologisnya.Akan tetapi, dalam perkembangannya kedua ilmu yang satu
rumpun memiliki kontribusiya masing-masing dalam mempelajari fenomena
sosial. Sebagai cabang ilmu sosial, antropologi memiliki sifat empirik deskriptif,
artinya bahwa ilmu tersebut berbicara sebagaimana adanya. Antropologi bertujuan
untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai homo sapiens dan
makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif.
Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam
memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di
bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi menggunakan setidaknya 3 sifat
kajian dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-
kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan
pandangan hidup (worldview). Dalam konteks ini pulalah, antropologi sebagai
ilmu memiliki ciri empirik deskriptif, yakni ilmu itu berbicara sebagaimana
adanya.

D. Makna Kebudayaan dalam Pendidikan


Menurut para ahli kebudayaan bukan sekedar seni melainkan keseluruhan
cara hidup yang berkembang dalam masyarakat melalui proses pendidikan. Gejala
pemisahan antara kebudayaan dan pendidikan, dapat ditunjukkan dengan
kebudayaan yang dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan seni, benda-benda
purbakala seperti candi atau sastra seni tradisional; Nilai-nilai kebudayaan dalam
pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual belaka; Nilai-nilai agama
lebih bukan urusan pendidikan akan tetapi urusan lembaga agama.
Konsekuensi gejala ini adalah menjadikan peserta didik hanya berorientasi
pada hal-hal yang bersifat kecerdasan intelektual saja sehingga kecerdasan
emosional, spiritual hingga soft skills lain yang penting dalam praksis pendidikan

8
berkehidupan bermasyarakat menjadi terabaikan. Sementara itu pendidikan dapat
berlangsung melalui lembaga pendidikan formal, nonformal dan informal atau
juga melalui satuan pendidikan sejenis yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Sesuai Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, Bab I
tentang ketentuan umum pasal 1 butir 16 bahwa pendidikan berbasis masyarakat
adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya,
aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan
untuk masyarakat.
Pasal ini membuktikan bahwa kebudayaan dalam pendidikan memiliki
implikasi terhadap nilai-nilai demokratis, partisipatif masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikannya. Banyak sekolah-sekolah,lembaga penyelenggara
pendidikan (dan keterampilan) yang berdasarkan kebutuhan masyarakat,
misalnya sanggar kegiatan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis
taklim, satuan pendidikan anak usia dini termasuk homeschooling. Terdapat
transformasi nilai, sikap, kebiasaan selain keterampilan diselenggarakan di
satuansatuan pendidikan masyarakat tersebut selain lembaga pendidikan formal
yang memiliki budaya sekolah yang berbeda namun setidaknya memiliki
kesamaan yakni juga mengajarakan pendidikan moral, akhlak atau budi pekerti.
3
Secara sederhana dapat digambarkan bagaimana makna budaya dalam
pendidikan, diantaranya :
a. Norma-norma dan nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu kebudayaan merupakan
potensi dasar pembentukan peserta didik yang cerdas intelektual, cerdas
emosional, cerdas interpersonal dan intrapesonal. Hasil dari proses pendidikan
yang basednya norma dan nihildri nilai-nilai kebudayaan akan menghasilkan
peserta didik yang anorma dan jauh dari nilai kemanusiaan. Dengan demikian
budaya yang dianut dan akan dikembangkan serta dilestarikan oleh pendidikan
akan melahirkan manusiamanusia yang berahklak baik dan berguna bagi
bangsa dan negara.
b. Keanekaragaman bahasa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi
alat interaksi didalam proses pendidikan. Bahasa Indonesia yang merupakan
bahasa persatuan lahir dari keanegaragaman bahasa. Dalam arti bahasa daerah

3
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.14 No.2 Tahun 2014

9
akan membantu interaksi dalam praksis pendidikan daerah tersebut dimana
mereka belum bisa berbahasa Indonesia, dengan demikian bahasa mempunyai
arti dalam interaksi ketika pelaksanaan proses pendidikan, dan melalui bahasa
inilah pesanpesan pendidikan bisa dikirim dan diterima pada proses
pendidikan.

c. Kebudayaan merupakan perekat persatuan bangsa dan keutuhan negara


persatuan Republik Indonesia. kebudayaan nasional yang tergambar dalam
Sumpah Pemuda dan yang terilham didalam semboyang bangsa Bhineka
Tunggal Ika menjadi pemersatu bangsa, semangat ini akan menjadi
kepersatuan kita mulai dari sabang sampai merauke. Walaupun memiliki
budaya yang beranekaragam bila dibawa dalam konteks otonomi akan
mempunyai makna bahwa proses pendidikan merupakan kegiatan bersama
untuk membangun daerah dan membangun negara Indonesia dalam konteks
pendidikan nasional.

d. Budaya daerah dan nasional merupakan filterisasi terhadap kehidupan global


yaitu kebudayaan yang datang dari luar yang mengandung unsur negatif yang
meracuni generasi muda. Proses pendidikan yang merupakan pemanusiaan
harus dapat mengadopsi budaya global yang sifatnya positif untuk membuka
horizon pemikiran dan menghindari peserta didik dari pengaruh negatif.
Hanya budaya yang kuatlah yang dapat menahan pengaruh tersebut.

e. Sistem sosial mempunyai arti yang besar untuk menunjang proses pendidikan
formal yang dilaksanakan sekolah dan melaksanakan pendidikan informal dan
non formal untuk menunjang keberhasilan proses pendidikan formal.

