Anda di halaman 1dari 166

Hari/ Tanggal : Kamis/ 01 Oktober 2020

Tugas :4

MAKALAH LANDASAN ILMU PENDIDIKAN


LANDASAN FILOSOFIS, PSIKOLOGI, SOSIOLOGIS, KULTURAL,
ANTROPOLOGIS PENDIDIKAN

Oleh
Rahmi Laila/19175013

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Hj. FESTIYED, M.S

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
1442 H/ 2020 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun tugas ini dengan judul “Landasan
Filosofis, Psikologi, Sosiologis, Kultural, Antropologis Pendidikan”.
Atas nikmat Tuhan Yang Maha Esa, tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penulisan gagasan tertulis
ini, yaitu Ibu Prof. Dr. Festiyed MS selaku pembimbing mata kuliah Landasan
Ilmu Pendidikan serta motivasi orang tua yang telah diberikan kepada penulis.
Atas bimbingannya maka penulis dapat menyusun Makalah Landasan Ilmu
Pendidikan ini.
Demikian Makalah ini telah penulis susun, dengan harapan dapat menjadi
bahan acuan dan informasi bagi para pembaca. Apabila ada kekeliruan, mohon
dimaklumin karena kemampuan penulis sangat terbatas. Oleh karena itu, dengan
segala kekurangan penulis harapkan saran dan kritik dari para pembaca Makalah
ini untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan
terimakasih.

Padang, 01 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ I


DAFTAR ISI ............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 1
C. Tujuan ..................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Agama....................................................................... 4
B. Landasan Yurisis....................................................................... 6
C. Landasan Filosofis Pendidikan ................................................. 8
D. Landasan Psikologis Pendidikan .............................................. 34
E. Landasan Sosiologis Pendidikan .............................................. 48
F. Landasan Kultural Pendidikan ................................................. 68
G. Landasan Antropologis Pendidikan .......................................... 93
BAB III PEMBAHASAN
A. Implikasi Landasan Filosofis Pendidikan dalam Pendidikan ........ 104
B. Keterkaitan Landasan Filosofis Pendidikan dengan Kurikulum
2013 ..................................................................................... 116
C. Matrik Landasan Psikologis Pendidikan ..................................... 121
D. Matriks Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan Menurut
Pandangan Islam, Barat dan Indonesia........................................... 122
E. Matriks Landasan Sosiologi Pendidikan..................................... 129
F. Matriks Landasan Kultural Pendidikan......................................... 131
G. Matriks Implementasi Landasan Sosial-Kultural Pendidikan
dalam Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Fisika.......................... 134
H. Perbandingan antara Landasan Filosofis, Psikologis, Sosiologis,
Kultural dan Antropologis Pendidikan........................................... 141

ii
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 155
B. Saran ....................................................................................... 156
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tidak
terputus dari generasi ke generasi dimanapun di dunia ini. Upaya memanusiakan
manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup
dan latar sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu. Meskipun pendidikan itu
universal, namun terjadi perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan
hidup dan latar sosiokultural tersebut. Dengan kata lain, pendidikan
diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural
setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Banyak pendidik yang memaksakan
kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang mereka inginkan
sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya, maka setiap guru dituntut
untuk memahami teori psikologi pendidikan agar potensi yang ada pada peserta
didik dapat dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya. Banyak para ahli
yang memaparkan tentang perkembangan peserta didik diantaranya Piaget, Carl
R. Rogers, Kohnstamm.
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari
unsur sosial budaya. Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar
masyarakat, dan individu dengan masyarakat. Aspek sosial ini merupakan aspek
individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan.
Budaya mengacu tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya serta
bentuk yang diinginkan. Sama halnya dengan aspek sosial, aspek budaya sangat
berperan dalam proses pendidikan. Materi yang dipelajari, kegiatan-kegiatan serta
bentuk-bentuk pendidikan merupakan unsur budaya pendidikan.
Seorang guru memiliki peranan dan tugas yang sangat penting di dalam
proses warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dalam hal ini, selain
harus mengajar dan mendidik, guru juga harus menunjukkan kewibawaannya
kepada peserta didiknya. Guru tidak hanya dijadikan contoh ketika berada di
dalam kelas, tetapi segala yang dilakukan guru diluar itu merupakan gambaran

1
dari kewibawaan dan ilmu yang dimiliki seorang guru. Sehingga, menjadi seorang
guru harus memiliki kesadaran terhadap posisi di dalam lingkup pendidikan
maupun masyarakat karena pada umumnya guru selalu dijadikan sorotan dalam
lingkup manapun. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas landasan filosofis,
psikologi, sosiologi, kultural, dan antropologis pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah:
1. Bagaimana landasan filosofis pendidikan dari pandangan Barat, Indonesia,
dan Islam?
2. Bagaimana landasan psikologis pendidikan dari pandangan Barat, Indonesia,
dan Islam?
3. Bagaimana landasan sosiologis pendidikan dari pandangan Barat, Indonesia,
dan Islam?
4. Bagaimana landasan kutural pendidikan dari pandangan Barat, Indonesia, dan
Islam?
5. Bagaimana landasan antropologis pendidikan dari pandangan Barat,
Indonesia, dan Islam?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui landasan filosofis pendidikan dari pandangan Barat,
Indonesia, dan Islam
2. Untuk mengetahui landasan psikologis pendidikan dari pandangan Barat,
Indonesia, dan Islam
3. Untuk mengetahui landasan sosiologis pendidikan dari pandangan Barat,
Indonesia, dan Islam
4. Untuk mengetahui landasan kultural pendidikan dari pandangan Barat,
Indonesia, dan Islam
5. Untuk mengetahui landasan antropologis pendidikan dari pandangan Barat,
Indonesia, dan Islam

2
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca
khususnya untuk tenaga pendidik kedepannya.
2. Membantu mahasiswa memahami landasan filosofis, psikologi, sosiologis,
kultural, dan antropologis pendidikan.
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah landasan ilmu
pendidikan program studi pendidikan Fisika program pascasarjana
Universitas Negeri Padang.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Landasan Agama
1. QS. Al Ahzab ayat 21

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-
Ahzab 33:21)

Kandungan yang terdapat dalam ayat ini, dalam bidang pendidikan prilaku
dan sifat-sifat kepribadian (ahlakul karimah). Sifat kepribadian yang baik agar
dicontoh dan diiikuti serta dipraktikan oleh umat manusia sebagai pendidik ( figur
teladan) yang memiliki amanat mendidik dan menanamkan (Internalisasikan)
dalam diri peserta didik. Sedangkan penerapannya dapat mengunakan cara atau
langkah-langkah dengan cara menunjukan arahan,bimbingan ,dorongan dengan
memberi motivasi . Ini adalah salah satu arti penting psikologi pendidikan dalam
pendidikan Islam.
2. QS. Al Mujadalah ayat 11

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:


“Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya

4
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah :11)
Surat Al-Mujadalah ayat 11 menjelaskan keutamaan orang orang beriman
dan berilmu pengetahuan. Orang yang beriman dan memilki ilmu pengetahuan
luas akan dihormati oleh orang lain diberi kepercayaan untuk mengendalikan atau
mengelola yang terjadi dalam kehidupan ini. Ini artinya tingkatan orang yang
berilmu lebih tinggi dibanding orang yang tidak berilmu.
Akan tetapi, perlu di ingat bahwa orang yang beriman, tetapi tidak berilmu,
dia akan lemah, oleh karena itu keimanan seseorang yang tidak didasari atas ilmu
pengetahuan tidak akan kuat. Begitu juga sebaliknya orang yang berilmu tapi
tidak beriman ia akan tersesat, karena ilmu yang dimiliki bisa jadi untuk kebaikan
sesama.
3. QS. An-Nisa’ ayat 1
Manusia adalah makhluk sosial yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, sesuai dengan firman Allah dalam surah An-Nisa’ ayat 1:

Artinya:“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan [peliharalah] hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

5
Manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam melaksanakan tugas manusia
dimuka bumi sebagai khalifah manusia musti bergotong royong sehingga dapat
terciptanya dunia yang baik.

B. Landasan Yuridis
Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Landasan
yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-
undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang
menurut Undang-Undang Dasar 1945.
Undang undang dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di indonesia. Semua
peraturan harus tunduk kepada undang undang termasuk pendidikan. Pendidikan
bangsa Indonesia sendiri telah diatur dalam UUD 1945 dan hal ini diperjelas
dengan dirumuskannya norma-norma pokok yang harus menjiwai usaha
pendidikan dan pengembangan kebudayaan yang akan dilaksanakan oleh
penyelenggara negara. Norma-norma itu tersirat dan tersurat dalam Bab XIII Pasal
31 dan 32 UUD 1945.
Sebagai mana isi Pasal 31 UUD 1945 sebagai berikut :
Ayat 1 Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Ayat 2 Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah
wajib membiyayainya.
Ayat 3 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Ayat 4 Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.

6
Ayat 5 Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Serta dalam Pasal 32 UUD 1945 sebagai berikut :


Ayat 1 Memajukan kebudayaan nasional serta memberi kebebasan kepada
masyarakat untuk mengembangkannya.
Ayat 2 Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian
dari budaya nasional.
Berpatokan pada Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, maka upaya
meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala
aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden
pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun
1989.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab
dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan
reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan
dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah
demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan
globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
Tiap-tiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua
tindakan yang dilakukan di Negara itu didasarkan pada perundang-undangan
tersebut. Negara Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-
undangan yang bertingkat, mulai dari UUD 1945, UU, Peraturan Pemerintah,
Ketetapan dan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hukum yang harus
ditaati, dimana UUD 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Landasan hukum
merupakan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam
melaksakan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu
pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena

7
hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945
utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib
membiyayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia

C. Landasan Filosofis Pendidikan


1. Pengertian Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan adalah landasan yang berkaitan dengan
makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok
pendidikan. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat
filsafat (filsafat, falsafah). Istilah filsafat (Inggris: philosophy; Arab: falsafah)
berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau philos yang
berarti cinta atau sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan
Dengan demikian, secara etimologis philosophia (filsafat) berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan. Filsafat menelaah sesuatu secara
radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi
filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari
dua faktor:

8
a. Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
b. Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada di antara
keduanya: Kawasannya seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan ilmu
pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dank arena mengandalkan
akal manusia (Mudyahardjo, et.al, 1992: 126-134).
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir
bebas serta merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu.
Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:
a. Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilniah, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang serta sangat bermanfaat dalam member makna kepada ilmu
pengetahuan itu.
b. Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, dimana mencakup logika,
espitemologi (tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk),
estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”,
termasuk akal itu sendiri), serta sosial dan politik (filsafat pemerintah).
Disamping itu berkembang pula cabang filsafat yang mempunyai bidang
kajian seperti filsafat ilmu, filsafat hukum, filsafat pendidikan dan sebagainya
(Mudyahardjo, et.al., 127-128: Filsafat Ilmu, 1981: 9-10). Landasan filosofis
terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan yang mengkaji
masalah sekitar pendidikan dengan sudut pandang filsafat.
Dalam Al Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menyeru dan
menganjurkan supaya menggunakan akal pikiran dan filsafat. Diantara ayat-ayat
tersebut adalah QS.Ali Imran: 179 dan QS. Ali Imran:189-191.

Artinya: Allah sekali-kali tidak akan membiarkan


orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini,
sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada

9
kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang
dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar (QS. Ali Imran: 179)

Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha
Perkasa atas segala sesuatu

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal

Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau


duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar berbagai
pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa, mengapa, kemana, bagaimana

10
dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal ini sangat perlu untuk
menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam
pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan tidak segera tampak,
sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan
ketepatannya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan. Ketepatan setiap
keputusan dan tindakan serta diikuti dengan upaya pemantauan dan penyesuaian
yang menerus sangat penting karena koreksi setelah diperoleh hasilnya akan
sangat sulit dan sudah terlambat.
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika,
epistemology, etika dan estetika, metafisika, dan lain-lain) memiliki pengaruh
yang besar terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran hasil kajian
yang pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam
bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
a. Keberadaaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini seperti
yang disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum,
dan sebagainya.
b. Masyarakat dan kebudayaannya
c. Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi
tantangan
d. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan utamanya filsafat
pendidikan (Ardhana, 1986: Modul 1/9).
Hasil-hasil kajian filsafat tersebut utamanya tentang konsepsi manusia dan
dunianya sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan. Terdapat kaitan yang
erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra
tentang manusia dan masyarakat sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan
citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya
ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraan pendidikan, dan dari sisi
lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan
berusaha menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar
pendidikan.

11
Hal ini sejalan dengan pendapat Noor (1986: 51) yang menyatakan bahwa
fungsi filsafat pendidikan tersimpul dalam fungsi-fungsi berikut:
a. Fungsi spekulatif
Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan
mencoba merumuskan dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi
data-data yang telah ada dari segi ilmiah.
b. Fungsi normative
Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu.
c. Fungsi kritik
Untuk memberi dasar bagi pengertian kritis-rasional dalam pertimbangan dan
menafsirkan data-data ilmiah.
d. Fungsi teori bagi praktek
Semua ide, konsepsi, analisa, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan
adalah berfungsi teori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek
pendidikan. Filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktek.
e. Fungsi integrative
Sebagai pemadu fungsional semua nilai dan rasa normatif dalam ilmu
pendidikan.

2. Karakteristik Filosofis Pendidikan


Setelah kita membahas tentang hakikat manusia dan hakikat pendidikan,
tentu kita juga harus melihat bagaimana hubungan antara keduanya. Jawaban
yang mendasar adalah karena berdasarkan pembahasan di atas jelaslah bahwa
bicara masalah hakikat manusia maka tidak bisa terlepas dari masalah pendidikan
ataupun sebaliknya, bicara hakikat pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem
gagasan tentang pendidikan yang dideduksi atau dijabarkan dari suatu sistem
gagasan filsafat umum (Metafisika, Epistemologi, Aksiologi) yang dianjurkan
oleh suatu aliran filsafat tertentu. Hal ini dapat dipahami sebagaimana disajikan
oleh Callahanand Clark (1983) dalam karyanya “Foundations of Education”, dan

12
sebagaimana disajikan Edward J.Power (1982) dalam karyanya Philosophyof
Education, Studiesin Philosophies, Schoolingand Educational Policies.
Landasan filosofis pendidikan berisi tentang gagasan-gagasan atau
konsep-konsep yang bersifat normatif atau preskriptif. Landasan filosofis
pendidikan dikatakan bersifat normatif atau preskriptif, sebab landasan filosofis
pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya (faktual),
melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang
dicita-citakan (ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan atau studi pendidikan.

3. Peranan Landasan Filosofis Pendidikan


Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa
dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut
bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan
sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan
tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebabitu,
dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis
pendidikan Pragmatisme. Misalnya, penganut Realisme antara lain berpendapat
bahwa “pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman
dari ”Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang
memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum)
atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil
penelitian).
Selain tersajikan berdasarkan aliran-alirannya, landasan filosofis
pendidikan dapat pula disajikan berdasarkan tema-tema tertentu. Misalnya dalam
tema: “Manusia sebagai Animal Educandum” (M.J.Langeveld,1980), Manand
Education” (Frost, Jr.,1957). Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang
dipengaruhi oleh filsafat, telah menjadi filsafat pendidikan dan atau menjadi teori
pendidikan tertentu. Ada beberapa teori pendidikan yang sampai dewasa ini

13
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan, misalnya aliran
empirisme, naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam pendidikan.
Perlu difahami bahwa yang dijadikan asumsi yang melandasi teori maupun
praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih ada
landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin
ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Sebagaimana Anda
ketahui terdapat berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi, sosiologi, ekonomi,
antropologi, hukum/yuridis, sejarah, biologi, dan sebagainya. Sebab itu, ada
berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan,
landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan ekonomi
pendidikan, landasan politik pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan.
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan berasal
dari berbagai sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu, dan hukum atau
yuridis. Berdasarkan sumbernya jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan
dikelompokkan menjadi:
a. Landasan Religi Pendidikan
Adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah
agama/religi yang dijadikan landasan teori maupun praktek pendidikan,
contoh karya Al-Syaibani “Falsafah Pendidikan Islam”, Abdulah Gimnastiar,
dengan Darul At-Tauhidnya melaksanakan system pendidikan “Manajemen
Qolbu” yang berbasis pada ajaranAl-Qura’an. Landasan lain yang perlu
difahami dan fungsinya terhadap pelaksanaan sistem pendidikan adalah
landasan yuridis pendidikan.
b. Landasan Hukum atauYuridis Pendidikan
Landasan hukum atau yuridis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku, yang dijadikan titik
tolak dalam pendidikan. Peranan landasan yuridis dalam pendidikan adalah
memberikan rambu-rambu tentang bagaimana pelaksanaan system

14
pendidikan dan managemen pendidikan dilaksanakan selaras dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Misalnya, dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan: “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar” (Pasal6); “Setiap warga
Negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar”
(Pasal34). Implikasinya, Kepala Sekolah Dasar atau panitia penerimaan
peserta didik baru di SD harus memprioritaskan anak-anak (pendaftar)
berusia tujuh tahun untuk diterima sebagai peserta didik dari pada anak-anak
yang baru mencapai usia enam tahun. Karena itu, panitia penerimaan peserta
didik baru perlu menyusun daftar urut anak (pendaftar) berdasarkan
usianya,baru menetapkan batas nomor urut pendaftar yang akan diterima
sesuai kapasitas yang dimiliki sekolah.
Upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan jenis-jenis landasan
pendidikan, disamping dapat dilakukan berdasarkan sumbernya (sebagaimana
telah Anda pahami dari uraian di atas), dapat pula dilakukan berdasarkan sifat
isi dari asumsi-asumsinya. Berdasarkan sifat isi asumsi-asumsinya, landasan
pendidikan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
c. Landasan Deskriptif Pendidikan
Adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran
pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka
pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil
riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan deskriptif
pendidikan disebut juga landasan ilmiah pendidikan atau landasan faktual
pendidikan.
Landasan deskriptif pendidikan mempunyai peran yang sangat besar
dalam menyusun konsep dan strategi yang secara langsung dalam
pelaksanaan praktek pendidikan secara efisien dan efektif, antara lain
meliputi: landasan psikologis pendidikan, landasan biologis pendidikan,
landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan.

15
d. Landasan Preskriptif Pendidikan
Antara lain meliputi: landasan filosofis pendidikan, landasan religius
pendidikan, dan landasan yuridis pendidikan. Adapun landasan preskriptif
pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia yang ideal/
diharapkan/ dicita-citakan (DasSollen) yang disarankan menjadi titik tolak
studi pendidikan dan/atau praktek pendidikan.

4. Aliran dalam Landasan Filosofis Pendidikan


Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut
ini diuraikan beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini
menurut Ardhana (1986: 12-18), aliran itu ialah: 1) Idealisme, 2) Realisme,
3) Perenialisme, 4) Esensialisme, 5) Pragmatisme dan progresivisme, dan
6) Eksistensialisme.
a. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran filsafat yang menganggap pikiran atau
cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dirasakan dan
dipahami. Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme
adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter,
mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial; (2)
Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan
pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan
metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4)
Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan
kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan
lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
b. Realisme
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu
adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut
aliran realisme menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme
adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab
sosial; (2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang

16
berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis; (3) Metode: Belajar
tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya
harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah
metode pokok yang digunakan; (4) Peran peserta didik adalah menguasai
pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan
yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral
dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik; (5) Peranan pendidik adalah
menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras
menuntut prestasi peserta didik.
c. Perenialisme
Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan
ajaran konstan yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1) Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu,
kemauan, dan akal. (Plato)
2) Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan
filsafat sebagai alat untuk mencapainya. (Aristoteles)
3) Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur
agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
d. Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran
teoretik atau bahan ajar esensial. Landasan dasar esensialisme merupakan
pandangan yang sifatnya sentralistik pada pendidikan dan ranah kognitif. Hal
ini kurang cocok diterapkan pada pendidikan kita karena aliran ini
menekankan pada guru (pendidik) untuk menyampaikan suatu ajaran-ajaran,
namun tidak diimbangi dengan respon-respon dari peserta didiknya.
Contohnya, seorang pendidik hanya memberikan suatu materi tanpa
memperhatikan peserta didik.
e. Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar
adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan

17
melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan
seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang
dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
1) Kekuatan Pragmatisme
a) Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan
kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa
kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun
teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari
corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis,
idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang
memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-
kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat
pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar
mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang
memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam
kehidupan sehari-hari.
b) Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas
dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap
skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi
semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu
konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan
eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru
dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara
dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.
c) Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah
percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang
diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis
sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral
dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo
pragmatisme merupakan pendukung terciptanyademokratisasi,

18
kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat
modern.
2) Kelemahan Pragmatisme
a) Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat
metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya
mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya
bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak
langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang
transcendental (bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian
pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan
kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-
sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
b) Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme
adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati
hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir
masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka
dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit
matrealisme.
c) Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan
berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota
dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu
sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur
masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini,
masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang
wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya
manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha
mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam
kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia,

19
harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya.
Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya
pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu
maupun pada zaman sekarang.

e. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada
manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang
tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat
relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme
paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya
"human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka
dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.

5. Pandangan Indonesia terhadap Landasan Filosofis Pendidikan


Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara yaitu
pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia,
menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Pasal 2 UU-RI No. 2
Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam
penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan
nasioanal termasuk dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk
itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “Pembentukan manusia
Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu
mandiri”.
Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan pula bahwa pancasila itu
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan
hidup bangsa Indonesia,dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai

20
sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat
yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta
mauara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain :
Pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan.
Bidang Pendidikan membutuhkan petunjuk nyata dan jelas wujud
pengamalan kelima sila dari Pancasila. Hal ini sangat penting karena terdapat
kepstian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Petunjuk
pengamalan Pancasila tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai
Pancasila sebagai berikut:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradap
2) Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
pemeluk-pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehinbgga terbina
kerukunan hidup
3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
4) Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia
2) Saling mencintai sesama manusia
3) Mengembangkan sikap tenggang rasa
4) Tidak semena-mena terhadap orang lain
5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
7) Berani membela keberanian dan keadilan
8) Bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lain.
c. Persatuan Indonesia
1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3) Cinta tanah air dan bagsa
4) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan.
1) Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat

21
2) Tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain
3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
7) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan bergotong-royong.
2) Bersikap riil
3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4) Menghormati hak-hak orang lain.
5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6) Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.
7) Tidak bersifat boros
8) Tidak bergaya hidup mewah
9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umat
10) Suka bekerja keras
11) Menghargai hasil karya orang lain
12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial. (Tirtarahardja, 2005: 91-94).

6. Pandangan Islam terhadap Landasan Filosofis Pendidikan


a. Al-Qur’an
Islam mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an
ini juga dipandang sebagai keagungan (majid) dan penjelasan (mubin).
Kemudian juga seringkali disebut pula petunjuk (hidayah) dan buku (kitab).
Al-Qur’an berisi segala hal mengenai petunjuk yang membawa hidup
manusia bahagia di dunia dan akhirat kela. Kandungan yang ada di dalam Al-
Qur’an meliputi segala hal sebagaimana difirmakan Allah di dalam surat Al-
An’am ayat 38:

22
Artinya : Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah
mereka dihimpunkan.
Jika tidak ada sesuatu yang luput dari catatan kitab (Al-Qur’an) ini,
maka berarti Al-Qur’an berisi petunjuk segala sesuatu yang dengan jelas
dinyatakan dalam ayat lain, Q.S An-Nahl ayat 89:

Artinya : (Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-
tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan
kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas
seluruh umat manusia. Dan kami turunkan kepadamu Al-
Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabr gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.

“Segala sesuatu” ini banyak dipahami oleh para sarana muslim meliputi
berbagai macam cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, maka ilmu
pengetahuan itu menurut Al-Qur’an harus dicari melalui analogi dan hadits
nabi SAW, yang merupakan bagian dari syariah islam. Disini, pertimbangan
dan hadits tersebut yang secara nyata ditunjukkan melalui metode analogi ini.
(Saleh, 1994: 17-18).

23
Diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur bertujuan untuk
memecahkan setiap problema yang timbul dalam masyarakat. Dan juga
menunjukkan suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada suatu waktu
adalah mustahil, karena Al-Qur’an turunnya petunjuk bagi kaum muslimin
dari waktu kewaktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan yang terjadi.
Al-Qur’an berisi aturan yang sangat lengkap dan tidak pula punya celah,
mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Al-Qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum,
juga merupakan kitab pendidikan secara khusus pendidikan sosial, moral dan
spiritual. Tidak diragukan bahwa keberadaan Al-Qur’an telah mempengaruhi
sistem pendekatan rasul dan para sahabat, lebih-lebih ketika Aisyah ra
menegaskan bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur’an (Surat Al-Furqon : 32)

Artinya : Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Quran itu


tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’;
demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan
Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)
Dari ayat diatas kita dapat mengambil 2 isyarat yang berhubungan
dengan pendidikan yaitu pengokohan hati dan pemantapan keimanan serta
sikap tartil dalam membaca Al-Qur’an. Kelebihan Al-Qur’an diantaranya
terletak pada metode yang menakjubkan dan unik sehingga konsep
pendidikan yang terkandung di dalamnya, Al-Qur’an mampu menciptakan
individu yang beriman dan senantiasa mengesakan Allah, serta mengimani
hari akhir. Al-Qur’an mendidik manusia melalui metode yang bernalar serta
sarat dengan kegiatan meneliti, membaca, mempelajari, melayani, dan
observasi ilmiah terhadap manusia sejak manusia masih dalam bentuk
segumpal darah dalam rahim ibu.Firman Allah Q.S Al-Alaq ayat 1-5:

24
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam surat Asy-Syam, dengan berulang-ulang Allah SWT mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang dapat dididik, disucikan dan di
tinggikan.Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an terdiri dari 2 prinsip
besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut
Aqidah, dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan, karena termasuk ke dalam
usaha/tindakan untuk membentuk manusia termasuk ke dalam ruang lingkup
mua’malah.
Pendidikan sangat penting karena menentukan corak dan bentuk amal
dan kehidupan manusia, oleh karena itu pendidikan islam harus menggunakan
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan islam, dengan kata lain pendidikan islam harus berlandaskan ayat-
ayat Al-Qur’an yang penafsiran-Nya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad di
sesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Al-Qur’an dianggap sebagai sumber syari’at islam, terutama dan
terpenting dan sumber-sumber yang mungkin untuk menjadi dasar falsafah
pendidikan. Al-Qur’an adalah perbendaharaan maha besar meliputi
perbendaharaan-perbendaharaan kebudayaan manusia. Ibnu Rushd

25
begitu menghargai falsafah dan akal, karena tanpa akal ayat-ayat Al-Qur’an
dan maksud penciptaan manusia secara umum tidak banyak mempunyai arti,
akal dan Al-Qur’an tidak bisa di pertentangkan.
Dalam pandangan islam, world picture yang terbentuk berdasarkan
komitmen para ilmuwan, semuanya berpangkal dari sumber tunggal, yakni
pesan-pesan kitab suci Al-Qur’an. Setidaknya pendapat bahwa Al-Qur’an
adalah kitab yang komplit, sempurna, dan mencakup segala-galanya termasuk
system kemasyarakatan, ilmu pengetahuan dan teknologi modern (Nasution,
1983: 25). Mengenai ilmu pengetahuan memang disinggung oleh ayat-ayat
Al-Qur’an. Namun ayat al-kawniyah ini diperkirakkan jumlahnya kurang
lebih 150 ayat. Selain itu ayat-ayat ini tidak member penjelasan lebih lanjut
mengenai prosesnya. Proses tersebut harus dipikirkan manusia. Pada dasarnya
ayat-ayat kawniyah mengandung dorongan kepada manusia untuk
memperhatikan dan memikirkan alam sekitarnya, dan sekaligus menunjukkan
bahwa Al-Qur’an juga mengungkapkan fenomena natur yang juga menjadi
pembahasan ilmu pengetahuan modern. (Jalaluddin, 2013: 244-245).
Al-Qur`an sebagai sumber primer Pendidikan Islami haruslah
dieksplorasi untuk mendukung dan menjadi basis sistem pendidikan secara
keseluruhan, dengan tidak menafikan ilmu-ilmu lain. Peserta didik
semestinya diajak untuk lebih mampu menangkap makna yang terkandung
dibalik kalam Allah, karena symbol-simbol yang beberkan Tuhan melalui
ayat-ayat-Nya tidak akan memberika makna berarti tanpa melakukan upaya-
upaya ijtihadi untuk menangkap maknanya.
Terkait eksistensi manusia dalam pendidikan, Saleh (1994) menjelaskan
bahwa manusia merupakan sentral utama yang dituju dalam proses
pendidikan. Seorang pendidik akan sukses bila ia memiliki pemahaman yang
lengkap tentang manusia sebagai subyek didiknya. Beberapa hal yang harus
dipahami terkait eksistensi manusia dalam pendidikan adalah : 1) Konsep
manusia sebagai khalifah di muka bumi, 2) Fitrah manusia dalam proses
kependidikan, 3) Hubungan Fitrah dan Ruh, 4) Kehendak Bebas Manusia,
dan 5) Implikasi Kependidikan.

26
Dalam al-Qur`an eksistensi manusia dalam pendidikan dapat dipahami
melalui pemaknaan kata khalifah di muka bumi, yang tertera dalam Q.S. Al-
Baqarah ayat 30:

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui’.
Sebagai khalifah, manusia sangat potensial untuk dapat
mengembangkan kemanusiaannya dengan meneladani sifat-sifat Allah untuk
meraih kualitas dalam bentuk prestasi dan tiada henti berkreasi di muka bumi
secara produktif.
b. Hadits
Dasar yang kedua selain Al-Qur’an adalah sunnah Rasulullah, amalan
yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW proses perubahan hidup sehari-hari
menjadi sumber utama pendidikan islam karena Allah SWT menjadikan
Muhammad sebagai teladan bagi umatnya.Nabi mengajarkan dan
mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabtnya, dan
seterusnya mereka mempraktekan pula seperti yang dipraktekan Nabi dan
mengajarkan pula kepada orang lain, perkataan atau perbuatan dalam
ketetapan Nabi.
As-sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul SWT
yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian/perbuatan orang lain
yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian/perbuatan itu

27
berjalan, sunnah yang berisi Aqidah dan syari’ah, sunnah berisi petunjuk
(pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk
membina umat menjadi manusia seutuhnya/muslim yang bertaqwa, untuk itu
Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama, beliau sendiri mendidik semua
itu adalah pendidikan dalam rangka membentuk manusia muslim dan
msyarakat islam.
Oleh karena itu sunnah merupakan landasan ke dua bagi cara Pembina
pribadi manusia muslim, sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran
berkembang, itulah sebabnya mengapa ijtihad perlu di tingkatkan dalam
memahaminya termsuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.Assunnah
sebagai dasar islam tidak terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap
Al-Qur’an, fungsi as-sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sangat penting, ada
beberapa pembenaran yang mendesak untuk segera di tampilkan, yaitu as-
sunnah menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum, maka dengan
sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan,
assunnah mengkhidmati Al-Qur’an, memang assunnah menjelaskan mujmal
Al-Qur’an menerangkan muskilnya memanjangkan keringkasannya.
Prinsip menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagas dasar pendidikan
islam bukan hanya di pandang sebagai kebenaran keyakinan semata, lebih
jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh
akal yang sehat dan bukti syarah. Dengan demikian barangkali wajar jika
kebenran itu kita kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah
SWT dalam Al-Qur’an, kebenaran yang dikandungnya adalah kebenaran
yang hakiki, bukan kebenaran spekulatif dan relativ, hal ini sesuai dengan
jaminan Allah.
Oleh sebab itu maka andai kata ada sebagian ummat yang mengaku
sebagai umat islam berkata/berpendapat, bahwa tentang urusan agama cukup
mengikuti Al-Qur’an saya, tidak asah dengan assunnah, maka mereka itu
adalah sesat dari jalan yang benar dan sudah tidak mengikuti pimpinan.
Jelaslah bahwa kewajiban umat islam terhadap sunnah Rasul ialah menerima

28
dan mencontohnya. Kata Imam Asy-Syathibi, Derajat/tingkatan sunnah itu
ada di bawah/dibelakang Al-Qur’an.
Al-Qur’an di yakini kebenaran dengan tegas, sedang as-sunnah masih di
sangka kebenarannya, jelasnya Al-Qur’an itu dari segi ketetapan dan
kenyataannya dari sangka, kecuali yang bertingkatan mutawatir oleh sebab itu
yang maqthu (diyakini dengan tegas) harus didahulukan dari pada yang
madrun (disangka) dengan demikian, maka wajiblah mendahulukan Al-
Qur’an daripada as-sunnah.As-sunnah itu adakalanya untuk menjadi
keterangan bagi Al-Qur’an dan kalanya untuk menambah keterangan saja,
maka dengan sendirinya as-sunnah terkemudian Al-Qur’an, yakni yang
menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan maka jika as-sunnah
terjadi keterangan tentu saja ia menjadi yang kedua sesudah yang diterangkan,
maka Al-Qur’an harus di dahulukan.

7. Pandangan Barat terhadap Landasan Filosofis Pendidikan


a. Landasan Filosofis Pendidikan di Amerika
Filsafat Amerika Serikat senasib dengan kebudayaan Amerika pada
umumnya. Seperti kita ketahui bahwa kebudayaan Amerika Serikat
mempunyai ciri khas yaitu tidak mempunyai tradisi yang panjang. Karena itu,
ia belum pernah mempunyai wajah sendiri. Kebudayaannya bersandar pada
"self made man". Apabila kita lihat, pandang secara cermat, ciri yang penting
adalah perkembangan material dan tekniknya. Perkembangan ini sangat
mempengaruhi alam pemikiran bangsa tersebut. Pengaruh itu jelas dalam
pragmatisme.
Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah amerika
merupakan negara yang dibentuk dari bangsa-bangsa asing yang
mendiaminya. Kondisi tersebut berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia,
karena pada umumnya suatu negara dibentuk dari penduduk-penduduk asli
bangsanya. Meskipun demikian, kegiatan pendidikan di Amerika tetap
berpijak pada landasan kependidikan yang berupa pemikiran
kefilsafatan/keilmuwan/wawasan-wawasan lain.

29
Istilah pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti
perbuatan atau tindakan. "Isme" di sini sama artinya dengan isme-isme yang
lainnya yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian
pragmatisme berarti: ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti
tindakan. Kreteria kebenarannya adalah "faedah" atau "manfaat". Suatu teori
atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil.
Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it works ( apabila teori dapat
diaplikasikan).
Pragmatisme muncul sebagai usaha refleksi analitis dan filosofis
mengenai kehidupan Amerika sendiri yang dibuat oleh orang Amerika di
Amerika sebagai suatu bentuk pengalaman mendasar, dan meninggalkan
jejaknya pada setiap kehidupan Amerika. Oleh karena itu ada suatu alasan
yang kuat untuk meyakini bahwa pragmatisme mewakili suatu pandangan asli
Amerika tentang hidup dan dunia. Atau barangkali lebih tepat kalau dikatakan
bahwa pragmatisme mengkristalisasikan keyakinan-keyakinan dan sikap-
sikap yang telah menentukan perkembangan Amerika sebagaimana
menggejala dalam berbagai aspek kehidupannya, misalnya dalam penerapan
teknologi, kebijaksanaan-kebijaksanaan politik pemerintah, dan sebagainya.
Menurut Putu Sudira, dkk (2014), Pragmatisme merupakan gerakan
filsafat Amerika yang begitu dominan mencerminkan sifat-sifat kehidupan
Bangsa Amerika. Demikian dekatnya pragmatisme dengan Amerika sehingga
Popkin dan Stroll menyatakan bahwa pragmatisme merupakan gerakan yang
berasal dari Amerika yang memiliki pengaruh mendalam dalam kehidupan
intelektual di Amerika. Bagi kebanyakan rakyat Amerika, pertanyaan-
pertanyaan tentang kebenaran, asal dan tujuan, hakekat serta hal-hal metafisis
yang menjadi pokok pembahasan dalam filsafat barat dirasakan amat teoritis.
Rakyat Amerika umumya menginginkan hasil yang kongkrit. Sesuatu yang
penting harus pula kelihatan dalam kegunaannya. Oleh karena itu, pertanyaan
“what is” harus dieliminir dengan “what for”. Menurut teori pragmatis
tentang kebenaran, suatu proposisi dapat disebut benar sepanjang proposisi
itu berlaku atau memuaskan.