Ini hanya beberapa makna budaya dalam pendidikan dan kemungkinan


masih banyak makna yang lain. Yang jelas budaya suatu daerah dan budaya
nasional sangat bermakna didalam pendidikan. Dengan demikian budaya
merupakan identitas dari suatu daerah yang akan mempunyai nilai dalam
pendidikan.

Modal Sosial Dan Modal Budaya Dalam Pendidikan

10
Modal sosial dan modal budaya mempunyai peran penting dalam proses
pembangunan di Indonesia. Permasalahan pendidikan di Indonesia dapat
dianalisis dalam dimensi struktur dan kultur. Dinamika dalam memahami
kesenjangan relasi aktor dan struktur dapat dikaitkan dengan bagaimana eksistensi
modal social sedangkan dalam dimensi kultur dan redproduksi budaya dapat
dikaitkan dengan kekuatan modal budaya yang dimiliki oleh masyarakat. Untuk
memahami keterkaitan modal sosial dan modal budaya dalam perbaikan kualitas
pendidikan pada bab ini akan mendiskusikan konsep dasar modal sosial dan
modal budaya, sehingga solusi terhadap permasalah pendidikan dapat diatasi
secara komprehensif.
(Gummer, 1998; Livermore & Neustom, 2003; Sherraden, 1991)

E. Antropologi Pendidikan Sebagai Disiplin Ilmu


Antropologi pendidikan merupakan cabang termuda dari antropologi.
Antropologi pendidikan menyajikan aplikasi teori dan metode yang digunakan
untuk menelaah tingkah laku persepsi masyarakat terkait pendidikan sehingga
antropologi pendidikan bertujuan menambah wawasan tentang pendidikan dilihat
dari sudut pandang budaya sehingga antropologi pendidikan memandang gejala
pendidikan sebagai bagian produk budaya manusia.
Antrpologi pendidikan mulai menampilkan dirinya sebagai disiplin ilmu
pada pertengahan abad-20. Pada waktu itu banyak pertanyaan yang diajukan
kepada tokoh pendidikan tentang sejauh mana pendidikan dapat mengubah suatu
masyarakat. Antropologi pendidikan berupaya menemukan pola budaya belajar
masyarakat yang dapat menciptakan perubahan sosial. Demikian juga mengenai
perwujudan kebudayaan para pengambil kebijakan pendidikan yang berorientasi
pada perubahan sosial budaya mendapat perhatian.
Sebagai hasil budaya, pendidikan memiliki relevansi dengan cara pandang
masyarakat. Pengertian budaya sendiri menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Di
Indonesia setiap anak yang sudah memasuki masa sekolah oleh orang tuanya di
masukkan ke taman kanak-kanak maupun sekolah dasar (SD) jika usianya sudah 6
tahun selain itu pemerintah telah menggalangkan wajib belajar 9 tahun sehingga

11
pendidikan adalah suatu keharusan yang harus dilakukan oleh masyarakat,
masyarakat yang tidak memasukan anaknya maka akan terkena sanksi dalam
masyarakat.
Hubungan antara pendidikan dan budaya saling berkaitan. Pendidikan
bertujuan membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai
mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan
kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun masyarakat secara
keseluruhan. sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan salah satu
sarana atau media dari proses pembudayaan selain itu pendidikan dapat
menaikkan status sosial seseorang di dalam masyarakat misalnya seorang yang
telah bergelar sarjana mendapat status sosial yang lebih tinggi di masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa antropologi pendidikan adalah cabang dari
antropologi sosial-budaya yang memusatkan studi pada gejala pendidikan dalam
kehidupan manusia. Ruang lingkup antropologi pendidikan terkait dengan pola
pandang masyarakat mengenai peran, makna dan fungsi pendidikan sesuai sudut
pandang masyarakat, selain itu ruang lingkup antropologi pendidikan menyangkut
praktik pendidikan masyarakat tetentu dan karakteristik khas seperti masyarakat
industri yang berpikiran bahwa pendidikan sangatlah penting dan menjadi
prioritas sedangkan masyarakat petani yang menganggap bekerja lebih penting
daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Antropologi sebagai ilmu mengkaji perilaku manusia khususnya pada aspek
pendidikan yang mampu melakukan perubahan secara sosial budaya ke arah yang
lebih baik. Dengan demikian, kajian antropologi ini memiliki kontribusi terhadap
perubahan sosial budaya melalui proses pendidikan yang dialami manusia secara
berpola dari generasi ke generasi

F. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan


Masalah-masalah yang diselidiki sosiologi pendidikan antara lain meliputi
pokok-pokok berikut ini.
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat
a. Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau struktur sosial,

12
b. Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem
kekuasaan,
c. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan,
d. Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau
usaha mempertahankan status quo,dan
e. Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural
dan sebagainya.

2. Hubungan antarmanusia di dalam sekolah


Lingkup ini lebih condong menganalisis struktur sosial di dalam sekolah
yang memiliki karakter berbeda dengan relasi sosial di dalam masyarakat luar
sekolah, antara lain yaitu:
a. Hakikat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan di
luar sekolah, dan luar sekolah
b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola
kepemimpinan informal sebagai terdapat dalam clique serta kelompok-
kelompok murid lainnya.

3. Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di


sekolah/lembaga pendidikan
a. Peranan sosial guru-guru/tenaga pendidikan,
b. Hakikat kepribadian guru/ tenaga pendidikan,
c. Pengaruh kepribadian guru/tenaga kependidikan terhadap kelakuan
anak/peserta didik, dan
d. Fungsi sekolah/lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid/peserta didik

4.Lembaga Pendidikan dalam masyarakat


Di sini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan
dengan kelompok-kelompok sosial lainnya dalam masyarakat di sekitar
sekolah/lembaga pendidikan. Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain
yaitu Pengaruh masyarakat atas organisasisekolah/lembaga pendidikan, Analisis
proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat

13
luar sekolah Hubungan antarsekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan
pendidikan,dan Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat berkaitan
dengan organisasi sekolah, yang perlu untuk memahami sistem pendidikan dalam
masyarakat serta integrasinya di dalam keseluruhan kehidupan masyarakat.

G. Kontekstualisasi Pendidikan Antropologi Di Indonesia


Di era globalisasi ini, pendidikan di Indonesia berada pada kondisi yang
bertentangan jauh dengan nilai-nilai dan unsur kebudayaan yang ada di dalam
masyarakat saat ini. Pendidikan seharusnya membekali manusia tersebut dengan
pengetahuan yang positif dan berguna bagi keberlansungan hidupnya baik secara
praktis maupun subtantif.
Namun, disisi lain terdapat berbagai macam kendala dalam dunia
pendidikan akibat pengaruh dari kepentingankepentingan ekonomi, sosial, politik
dan lain-lain yang selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Maka dari itu
pendidikan antropologi di Indonesia sangat dibutuhkan guna mengarahkan
program pendidikan ke arah yang lebih baik. Pendidikan antropologi di Indonesia
sebagai upaya dalam hal menanamkan rasa nasionalisme kenegaraan terhadap
para peserta didik untuk mengahadapi perubahan dari dampak krisis akulturasi
budaya dalam lingkungan masyarakat (Laksono, 2013). Pada dasarnya
pendidikan antropologi mengarahkan
manusia pada usaha-usaha pengembangan ke arah sasaran-sasaran yang
lebih substansial dikarenakan adanya konflik-konflik internal dalam dunia
pendidikan yang saat ini berjalan tidak seimbang. Peserta didik diarahkan dan
diberi kesempatan untuk mengembangkan daya apresisasi, empati dan
pengetahuannya dengan berbagai hal yang dipelajari dari pengalaman hidupnya,
dengan cara awal yaitu melakukan pendekatan partisipatoris kepada peserta didik
agar dapat menjangkau pengetahuannya dan identitasnya yang sedang mengalami
perubahan, sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik bersifat apresiatif yaitu
penemuan eksistensi manusia itu sendiri.
Dari beberapa kajian dipaparkan bahwa kontekstualisasi pendidikan
antropologi di Indonesia khususnya dalam pendidikan Islam menjadi upaya serius
yang harus diintegrasikan dalam rumusan kurikulum pembelajaran. Hasil yang

14
diharapkan agar menciptkan tekstur kurikulum pendidikan Islam ke arah
pendidikan multikultural. Siregar (2018) menyatakan bahwa wujud konstekstual
antropologi dalam pendidikan Islam disajikan dalam bentuk
subtansialkontekstual, sehingga pendidikan Islam dapat berimplikasi dalam hal
merawat pluralitas (keberagaman) bangsa di Indonesia dan memiliki esensi bagi
para penganut agamanya maupun secara kemanusiaan.
Sementara itu, falsafah antropologi dalam pengembangan kurikulum
pendidikan sehendaknya memberikan muatan bagi peserta didik sebagai individu
religius, unik dan bernilai, melakukan perbuatan-perbuatan yang positif, memiliki
rasa solidaritas dan pengabdian kepada masyarakat (Karnawati & Widodo, 2019).
Dengan demikian, landasan antropologi diupayakan agar terkoneksi dalam
konstruksi kurikulum agar dapat mendukung peserta didik dalam pembentukan
karakter dan pemahaman multikulturalisme dalam proses pembelajaran, sehingga
menciptakan output peserta didik yang memiliki integritas dalam pembangunan
bangsa Indonesia.
Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang ambivalen.
Pendidikan yang seharusnya dapat secara positif membekali manusia dengan
modal pengetahuan praktis maupun substantif yang berguna justru mempunyai
potensi yang sebaliknya, yaitu menjadi kendala bagi pembangunan berkelanjutan
karena tuntutan-tuntutan praktis, khusus, dan sesaat yang dikehendaki oleh
kepentingan-kepentingan ekonomi, politik, dan sosial yang selalu berubah. Fakta
tersebut menjadi latar belakang penulisan artikel ini yang bertujuan mengajukan
sebuah wacana tentang kontekstualisasi pendidikan Antropologi di Indonesia agar
pendidikan dapat berfungsi sebagaimana idealnya. Setelah melakukan
pengamatan terhadap fakta yang ada dengan menggunakan analisis berbasis teori-
teori Antropologi dan ilmu sosial, diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya,
kontekstualisasi pendidikan Antropologi Indonesia harus diupayakan untuk
mengisi nasionalisme Indonesia dengan jiwa baru untuk menghadapi krisis
akulturasi akibat sistem komunikasi global. Dalam pendidikan antropologi, para
peserta didik secara total mestinya diberi kesempatan mengembangkan daya
apresiasi, empati/afektif dan kognitifnya sesuai dengan pengalaman hidupnya
untuk berwacana dengan subyek yang dipelajarinya. Untuk mewujudkan hal itu

15
salah satu pendekatan yang sesuai adalah pendekatan reflektif partisipatoris agar
dapat menjangkau ranah kognitif dan simbolik suatu identitas sosial budaya yang
sedang berubah, sehingga akan sampai pada hasil yang lebih bersifat pengetahuan
reflektif dan apresiatif, yaitu pada penemuan eksistensi manusia itu sendiri