30
Dalam perkembangannya lebih lanjut, filsafat tersebut diterapkan dalam
setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat
tentang tindakan manusia, maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi
bidang penerapan dari filsafat yang satu ini. Dan karena metode yang dipakai
sangat populer untuk di pakai dalam mengambil keputusan melakukan
tindakan tertentu, karena menyangkut pengalaman manusia sendiri, filsafat
inipun segera menjadi populer. Dan filsafat ini yang berkembang di Amerika
pada abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-
tokohnya seperti Charles Sander Peirce, William James, dan John Dewey
menjadi sebuah aliran pemikiran yang sangat mempengaruhi segala bidang
kehidupan Amerika.
Namun filsafat ini akhirnya menjadi lebih terkenal sebagai suatu
metode dalam mengambil keputusan, melakukan tindakan tertentu atau yang
menyangkut kebijaksanaan tertentu. Lebih dari itu, karena filsafat ini
merupakan filsafat yang khas Amerika, ia dikenal sebagaimana suatu model
pengambilan keputusan, model bertindak, dan model praktis Amerika.
Bagi kaum pragmatis, untuk mengambil tindakan tertentu, ada dua hal
penting. Pertama, ide atau keyakinan yang mendasari keputusan yang harus
diambil untuk melakukan tindakan tertentu. Dan yang kedua, tujuan dari
tindakan itu sendiri. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan
suatu paket tunggal dari metode bertindak yang pragmatis. Pertama-tama
manusia memiliki ide atau keyakinan itu yang ingin direalisasikan.
Untuk merealisasikan ide atau keyakinan itu, manusia mengambil
keputusan yang berisi: akan dilakukan tindakan tertentu sebagai realisasi ide
atau keyakinan tadi. Dalam hal ini, sebagaimana diketahui oleh Peirce,
tindakan tersebut tidak dapat diambil lepas dari tujuan tertentu. Dan tujuan
itu tidak lain adalah hasil yang akan diperoleh dari tindakan itu sendiri, atau
konsekwensi praktis dari adanya tindakan itu.
b. Landasan Filosofis Pendidikan di Jepang
Pendidikan sesungguhnya adalah alat untuk mencerdaskan manusia,
menurut pakar filsafat Pauolo Freire. Sejarah telah membuktikan bahwa

31
Jepang, salah satu Negara maju yang membangun bangsa dengan
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mencerdaskan bangsa.
Membicarakan sistem pendidikan dari sisi filosofi akan cenderung
terkait dengan nilai ideal yang dijadikan landasan bagi pengambilan
keputusan dan pelaksanaan kinerja. Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari
kebudayaan, pendidikan Jepang aspek pengaruh yang sangat kuat adalah pada
kebudayaan masyarakat Jepang. Aspek positif pendidikan di Jepang adalah
semangat kerja keras dan berusaha keras. Bangsa Jepang juga dikenal sebagai
bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitas tinggi. Serta mempunyai
budaya Samurai, yaitu semangat pejuang tangguh. Ganbatte Kudasai!
Adalah sebuah salah satu ungkapan yang mengadung unsur motivasi dan
semangat untuk terus berjuang dan pantang mnyerah. Seorang mahasiswa di
depan profesornya saat menerima sebuah tugas, maka akan selalu
mengatakan Gambarimasu! yang artinya akan berusaha dengan sebaik-
baiknya.
Menurut Budiman (2014), Kedisplinan Jepang dalam menjalankan
budaya samurai (Bushi) berisi tujuh nilai utama, yaitu: Budaya Bushido
ditafsirkan menjadi prinsip hidup dan jalan oejuang samurai, semangat

bushido meliputi Shōjiki to Seijitsu Makato (正直と誠実). Prinsip Samurai

antara lain:

1) Jihi to kan'yō ( 慈悲と寛容) : Kemurahan hati

2) Shinjitsu to seigi (真実と正義) : Kebenaran dan keadilan

3) Reigi to sonkei (礼儀と尊敬) : Kesopanan dan kehormatan

4) Chuugi Yuu (忠誠勇気は) : Kesetiaan atau loyalitas

Karakteristik dari bangsa Jepang yang mendorong bangsa tersebut,


yaitu:

32
1) Orang Jepang menghargai jasa orang lain. Hal ini dibuktikan dengan
mengucapkan arigatoo (terima kasih), tidak menganggap remeh jerih
payah orang lain meskipun bantuan tersebut tidak seberapa.
2) Selain mengucapkan terima kasih, untuk menghargai pekerjkaan dengan
mengucapkan otsukarsamadehita (maaf, Anda telah bersusah payah).
3) Perlunya setiap orang harus berusaha dilambangkan dengan ucapan
ganbatte kudasai (berusahalah).
4) Orang Jepang punya semangat yang tidak pernah luntuk, tahan banting dan
tidak mau menyerah oleh keadaan, yang terkenal dengan semangat
bushido(semangat kesatria).
Selain filosofi Bushido, pendidikan di Jepang menanamkan pendidikan
karakter sejak dini agar generasi Jepang menjadi unggul. Norma dalam
masyarakat Jepang sangat terkait dengan ajaran Shinto dan Budaha, tetapi
menariknya agama ini tidak diajarkan di sekolah sebagai bentuk pelajaran
wajib. Namun, nilai agama tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
di sekolah. Pembekalan prinsip hidup yang kuat di masa pendidikan dasar
inilah yang membuat kedisiplinan dan keteraturan dalam masyarakat Jepang.
Budiman (2014) menyatakan bahwa sistem pendidikan Jepang
dibangun atas dasar beberapa prinsip, antara lain:
1) Legalisme: pendidikan di Jepang mengedepankan aturan hukum dan
melegalkan hak setiap individu untuk memperoleh pendidikan tanpa
memandang agama, ras, suku dan golongan yang berhak mendapatkan
pendidikan yang layak.
2) Administrasi yang demokratis: biaya di Jepang diusahakan dapat
dijangkau sesuai keuangan masyarakatnya, memberikan beapeserta didik
bagi peserta didik yang berprestasi atau peserta didik yang kurang
mampu dalam keuangan.
3) Netralis: hampir sama dengan legalisme, pendidikan di Jepang diberikan
kepada setiap peserta didik tanpa membedakan latar belakang materil,
asal usul keluarga, status social antar golongan.

33
4) Penyesuaian dan penetapan kondisi pendidikan: dalam proses
pembelajaran memiliki kesulitan masing-masing yang disesuaikan
dengan pendidikan yang ditempuh.
5) Desentralisasi: penyebaran kebijakan pendidikan dari pemerintah pusat
secara merata kepada seluruh sekolah sehingga perkembangan dan
kemajuan system pendidikan dapat diikuti dengan baik.
Tujuan pendidikan Jepang lebih mengarah kepada pengembangan
kepribadian individu secara utuh, menanamkan jiwa yang bebas dan
bertanggungjawab, bertoleransi untuk menghargai antar individu. Budaya
disiplin waktu dan waktu kerja keras Jepang yang sejak dahulu diajarkan
selalu ditanamkan di dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat
mempengaruhi kemajuan Negara ini, khususnya dalam bidang pendidikan.

D. Landasan Psikologi Pendidikan


1. Teori Psikologi menurut para ahli
a. Aliran psikologi tingkah laku
1) Teori Pengaitan dari Edward L. Thorndike
Berdasarkan hasil percobaannnya di Laboratorium yang
menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori
belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori
tersebut menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya
berlangsung menurut prinsip yang sama yaitu, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus
tersebut. (Orton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981:13).
Selanjutnya Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick dan
Ford, 1981:13; Hudojo, 1991:15-16) mengemukakan bahwa, terjadinya
asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
Hukum Kesiapan (law of readiness), Hukum Latihan (law of exercise),
dan Hukum Akibat (law of effect).
2) Teori Penguatan B.F. Skinner

34
Skinner mengembangkan teori belajarnya juga dari hasil percobaan
dengan menggunakan hewan. Dari percobaannya, Skinner
menyimpulkan bahwa kita dapat membentuk tingkah laku manusia
melalui pengaturan kondisi lingkungan (operant conditioning) dan
penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan
positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus,
apabila penyajiannya mengiringi suatu tingkah laku peserta didik yang
cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu,
dalam hal ini berarti tingkah laku tersebut diperkuat. Sedangkan
penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena
cenderung menguatkan tingkah laku.
3) Teori Hirarki Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism
gaya baru (modern neobehaviourist). Dalam mengembangkan teorinya,
Gagne memperhatikan objek-objek dalam mempelajari matematika yang
terdiri dari objek langsung dan tidak langsung. Objek langsung adalah:
fakta, keterampilan, konsep dan prinsip, sedangkan objek tak langsung
adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan
memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap
matematika.
b. Aliran psikologi kognitif
1) Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Piaget adalah ahli psikologi Swiss yang latar belakang pendidikan
formalnya adalah falsafah dan biologi. Piaget mengemukakan Teori
Perkembangan Intelektual (kognitif). Menurut Piaget ada empat tingkat
perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan
Callahan, 1983):
a) Periode Sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun
Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex. Reaksi
intelektual hampir seluruhnya karena rangsangan langsung dari alat-

35
alat indra. Punya kebiasaan memukul-mukul dan bermain-main
dengan permainannya. Mulai dapat menyebutkan nama-nama objek
tertentu.
b) Periode Praoperasional pada umur 2 – 7 tahun
Perkembangan Bahasa anak ini sangat pesat. Peranan intuisi dalam
memutuskan sesuatu masih besar, menyimpulkan hanya berdasarkan
sebagian kecil yang diketahui. Analisis rasional belum berjalan.
c) Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun
Mereka sudah bias berfikir logis, sistematis dan memecahkan
masalah yang bersifat konkret. Mereka sudah mampu mengerjakan
penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
d) Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun
Anak-anak ini sudah dapat berpikir logis terhadap masalah baik yang
konkret maupun yang abstrak. Dapat membentuk ide-ide dan masa
depannya secara realistis.
2) Teori Belajar dari Jerome Bruner
Perkembangan mental anak menurut Bruner(Toeti Soekamto, 1994)
ada tiga tahap, yaitu:
a) Tahap Enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya
memahami lingkungan.
b) Tahap Ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran-
gambaran dan visualisasi verbal.
c) Tahap simbolik, anak telah memiliki gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil observasi dan eksperimennya mengenai kegiatan
belajar-mengajar matematika Bruner merumuskan empat teori umum
tentang belajar matematika yaitu:
a) Teorema penyusunan (contruction theorem)
b) Teorema pelambangan (notation theorem)
c) Teorema pembedaan dan keaneka ragaman ( contrast and variation
theorem)

36
d) Teorema pengaitan (connectivity theorem)

2. Pengertian Landasan Psikologi dalam Pendidikan


a. Pengertian landasan
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu
perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation,
yang dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian
terpenting untuk mengawali sesuatu. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972:
161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan
sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.
Istilah lain yang hampir sama (identik) dengan kata landasan adalah
kata dasar (basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau titik tolak segala
sesuatu. Pengertian dasar, sebenarnya lebih dekat pada referensi pokok (basic
reference) dari pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian
dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan
kata dasar (basic reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya,
tetapi sangat erat hubungannya (Sanusi Uwes, 2001: 8). Maka, setiap ilmu
yang berhubungan dan berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan,
merupakan hasil dari pemikiran tentang alam atau manusia. Oleh karenanya,
ilmu-ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau dasar pendidikan (Sunasi
Uwes, 2001: 8). Jadi, dilihat dari pengertian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi atau dasar tempat berpijaknya
sesuatu.
b. Pengertian Psikologi
Istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata psyche berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah
psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala
kejiwaan. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.

37
Psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia terkait dengan
tingkah laku manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan
mengandalkan jasmani, yang dapat dipengaruhi alam sekitar. Karena itu jiwa
atau psikis dapat dikatakan inti dari kendali kehidupan manusia, yang berada
dan melekat dalam manusisa itu sendiri.
c. Pengertian Pendidikan
Pengertian Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan
jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.John Stuart Mill
(filosof Inggris, 1806-1873 M) menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi
segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang
dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada
tingkat kesempurnaan.
Pendidikan, menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah
berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan,
seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa Pengertian Pendidikan diatas dapat disimpulkan
mengenai Pendidikan, bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau
pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”
(Langeveld).
d. Pengertian Landasan Psikologi Pendidikan
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses
pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia
pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi
manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali
dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat

38
hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan,
berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).

3. Bentuk-bentuk Psikologi dalam Pendidikan


a. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-
pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
1) Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-
tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang
berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2) Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini
lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang
memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok
berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial
ekonomi, dan sebagainya.
3) Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat
perkembangan seseorang secara individual.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa
perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1) Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2) Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru
seperti hidup manusia primitif.
3) Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran
dan kemauan untuk berpetualang.
4) Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial,
kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
b. Psikologi Belajar
Dikalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan
dan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit

39
maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah
bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu
proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
pengalaman tertentu. Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan
perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil
perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya
pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha
yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto,
1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar
merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang
terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk
mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar,
sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil
belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal
yaitu proses belajar dan hasil belajar.
c. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang
mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang
mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari
pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta,
2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci
utama yaitu:
1) Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu
sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama
tentang kepribadiannya.
2) Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan,

40
maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3) Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan
situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan
keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan
pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak.
Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi
tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan
dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak
agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.

4. Pentingnya landasan Psikologi dalam Pendidikan


Landasan psikologi pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting
dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan
tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh
karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta
didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga dewasa.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti
mengalami perubahan, karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan
usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan.
Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di
dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan
yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya.
Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut
psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari
pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang
sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan
psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian
keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

41
5. Implikasi Psikologi dalam Kegiatan Belajar
a. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan
kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek
perilaku dalam konteks belajar mengajar. Pada intinya kajian psikologis ini
memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output
pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan
kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan
demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya
memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari
segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta
karakterisktik-karakteristik individu lainnya. Kurikulum pendidikan
seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk
dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-
prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng
Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni (1)
Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan, (2)
Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya
dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain, (3) Orang itu harus bersedia
mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk
mencapai tujuan yang berharga baginya, (4) Belajar itu harus terbukti dari
perubahan kelakuannya, (5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai,
diperolehnya pula hasil sambilan, (6) Belajar lebih berhasil dengan jalan
berbuat atau melakukan, (7) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak
hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis
dan sebagainya, (8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari

42
orang lain, (9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus
benar-benar dipahami, (10) Disamping mengejar tujuan belajar yang
sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain, (11) Belajar lebih
berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan, (12)
Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman dan
(13) Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
c. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam
pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan.
Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa
saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau
pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata
dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik,
terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk
mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui
pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan
proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat
dicapai perkembangan individu yang optimal.
d. Guna Calon Guru Mempelajari Ilmu Psikologi Pendidikan
Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru
dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu:
1) Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran
Memahami perbedaan individu (peserta didik), penciptaan iklim belajar
yang kondusif dikelas, pemilihan strategi dan metode pembelajaran,
memberikan bimbingan kepada peserta didik dan mengevaluasi hasil
pembelajaran.
2) Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
Menetapkan tujuan pembelajaran, penggunaan media pembelajaran dan
penyusunan jadwal pelajaran

43
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu
merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di
sekolah.

6. Pandangan Barat terhadap Landasan Psikologis Pendidikan


Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos
berarti ilmu pengetahuan. Secara etimologi, psikologi berarti ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar
belakangnya. Menurut Whiterington (1982) bahwa pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Oleh karena itu,
untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam
proses pendidikan sangat diperlukan.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan
anak atas empat tahap yaitu :
a. Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
b. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti
hidup manusia primitif.
c. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berpetualang.
d. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial,
kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
Menurut Gagne prinsip belajar dapat dilakukan perubahan yang berkenaan
dengan kapabilitas individu. Sedangkan menurut Hilgard & Bower, perubahan
terjadi karena interaksi dengan lingkungan sebagai reaksi terhadap siatuasi yang
dihadapi. Morris L. Bigge membagi menjadi 3 teori belajar :
a. Teori disiplin mental (disiplin mental theistik, disiplin mental humanistik,
naturalisme, apersepsi)
1) Secara herediter anak mempunyai potensi tertentu.
2) Belajar merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi tersebut

44
b. Teori behaviorisme (Teori S-R Bond (Thorndike), Conditioning (Guthrie),
Reinforcement (Skinner)
1) Anak tidak membawa potensi apapun dari lahirnya
2) Perkembangan ditentukan oleh faktor yang berasal dari lingkungan
3) Bersifat pasif
c. Cognitive Gestalt Field (Insight/Gestalt Field, Goal Insight,
Cognitive Field)
1) Menekankan pada unity, wholeness, integrity (keterpaduan)
2) Bersifat aktif

7. Pandangan Islam terhadap Landasan Psikologis Pendidikan


Dalam Al-Quran, ada beberapa kata kunci yang berbicara mengenai
psikologi yaitu al-nafs, al-qalb, al-aql, al-ruh, dan fitrah. Dari analisa terhadap
kosakata tersebut, secara metode tafsir maudhu’i atau tematik akan
diformulasikan sejumlah konsep-konsep psikologi dari Al-Quran, selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk menyusun paradigma teori psikologi Islami. Islam
sebagai subjek dan objek kajian dalam ilmu pengetahuan harus dibedakan kepada
tiga bentuk: Islam sebagai ajaran, Islam sebagai pemahaman dan pemikiran serta
Islam sebagai praktek atau pengamalan.
Islam sebagai ajaran bersifat universal dan berlaku pada semua tempat dan
waktu, bersifat absolut dan memiliki kebenaran normatif, yaitu benar berdasarkan
pemeluk agama tersebut, sehingga bebas ruang dan waktu. Islam sebagai
pemahaman dan praktek, selalu berhubungan dengan ruang dan waktu, sehingga
bersifat partikular, lokal dan temporal. Hal itu semua adalah fondasi awal untuk
melakukan gagasan aktulisasi psikologi Islami.Dasar religius ini bersumber dari
agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur’an, yaitu:
Surat Al-Mujadalah ayat 11:

45
Artinya : Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
‘Berlapng-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang beri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surat An-Nahl ayat 125:

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

8. Pandangan Indonesia terhadap Landasan Psikologis Pendidikan


Menurut Pidarta (2007:194), psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang
mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan
mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia
berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan
aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan
suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi
tentang kehidupan manusia umumnya dan gejala-gejala yang berkaitan dengan

46
aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan
tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses
pendidikan.
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-
pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
a. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-
tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda
dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
b. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu
orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki
kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan
jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan
sebagainya.
c. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat
perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan
pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan
yang bersifat khusus. Sifat menyeluruh mencakup segala aspek perkembangan
sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan,
sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja
sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan
Piaget, Koglberg, dan Erikson. Di samping itu, kajian Psikologi pendidikan telah
melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran
Nasution (Daeng Sudirwo, 2002) dengan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
a. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.
b. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya
dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
c. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan
berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.

47
d. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
e. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
f. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
g. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun
termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
h. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
i. Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar
dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
j. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering
mengejar tujuan-tujuan lain.
k. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
l. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
m. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

E. Landasan Sosiologis Pendidikan


1. Pengertian Landasan Sosiologi Pendidikan
Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan
tentang masyarakat.Istilah sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August
Comte (1798 – 1857).Secara etimologi sosiologi berasal dari kata sosios dan
logos.Sosios artinya masyarakat/sosial, logos artinya ilmu.Dengan demikian dapat
dipahami sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu,
bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda mengembangkan diri.
Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan
sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin
intensif. Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan
tersebut maka lahirlah sosiologi pendidikan. Menurut Sukardjo dan Komarudin
(2012: 19) sosiologi pendidikan mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:
a. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu, sebab bersumber dan
diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.

48
b. Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk
budaya disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi
berikutnya.
c. Komulatif, adalah akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai
konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori –
teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
d. Non-etis, artinya teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat
beserta individu– individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau
buruk.
Dengan demikian, landasan sosiologi pendidikan berkenaan dengan
perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masyarakat, dimana manusia di
dalamnya sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi
proses dan pelaksanaan pendidikan. Sebab kegiatan pendidikan merupakan wujud
usaha untuk mengembangkan potensi pada masyarakat. Selain itu, karakteristik
dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan
menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi
melalui pendidikan.
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber
dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk
memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, maka yang menjadi perhatian
adalah pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat
tersebut. Untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang rukun dan damai,
terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma
sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-
masing anggota masyarakat.
Menurut Natawidjaja, dkk (2007: 68), dalam kehidupan bermasyarakat
terdapat tiga macam norma yang dianut, yaitu:
a. Paham individualisme, Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia
itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing – masing boleh berbuat apa saja
menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang
lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih

49
mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam
masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara
anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga
menimbulkan dampak untuk selalu menang dalam bersaing, dimana yang
kuat dapat mengembangkan dirinya.
b. Paham kolektivisme, Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang
berlebihan kepada masyarakat, sedangkan kedudukan anggota masyarakat
secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
c. Paham integralistik, paham integralistik menganut pandangan bahwa masing-
masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara
organis merupakan masyarakat. Paham ini juga menunjukkan manusia
sebagai makhluk sosial. Manusia sudah memiliki sifat sosial sejak bayi,
sebagai potensi yang dibawa sejak lahir.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa landasan sosiologi
pendidikan adalah acuan atau asumsi dalam penerapan pendidikan yang bertolak
pada interaksi antar individu sebagai makhluk sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.

2. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan


Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu,
bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi muda mengembangkan diri.
Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan
sengaja dibentuk oleh masyarakat.Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan
semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan
pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan
pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Menurut Umar dan La Sulo
(2008: 95), dalam sistem pendidikan, ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi
pendidikan meliputi empat bidang, yaitu:
a. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lainnya, yang mempelajari:
1) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan,

50
2) Hubungan sistem pendidikan dan proses control social dan sistem
kekuasaan.
3) Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial
dan perubahan kebudayaan
4) Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.
5) Fungsionalisme sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras,
kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
b. Hubungan kemanusian dalam sistem pendidikan yang meliputi:
1) Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di
luar sekolah
2) Pola interaksi sosial atau sruktur masyarakat sekolah.
c. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari:
1) Peranan sosial guru,
2) Sifat kepribadian guru,
3) Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku peserta didik
4) Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
d. Pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain didalam
komunitasnya, yang meliputi:
1) Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap
organisasi sekolah,
2) Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem
sosial komunitas kaum tidak terpelajar,
3) Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya,
dan
4) Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan
organisasi sekolah.
Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai sarana
untuk memahami sistem pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup
masyarakat.Kajian sosiologi tentang pedidikan pada prinsipnya mencakup semua
jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah,

51
terutama apabila di tinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga sangat penting
karena keluarga merupakan lembaga sosial yang pertama bagi setiap manusia.

3. Fungsi Kajian Landasan Sosiologi Pendidikan


Sosiologi pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi
mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses
pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut
kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal. Sosiologi
Pendidikan secara operasional sebagai cabang sosiologi yang memusatkan
perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata
kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social
antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada
kehidupan peserta didik (Natawidjaja, dkk, 2007).
Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, sosiologi pendidikan
memiliki tiga fungsi pokok, yaitu :
a. Fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang
fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk
diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak
generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan
informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang aktual, baik dari
lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang
masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan
akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik
dan akan dapat menafsirkan fenomena–fenomena yang dihadapi secara akurat.
Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media
komunikasi.
b. Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan
yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan
dengan itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat
bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam
masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat

52
diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna
mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
c. Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan
pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang
memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan
sendiri.
Jadi, secara umum sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan
utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan
pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional
dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, sosiologi pendidikan berusaha untuk
menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang
yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik,
tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan
tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

4. Landasan Sosiologi Pendidikan dalam Pandangan Indonesia


Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman
pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk,
maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal
masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman
penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat politik yang kuat
menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam
berbagai bidang pembangunan.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur
pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus
untuk jalur pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka
pendidikan keluarga adalah sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga
sosial yang pertaman bagi setiap manusia. Proses sosialisasi akan dimulai dari
keluarga, dimana anak mulai mengembangkan diri.

53
Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga
dalam mendidik anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab keluarga
merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak. Dalam keluarga dapat
ditanamkan nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya. Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga
sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Seperti
kelompok keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka, dan lain – lain.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik.
Paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota
masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan
masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara
individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan
juga merupakan relasi.Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan
tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Paham integralistik yang dianut bangsa Indonesia bersumber dari norma
kehidupan masyarakat:
a. Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
b. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat.
c. Negara melindungi warga anegaranya
d. Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas
manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

5. Landasan Sosiologis Pendidikan dalam Pandangan Barat


John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam
dan sesama manusia. Rechey dalam bukunya, planning for teaching, an
introduction, menjelaskan bahwa “the term ‘education’ refers to the broad
function of preserving and improving the life of the group through bringing new
members into its shared concern. Edalways the education is thus a far broader

54
process than that which occurs in school with which the formal education, but
there is education outside the school with which the formal process in related”
Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa istilah pendidikan
berkenaan dengan fungsi yang luas dan pemelihaan dan perbaikan kehidupan
masyarakat, terutama untuk memperkenalkan warga masyarakat baru (generasi
muda) pada pengenalan kewajiban dan tanggung jawabnya di tengah masyarakat.
Proses pendidikan lebih luas daripada proses yang berlangsung di sekolah
(Hamdani, 2011 : 18).
a. Landasan Sosiologis Pendidikan di Jepang
Sistem pendidikan di Jepang telah berkembang dengan pesat sejak
tahun 1960, sampai saat ini masih mencerminkan ide-ide budaya dan filosofis.
Di Jepang, pendidikan selalu memiliki tujuan penting, selain akuisisi
pengetahuan akademik, pertumbuhan intelektual, atau keterampilan,
pendidikan moral dan pengembangan karakter juga menjadi perhatian utama.
Ada kesepakatan yang kuat bahwa sekolah memiliki kewajiban dan
kewenangan untuk menanamkan nilai-nilai mendasar sebagai landasan sikap
moral yang tepat dan kebiasaan pribadi.
Jepang memberikan pendidikan dengan kualitas yang tinggi kepada
setiap anak, pendidikan dasar yang seimbang pada tiga ranah yaitu ilmu
pengetahuan, musik, dan seni melalui wajib belajar 9 tahun. Jepang juga telah
berhasil memotivasi peserta didik untuk belajar, dan mengajarkan kepada
peserta didik kebiasaan belajar yang efektif; menciptakan dan memelihara
lingkungan belajar yang produktif, yang mencakup disiplin sekolah yang
efektif; menggunakan waktu secara produktif untuk tujuann pendidikan;
memperhatikan pengembangan karakter, sikap dan perilaku yang diinginkan
(menurut norma-norma di Jepang) sepanjang tahun dasar dan menengah;
mengembangkan tenaga pengajar profesional yang kompeten, dan
berkomitmen, dihormati dan baik; dan menyediakan layanan ketenagakerjaan
yang efektif untuk lulusan sekolah menengah. Semua hal di atas pondasinya
adalah komitmen yang kuat oleh orang tua dan dukungan yang berkelanjutan
untuk pendidikan anak selama di sekolah. Pendidikan diperkuat di setiap

55
kesempatan oleh warisan sejarah dan budaya, konsensus masyarakat,
kebijakan pemerintah, dan kebutuhan dan praktek kerja bisnis, industri, dan
pemerintah.
b. Landasan Sosiologis Pendidikan di Jerman
Pendidikan di Jerman di mulai dari tahap pra sekolah yang disebut
Kindergarten (Taman Kanak-Kanak) dimulai dari umur 3-6 Tahun.
Penyelenggara taman kanak-kanak paling banyak adalah gereja-gereja,
organisasi sosial dan komune, kadang-kadang juga perusahaan dan
perkumpulan (Fey, 1985)
Setelah Kindergarten dimulai pendidikan dasar pada usia 7 tahun
sampai dengan 10 tahun. Pendidikan ini dinamakan “Grundschule”, yang
berarti “Sekolah Dasar”. Dari Grundschule, seseorang mempunyai 4 pilihan
untuk melanjutkan sekolah. Pilihan tersebut : (1) Hauptschule (kelas 5 – 9/10);
(2) Realschule (kelas 5– 10); (3) Gesamtschule (kelas 5 – 13); (4) Gymnasium
(kelas 5 – 13). (Frackman, 1993)
Untuk memasuki Hauptschule, Realschule atau Gymnasium, seseorang
harus melalui “Orienterungsstufe” (Tahapan Orientasi). Di tahap ini diteliti
bakat dan kemampuan dari anak, dan tahap ini menentukan kemana tujuan
seorang anak selanjutnya. Hauptschule dan Realschule lebih ditekankan
kepada anak yang ingin langsung kerja bila telah menyelesaikan sekolah.
Tentu saja setelah melalui pendidikan di “Berufsfachschule” atau
“Fachoberschule”. Bagi yang ingin melanjutkan ke Universitas, jalan tercepat
adalah melalui Gymnasium. Jalan pendidikan lain juga dapat mengikuti
kuliah di universitas, tapi dengan melalui jalan yang panjang. Misal harus
melakukan praktek kerja dahulu selama sekian tahun (Isri, 2015)
Di Jerman dikenal ada dua jenis pendidikan tinggi utama yaitu
Fachhochschule dan Universität. Fachhochschule yang sering disebut juga
FH ini mirip seperti politeknik di Indonesia, yaitu lembaga pendidikan yang
menekankan pada bidang aplikasi. Bidang teori lebih sedikit dibandingkan
dengan praktek atau applikasinya. Studi di Fachhochschule tak dapat
mencapai gelar doktor dan pendidikan disini ditujukan bagi mereka yang

56
ingin terjun ke industri langsung. Jenis pendidikan tinggi lainnya adalah
Musikhochschule (untuk bidang musik), Pedagogische Hochschule (untuk
bidang pendidikan, mirip IKIP dahulu) dan Kunsthochschule (untuk
bidangseni). Sistem Universität (Universitas) di Jerman, berbeda dengan di
Indonesia, tidak ada “panduan” ketat per semesternya, dan urutan mata kuliah
A, B, C, dan seterusnya. Hal ini berarti bahwa mahasiswa dituntut harus dapat
menentukan sendiri, kuliah, latihan, seminar, ujian yang akan diikutinya, dan
lain sebagainya. Hal ini secara langsung memberikan “kebebasan yang sangat
besar”, tapi bisa juga menjerumuskan mahasiswa ke kondisi kelewat santai
(banyak beberapa mahasiswaIndonesia yang terjebak ke situasi ini, dimana
sudah 8 tahun tapi belum ujian apa-apa, karena keasikan kerja atau kesibukan
lainnya). Mahasiswa benar-benar dituntut untuk mandiri menentukan apa
yang ingin diapelajari, ujian yang diikuti, serta apa yang dilakukan dan
diinginkan. Terkadang perkuliahan dilakukan dalam ruang auditorium besar
(sampai 600 peserta didik), sehingga kesiapan “mental” mahasiswa untuk
belajar mandiri perlu benar-benar dipertimbangkan bila memilih kuliah di
Universitas. Kuliah rata-rata dilakukan dalam bahasa Jerman.Walau demikian
dibeberapa Universitas (seperti di Universitas Bielefeld, Universitas Bremen,
dan lain-lain) ada juga beberapa kuliah yang dilakukan dalam bahasa Inggris.
Konstitusi federal Jerman telah memberikan kewenangan pengaturan
sistem pendidikan kepada negara bagian. Implikasi dari kebijakan ini adalah
adanya otoritas penuh dari pemerintahan negara bagian untuk menentukan
kebijakansistem pendidikan. Pengaturan masalah pendidikan kemudian
dirumuskan melalui lembaga legislatif tingkat negara bagian.
Pendanaan pendidikan dibebankan kepada anggaran belanja negara
bagian dan partisipasi masyarakat lokal. Pembagiannya meliputi pendanaan
biaya personil yang dibebankan kepada negara bagian dan infrastruktur yang
melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini, pemerintahan federal
utamanya bertanggungjawab atas pendanaan perluasan institusi pendidikan
tinggi, sarana yang dibutuhkan dalam proses pendidikan dan kegiatan
penelitian. Sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak memungut biaya

57
pendidikan. Sesunguhnya biaya kuliah di Jerman relatif rendah (hampir
berarti tak perlu bayar SPP), baik untuk warga negara Jerman, ataupun
mahasiswa asing. Biasanya mahasiswa hanya perlu membayar uang yang
namanya “Sozialgebühren”. Ini untuk mendapatkan beberapa fasilitas bagi
mahasiswa, misal agar bisa makan di MENSA (kantin khusus mahasiswa
yang ada di kampus-kampus di Jerman) dengan harga mahasiswa, di beberapa
negara bagian, tiket kereta, bus dantrem tak perlu bayar. Sozialgebühren ini
sekitar 100 Euro/semester.

6. Landasan Sosiologis Pendidikan dalam Pandangan Islam


Islam adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui Rasulullah
SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai penyempurna
ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam merupakan ajaran
yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya,
melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat
manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah
atau sempurna.
Al-Qur’anul Karim adalah Firman Allah SWT yang diturunkan melalui
Malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad SAW.Al-Qur’an sendiri di turunkan
oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia. Di dalam Al-Qur’an
termuat hukum-hukum yang mengatur bagaimana manusia menjalani hidup dalam
bermasyarakat dengan baik. Hukum dalam ajaran Agama Islam dikenal dengan
istilah syariat, yang berarti peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah
melalui Rasul baik berupa Al Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan Nabi Muhammad SAW, untuk umat manusia agar keluar
dari kegelapan menuju jalan terang, dan mendapat petunjuk kepada jalan yang
lurus. Jadi, Al Qur’an memuat aspek-aspek hukum bagi ketentraman kehidupan
makhluk Allah terutama manusia.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori
yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan
Hablum Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki

58
kedua hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di
tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan
kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih komplek
dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam
dianggap sebagai agama transedental.
Sosiologi sebagai ilmu sosial juga dalam perkembangannya tidak jauh
berbeda atau sama sekali tidak berbeda dengan apa yang di sampaikan dalam Al-
Qur’an. Semua itu bisa dilihat dari pengertian sosiologi dimana Ilmu sosiologi
memiliki pengertian bahwa sosiologi adalah ilmu yang berkaitan dengan
kemasyarakatan atau objek studinya adalah masyarakat itu sendiri.Yang di
dalamnya mengkaji tentang manusia dan mengatur bagaimana seseorang
seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta kehidupan
bermasyarakat yang harmonis.
Landasan sosiologi pendidikan menurut pandangan Islam juga mengatur
manusia untuk bersikap yang sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan Haditst
seperti berikut ini:
a. Surat yang membahas tentang toleransi dalam Q.S Al-Kafirun: 1-6

Artinya: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah


apa yang kamu sembah. Kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah.Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa surat ini adalah
surat penolakan (bara) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh
orang-orang musyrik dan yang memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap
amal ibadah kita kepada Allah tanpa ada sedikitpun campuran baik dalam niat,

59
tujuan maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk percampuran
disini adalah sebuah kesyirikan yang tertolak secara tegas dalam konsep
aqidah dan tauhid Islam yang murni. Surat al kafirun turun sekaligus sebagai
jawaban atas ajakan kaum musyrikin Quarisy kepada nabi Muhammad SAW
agar mau sedikit toleran dan berkompromi dengan bergantian dalam
menyembah Tuhan. Dengan turunnya surat ini, maka masing-masing
pemeluk agama dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik
sesuai dengan keyakinannya tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain
dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing serta akan
dipertanggung jawabkan masing-masing dihadapan Allah.
Hadits lainnya tentang toleransi yang artinya:
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda : Ada lima kewajiban
orang Islam terhadap orang menjawab salam, memenuhi undangan, dan
melayat jenazah, menengok orang sakit, dan mendoakan orang yang bersin.
(HR.Ibnu Majah)
b. Ayat tentang etika dalam berpakaian yaitu QS. Al A’raf: 26

Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu


pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan,
dan pakaian takwa itulah yang paling baik, yang demikian itu
adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah.Mudah-
mudahan mereka selalu ingat”.
Hadits tentang etika dalam berpakaian dari H.R.Muslim: Abdullah bin
Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang
menguraikan pakaiannya karena sombong dia tidak akan diperdulikan oleh
Allah SWT pada hari kiamat”.
Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan.
Agama Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik

60
dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat,
sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh
yang sesuai kemampuan si pemakai. Berpakaian bagi kaum perempuan
mukmin telah digariskan oleh Al Qur’an adalah menutup seluruh auratnya.
Pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi si pemakai melakukan
kegiatan sehari-hari dalam masyarakat, semua kembali pada niat si pemakai
dalam melaksanakan ajaran Allah.
c. Ayat tentang etika dalam berbicara :

Artimya: Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, "Hendaklah mereka


mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya
setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.
Allah yang Maha Suci lagi Maha Tinggi memerintahkan hamba dan
Rasul-Nya, Muhammad SAW supaya beliau menyuruh hamba-hamba-Nya
yang beriman agar dalam perbincangan dan omongan mereka selalu
mengucapkan kata-kata yang benar dan kata-kata yang baik, karena jika
mereka tidak melakukan hal itu, niscaya syaitan akan mengacaukan (di antara)
mereka dan mengantarkan mereka kepada kejahatan, perselisihan dan
pertikaian. Sesungguhnya syaitan itu merupakan musuh Adam dari anak
cucunya, yaitu sejak ia menolak bersujud kepada Adam. Dan permusuhan
syaitan itu tampak jelas dan nyata.
Oleh karena itu Allah melarang seorang muslim menunjuk saudaranya
dengan besi, karena syaitan akan melepaskan besi itu dari tangannya sehingga
mungkin raja akan mengenai saudaranya tersebut.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, telah
bersabda Rasulullah: “Tidak seharusnya seseorang di antara kalian menunjuk
kepada saudaranya dengan senjata, sesungguhnya ia tidak mengetahui,

61
mungkin saja syaitan akan melepaskannya dari tangannya, maka ia akan
terjatuh ke dalam lubang dari neraka.”
Merendahkan suara saat bicara: surah Luqman (QS 31: 19)

Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.


Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Nasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun
berinteraksi dengan sesama manusia. Dan bersikap sederhanalah dalam
berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga merunduk
bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat
perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak
terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan
akhirnya tarikan nafas yang buruk.
d. Sikap kepada masyarakat yaitu Q.S Al Ashr: 3

Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh


dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara dengan
bicara dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui
keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan
bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai
menjaga cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita
berbicara sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang
lain. Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah

62
cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu
kehendak setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.
Hadits tentang etika dalam berbicara kepada masyarakat dari HR
Bukhari yang artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
Akhir maka berbicaralah dengan baik atau diam”. Lidah memang daging tak
bertulang, namun apa yang keluar darinya tak akan bisa diambil atau
dikembalikan lagi. Baik itu perkataan baik ataupun buruk bila telah
terlontarkan dari lidah, tak akan ada yang dapat mengambilnya kembali.
Hadits ini secara tegas memperingatkan kepada para ummat muslim agar
berbicara dengan hal-hal yang baik saja dan sejauh mungkin meninggalkan
perkataan buruk dengan cara diam. Bila berbicara adalah perak, maka diam
itu emas.
e. Ayat tentang etika pergaulan dengan orang yang lebih tua yaitu Q.S Al-Isra
(23-24):

Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah


selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau
keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".
Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam
masalah ini adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak

63
menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan
bahwa orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat
baik kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya
dalam berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan
tanggung jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan
dan kasih sayang orang tua dan juga lupa akan pengorbanannya.
Hadits tentang etika pergaulan dengan orang yang lebih tua: Sebagian
tanda memuliakan Allah adalah menghormati orang Islam yang telah putih
rambutnya (tua) (HR Abu Daud). Orang yang lebih tua yang dimaksud disini
yaitu Bapak, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, kakak dan orang lain yang lebih
tua dari kita. Agama Islam mengajarkan agar kita selalu hormat dan sopan
kepada semua orang yang lebih tua dari mereka yang sudah mengenyam
banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang.
Barang siapa yang bersikap hormat kepada orang yang lebih tua, maka akan
dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula pada masa tuanya nanti
dan apabila tidak menghormati orang yang lebih tua, maka Rasulullah SAW
pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut sebagai umatnya.
Perintah yang dipesankan dalam hadits tersebut tampak sangat
manusiawi dan sesuai dengan hukum sosial.Sebagaimana diakui dalam
sosiologi bahwa pada kehidupan masyarakat apapun dan dimana pun
beradanya sangat memerlukan adanya perilaku yang seimbang diantara
anggotanya. Oleh karena itu, apa yang dianjurkan haditst tersebut merupakan
tata aturan/hukum sosial kemasyarakatan yang sangat indah dan manusiawi.
Lebih dari itu etika sosial tadi hukumnya bukan hanya mengandung nilai-nilai
budaya luhur, tetapi juga mengandung nilai peribadatan, karena dalam
praktiknya banyak mengandung doa guna membesarkan hati,
menggembirakan, menentramkan, menghibur orang yang bersangkutan, dan
sebagainya.
Ayat dan hadits di atas memiliki hubungan erat dengan disiplin ilmu
sosiologi dimana menjelaskan bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam

64
masyarakat dan hal tersebut berbanding lurus dengan ilmu sosiologi yang
juga memiliki objek studi yaitu untuk mengatur perilaku manusia dalam
hidup bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis.
Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan
agung yang bukan saja berisikan sikap, perilaku secara normatif yaitu dalam
bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari
hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut
pandangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada
pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam
menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika sebagai fitrah dengan
menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan
melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam
hubungan sosial hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di
dalamnya.
Hak Tetangga: Surah An-Nisa ayat 36

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya


dengan sesuatupun.Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-
bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri,
Etika memberi salam : QS az-Zariyat ayat 25:

䇆 ⺂䇆 ˴ϜϨ ˴L ϝ Ϩ 䇆U L ϜL UL Ϝ
Artinya: (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-
orang yang tidak dikenal".

65
Penerapan pendidikan Islam, salah satunya dilakukan oleh negara Saudi
Arabia. Sistem pendidikan di Arab Saudi memisahkan antara laki-laki dan
perempuan sesuai dengan syariat Islam. Secara umum, sistem pendidikan dibagi
menjadi 3 bagian utama:
a. Pendidikan umum untuk laki-laki
b. Pendidikan umum untuk perempuan
c. Pendidikan islam untuk laki-laki
Untuk pendidikan umum, baik laki-laki dan perempuan mendapat
kurikulum yang sama dan ujian tahunan yang sama pula. Ujian umum dibagi
menjadi 4 bagian: Pendidikan Dasar yang terdiri dari SD (6-12 tahun), pendidikan
menengah (12-15 tahun), pendidian sekunder (15-18 tahun) dan pendidikan tinggi
(Universitas atau Akademik).
Sebagai bentuk pembinaan pemuda, Saudi Arabia berupaya meningkatkan
prestasi mereka dibidang olahraga dan kebudayaan yang ditangani oleh Badan
Negara Urusan Kesejahteraan Pemuda (General Presidency of Youth Welfare).
Stadion Internasional Raja Fadh di Riyadh yang diresmikan pada tahun 1408 H
atau 1988 M merupakan salah satu pusat gelanggang olahraga terbesar di dunia
yang dapat menampung 80.000 penonton.
Masalah pendidikan di Saudi Arabia ditangani oleh dua departemen, kedua
departemen itu adalah:
a. Wizarah al-Ma’rifaWa al-Tsaqafah (Departemen Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan) yang menangani Pendidikan Dasar dan Menengah, baik umum
maupun khusus.
b. Wizarah al-Ta’lim al-Aly (Departemen Pengajaran Tinggi) yang menangani
lembaga pendidikan tinggi, baik dilingkungan Perguruan Tinggi Umum (PTU)
maupun Perguruan Tinggi Agama (PTA).
Sejak tahun 1950-an, Saudi Arabia telah melancarkan usaha pendidikan.
Pendidikan didirikan secara cuma-cuma bagi semua penduduk, seluruh biaya
ditanggung oleh pemerintah. Bahkan sekolah atau lembaga tertentu yang didirikan
di luar negeri untuk mempopulerkan bahasa arab atau kajian Islam, bukan hanya

66
tanpa biaya, melainkan pendaftar yang diterima mendapat tunjangan dana
akomodasi, buku-buku serta lainnya.
Pendidikan Islam tradisional bagi laki-laki difokuskan untuk membentuk
calon-calon anggota dewan ulama. Kurikulum untuk sekolah islam tradisional
juga sebagian menggunakan kurikulum pendidikan umum, tetapi fokusnya pada
studi Islam dan bahasa Arab. Untuk pendidikan agama, dilakukan dibawah
supervisi dari Universitas Islam Imam Saud (Riyadh) dan Universitas Islam
Madinah (Madinah). Namun demikian, di universitas-universitas umum, pelajaran
agama islam merupakan mata kuliah wajib apapun jurusan mahasiswa.
Kurikulum untuk sekolah-sekolah pria dan wanita pada setiap jenjang yang
sama pada prakteknya sama kecuali sekolah wanita menambahkan mata pelajaran
manajemen rumah tangga, sementara sekolah pria menambahkan mata pelajaran
jasmani, yang tidak diajarkan pada sekolah wanita. Sekolah-sekolah swasta
diharuskan oleh peraturan mengikuti kurikulum yang sama seperti pada sekolah-
sekolah negeri.
Pendidikan bagi anak-anak wanita Saudi dikelola secara khusus oleh suatu
badan yaitu General Administration of Girl’s Education (GAGE) yang dibentuk
pada tahun 1960. Pendirian sekolah-sekolah khusus bagi anak-anak wanita
tertunda karena adanya rasa keberatan dari sebagian orang tua dan ulama yang
beranggapan bahwa pendirian sekolah-sekolah modern itu berdampak tidak baik
bagi anak-anak wanita. Sekolah-sekolah wanita ini diletakkan dibawah
pengawasan dan pengelolaan ulama, dan dengan demikian terpisah dari
Kementrian Pendidikan.
Seluruh pendidikan prasekolah di Saudi Arabia, baik negeri atau swasta
berada di bawah GAGE. Alasannya adalah karena seluruh personil yang terlibat
dalam pengelolaannya, baik staf administratif atau guru adalah wanita.Pada
sekolah-sekolah ini berlaku sistem koedukasional di mana anak laki-laki boleh
digabung dengan anak-anak perempuan sampai mereka berusia 7 tahun. Sesudah
itu mereka mulai dipisahkan, anak laki-laki meneruskan pendidikannya ke
sekolah-sekolah di bawah Kementrian Pendidikan, dan anak perempuan ke
sekolah-sekolah yang berada di bawah GAGE.

67
F. Landasan Kultural Pendidikan
1. Pengertian Landasaan Kultural
Kata Kultural berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Budhayah, dalam bentuk
jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan
sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan
karena hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
tak perlu dibiasakan dengan belajar, seperti tindakan naluri, refleks, dan lainnya.
Bahkan tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh
makhluk manusia dalam gennya bersamanya (seperti makan, minum, atau berjalan)
juga dirombak olehnya menjadi tindakan yang berkebudayaan. Kebudayaan
menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan
masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai (Jatijajar, 2015).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “budaya adalah sebuah
pemikiran, adat istiadat atau akal budi”. Pengertian kebudayaan secara deskriptif
merupakan totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, moral, adat, dan
apa saja kemampuan-kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh orang sebagai
aggota masyarakat” (Taylor, E.B dalam Manan, 1989: 8). Sedangkan pengertian
kebudayaan secara historis yaitu merupakan seluruh prilaku tradisonal yang telah
dikembangkan oleh ras manusia yang secara berturutan “dipelajari” oleh masing-
masing generasi (Mead dalam Manan,1989: 9).
Pengertian dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
merupakan hasil cipta dan gagasan atau karya manusia berupa norma-norma,

68
nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki
oleh semua anggota masyarakat tertentu.

2. Karakteristik Kebudayaan
Manan (1989:11) mengutarakan tiga karakteristik kebudayaan yang bersifat
pradoksal (kebudayaan memiliki sifat stabil dan dinamis) dapat dimaklumi, yakni
sebagai berikut.
a. Kebudayaan merupakan kekayaan universal umat manusia, tetapi manifestasi
lokal dan regionalnya bersifat unik.
b. Kebudayaan bersifat stabil, tetapi juga bersifat dinamis dan memperlihatkan
perubahan yang terus menerus dan tetap.
c. Kebudayaan mengisi dan menentukan jalan hidup kita, tetapi kebudayaan itu
jarang mengusik alam sadar kita.
Kesamaan anatomis yang sama menyebabkan kebutuhan dasar umat
manusia juga bersamaan. Kebutuhan dasar ini akan dipenuhi dalam bentuk respon.
Respon ini bersamaan dalam polanya dalam suatu masyarakat.Pola respon ini
dinamakan institusi budaya atau institusi sosial.Institusi budaya adalah suatu
perilaku yang terpola digunakan oleh suatu masyarakat untuk memenuhi berbagai
kebutuhan dasar.Antropologi mengenal paling kurang delapan institusi, yakni
kekerabatan, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, estetika, dan rekreasi,
politik, kesehatan, jasmani, dan agama.
Manan (1989: 15) mengemukakan enam karakteristik kebudayaan yang
bersifat universal, yakni sebagai berikut.
a. Kebudayaan dipelajari dan bukan bersifat instingtif, karena itu tidak dapat
dicari asal-usulnya.
b. Kebudayaan ditanamkan. Manusia yang bisa menyampaikan warisan
sosialnya dan anak cucu yang dapat menyerap dan bukan mengubahnya.
c. Kebudayaan bersifat sosial dan dimiliki bersama oleh manusia dan berbagai
masyarakat yang terorganisir.
d. Kebudayaan bersifat gagasan yang diungkapkan sebagai norma-norma ideal
atau pola-pola perilaku.

69
e. Kebudayaan sampai pada tingkat memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu,
kebutuhan-kebutuhan biologis secara budaya.
f. Kebudayaan bersifat integratif.
Jadi, kebudayaan yang universal itu adalah kebudayaan yang bukan bersifat
instingtif, kebudayaan yang ditanamkan, kebudayaan yang bersifat sosial dan
diungkapkan sebagai pola-pola perilaku, kebudayaan yang memuaskan kebutuhan
individu serta bersifat integratif.

3. Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan menurut Kerber dan Smith adalah sebagai berikut;
a. Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak (penjamin kelangsungan hidup
biologis dari kelompok sosial).
b. Pengembangan kehidupan ekonomi (menghasilkan dan memakai benda-
benda ekonomi).
c. Transmisi budaya (cara-cara mendidik dan membentuk generasi baru menjadi
orang-orang dewasa yang berbudaya).
d. Keagamaan (menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan
yang bersifat gaib/supernatural).
e. Pendekatan sosial (cara-cara yang dikembangkan untuk melindungi
kesejahteraan individu dan kelompok).
f. Rekreasi (aktivitas-aktivitas yang memberi kesempatan kepada orang untuk
memuaskan kebutuhannya akan permainan-permainan).

4. Unsur-Unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat (dalam Sutarno, 2008:1-6) merumuskan unsur-unsur
kebudayaan adalah sebagai berikut: Sistem religi dan upacara keagamaan, Sistem
dan organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan, Bahasa, Kesenian, Sistem
mata pencaharian hidup, Sistem teknologi dan peralatan
Unsur-unsur yang terdapat pada urutan atas merupakan unsur yang sulit
untuk berubah.Semua unsur-unsur tersebut merupakan unsur budaya yang
universal, yaitu berlaku di mana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja. Kebudayaan
di seluruh dunia juga memiliki ketujuh unsur tersebut.

70
5. Wujud Kebudayaan
Koentjaraningrat (dalam Sutarno, 2008:1-8) menyatakan bahwa wujud
kebudayaan adalah sebagai berikut.
a. Wujud idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tak dapat diraba.
Terletak di alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang
bersangkutan itu hidup, yang nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya
adalah pengatur, penata, pengendali, dan pemberi arah kelakuan manusia
dalam masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu sistem nilai
budaya (yang paling abstrak dan luas), sistem norma-norma (lebih kongkrit),
dan peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari (aturan sopan
santun) yang paling kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya.
b. Wujud kedua adalah sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia
itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi
yang selalu mengikuti pola tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi.
c. Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan
berupa benda yang dapat diraba dan dilihat.

6. Pranata Kebudayaan
Pranata (institution) yang ada dalam kebudayaan dikelompokkan
berdasarkan kebutuhan hidup manusia yang hidup dalam ruang dan waktu :
a. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan (kinship
atau domestic institutions). Misal: perkawinan, pengasuhan anak.
b. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk pencaharian
hidup, memproduksi, menimbun dan mendistribusi harta benda (economic
institutions). Contoh : pertanian, industri, koperasi, pasar.
c. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan
manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna (educational
institutions). Contoh : pengasuhan anak, pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi, pendidikan keagamaan, pers

71
d. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami
alam semesta (scientific institutions). Contoh : penjelajahan luar angkasa,
satelit.
e. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan
keindahannya dan rekreasi (aesthetic and recreational institutions). Contoh:
batik, seni suara, seni gerak, seni drama, olah raga
f. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan
dengan Tuhan atau dengan alam gaib (religious institutions). Contoh : masjid,
do’a, kenduri, upacara, pantangan, ilmu gaib.
g. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia (somatic
institutions). Contoh : perawatan kecantikan, pemeliharaan kesehatan,
kedokteran (Sutarno, 2008:1-12).

7. Pendidikan dalam Kebudayaan


Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya.
Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses
mantransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat
sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satru sama
lainnya.
Tujuan pendidikan pun adalah melestarikan dan selalu meningkatkan
kebudayaan itu sendiri, dengan adanya pendidikanlah kita bisa mentransfer
kebudayaan itu sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya. Dan juga kita
sebagai masyarakat mencita-citakan terwujudnya masyarakat dan kebudayaan
yang lebih baik ke depannya, maka sudah dengan sendirinya pendidikan kitapun
harus lebih baik lagi.

8. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan


Kepribadian menurut teori superorganik kebudayaan dari Kroeber
(dalamTilaar, 2002:50) merupakan bukti nyata adanya peranan pendidikan di
dalam kebudayaan. Tanpa memiliki kepribadian, maka manusia tidak akan bisa
menghasilkan kebudayaan. Ruth Benedict (dalam Tilaar, 2002:51) menjelaskan

72
bahwa kebudayaan merupakan istilah sosiologis dari tingkah laku yang dapat
dipelajari.
Peranan pendidikan dianggap penting dalam pembentukan kepribadian
manusia. Para pakar behavioris dan psikoanalis memperhatikan pendidikan dalam
kebudayaan. Para pakar behavioris melihat perilaku manusia sebagai reaksi
terhadap rangsangan di sekitarnya. Di sinilah peran pendidikan dalam proses
pembentukan perilaku manusia. Para pakar psikoanalis menjelaskan bahwa
perilaku manusia didasarkan adanya dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak
sadar. Dorongan-dorongan tersebut ditentukan antaralain oleh kebudayaan tempat
tinggal manusia (Tilaar, 2002:51).
John Gillin menyatukan pandangan behavioris dan psikoanalis mengenai
perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.
a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk
belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi
kelakuan tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir
ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya
kelakuan-kelakuan tertentu.
c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment”, terhadap
kelakuan-kelakuan tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk
kelakuan yang sesuai dengan sistem nilai dalam kebudayaan tersebut dan
sebaliknya memberikan hukuman terhadap kelakuan-kelakuan yang
bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya
tertentu.
d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui
proses belajar (Tilaar, 2002:51).

9. Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditransmisikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Beberapa ahli pendidikan menjelaskan bahwa sebenarnya proses pendidikan itu
merupakan proses transmisi kebudayaan. Seperti dijelaskan bahwa kepribadian

73
bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.Kebudayaan itu sendiri juga
terus menerus berubah. Di dalam mentransmisikan kebudayaan (dalam Tilaar,
2002:54-55) terdapat beberapa hal utama yang harus diperhatikan antara lain,
yaitu.
a. Unsur-unsur yang ditransmisikan
Unsur-unsur tersebut ialah nilai-nilai kebudayaan, adat-istiadat
masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya
yang ada di dalam masyarakat.
b. Proses transmisi
Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan
sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar.Transmisi unsur-
unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya, oleh sebab itu unsur-unsur
tersebut harus diidentifikasi.
Proses identifikasi berjalan sepanjang hayat sesuai tingkat kemampuan
manusia itu sendiri. Selanjutnya unsur-unsur budaya tersebut harus
disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di dalam
kehidupan yang semakin lama semakin luas.
c. Cara mentransmisikan
Dalam hal ini terdapat dua bentuk cara mentransmisikan budaya yaitu
melalui peran serta dan bimbingan. Peran serta dapat diwujudkan dengan ikut
serta di dalam kegiatan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.
Bimbingan dapat dilakukan melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi,
sekolah agama, sekolah formal yang sekuler.
Proses transmisi kebudayaan dalam masyarakat modern akan jauh lebih
berat dengan banyaknya tantangan-tantangan. Oleh karena itu diperlukan
peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan
mampu memilih nilai-nilai yang baik dari berbagai lingkungan yang ditemui.

10. Pendidikan dalam Proses Pembudayaan


Pentingnya peranan pendidikan di dalam kebudayaan menurut pemikiran Ki
Hajar Dewantara dapat kita lihat dalam ‘sistem among’ yang berisi mengajar dan

74
mendidik.Tugas lembaga pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan
orang pintar dan pandai berpengetahuan dan cerdas, tetapi mendidik berarti
menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam kehidupan agar supaya kelak manusia
berpribadi yang beradab dan bersusila. Selanjutnya Ki Hajar Dewantara
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang beradab dan berbudaya.
Sebagai manusia budaya ia sanggup dan mampu mencipta segala sesuatu yang
bercorak luhur dan indah, yakni yang disebut kebudayaan (Tilaar, 2002:56).
Dengan adanya nilai-nilai kebudayaan yang kompleks dan terintegrasi,
maka pendidikan harus dilihat dari berbagai sudut pandang multidisipliner seperti
filsafat, antropologi, sosiologi, biologi, psikologi, dan sebagainya.Seperti telah
diketahui bahwa kebudayaan adalah normatif karena terarahkan ke dalam suatu
kompleks nilai-nilai yang diakui dalam masyarakat. Proses pendidikan itu sendiri
juga normatif, tidak buta nilai. Proses pendidikan sebagai proses pembudayaan
harus melihat peserta didik secara menyeluruh atau sebagai manusia yang
seutuhnya.
Di dalam proses pembudayaan terdapat beberapa istilah yang membantu
dalam perubahan kebudayaan manusia. Istilah tersebut antara lain sebagai berikut:
penemuan dan invensi, difusi, inovasi, alkulturasi, asimilasi, dan prediksi masa
depan. Dalam prosesnya masing-masing, istilah-istilah tersebut memberikan
dampak terhadap kemajuan dan perkembangan kebudayaan manusia, hal tersebut
tidak terlepas dari peran manusia sebagai agen yang aktif dalam proses
pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan kepada manusia sebagai agen yang
aktif sangat penting sebagai bagian dari proses pembudayaan manusia itu sendiri.