H.Implikasi Pendidikan yang Berlandaskan Antropologi di Indonesia


Indonesia merupakan negara kita yang memiliki batas wilayah sangat luas
terdiri dari 12 ribu pulau. Diluar pulau Jawa khususnya, masih banyak pulau-
pulau yang tertutup atau dikelilingi hutan belantara. Hal ini menyebabkan
terkendalanya komunikasi dan tranportasi baik yang dilakukan antar daerah
maupun antar masyarakat. Keanekaragaman suku suku bangsa berkembang sesuai
dengan daerah geografis ketika masyarakat tersebut pertama kali berada di
Indonesia semisal suku Jawa, suku Sunda, suku Madura, suku Dayak, Suku
Miang dan lain sebagainya. Seiring dengan berjalannya waktu, dengan adanya
lingkungan geografis yang berbeda-beda, menyebabkan perubahan pula pada
adat-istiadat, bahasa, kebiasaan-kebiasaan perilaku masyarakat serta sistem nilai-
nilai atau norma-norma yang di anut oleh setiap suku bangsa.
Oleh karena itu, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki suatu adat-
istiadat, bahasa bahkan sistem nilai dan norma yang berbeda. Pendidikan yang
dari dulu merupakan suatu proses transmisi dan transportasi kebudayaan yang
dilakukan oleh masyarakat, akan terjadi perbedaan di setiap masing-masing suku
bangsa dalam hal pelaksanaan pendidikan. Uno & Lamatenggo (2016)
menyatakan sebelum Indonesia di jajah ,Indonesia telah mempunyai landasan
antropologi yang kuat dalam proses pendidikannya. Kemudian, sistem pendidikan
melalui kurikulum yang telah diatur dan disusun dengan rapi yang dibawa oleh
bangsa Eropa setelah tiba di daerah masyarakat Indonesia, membuat masyarakat
tersebut memiliki cara pandang yang berpedoman pada penerapan sistem
pendidikan tersebut.
Perkembangan dan kemajuan masyarakat di setiap masing-masing suku
bangsa memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Tingkat perkembangan dan
kemajuan masyarakat di setiap masingmasing suku bangsa di Indonesia
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman tentang wawasan kebangsaan

16
setelah penjajahan yang berlangsung cukup lama. Kemudian tentang tingkat
kebutuhan, pola pikir, serta cara bertahan hidup masyarakat juga dipengaruhi
terhadap perbedaan perkembangan dan kemajuan masyarakat di setiap
masingmasing daerah. Misalnya tentang pendidikan antara daerah masyarakat
perkotaan dengan daerah masyarakat pedesaan. Di daerah masyarakat perkotaan
seperti halnya untuk kelas menengah ke atas merupakan hal yang biasa
menyekolahkan anaknya mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat
perguruan tinggi, sedangkan pendidikan pada masyarakat pedesaan untuk kelas
menengah ke bawah merupakan hal yang sulit untuk melanjutkan pendidikan
sampai ke jenjang perguruan tinggi. Selain karena faktor pembiayaan, dalam
masyarakat pedesaan anak dituntut juga menjadi pencari nafkah dalam memenuhi
kebutuhan keluarga.
1.Identifikasi Kebutuhan Belajar Masyarakat Intisari dalam pendidikan
yang berlandaskan antropologi adalah pendidikan itu harus mengetahui apa yang
menjadi kebutuhan pada masyarakat sekitar, baik secara sosiokultural maupun
kebutuhan pengembangan. Oleh karenanya dibutuhkan tentang identifikasi
kebutuhan belajar masyarakat. Memperhatikan masyarakat sebagai sum 4ber
informasi merupakan hal penting dalam indentifikasi kebutuhan belajar
masyrakat.
Chambers menyatakan bahwa biasanya hanya aspirasi golongan masyarakat
menengah ke atas yang menjadi tokoh-tokoh masyarakat dan jarang ditemui
masyarakat lapisan bawah dilibatkan dalam upaya menjaring data dan informasi
(Uno & Lamatenggo, 2016). Oleh karena itu, pengumpulan data tidak akan
akurat, karena data yang di ambil tidak mewakili kejadian yang sebenarnya.
Maka, dalam melakukan indentifikasi harus melibatkan seluruh lapisan
masyarakat baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan agar
menjadi pertimbangan untuk memperoleh data dan informasi yang benar dan
akurat.
1. Pelibatan Partisipasi Masyarakat Setempat

4
Satria, R., Hanum, N. A., Shahbana, E. B., Supriyanto, A., & Ulfatin, N. (2020).
Landasan Antropologi Pendidikan dan Implementasinya Dalam Pembangunan Indonesia.
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE), 2(1), 49-65.
doi:http://dx.doi.org/10.29300/ijsse.v2i1.2718

17
Keterlibatan masyarakat dalam tahap identifikasi sangatlah diperlukan dan
seharusnya tidak terhenti hanya pada tahap identifikasi saja, namun keterlibatan
masyarakat harus sampai pada tahap awal perencanaan hingga ke tahap evaluasi
dari serangkaian hasil pelaksanaan kegiatan. Dalam tahap pelaksanaan
menggunakan metode partisipator. Dengan maksud, warga masyarakat wajib
terlibat dan menjadi sasaran didik dalam semua kegiatan pendidikan. Dimulai dari
menyusun dan merancang kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai, menentukan dan menunjuk narasumber yang akan menjadi pemateri,
dalam proses belajar, serta juga terlibat dalam penilaian hasil belajar. Pada
hakikatnya, didalam masyarakat akan sangat merasa senangjika dilibatkan dalam
kegiatan pendidikan dan dengan suka rela akan menyumbang atau membantu
menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan
Salah satu studi kasus yang terjadi di SD di salah satu desa di Jawa Timur,
dimana gedungnya masih belum berdiri sendiri atau numpang dengan rumah
warga. Namun ada suasana mengharukan sekaligus mengherankan bahwasannya
masih adanya partisipasi masyarakat yang sangat besar terhadap berkembangnya
sekolah tersebut. Kursi dan meja belajar yang digunakan oleh sekolah tersebut
merupakan buah hasil karya masyarakat yang dikerjakan dengan gotong royong
dan ikhlas meskipun masih tampak kasar hasilnya. Pemilik rumah yang
menjadikan gedung tersebut sebagai gedung sekolah dengan suka rela dan ridho
untuk berdiam diri dibagian belakang, meskipun pada hakikatnya rumah tersebut
tidak layak dijadikan sebagai tempat belajar. Suatu hal yang menarik yang
dilakukan masyarakat setempat, yaitu dengan menyediakan makan setiap harinya
untuk disajikan kepada guru yang mengajar disekolah tersebut. Jika dibandingkan
dengan gedung sekolah yang megah dengan menggunakan pagar yang tinggi,
memperlihatkan suasana gedung sekolah yang seram sehingga masyarakat
setempat enggan dan segan untuk berpartisipasi didalam lingkungan tersebut.
Dengan adanya lingkungan mempengaruhi terhadap perbedaan geografis
dan sosiokultural dalam masyarakat seperti halnya letak daerah yaitu: daerah
pantai, daerah pegunungan, daerah tropis, derah subtropis, daerah subur, daerah
tandus, dan lain sebagainya. juga memengaruhi terhadap perbedaan pemahaman
kebudayaan masyarakat tersebut baik dalam ide-ide atau pola perilaku

18
masyarakatnya. Kemudian perbedaan tersebut juga memengaruhi sistem nilai
dalam masyarakat yang juga akan memengaruhi proses pendidikan. Pada
umumnya, sistem nilai dari kebudayaan suatu masyarakat bersifat abstrak
sehingga upaya pendidikan yang berfungsi mewariskan dan melestarikan sistem
nilai oleh suatu masyarakat/bangsa tidaklah dapat di lepaskan dari sistem nilai
yang dianut oleh latar masyarakat.

I. Antropologi dalam Pembangunan Indonesia


Ilmu antropologi di Indonesia telah berkembang dalam beberapa tahun
terakhir ini, akan tetapi bagaimana peranan disiplin ilmu tersebut dalam
pembangunan Indonesia, inilah yang menjadi sebuah pertanyaan bagi para
antropolog-antropolog Indonesia untuk menjawab tantangan dan keluhan dalam
memanfaatkan ilmunya bagi pembangunan Indonesia.
Para antropolog harus bisa menguasai cakupan pengetahuan paradigma
antropologi sosiokultural dengan berbagai literatur nasional dan internasional, dan
teori-teori dalam pembangunan secara umum, disamping itu juga mereka harus
mengikuti dan memahami kebijakankebijakan yang diimplementasikan dalam
pembangunan Indonesia. Objek kajian para antropolog secara tradisional banyak
berasal dari bahan kajian terhadap kelompok-kelompok masyarakat primitif
dikarenakan para peneliti berasal dari bangsa Eropa dan Amerika yang mana
mereka mempelajari dan mengamati tentang kebudayaan dari masyarakat lainnya
yang berbeda dengan tataran budaya di komunitas kehidupannya.
Metodologi yang dipakai para antropolog sosiokultural dikelompokkan
dalam dua bagian, yaitu etnografi dan etnologi. Etnografi dimaknai dengan
metode penelitian secara mendalam yang mana peneliti terlibat didalam kelompok
masyarakat tertentu yang mempelajari tentang budaya suku bangsa kelompok
tersebut. Walaupun penelitian dilakukan dalam kelompok masyarakat kecil namun
metode ini dikatakan sebagai fondasi dari ilmu antropologi sosiokultural.
Sedangkan metode etnologi merupakan tindak lanjut dari metode etnografi yang
mana para antropolog tidak lagi meneliti lansung ke lapangan, para peniliti
etnolog memfokuskan dirinya dengan memilih suatu topik tentang kebudayaan
dari suatu kelompok masyarakat baik secara diakronis (menelaah dengan cara

19
membandingkan praktek kebudayaan pada masa lalu dengan masa kini) maupun
sinkronis (menelaah dan membandingkan kebudayaan dengan berbagai tradisi
suku bangsa saat ini) dan mengkajinya dengan comparative study atau menelaah
studi dengan berbagai literatur keilmuan di perpustakaan.
Salah satu bidang yang menjadi fokus kajian antropologi adalah
pembangunan. Dalam perspektif antropologi, pembangunan adalah bagian dari
kebudayaan. Pembangunan adalah eksistensi dari sejumlah tindakan manusia.
Sementara, kebudayaan merupakan pedoman bagi tindakan manusia. Dengan
demikian berdasarkan pemahaman antropologi, pembangunan berorientasi dan
bertujuan untuk membangun masyarakat dan peradaban umat manusia.
Pembangunan berisi suatu kompleks tindakan manusia yang cukup rumit yang
melibatkan sejumlah pranata dalam masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1980)
bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Dalam pembangunan,
masyarakat menjadi pelaku dan sekaligus objek dari aktivitas pembangunan.
Keterkaitan atau korelasi antara masyarakat dan pembangunan akan terjadi
melalui pengendalian dari kebudayaan. Di dalam kebudayaan, tatanan nilai
menjadi inti dan basis bagi tindakan manusia. Fungsi elemen nilai (cultural value)
bagi pembangunan adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan agar tetap
sesuai dengan standar dan kadar manusia. Pembangunan dapat diartikan sebagai
proses menata dan mengembangkan pranatapranata dalam masyarakat, yang
didalam pranata tersebut berisi nilai-nilai dan norma-norma untuk mengatur dan
memberi pedoman bagi eksistensi tindakan masyarakat. Sejumlah pranata
tersebut, antara lain pendidikan, agama, ekonomi, politik, ekologi, akan
membentuk suatu keterkaitan fungsional guna mendukung, melegitimasi dan
mengevaluasi komplek tindakan manusia tersebut. Dengan kata lain,
pembangunan akan menyinggung isu pemeliharaan nilai dan norma masyarakat,
namun sekaligus membuka ruang bagi isu perubahan sosial. Dewasa ini, praktik
pengembangan masyarakat telah bergeser paradigmanya dari yang awalnya
bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan
yang berparadigma berkelanjutan (sustainable development). Community
development dibuat dan diselenggarakan dengan bertujuan untuk mencapai
kondisi masyarakat dimana transformasi sosial dapat berlangsung secara