11. Kebudayaan dalam Pendidikan


Kebudayaan dalam pendidikan saat ini menjadi hal yang penting,
sebagaimana pendidikan adalah proses pembudayaan. Ulasan tetang kebudayaan
dalam pendidikan menjadi hal yang penting karena dua hal utama (Tilaar,
2002:67). Petama, kebudayaan hanya diartikan secara sempit. Sempitnya lingkup
kebudayaan kini hanya terbatas pada kesenian, baik seni rupa, seni tari, seni
bahasa dsb. Kedua, pembatasan kebudayaan pada nilai intelektual belaka. Dalam

75
hal itu, pendidikan nyatanya bukanlah tempat kebudayaan dapat berkembang,
seolah kebudayaan sudah tercerabut dalam lingkup pendidikan itu sendiri.
Keberadaan kebudayaan dalam proses pendidikan dapat dijabarkan antara lain
dalam dua hal berikut: konsep taman peserta didik dan pendidikan budi pekerti.
a. Konsep Taman Siswa
Konsep Taman siswa merupakan sebuah konsep peletakan dasar-dasar
pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Ki Hajar Dewantara yang
dinobatkan pula menjadi Bapak Pendidikan Nasional melahirkan konsep
Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 (Anshoriy, 2008:69). Rumusan
Pendidikan menurut menurut Ki Hajar Dewantara dalam Tilaar (2002:68)
yaitu “pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya (cultureel-
nationaal) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk)
yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja
bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di
seluruh dunia.”
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa sebenarnya Ki Hajar Dewantara
membuka sebuah pemikiran bahwa pendidikan haruslah berasaskan
kebudayaan sendiri. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan cita-citanya, maka
diterapkan asas-asas pendidikan dan dasar-dasar. Butir-butir penerapan asas
pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara (dalam Haryanto, tanpa
tahun:http://staff.uny.ac.id) dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan..
2) Kebudayaan yang menjadi dasar atau alas pendidikan tersebut haruslah
bersifat kebangsaan.
3) Pendidikan mempunyai arah dan tujuan untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan.
4) Arah dan tujuan pendidikan untuk mengangkat derajat Negara dan rakyat.
5) Pendidikan yang visioner.
Selain penjabaran dari asas yang berupa butir-butir di atas, Taman
Siswa juga memiliki dasar-dasar pendidikan sebagai lanjutan cita-cita Ki

76
Hadjar Dewantara yaitu terkenal dengan sebutan Panca Darma, yaitu: kodrat
alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan
Kebudayaan merupakan dasar praksis pendidikan (Tilaar, 2002:70). Hal
tersebut memberikan implikasi bahwa tidak hanya seluruh proses pendidikan
berjiwakan kebudayaan nasional, melainkan unsur kebudayaan harus
diperkenalkan dalam proses pendidikan.
b. Pendidikan Budi Pekerti
Dewasa ini muncul berbagai permasalah budi perkerti terlebih di era
modernisasi seperti sekarang. Terdapat tiga akar permasalah budi pekerti
yang muncul saat ini yaitu: 1) melemahnya ikatan keluarga, 2) kecenderungan
negatif dalam kehidupan pemuda, 3) perlunya nilai-nilai etik (Tilaar,
2002:74).
Keluarga yang merupakan lingkungan awal anak berkembang mulai
kehilangan fungsinya. Dengan demikian terjadi sejenis kekosongan dalam
pengembangan diri anak. Banyaknya kasus perceraian menyebabkan
hilangnya sebagaian peran keluarga dalam pengembangan diri anak sehingga
banyak terjadi disintegrasi moral. Sekolah kini memiliki peran ganda
dikarenakan hal tersebut. Oleh sebab itu sekolah perlu memperhatikan atau
mewujudkan masyarakat moral dakam kehdiaupan sekoalah yang membantu
anak-anak yang tidak memperolehnya dalam lingkungan keluarga.
Permasalahan yang kedua yaitu adanya kecenderungan negatif dalam
kehidupan pemuda. Dewasa ini banyak sekali kasus yang melibatkan pelajar
khususnya di kota-kota besar. Hal tersebut juga merupakan akibat dari
disintegrasi keluarga seperti poor-parenting. Para generasi muda telah
kehilangan pegangan dan keteladanan dalam meniru kelakuan yang etis.
Fokus permasalahan yang ketiga yaitu perlunya nilai-nilai etik. Seiring
dengan maraknya permasalahan berakar pada nilai-nilai yang tidak dijunjung,
kebangkitan nilai berkenaan dengan nilai-nilai obyektif yang dijadikan
pengkitan bersama mulai dikembangkan. Nilai-nilai yang bersifat mengikta
tersebut merupakan nilai hakikat manusia (human dignity) yang diperlukan
untuk kemakmuran bersama.

77
Berdasarkan ketiga bahasan di atas, guru memiliki peran penting dalam
pendidikan budi pekerti. Thomas Lickona (dalam Tilaar, 2002:76)
mengungkapkan 9 tugas guru dalam pengembangan budi pekerti yaitu: 1) sebagai
model, 2) masyarakat bermoral, 3) mempraktikkan disiplin moral, 4) situasi
demokratis di kelas, 5) pewujudan nilai dalam kurikulum, 6) budaya kerjasama, 7)
kesadaran karya, 8) refleksi moral, dan 9) resolusi konflik.
Pendidik merupakan model sekaligus mentor dari peserta didik dalam
mewujudkan nilai dalam kehidupan di sekolah. Tanpa guru, akan sulit
mewujudkan pranata sosial dalam lingkungan sekolah. Perwujudan hal tersebut
dimulai hendaknya sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Tugas kedua yaitu masyarakat sekolah haruslah merupakan masyarakat
bermoral. Bila berbicara tentang budaya sekolah maka tujuan utama bukan hanya
mengembangkan kemampuan intelektual tapi juga mengembangkan nilai-nilai
positif seperti kejujuran, kebenaran, dan pengabdian masayarakat.
Tugas selanjutnya yaitu mempraktikkan disiplin moral. Moral merupakan
sesuatu yang restrictive, artinya mengarahkan kelakuan dan pikiran seseorang
untuk berbuat baik. Sudah sepatutnya baha sebagai model dan mentor, para
pranata sosial sekolah adalah orang-orang praktisi di dalam pendidikan. Sebagai
praktisi yang menciptakan situasi demokratis di ruang kelas adalah guru.
Pengenalan situasi demokratis tidak melalui indoktrinasi tetapi melalui proses
inkuiri dan pengahayan intensif mengenai nilai-nilai moral tersebut. Di ruang
kelas terjadi proses pembelajaran yang konkrit yaitu dengan pelaksanaan
penghayatan moral yang paling dasar. Nilai-nilai tersebut bukan langsung
disampaikan melalui pembelajaran di dalam kelas, melainkan melalui integrasi
dalam kurikulum sekolah. Hal tersebut memberi penegasan bahwa setiap mata
pelajaran haruslah mengintegrasikan pendidikan budi pekerti.
Pendidikan yang baik juga mampu memberikan bekal kepada peserta didik
untuk berkembang di masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan penanaman konsep
kerja sama, kehidupan bersama, dan belajar bersama. Hal tersebut sesuai dengan
peran guru yang tidak hanya mengembangkan kecakapan secara pribadi namun

78
juga mendorong para peserta didik secara bersama melalui penciptaan kesiapan
belajar bersama.
Tugas guru selanjutnya yaitu menumbuhkan kesadaran karya. Dalam
pranata sosial sekolah, guru hendaknya menumbuhkan nilai-nilai kekaryaan pada
peserta didik yaitu kerja keras, cinta kepada kualitas, disiplin kerja, kreativitas,
dan juga termasuk kepemimpinan. Selain hal yang bersifal kekaryaan tersebut,
guru juga hendaknya dapat mengembangkan refleksi moral. Refleksi moral
dilaksanakan melalui pendidikan budi pekerti.
Tugas pendidik yang terakhir yaitu mengajarkan resolusi konflik. Hal
tersebut sesuai dengan perkembangan nilai yang ada di masyarakat. Nilai-nilai
moral tersebut akan mengalami konflik yang mengindikasikan adanya
perkembangan kebudayaan. Dengan demikian, refleksi moral merupakan salah
satu bagian penting dalam kehiduapan demokratis bermasyarakat dan
perkembangan kebudayaan.

12. Landasan Kultural Pendidikan dalam Pandangan Indonesia


Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang
bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa
(Burhanuddin, 2013: 8). Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu
sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga
dikondisikan oleh sistem sosial. Dengan memperhatikan berbagai dimensi
kebudayaan, landasan kultural pendidikan di Indonesia haruslah mampu memberi
jawaban terhadap masalah berikut: (1) semangat kekeluargaan dalam rumusan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan pendidikan, (2) rule of law dalam
masyarakat yang berbudaya kekeluargaan dan kebersamaan, (3) apa yang menjadi
etos masyarakat Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta kebiasaan
masyarakat Indonesia yang menjadi etos sesuai dengan budaya Pancasila; beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil, sehat jasmani dan rohani, dan (4) cara bagaimana masyarakat
menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuan-tujuannya. Bagaimana tiap warga

79
memandang dirinya dalam masyarakat yang integralistik, bagaimana
perkembanga cara peningkatan harkat dan martabat sebagai manusia, apa yang
menjadi tujuan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu atau
dihadirkan dan diambil oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui
belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya
sistem sosial di masyarakat merupakan kondisi esensial bagi perkembangan dan
kehidupan orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian
yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris
dan penerus kebudayaan, secara ringkas melalui:
a. Kebudayaan menjadi kondisi belajar.
b. Kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang, adanya respon-respon
tertentu.
c. Kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku
tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku.
d. Adanya pengulangan pola prilaku tertentu dalam kebudayaan.
Tanpa pendidikan, maka budaya akan tertinggal. Aspek budaya pun sangat
berperan dalam proses pendidikan dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang
tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya,
cara belajar mereka adalah budaya. Dengan demikian, budaya tidak pernah lepas
dari proses pendidikan itu sendiri.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu,
dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang
dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar
pada kebudayaanbangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik
secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan
pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana

80
proses pendidikan itu berlangsung. Kemajuan di masyarakat tidak sekedar
kemajuan peradaban saja, tetapi juga sarana-sarana, kemajuan ekonomi sehingga
mampu menopang kebutuhan sekolah. Pengaruh dan peranan masyarakat terhadap
sekolah sebagai berikut (Ahmadi, 2001: 38) :
a. Sebagai arah dalam menentukan tujuan
b. Sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar
c. Sebagai sumber belajar
d. Sebagai pemberi dan dan fasilitas lainnya
e. Sebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah
Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang
sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan
teknologi, serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangan tersebut
tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan.Tampak bahwa pendidikan
berperan dalam mengembangkan kebudayaan. Pendidikan adalah medan bagi
manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin
potensi seseorang dikembangkan semakin ia mampu menciptakan atau
mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku kebudayaan adalah manusia.
Kehidupan budaya masyarakat yang mendasari penyelenggaraan pendidikan
meliputi kondisi-kondisi kultural yang ada dalam masyarakat berupa: sistem nilai
yang dianut, aneka kepercayaan, mitos-mitos, tata kelakuan atau norma, perilaku
kebiasaan atau adat istiadat, etnisitas, dan kesenian (Wahab, 2011:21). Salah
satunya dimasyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh
warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukkan kepribadian
warganya dalam pendidikan. Para tokoh tokoh masyarakat berperan
sebagai tauladan dalam norma-norma masyarakat disamping orang tua kepada
anak-anak tentang adat istiadat atau tradisi atau sopan santun, baik dalam
pertemuan-pertemuan resmi maupun dalam pergaulan sehari-hari. Norma-norma
masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan aturan-atruran yang
ditularkan oleh generasi itu kepada generasi mudanya. Penularan-penularan yang
dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah merupakan proses pendidikan
masyarakat (Ahmadi, 2001:38).

81
Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat
kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia
menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya. Setiap individu yang
lahir selalu memasuki lingkungan kebudayaan dan lingkungan alamiah, dan
menghadapi dua sistem sekaligus yaitu sistem kebudayaan dan sistem lingkungan
alam. Individu dalam masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh besar dan
kompleksnya kehidupan masyarakat modern dan kecanggihan kebudayaannya. Ini
berarti bahwa individu hanya dapat hidup dalam masyarakat atau kebudayaan
modern, apabila ia mau dan mampu belajar terus menerus.
Keragaman budaya terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara, dan
tata krama pergaulan, kesenian, bahasa, dan sastra daerah, maupun kemahiran dan
keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu daerah. Peserta didik
diharapkan tidak hanya mengenal lingkungannya (alam, sosial, dan budaya)
akantetapi juga mau dan mampu mengembangkannya. Sebagai contoh, muatan
lokal dalam kurikulum tidak hanya sekedar meneruskan minat akan kemahiran
yang ada di daerah tertentu, tetapi juga serentak memperbaiki/meningkatkannya
sesuai dengan perkembangan IPTEK. Dengan demikian, kurikulum ikut
memutakhirkan kemahiran lokal (mengukir, melukis, menenun, menganyam, dan
sebagainya), sehingga sesuai dengan kemajuan zaman, membuka peluang
tersedianya lapangan kerja bagi peserta didik yang bersangkutan (umpama bidang
kerajinan) dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungannya.
Sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan kelangsungan hidup suatu
masyarakat adalah kesanggupan dan kemampuan anggotanya untuk mendukung
nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pendidikan sebagai sub-
sistem masyarakat mempunyai peranan mewariskan, memelihara dan sekaligus
sebagai agen pembaharuan kebudayaan. Pendidikan dapat dikonsepkan sebagai
proses budaya manusia. Kegiatanya dapat berwujad sebagai upaya yang
dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki manusia. Pada dasarnya pendidikan
merupakan unsur dan peristiwa budaya. Pendidikan merupakan proses budaya,
yakni generasi manusia berturut-turut mengambil peran sehingga menghasilkan
peradaban masa lampau dan mengambil peranan di masa kini dan mampu

82
menciptakan peradaban di masa depan. Dengan kata lain, pendidikan memiliki
tiga peran yaitu sebagai pewarisan, sebagai pemegang peran dan sebagai pemberi
kortribusi. Dengan demikian dapat dipahami pendidikan sebagai proses upaya
pemeliharaan dan peran dalam membangun peradaban dan pendidikan tidak
terbatas pada benda-benda yang tampak.
Analisis antropologi budaya dapat membantu mengatasi problema-problema
pendidikan yang dimunculkan oleh kelompok-kelompak minoritas dan budaya
yang lain. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk budaya dapat menyesuaikan
diri dengan kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan
adalah melalui pengajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan
dapat berfungsi sebagai penyampaian, pelestarian dan sekaligus pengembangan
kebudayaan.
Di bidang pendidikan nasional misalnya penataan pola pikir harus dilakukan
dalam sistem pendidikan nasional dengan tujuan menghilangkan unsur-unsur yang
mendorong orientasi persaingan yang berlebihan dan tidak fair, atau bahkan telah
menimbulkan semacam permusuhan (dimulai dari sistem ranking, perbedaan jenis
dan kualitas sekolah, lengkap dengan istilahnya seperti sekolah unggulan dan
bukan sekolah unggulan, hingga persaingan antar sekolah yang berwujud tawuran
pelajar dan perbuatan negatif lainnya). Persaingan harus sebatas berlomba, bukan
eksklusivisme yang mengakibatkan renggangnya kerukunan sosial. Penataan pola
pikir sistem pendidikan nasional harus menumbuhkan pola kerjasama antar
peserta didik, misalnya melalui praktek-praktek kegiatan belajar yang diisi
“proyek bersama” peserta didik dalam pembahasan materi pelajar, atau
pelaksanaan seni-budaya dan reaksi bersama antar sekolah-sekolah, menanamkan
kesadaran sebagai peserta didik sekolah Indonesia, dimanapun tempat
bersekolahnya.
Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003, “Pendidikan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

83
Jadi, pendidikan bukan orientasi persaingan, melainkan usaha yang terencana
untuk mengembangkan potensi diri yang memiliki kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan.
Salah satu upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman
latar belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan
local di dalam kurikulum sekolah. Keragaman sosial budaya tersebut terwujud
dalam keragaman adat istiadat, tata cara, dan tata krama pergaulan, kesenian,
bahasa dan sastra daerah maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh dan
teerpelihara di suatu daerah tertentu. Pelestarian dan pengembangan kekayaan
yang unik dari setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari
kebhinnekaan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari
tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini
ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa
Indonesia. Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti
melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi,
melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di
asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui
radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu
akan berintegrasi dalam rohani para peserta didik/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau
perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka
pelajari. Pikiran para peserta didik/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal,
pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.