20
berkelanjutan. Program community development memiliki tiga karakter yang
perlu dicermati yang kesemuanya sangat bersifat adaptif terhadap masyarakat,
yaitu community based, local resources based, dan sustainable. Dari 3 macam
pendekatan tersebut, ada dua sasaran yang ingin dicapai, yaitu: sasaran kapasitas
masyarakat dan sasaran kesejahteraan. Sasaran kapasitas masyarakat dapat dicapai
melalui upaya pemberdayaan (empowerment) agar anggota masyarakat dapat ikut
dalam proses produksi atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan
(equity), dengan tidak membedakan status dan keahlian, kemananan (security),
keberlanjutan (sustainability) dan kerjasama (cooperation), semuanya berjalan
simultan. Sehingga dengan adanya upaya-upaya tersebut maka sasaran kedua
dapat dicapai yaitu kesejahteraan masyarakat. Peran Ilmu Antropologi Dalam
Pembangunan I believe we have seen that a knowledge of antropology may guide
us in many of our policies (Franz Boas) Peran Antropologi Antropologi
mempelajari manusia dan segala aspeknya. Antropologi berperan memecahkan
masalah manusia yang berkaitan dengan pembangunan. Antropologi dapat
menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk membuat kebijakan pada suatu
permasalahan pada pembangunan Indonesia dan ikut serta dalam perencanaan
program pemerintah. Dalam buku Antropological Praxis: Translating Knowledge
Into Action, Robert M. Wulff and Sherly J. Fiske yang diterbitkan pada tahun
1991 menyebutkan antropologi harus bekerja dalam seluruh tahap proyek
pembangunan. Ada tahap yang harus dilakukan (Marzali: 2005). Meneliti, cari
dan menentukan kebutuhan masyarakat. Memformulasikan kebijakan dan
memilih alternatif solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat. Merencanakan
dan melaksanakan proyek sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah
ditetapkan. Menilai hasil kerja proyek melalui riset evaluasi. Penelitian yang
dilakukan oleh para antropolog harus berdasarkan observasi yang mendalam
tentang keadaan masyarakat dan membuat suatu alternatif kebijakan terhadap
masalah yang terjadi dengan mengetahui sektor-sektor dan unsur-unsur yang ada
dalam masyarakat. Kultur Dalam Orientasi Pembangunan Antropologi
mempelajari kultur dalam masyarakat. Kultur diwujudkan dengan ideational dan
behavioral. Ideational membentuk perilaku yang khas dalam masyarakat dan
behavioral melihat bagaimana tingkah laku yang berjalan dalam masyarakat.

21
Kultur membentuk masyarakat dalam bertindak dan mempengaruhi bagaimana
masyarakat ikut serta dalam pembangunan. Koentjaraningrat pernah mengatakan
istilah kebudayaan, sistem nilai budaya dan sikap mental adalah termasuk ke
dalam konsep kultur, menurut aliran cultural developmentalism (2005:19).
Penguasaan akan konsep kultur sesuatu yang mendasar keperluannya bagi
antropologi. Antropolog mengenalkan keadaan dunia luar tanpa meninggalkan
kultur yang ada dalam masyarakat dan mengatasi hambatan berupa adat istiadat
dan sikap mental yang kolot, pranata-pranata sosial dan unsur-unsur kebudayaan
tradisional, harus digeser disesuaikan dengan kultur kemajuan demi keperluan
hidup masa kini. Kebijakan Pembangunan Pembangunan dikonsepsikan sebagai
usaha untuk kemajuan ekonomi yang berarti keluar dari kemiskinan.
Pembangunan ekonomi harus melihat aspek kultural dalam melihat
keanekaragaman masyarakat dalam sebuah negara. Pembangunan sebuah negara
berbeda dengan pembangunan negara lain. Pembangunan melihat dari
pembangunan materi nan non-materi. Sosial budaya masyarakat harus dilihat
apakah ikut menyebabkan kemiskinan dalam negara. Paradoks dan krisis
pembangunan timbul dari kesalahan melihat kemiskinan yang dilihat dari budaya
sebagai sama dengan kemiskinan material dan pertumbuhan produksi barang
dianggap secara lebih baik untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dalam
kenyataannya proses pembangunan mengakibatkan air, tanah subur dan plasma
nuftah langka (1997:17). Pembangunan juga harus melihat efek yang ditimbulkan,
ide pembangunan bisa mengakibatkan gangguan dan kerusakan dalam
lingkungan. Saya setuju dengan pandangan Marx bahwa bangunan bawah yaitu
sistem produksi dan distribusi sumber daya alam menentukan bangunan atas
sistem sosial politik dan sistem budaya manusia. Kebijakan pembangunan harus
melihat keadaan dalam masyarakat. Masyarakat sebagai modal dalam
pembangunan. Masyarakat harus saling mendukung dalam pembangunan.
Masyarakat menentukan keadaan sistem sosial dan keadaan pembangunan suatu
negara.
5
Keberadaan bangunan bawah dimanfaatkan sebagai penghasil keuntungan
dalam pembangunan. Bangunan bawah sebagai modal dalam pembangunan
5
Dalam buku Antropological Praxis: Translating Knowledge Into Action, Robert M.
Wulff and Sherly J. Fiske yang diterbitkan pada tahun 1991