13. Landasan Kultural Pendidikan dalam Pandangan Barat


Kultural berasal dari bahasa Inggris yaitu culture yang berarti kebudayaan.
Malinowski dalam Jatijajar (2015) menyebutkan bahwa kebudayaan pada
prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia.Tiap tingkat
kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi
kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa

84
perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga
kemasyarakatan. Menurut Taylor dalam bukunya primitive culture (Setyawan,
2014:1) kebudayaan atau peradaban yaitu meliputi pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang
diperoleh dari anggota masyarakat.
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa pendidikan suatu
bangsa dapat ditinjau dari dua segi:
a. Dari sudut pandangan masyarakat ( community perspective)
Pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi
muda agar hidup masyarakat tetap berlanjut.
b. Dari sudut pandangan individu (individual perspective)
Pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan
tersembunyi.
Jadi pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar
mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer
pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses
transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata
lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan
membangun masa depan bangsa.
Beberapa negara dapat kita lihat bagaimana kultural pendidikannya. Seperti
di negara Jepang, hal yang patut dikagumi adalah budaya disiplin dan kerja
kerasnya yang turut berperan serta dalam pencapaian kesuksesan. Budaya disiplin
dan kerja keras orang Jepang sejak dahulu diajarkan dari leluhur mereka yang
selalu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari yang juga berpengaruh pada
kemajuan negaranya. Nilai-nilai positif dari negara Jepang patut kita terapkan
dalam menyongsong kesuksesan dan kemajuan pada negara kita.
Jerman pada masa Hitler mengusung Rasionalisasi fasis sebagai landasan
sistem pendidikan Jerman saat itu. Pendidikan diarahkan kepada pembentukan
sosok manusia yang unggul dalam berbagai bidang.Dalam bidang keilmuan,
pendidikan diarahkan pada penemuan-penemuan ilmiah, utamanya yang
bermanfaat bagi pembangunan kekuatan militer Jerman, bidang olahraga

85
bertujuan memunculkan atlit-atlit yang superior seperti juara tinju dunia Max
schmelling. Dalam bidang seni pembuatan karya seni ditujukan untuk membentuk
figur ras arya yang unggul.
Berikut adalah beberapa kebijakan sistem pendidikan Jerman yang khas,
yaitu:
a. Pemerintah Jerman memandang pendidikan sebagai modal utama untuk
bangkit dari keterpurukan ekonomi dan keterpurukan ideologi. Untuk itu,
pemerintah berusaha menjaminketercapaian akses pendidikan bagi seluruh
warga negara dengan membebaskanbiaya pendidikan dari Kindergarten
sampai tingkat pendidikan tinggi
b. Pemerintah federal/pemerintah pusat tidak “memonopoli” kewenangan
pengaturan sistempendidikan secara mutlak.Kewenangan pengaturan sistem
pendidikan juga dimiliki oleh pemerintahan negara bagian
c. Keterlibatan masyarakat dalam menciptakan pendidikan yang berhasil cukup
besar
d. Setelah Wiedervere ini penyatuan kembali Jerman Barat dan Jerman Timur,
masyarakat Jerman bisa melihat ketimpangan antara dua wilayah ini dalam
berbagai bidang, termasuk pendidikan. Untuk itu pemerintah berupaya
menyeimbangkan kondisi keduawilayah dengan memberikan alokasi
anggaran belanja negara yang lebih proporsional bagi pembangunan
pendidikan di bekas Jerman Timur. Pemerataan kualitas pendidikan di semua
wilayah negeri merupakan kebijakan yang pada gilirannya akan
menghilangkan potensi permasalahan di masa depan
e. Pemerintah Jerman sangat memperhatikan kualifikasi guru. Menjadi guru di
Jerman mungkin samasulitnya untuk menjadi dokter. Relevansi keahlian guru
dengan mata pelajaran yang diajarkan, kualitas pengajar dan kesejahteraan
yang diperoleh guru merupakan halyang sangat diperhatikan dalam
pengambilan kebijakan di Jerman. Rasanya orang Jerman akan menjadi
sangat prihatin atau bahkan mungkin tidak percaya biladikatakan bahwa di
Indonesia masih ada guru yang nyambil menjadi tukang ojek karena
kelemahan finansial yang dimilikinya. (Hoerudin, 2009)

86
Finlandia juga dapat dijadikan cerminan dalam hal pendidikan. Kultur
masyarakat Finlandia sangat sadar pentingnya pendidikan bagi perkembangan diri
pribadi dan bangsa (Anggoro, 2017). Finlandia dinobatkan sebagai negara dengan
pendidikan terbaik. Salah satu alasannya adalah budaya membaca orang Finlandia
yang ditanamkan sejak anak-anak. Bahkan, Finlandia menerbitkan lebih banyak
buku anak-anak dari pada negara mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan
melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks.
Stasiun TV pun menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan
dalam bahasa Finlandia, sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton
TV.Finlandia menganut sistem pendidikan yang cenderung rileks dan sangat
fleksibel.Dengan kata lain, jenis sistem pendidikan apapun, baik sistem yang
fleksibel ataupun kaku, bila ditopang dengan budaya pendidikan yang baik akan
berdampak pada luaran yang baik pula.
Di negara Finlandia sistem pendidikan dibangun dengan prinsip
“Pendidikan Untuk Semua”, sehingga semua warga negara harus didorong untuk
mengasah otak dan keterampilan di lembaga pendidikan yang disediakan secara
gratis serta berkompetensi dengan perlakuan sama tidak diskriminatif dan
membeda-bedakan antar peserta didik pandai dan yang kurang. Pemerintah telah
menyiapkan program-program untuk dunia kerja seperti program teknologi
komunikasi dan informasi bagi warganya sebagai keterampilan tambahan.

14. Landasan Kultural Pendidikan dalam Pandangan Islam


Kata kebudayaan dalam Islam lebih dipandang sebagai proses manusia
mewujudkan totalitas dirinya dalam kehidupan yang disebut amal. Amal atau
aktifitas budaya merupakan aktifitas hidup yang disadari, dimengerti dan
direncanakan serta berkaitan erat dengan nilai-nilai. Kebudayaan mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan
yang dibuat oleh manusia. Peran agama Islam dalam kebudayaan adalah
memberikan nilai-nilai etis yang menjadi pedoman dan ukurannya.
Dalam perkembangannya, kebudayaan perlu bimbingan wahyu dan aturan-
aturan yang mengikat agar tidak terperangkap oleh ambisi yang bersumber dari
nafsu hewani dan berdampak merugikan diri sendiri. Dalam hal ini agama ber

87
berfungsi sebagai pembimbing manusia dan mengembangkan akal budinya
sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab, yaitu dalam hal ini peradaban
Islami.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya
manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa dan karsa yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban.
Oleh karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam
sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Artinya
Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia
agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.
a. Prinsip-prinsip Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam bukan sekedar kebudayaan yang diciptakan oleh
orang Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau
kebudayaan yang bersifat Islami. Prinsip-prinsip kebudayaan dalam Islam
merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu:
1) Menghormati akal. Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan
baru. Kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat
merusak manusia. dijelaskan dalam Qs, Ali-Imran, 3:190 yang
artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi
orang yang berakal”.
2) Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. Firman Allah
Swt:”Allah akan mengangkat (derajad) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajad” (Qs, aL-
Mujadalah, 58:11).
3) Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan
umat manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum diteliti.
Sebagaimana telah difirmankan Allah Swt: “Dan janganlah kamu
mengikuti dari sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran,

88
penglihatan dan hati nurani semua itu akan dimintai
pertanggungjawaban” (QS, al-Isra, 17:36).
4) Tidak membuat pengrusakan. Firman Allah Swt: “Janganlah kamu
berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang
berbuat kerusakan” (Qs, al-Qhasash, 28:77).
Islam membagi kebudayaan menjadi tiga macam :
1) Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqih
disebutkan: “al-Adatu-muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan
kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya
manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang
perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang
belum ada ketentuannya dalam syariat Islam.
Contohnya, kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan
di kalangan masyarakat Aceh, misalnya, keluarga wanita biasanya
menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
2) Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam,
kemudian direkonstruksi sehingga menjadi kebudayaan Islami. Contoh
yang paling jelas adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji
dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti thowaf
di Ka’bah dengan telanjang.
3) Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya Ngaben
yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat
yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita,
dan secara besar-besaran. Umat Islam tidak boleh mengikutinya bahkan
Islam melarangnya karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan
yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru
merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena
mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal
yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal
dunia (Ahmadzain, 2006/12/08).

89
b. Wujud/bentuk Kebudayaan Islam
Bentuk atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1) Wujud Ideal (gagasan)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang
sifatnya abstrak. Wujud kebudayaan ini terletak di dalam pemikiran
warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka
itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada
dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
Kebudayaan Islam yang berwujud ideal diantaranya :
a) Pemikiran di bidang hukum Islam muncul ilmu fiqih.
b) Pemikiran di bidang agama muncul ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir.
c) Pemikiran di bidang sosial politik muncul sistem khilafah Islam
(pemerintahan Islam) yang diprakarsai oleh Nabi Muhammad dan
diteruskan oleh Khulafaurrosyidin.
d) Pemikiran di bidang ekonomi muncul peraturan zakat, pajak jizyah
(pajak untuk non Muslim), pajak Kharaj (pajak bumi), peraturan
ghanimah (harta rampasan perang).
e) Pemikiran di bidang ilmu pengetahuan muncul ilmu sejarah, filsafat,
kedokteran, ilmu bahasa dan lain-lain.
2) Wujud Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan
manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dapat
diamati dan didokumentasikan.
Kebudayaan Islam yang berwujud aktivitas adalah sebagai berikut :

90
a) Pemberlakuan hukum Islam seperti potong tangan bagi pencuri dan
hukum rajam bagi pezina.
b) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam
pada masa Dinasti Umayyah (masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan) memunculkan gerakan ilmu pengetahuan dan
penterjemahan ilmu-ilmu yang berbahasa Persia dan Yunani ke
dalam bahasa Arab. Gerakan ilmu pengetahuan mencapai puncaknya
pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana kota Baghdad dan
Iskandariyah menjadi pusat ilmu pengetahuan ketika itu.
3) Wujud Artefak (benda)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Contoh kebudayaan Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya:
seni ukiran kaligrafi yang terdapat di masjid-masjid, arsitektur-arsitektur
masjid dan lain sebagainya. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat,
antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud
kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
Contoh Kebudayaan Islam lainnya adalah sebagai berikut :
a) Di bidang Seni : Syair, Kaligafi, Hikayat, Suluk, Babad, Tari Saman,
tari Zapin,
b) Di bidang Fisik : Masjid, Istana, Keraton,
c) Di Bidang Pertunjukan : Sekaten, Wayang, Hadrah, Qasidah,
d) Di bidang Tradisi : Aqiqah, Khitanan, Halal Bihalal, Sadranan,
Berzanzi.
Pada awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan Islam formal
belum terselenggara. Pendidikan Islam yang berlangsung dapat dikatakan

91
umumnya bersifat informal; dan ini pun lebih berkaitan dengan upaya-
upaya dakwah Islamiyah penyebaran dan penanaman dasar-dasar akidah
dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah, dapat dipahami mengapa proses
pendidikan Islam berlangsung di rumah sahabat; yang paling terkenal
adalah Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam telah terbentuk,
maka pendidikan Islam diselenggarakan di masjid. Proses pendidikan
pada kedua tempat ini dilakukan dalam halaqah, lingkaran belajar, yang
pada periode berikutnya berkembang jadi madrasah (Azra, 1999: vii).
Kuttab, masjid dan madrasah merupakan lembaga pendidikan
utama di Mesir dan kawasan Timur Tengah pada umumnya. Pada periode
berikutnya, institusi tersebut berkembang menjadi sekolah-sekolah
modern seperti yang dapat kita saksikan dewasa ini. Kuttab, pada
dasarnya berarti anak yang belajar kitab, tetapi dipahami secara populer
dengan arti maktab sebagai tempat belajar kitab dan Al-Qur’an. Kata
kuttab dan maktab sama-sama dipergunakan untuk menentukan tempat
pendidikan pertama (Hasan, 1983: 31). Goldziher menerjemahkan kata
kuttab dengan maktab dengan elementry school yang bertujuan untuk
memberikan pendidikan tingkat pertama kepada anak didik (Ali, 1979:
78-79).
Pendidikan juga dilaksanakan di masjid-masjid sejak ‘Amr ibn
Ash mendirikan masjid pertama di Fusthath. Missi masjid sebagai tempat
penyelenggaraan pendidikanIslam masih berjalan sampai sekarang.
Sungguh pun demikian, tidaklah semua masjid berkembang menjadi
institusi pendidikan yangterorganisir, yang sempat berkembang ke arah
ini, yaitu masjid Al-Azhar (Hasan, 1983: 33). Menurut Al-Maqrizi, di
masjid ini terdapat delapan kelompok studi yang membahas berbagai
cabang ilmu pengetahuan agama dan umum (‘Ali, 1979: 128). Kemudian
madrasah merupakan kelanjutan dari pendidikan yang awalnya
dilaksanakan dimasjid.
Melihat kenyataan pendidikan di Mesir masih bersifat tradisional,
maka pada tahun 1833, Muhammad Ali memerintahkan untuk

92
membangun sepuluh buah sekolah dasar di Mesir, sebagai jenjang
pertama untuk persiapan calon pelajar bagi sekolah-sekolah kejuruan
sehingga pada masa Muhammad Ali, mulai berjalan dua sistem
pendidikan, yaitu pendidikan tradisional dan pendidikan modern yang
sekuler, yang diselenggarakan secara terpisah. Akibatnya, lulusan
sekolah ini pun terbagi dua; alumni sekolah agama dan alumni sekolah
modern (Hasan, 1983: 41).
Modernisasi sistem pendidikan Mesir telah dimulai sejak abad ke
19 di antara tokohnya adalah Muhammad Abduh namun hasilnya belum
banyak dirasakan. Kemudian perubahan-perubahan secara nyata dapat
diakui, yaitu sejak tahun 1952 dan tahun 1962 di mana Gamal Abdul
Naser mencoba memodernisasikan Al-Azhar dengan dibukanya fakultas-
fakultas baru seperti fakultas kedokteran, serta fakultas untuk wanita.

G. Landasan Antropologis Pendidikan


1. Pengertian Landasan Antropologis Pendidikan
Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti
manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Pengertian antropologi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. David Hunter
Antropologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang lahir dari adanya
keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
b. William A. Haviland
Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang umat manusia
secara umum dengan mempelajari warna fisik, bentuk fisik, dan kebudayaan
yang dihasilkan oleh masyarakat.
c. Conrad Phillip Kottak
Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai keragaman umat
manusia secara holistik, meliputi aspek sosial budaya, biologis, bahasa, dan
lingkungannya dalam dimensi waktu masa lalu, saat ini, dan masa depan.

93
d. Tulian Darwin
Antropologi adalah ilmu yang berasal dari keinginan manusia untuk
membuktikan asal mula dan perkembangan yang terjadi pada manusia dengan
melakukan bermacam-macam penelitian mengenai monyet dan kera yang ada
di seluruh penjuru dunia.
e. Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang umat manusia pada
umumnya, dengan mempelajari bentuk fisik, warna kulit, serta kebudayan
yang dihasilkan oleh suatu masyarakat.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa Antropologi
adalah ilmu yang mengkaji segala aspek yang ada dalam kehidupan manusia yang
terdiri dari segala macam konsepsi tradisi, norma, seni, kebudayaan, ilmu
pengetahuan, kelembagaan, lambang, linguistik, dan juga teknologi.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap
waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara
tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang
menekankan pada perbanding atau perbedaan budaya antar manusia. Walaupun
begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan manjadi kontroversi sehingga metode
antropologi sekarang sering kali dilakukan pada pemusatan penelitian pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase.
Antropologi secara garis besar dipecah menjadi 2 bagian yaitu antropologi
fisik/biologi dan antropologi budaya. Tetapi dalam pecahan antropologi budaya,
terpecah-pecah lagi menjadi banyak sehingga menjadi spesialisasi–spesialisasi,
termasuk antropologi pendidikan. Seperti halnya kajian antropologi pada
umumnya antropologi pendidikan berusaha menyusun generalisasi yang

94
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka memperoleh
pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam
dunia pendidikan.
2. Sejarah Perkembangan Landasan Antropologi Dalam Pendidikan
Seperti halnya Sosiologi, Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami
tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Perkembangan ilmu antropologi
menjadi empat fase sebagai berikut:
a. Fase Pertama ( sebelum 1800 )
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba
untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke
Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru.
Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-
kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku
harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik,
kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-
bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal
dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan antropologis itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa.
Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap
bahan-bahan antropologis suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah,
menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan antropologis.
b. Fase Kedua ( tahun 1800 )
Pertengahan abad 19, integrasi muncul. Bahan-bahan Antropologis
disusun menjadi sebuah karangan-karangan. Penyusunan bahan Antropologis
tersebut bardasarkan cara berfikir evolusi masyarakat, yaitu perkembangan
masyarakat dan kenudayaan sangatlah lambat. Di mulai dari tingkat terrendah
melalui beberapa proses, yang akhirnya sampai di tingkat tertinggi.
Masyarakat yang masih ada di tingkat rendah dari kebudayaan manusia
zaman dahulu, mereka adalah salah satu contoh masyarakat primitive. Dan

95
contoh untuk masyarakat yang ada di tingkat tinggi adalah bangsa Eropa
sendiri.
Sekitar tahun 1860 muncul karangan yang mengklasifikasikan aneka
kebudayaan di dunia ke dalam tingkat evolusi tertentu. Maka muncullah ilmu
antropologi.
Dengan meneliti bangsa-bangsa di luar Eropa, dapat menambah
pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Antropologi
merupakan ilmu yang tidak mempunyai tujuan secara langsung bersifat
praktis dan hanya dilakukan di kalangan sarjana universitas.
Tujuan antropologi pada fase kedua ini adalah akademis, yaitu
mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran
kebudayaan manusia.
c. Fase Ketiga ( awal abad ke 20 )
Dalam fase ketiga ini, olmu antropologi menjadi ilmu yang praktis,
yang bertujuan mampalajari masyarakat fan kebudayaan suku-suku bangsa di
luar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat
pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks. Berikut
panjalasannya:
Awal abad 20, negara-negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan
kekuasaannya di daerah-daerah jajahannya di luar Eropa. Dalam hak ini, ilmu
antropologi sangat penting karena menyangkut juga tentang pentingnya
dalam mempelajari kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa, yang masih
mempunyai masyarakat yang belum kompleks. Ilmu antropologi nerkembang
di negara-negara pemjajah, terutama Inggris. Bahkan berkembang juga di
negara Amerika Serikat, yang bukan merupakan negara kolonial.
d. Fase Keempat
Ilmu Antropologi mengalami perkembangan yang sangat pesat,
diantaranya pengetahuan yang jauh lebih teliti dan metode-metode ilmiahnya
yang semakin tajam. Perkembangan ini menyebabkan:
1) Timbulnya anitipati kolonialisme setelah perang dunia 2

96
2) Sekitar tahun 1930 bangsa primitive mulai hilang dan benar-benar hilang
setelah Perang Dunia 2.
Lapangan penelitian ilmu Antropologi berhasil berkembang dengan
tujuan dan pokok yang baru, dengan berlandaskan bahan etnologi dan metode
ilmiah yang lalu. Pokok tujuan yang baru itu ditinjau dan diteliti di dalam
suatu simposium oleh 60 tokoh ahli antropologi dari negara-negara di
Amerika dan Eropa pada tahun 1951. penekitian tifak hanya tertuju pada
penduduk pedesaan di luar Eripa, tetapi juga suku bangsa pedesaan di Eropa,
seperti bangsa Irlandis, Flam, dan Soami. Ilmu Antropologi ada 2 tujuan,
yaitu:
1) Tujuan akademis yaitu pengertian manusia beserta bentuk fisik,
masyarakat dan kebudayaannya.
2) Tujuan praktis yaitu mempelajari manusia dalam berbagai masyarakat
suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.

3. Manfaat Landasan Antropologi Dalam Pendidikan


Setiap manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu seorang pendidik harus
sedikit banyak memahami latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa.
Oleh karena itu, antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan.
Antropologi dalam pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya:
a. Dapat mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat
secara Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap masyarakat
(suku bangsa).
b. Dapat mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai
dengan harapan warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang.
c. Dengan mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita terhadap
tata pergaulan umat manusia diseluruh duniakhususnya Indonesia yang
mempunyai kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan karakteristik
daerahnya sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi.
d. Dapat mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta
memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang

97
menyenangkan serta mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan
permasalahan yang muncul dalam lingkungan masyarakatnya.
Dari manfaat diatas dapat disimpulkan bahwa, antropologi dapat
menjadikan bangsa Indonesia yang memiliki jiwa nasionalis.