22
seperti yang dikatakan Fukuyama bahwa Ekonomi kapitalis yang sehat adalah
sebuah ekonomi dimana terdapat cukup modal sosial dalam masyarakat bawah
yang memungkinkan berjalannya berbagai bisnis, korporasi-korporasi dan
semacamnya untuk mengorganisasi diri sendiri (2002: 517). Pembangunan
diumpamakan sebagai pohon. Pemerintah tidak melihat akar yang bisa
mendukung asupan untuk kekuatan batang pohon yang dapat menghasilkan daun
dan buah dari sebuah kebijakan pembangunan. Masyarakat yang berada didaerah
atau regional menjadi korban dalam kebijakan pembangunan. Pemerintah
menetapkan program regional dengan menggabungkan tujuan pemerataan yang
lebih luas dan keseimbangan regional. Sebagian besar kebijakan regional
ditanding oleh program nasional yang memiliki kecendrungan yang mendorong
pertumbuhan kota saja (1996:259). Hal ini didukung dengan pendapat Marx
“Kalian miskin bukan karena apa yang bisa dan tidak bisa kalian lakukan, bukan
karena dosa warisan atau kehendak tuhan atau karena nasib buruk. Kalian miskin
karena kondisi politik dan ekonomi yang buruk. Kondisi ini di sebut
kapitalisme”(2003: 25). Pemerintah sebagai tempat ekonomi dan politik yang
buruk. Kebijakan pembangunan hanya menguntungkan pertumbuhan pusat saja.
Pengenalan kebijakan dengan menggunakan teknologi dan pengenalan mode
produksi pertanian modern yang dikenal dengan revolusi hijau oleh pemerintah,
tidak bisa membangkitkan pertumbuhan pendapatan malah merusak sistem
pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Lyotard bahwa keinginan untuk
makmur lebih dari keinginan untuk memperoleh pengetahuan yang awalnya
memaksa teknologi menjadi bentuk perintah perbaikan kinerja dan realisasi
produk (2004:96). Kebijakan yang dipaksakan sungguh tidak efisien dalam suatu
pembangunan. Kegagalan menjadi sebuah peljaran untuk mencari cara yang baik
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 Bagaimana Penerapan Ilmu Antropologi


Dalam pembangunan indonesia, dalam hal ini para antrpolog harus
menguasai dan memahami tentang teori-teori pembangunan yang berkaitan
dengan pengambilan kebijakan-kebijakan dalam pembangunan Indonesia.
Terdapat hubungan dan keterkaitan berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi dan

23
politik dengan antropologi dalam proses pembangunan Indonesia. Para ahli sosial
dan politik telah mengembangkan teori modernisasi yaitu teori bagaimana usaha
pembangunan institusional dan pembangunan mentalitas manusia, teori-teori
tersebut justru memerlukan saran dan masukan para antropolog dalam fase
pengembangannya. Perbedaan dan persamaan masyarakat di seluruh dunia harus
berpikir secara global dan meyeluruh oleh para antropolog saat ini, akan tetapi
faktanya para antropolog Indonesia meamandang objek kajian dalam wawasan
yang sempit. Antropologi dalam pembangunan nasional ditinjau dari tiga poin
utama, yaitu peran antropolog di Indonesia, pengembangan sistem pendidikan
antropologi di Indonesia, dan pembangunan Indonesia.
Para antropologi harus memperhatikan lima aspek dasar kebijakan dalam
pembangunan Indonesia, yaitu: Pancasila dan UUD 1945, GBHN, PELITA dan
Kebijakan-kebijakan Departemen (Marzali, 2000). Dalam menyusun sebuah
program kebijakan negara, terdapat ciri-ciri umum masyarakat dan kultur budaya
dari kelompok masyarakat yang harus ditinjau terlebih dahulu oleh para
antropolog selain harus menguasai konsep ddasar dalam teori pembangunan di
Indonesia. Jika antropologi pendidikan diintegrasikan dalam pembelajaran peserta
didik, maka fokus antropologi dalam pembangunan Indonesia diarahkan agar
mampu menyiapkan lulusan peserta didik yang mampu berdaya saing secara
global. Indonesia sebagai Negara yang menjadi bagian MEA berupaya melakukan
persiapan pada kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya
6
Dalam pengertian antropologi saja terdapat beberapa tokoh yang
menyatakan perbedaan pendapatnya. Sebagai orang yang mempelajari antropologi
hendaknya memahami bentul mengenai pengertian antropologi yang
sesungguhnya supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memaknai serta memahami
antropologi itu sendiri. Pandangan menegai keseluruhan manusia yang
menganggap sebagai objek kajian dari antropologi memanglah tidak salah.
Namun, jika seseorang menanggapinya tidak secara keseluruhan maka orang
tersebut terjebak dalam kekeliruang dalam antropologi. Hal ini dikarenakan tidak
hanya antropologi saja yang mengkaji manusia. Sedangan kebudayaan yang tidak
perlu dirubah adalah kebudayaan yang kiranya tidak memerlukan perubahan di

6
https://pendididi.blogspot.com/2013/08/esifat-sifat-budaya.html.

24
dalamnya atau kebudayaan tersebut tidak menimbulkan suatu permasalahan dalam
masyarakat. Maka, kebudayaan seperti itu tidak memerlukan perubahan yang
direncanakan. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kelestarian
kebudayaan asli yang pada saatnya nanti pasti akan mengalami perubahan juga
secara ilmiah tanpa adanya perubahan yang dikehandaki ataupun direncanakan.
Hal ini dikarenakan kebudayaan memiliki sifat seperti : Budaya adalah Milik
Bersama, budaya adalah milik Masyarakat pendukung budaya yang
bersangkutan.Budaya bukanlah milik perseorangan. Budaya Berkaitan dengan
Situasi Masyarakatnya, budaya mempunai kecenderungan untuk bertahan
terhadap perubahan apabila unsur-unsur budaya yang bersangkutan masih sesuai
fungsinya dengan kepentingan kehidupan masyarakatnya. Budaya Berfungsi
untuk Membantu Manusia Bronislaw Malinowski,seorang antropologi kelahiran
Polandia menyatakan bahwa manusia mempunyai kebutuhan bersama,baik yang
besifat biologis maupun psikologis.Sudah merupakan tugas budaya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Budaya Diteruskan dan Diwariskan
Melalui Proses Belajar, semua budaya diteruskan dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui proses belejar,bukan diwariskan secara
biologis.Artinya,seorang anak tidak akan secara otomatis pandai bicara,terampil
bermain dengan sesama anak sebayanya,atau patuh akan segala tradisi yang
terdapat pada lingkungan sosial budayanya.
Upaya peningkatan kualitas SDM dapat dibangun melalui pendidikan yang
berkualitas, harapannya agar menciptkan SDM yang profesional dan berkualitas
di pasar industri nantinya. Pemerintah hendaknya mengkaji bebagai upaya
strategis dalam perbaikan bidang pendidikan untuk mengembangkan daya saing.
Pendidikan seharusnya juga membawa kesadaran dalam berperilaku moral agar
mencerminkan produktifitas dalam bermasyarakat. Senada dengan apa yang
dipaparkan Presiden RI dalam program Revolusi Mental dalam .

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian dari sosiologi pendidikan adalah sebuah ilmu pengetahuan
yang mempelajari permasalahan-permasalahan pendidikan dan berusaha untuk
mencari pemecahanya berdasarkan pendekatan sosiologis. Sosiologi
pendidikan bertujuan untuk menganalisis perkembangan dan kemajuan
sosial.untuk menganalisis status pendidikan dalam masyarakat
Sedangkan antropologi pendidikan mempelajari tentang bagaimana
proses praktek pendidikan ditinjau menurut pandangan budaya masyarakat
setempat. Dimasukkannya landasan antropologi dalam pendidikan agar
pendidikan memperhatikan latar belakang kebudayaan yang berbeda dari
setiap peserta didik sehingga terwujudnya kegiatan belajar yang baik.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini tentunya
banyak kekurangan dan kekeliruan, yang menjadi sorotan adalah bagaimana
makalah ini dapat disusun setidaknya mendekati kata sempurna dan dapat
mencakup substansi materi yang ingin disampaikan sehingga tujuan
pembelajaranpun dapat terpenuhi.Dalam kesempatan ini kami selaku
penyusun tentunya sangat mengharapkan segala saran,kritik dan pengayaan
yang bersifat membangun.

26
DAFTAR PUSTAKA

Agger, Ben. 2006, Teori-teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan, dan Implikasinya,
Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Barker, Chris, 2001 Cultural Studies, Theory and Practices. London: Sage
Publication. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative
research (pp. 105-117). London: Sage. [21.58, 19/9/2023]

Aldo Serena: Fortier, Francois. 2001 Virtuality Check: Power Relations and
Alternatif Strategies in Information Society, London:Verso.

Freire P, 1986, Pedagogy of the Oppressed. New York: Praeger. Guba, E. G., &
Lincoln, Y. S. (1994). Competing paradigmsin qualitative research. In N.
K.

Jay, Martin, 1973. The Dialectical Imagination: A History of the Frankfurt School
and the Institute of Social Research 1923-1950. California: University of
California Press. Kellner,

Douglas, 2003. Teori Sosial Radikal. Diterjemahkan Eko-Rindang Farichah.


Yogyakarta: Syarikat Indonesia. McCarthy, Thomas, 1982, The Critical
Theory of Jurgen Habermas. Massachusetts: MIT Press.

O’neil, William, F. 1981. Educational Ideologies: Contemporary Expressions of


Educational hilosophies. Santa Monica, California: Goodyear Publishing
Company. Ritzer, George, 2011. Sociological Theory, Eight Edition, New
York: McGraw-Hill Componies Inc.

Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai Penelitian


Ilmiah: dalam Sulistyowati Irianto dan Sidharta (ed), hal 83-120. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Metode Penelitian Hukum: Konstelasi
dan Refleksi, 110)

Turner, Jonathan H., 1986, The Structure of Sociologi Theory, Chicago: The
Dorsey Press. Zanden. Dalam buku Antropological Praxis: Translating
Knowledge Into Action, Robert M. Wulff and Sherly J. Fiske yang
diterbitkan pada tahun 1991

27

Anda mungkin juga menyukai