4. Pengaruh Antropologi Terhadap Lingkungan dan Masyarakat


Perbedaan geografis mencakup perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh
faktor geografis seperti letak daerah, misalnya: pantai, daerah pegunungan, daerah
tropis, daerah sub tropis, daerah subur, daerah tandus, dan sebagainya. Sebagai
contoh, pengaruh daerah sub tropis terhadap pola kerja manusia akan berbeda
dengan daerah tropis. Pada daerah sub tropis ada musim dimana manusia
kurang/tidak dapat bekerja secara penuh, terutama pada musim dingin, sehingga
keadaan ini memaksa manusia daerah sub tropis untuk mempersiapkan cadangan
makanan untuk musim dingin. Demikian pula masyarakat di daerah gersang akan
terpaksa bekerja lebih keras untuk mempertahankan hidupnya dibandingkan
dengan daerah subur.
Perbedaan-perbedaan tersebut melahirkan pula perbedaan kebudayaan, baik
dalam wujud ide-ide, pola, tingkah laku maupun kebudayaan. Di daerah subur
seperti di Indonesia, dimana manusia tidak perlu berjuang keras untuk
mempertahankan hidupnya, dimana sumber-sumber alam relatif mudah diambil,
membuat manusia juga bermurah hati terhadap sesamanya, sehingga bila ada
seorang warga masyarakat yang mengalami kekurangan, orang launn dengan
mudahnya membantu orang yang menderita tersebut. Karena itu terutama di
pedesaan, dimana kebutuhan hidup dari alam sekitar relatif lebih mudah
didapatkan, perasaan gotong-royong antar warga masyarakat sangat tinggi.
Sebaliknya di daerah perkotaan dimana manusia harus berusaha lebih keras untuk
mempertahankan hidupnya, maka perasaan gotong-royong itu makin menipis, dan
perasaan individualitasnya lebih tinggi.
Hal-hal tersebut diatas juga mempengaruhi sistem nilai budaya yang dianut
oleh warga masyarakat, yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap
proses pendidikan yang berlangsung di masyarakat yang bersangkutan, karena

98
proses pendidikan tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungan geografis dan
sosiokultural masyarakat.
Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri,
di negara-negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi pembuatan-
pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan masyarakat.
Landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh:
perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). Mengimplikasikannya perlu diberlakukan
kurikulum muatan lokal.
Dari paparan diatas pendidikan perlu dilandasi antropologi karena
melalui antropologi bisa membuka diri tentang keanekaragaman budaya yang
dimiliki oleh Indonesia dan menghargai kebudayaan orang lain.

5. Landasan Antropologis Pendidikan dalam Pandangan Islam


Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi
sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang
manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan
kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen
antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi
merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya
dengan berbagai budaya.
Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa pendekatan antropologis sangat
penting untuk memahami agama Islam, karena konsep manusia sebagai ’khalifah’
(wakil Tuhan) di bumi, misalnya, merupakan symbol akan pentingnya posisi
manusia dalam Islam. Agama diperuntukkan untuk kepentingan manusia, maka
sesungguhnya persoalan-persoalan manusia adalah juga merupakan persoalan
agama. Dalam Islam manusia digambarkan sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Secara antropologis ungkapan ini berarti bahwa sesungguhnya realitas manusia
menjadi bagian realitas ketuhanan. Di sini terlihat betapa kajian tentang manusia,
yang itu menjadi pusat perhatian antropologi, menjadi sangat penting.

99
QS. Al-Baqarah: 30

潃 湯䙲  䙲 ⺂ 潃潃湯 〠 䙲㱄ㄱ ϭ˵ Δ湯潃 ˶
敬潬 潃 Ϡ䙲 䙲 潃湯 Ϸ潃 㱄 Ο潃 潃˴ Δ潃 潃䩃䩏⺂䙲 ˵潃 ˴ΟϠ  ϙ䙲 ˴ϭ
ϭ⺂ 〠䙲 ㄱ 耀 ⺂ ϡ Ϸ䙲  潃Ο潃˴  ˴˵ 䇆潃敬 Οϭ ˴潃敬⺂䙲 ⺂潃Ο ΢潃Ο潬Ο 䙲⺂Οϭ 䇆 ⺂潃敬˵ ˴湯潃 潬 䙲 ϭ 潃湯潃
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"

Makna dari ( ϔL L ) adalah penerus bagi para pendahulu (malaikat); dan yang
dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini adalah Nabi Adam. Kalimat ini
ditujukan oleh Allah kepada pada malaikat bukan bertujuan untuk bermusyawarah
atau meminta pendapat akan tetapi untuk mengeluarkan apa yang ada dalam diri
mereka.

QS. An-Nisa Ayat 28


潬Ο䙲 ♠潃 䙲 ό 潃 ϭ ϡ䙲 Ο䙲 Ϸ ϑ湯潃  䙲  敬Ϡ潃 
湯〠潃 ˶ 쀈
Artinya: Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan
bersifat lemah.

QS. An-Nisa’ Ayat 12-14

ᏨభΛ웨 Ꮸ悲খᏨ E 䜅䤅䠅 䬅 欆氆欆Ꮸ Ꮸ瀆 䠅 ΔᏨ˴ϔ 웨 భ 䇆Ꮸభ悲웨 Ꮸ Ꮸ E 䜅ϔ䠅 웨 䬅䠅 ΔᏨ䠅䨅Ꮸ 웨 䬅䠅 Ꮸ Ꮸ భ웨 ˸氆 䠅 웨 ᏨభΛ웨 Ꮸ悲খᏨ 欆웨 ᏨΛᏨ䠅 Ꮸ
ΔᏨϧ˸ 웨 䬅䠅䇆웨 ᏨభΛ웨 Ꮸ悲খᏨ Ꮸ ΔᏨϧ˸ 웨 䬅 ᏨΔᏨΛᏨ悲Ꮸ 䠅䇆웨 ᏨభΛ悲খᏨ Ꮸ ΔᏨΛᏨ悲˴Ꮸ ᏨΔᏨ˴ϔ 웨 భ䠅䇆
E 䬅 웨 Ꮸ䠅 EᏨ Ꮸ 䠅 䠅䇆웨 Ꮸభ 웨 Ꮸ 䤅Ꮸ Ꮸ 䬅Ꮸ ˴䠅 Ꮸ 웨Ꮸ
Ꮸ䜅䠅Λ悲䠅 খᏨ 䠅䇆웨 Ꮸ 웨 Ꮸ ϛ 䇆 䇆Ꮸ 欆Ꮸ Ꮸ Ꮸ Ꮸ 欆ᏨᏨ খ氆 Ꮸ Λ悲Ꮸ웨 খ 䇆Ꮸభ웨 Ꮸ భᏨϛ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,

100
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.

6. Landasan Antropologi Pendidikan dalam Pandangan Barat


Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
budaya-budaya masyarakat. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi dan sosiologi sekilas hampir mirip
namun berbeda, antropologi memusatkan pada pendu duk yang merupakan
masyarakat tunggal, sedangkan sosiologi menitikberatkan pada masyarakat dan
kehidupan sosialnya. Prinsip kajian yang berbeda tersebut kemudian
memengaruhi kajian secara metodologisnya. Akan tetapi, dalam
perkembangannya kedua ilmu yang satu rumpun memiliki kontribusiya masing-
masing dalam mempelajari fenomena sosial.
Jhon Dewey, seorang filsof menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia. Sementara itu Langeveld, mendidik
adalah memengaruhi anak dalam membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha
membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan disengaja antara orang
dewasa dengan anak yang belum dewasa.
Secara konsep kontribusi antropologi terhadap pendidikan dapat dijelaskan
sebagaimana pemikiran G.D. Spindler Education and Culture: Anthropological
Approaches yang berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan oleh
antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan
(pendidikan) yang sudah diverifikasi secara etik dan emik sebagai point of view-
nya dengan menganalisis proses-proses pendidikan yang berbeda-beda dalam
lingkungan sosial budayanya.

7. Landasan Antropologi Pendidikan dalam Pandangan Indonesia


Menurut Koentjaraningrat, Antropologi merupakan studi tentang umat
manusia pada umumnya dengan mempelajari berbagai warna, bentuk fisik
masyarakat dan budaya yang dihasilkan.

101
P.M. Laksono dkk. dalam bukunya Antropologi Pendidikan (2015)
mendefinisikan bahwa pendidikan merupakan jalan bagi proses pewarisan
pengetahuan dan reproduksi sosial dari suatu masyarakat yang melibatkan orang-
orang dari generasi yang berbeda.

8. Implikasi Landasan Antropologi Dalam Pendidikan


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam implikasi landasan antropologi,
adalah sebagai berikut.
a. Identifikasi kebutuhan belajar masyarakat
Identifikasi kebutuhan masayarakat ini bersumber dari informasi
masyarakat sekitar. Masyarakat tersebut terdiri dari tokoh masyarakat, baik
secara formal maupun informal, tokoh agama, dan perwakilan masyarakat
kelas bawah. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan data yang
dijadikan bahan pengembangan kurikulum.
b. Keterlibatan partisipasi masyarakat
Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka masyarakat ikut serta
dalam merancang kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, menentukan
nara sumber sebagai fasilitator, dan ikut menilai hasil belajar.
c. Pemberian pendidikan kecakapan hidup
Pendidikan kecakapan hidup merupakan pendidikan dalam bentuk
pemberian keterampilan dan kemampuan dasar pendukung fungsional,
membaca, menulis, berhitung, memcahkan masalah, mengelola sumber daya,
bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen 2002,
dalam Efendi 2009:153).

9. Aplikasi Landasan Antropologi Dalam Pendidikan Saat Ini


Penerapan landasan antropologi dalam pendidikan saat ini adalah sebagai
berikut:
a. Model pembelajaran berbasis budaya lokal.
Model pembelajaran ini diterapkan melalui muatan lokal. Materi disesuaikan
dengan potensi lokal masing-masing daerah di lingkungan sekolah. Sehingga
siswa dapat mengenali potensi budayanya sendiri, mengembangkan budaya,

102
menumbuhkan cinta tanah air, dan mempromosikan budaya lokal kepada
daerah lain.
b. Metode pembelajaran karya wisata
Guru mengajak siswa ke suatu tempat (objek) tertentu untuk mempelajari
sesuatu dalam rangka suatu pelajaran di sekolah. Metode karyawisata berguna
bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam
lingkungan beserta segala masalahnya. Misalnya, siswa diajak ke museum,
kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung
nilai sejarah/kebudayaan tertentu.
c. Pembelajaran dengan modeling
Modelling adalah metode pembelajaran dengan menggunakan model (guru)
sebagai obyek belajar perubahan tingkah laku yang kemudian ditiru oleh
siswa. Modelling bertujuan untuk mengembangkan keterampilan fisik dan
mental siswa.

103
104
BAB III
PEMBAHASAN

A. Implikasi Landasan Filsofis Pendidikan dalam Pendidikan


Konsep aliran-aliran filsafat pendidikan sebagaimana dijelaskan pada kajian teori di atas berimplikasi terhadap konsep
pendidikannya. Implikasinya dapat dilihat dalam tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode pendidikan, dan dalam
peranan pendidik dan peserta didik. Implikasi tersebut diuraikan dalam bentuk matriks seperti Tabel 1.
Tabel 1. Implikasi Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan dalam Pendidikan
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
1 Idealisme Tujuan pendidikan Demi mencapai tujuan Struktur dan atmosfir Para filsuf Idealisme
adalah untuk membantu pendidikan di atas, kurikulum kelas hendaknya memberikan mempunyai harapan yang
perkembangan pikiran dan diri pendidikan Idealisme berisikan kesempatan kepada peserta tinggi dari para guru. Guru
pribadi (self) peserta didik. pendidikan liberal dan didik untuk berpikir, dan harus unggul (excellent)
Sebab itu, sekolah hendaknya pendidikan vokasional/praktis. untuk menggunakan kriteria agar menjadi teladan bagi
menekankan aktifitas-aktifitas Pendidikan liberal penilaian moral dalam situasi- para peserta didiknya, baik
intelektual, pertimbangan- dimaksudkan untuk situasi kongkrit dalam secara moral maupun
pertimbangan moral, pengembangan kemampuan- konteks pelajaran. Namun intelektual. Tidak ada satu
pertimbangan-pertimbangan kemampuan rasional dan demikian, tidak cukup unsur pun yang lebih
estetis, realisasi diri, moral, adapun pendidikan mengajar peserta didik penting di dalam sistem
kebebasan, tanggung jawab, vokasional untuk tentang bagaimana berpikir, sekolah selain guru. Guru
dan pengendalian diri demi pengembangan kemampuan adalah sangat penting bahwa harus unggul dalam
mencapai perkembangan suatu kehidupan/pekerjaan. apa yang peserta didik pengetahuan dan
pikiran dan diri pibadi. Dengan Kurikulumnya diorganisasi pikirkan menjadi kenyataan memahami kebutuhan-
kata lain, pendidikan bertujuan menurut mata pelajaran dan dalam perbuatan. Metode kebutuhan serta
untuk membantu berpusat pada materi pelajaran mengajar hendaknya kemampuan-kemampuan

105
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
pengembangan karakter serta (subject matter centered). mendorong peserta didik para peserta didik; dan harus
mengembangkan bakat Karena masyarakat dan yang memperluas cakrawala; mendemonstrasikan
manusia dan kebajikan absolut mempunyai peranan mendorong berpikir reflektif; keunggulan moral dalam
sosial”. Mengingat bakat menentukan bagaimana mendorong pilihan-pilihan keyakinan dan tingkah
manusia berbeda-beda maka seharusnya individu hidup, moral pribadi, memberikan lakunya. Guru harus juga
pendidikan yang diberikan maka isi kurikulum tersebut keterampilan-keterampilan melatih berpikir kreatif
kepada setiap orang harus harus merupakan nilai-nilai berpikir logis; memberikan dalam mengembangkan
sesuai dengan bakatnya kebudayaan yang esensial kesempatan menggunakan kesempatan bagi pikiran
masing-masing sehingga dalam segala zaman. Sebab, pengetahuan untuk masalah- peserta didik untuk
kedudukan, jabatan, fungsi dan itu, mata pelajaran atau masalah moral dan sosial; menemukan, menganalisis,
tangung jawab setiap orang di kurikulum pendidikan itu meningkatkan minat terhadap memadukan, mensintesa,
dalam masyarakat/negara cenderung berlaku isi mata pelajaran; dan dan menciptakan aplikasi-
menjadi teratur sesuai asas sama untuk semua peserta mendorong peserta didik aplikasi pengetahuan untuk
“the right man onthe right didik. untuk menerima nilai-nilai hidup dan berbuat. Karena
place” , dan lebih jauh dari itu peradaban manusia. itu guru hendaknya
agar manusia hidup sesuai nilai bertanggung jawab
dan norma yang diturunkan menciptakan lingkungan
dari Yang Absolut. pendidikan bagi para peserta
didik.
Adapun peserta didik
berperan bebas
mengembangkan
kepribadian dan bakat-
bakatnya.
2 Realisme Pendidikan pada Kurikulum sebaiknya Semua belajar Guru adalah pengelola
dasarnya bertujuan agar para meliputi: (1) sains/IPA dan tergantung pada pengalaman, kegiatan belajar-mengajar di

106
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
peserta didik dapat bertahan matematika, (2) Ilmu-ilmu baik pengalaman langsung dalam kelas
hidup di dunia yang bersifat kemanusiaan dan ilmu-ilmu maupun tidak langsung (classroom is teacher-
alamiah, memperoleh sosial, serta (3) nilai-nilai. (seperti melalui membaca centered); guru adalah
keamanan dan hidup bahagia. Para filsuf Realisme percaya buku mengenai hasil penentu materi pelajaran;
Dengan jalan memberikan bahwa kurikulum yang baik pengalaman orang lain), guru harus menggunakan
pengetahuan yang esensial diorganisasi menurut mata kedua-duanya perlu disajikan minat peserta didik yang
kepada para peserta didik, pelajaran dan berpusat pada kepada peserta didik. Metode berhubungan dengan mata
maka mereka akan dapat materi pelajaran (subject penyajian hendaknya bersifat pelajaran, dan membuat
bertahan hidup di dalam matter centered). Materi logis dan psikologis. Metode mata pelajaran sebagai
lingkungan alam dan pelajaran hendaknya mengajar yang disarankan sesuatu yang kongkrit untuk
sosialnya. Pengetahuan diorganisasi menurut prinsip- para filosof Realisme bersifat dialami peserta didik. Para
tersebut akan memberikan prinsip psikologis tentang otoriter. Guru mewajibkan peserta didik memperoleh
keterampilan-keterampilan belajar, mengajarkan materi para peserta didik untuk dapat disiplin melalui ganjaran
yang penting untuk pelajaran hendaknya dimulai menghafal, menjelaskan, dan dan prestasi, mengendalikan
memperoleh keamanan dan dari yang bersifat sederhana membandingkan fakta-fakta; perhatian para peserta didik,
hidup bahagia. Pandangan para menuju yang lebih kompleks. mengiterpretasi hubungan- dan membuat peserta didik
filsuf Realisme bahwa tujuan Karena masyarakat dan alam hubungan, dan mengambil aktif . Dengan demikian
pendidikan Realisme adalah (hukum-hukum alam) kesimpulan makna-makna guru harus berperan sebagai
untuk penyesuaian diri dalam mempunyai peranan baru. “penguasa pengetahuan;
hidup dan mampu menentukan bagaimana menguasai keterampilan
melaksanakan tanggung jawab seharusnya individu hidup teknik-teknik mengajar;
sosial. untuk menyesuaikan diri dengan kewenangan
dengannya, maka kurikulum membentuk prestasi peserta
direncanakan dan didik”. Adapun peserta
diorganisasikan oleh didik berperan untuk
guru/orang dewasa (society “menguasai pengetahuan

107
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
centered). Adapun isi yang diandalkan; peserta
kurikulum (mata pelajaran- didik harus taat pada aturan
mata pelajaran) tersebut harus dan berdisiplin, sebab aturan
berisi pengetahuan dan nilai- yang baik sangat diperlukan
nilai esensial agar peserta didik untuk belajar, disiplin
dapat menyesuaikan diri baik mental dan moral
dengan lingkungan alam, dibutuhkan untuk berbagai
masyarakat dan tingkatan keutamaan”.
kebudayaannya
3 Perenialisme Bagi perenialis bahwa nilai- Kurikulum pendidikan bersifat Metode pendidikan atau Peran guru bukan sebagai
nilai kebenaran bersifat subject centered berpusat metode belajar utama yang perantara antara dunia
universal danabadi, inilah yang padamateri pelajaran. materi digunakan oleh perenialis dengan jiwa anak,
harus menjadi tujuan pelajaran harus bersifat adalah membaca dan diskusi, melainkan guru juga sebagai
pendidikan yang sejati. Sebab uniform, universal danabadi. yaitu membaca dan “murid” yang mengalami
itu, tujuan pendidikannya Selain itu materi pelajaran mendikusikan karya-karya proses belajar serta
adalah membantu peserta didik terutama harus terarah kepada besar yang tertuang dalam mengajar. Guru
menyingkapkandan pembentukan rasionalitas the great books dalam rangka mengembangkan potensi-
menginternalisasikan nila-nilai manusia, sebab demikianlah mendisiplinkan pikiran. potensi self-discovery, dan
kebenaran yang abadi agar hakikat manusia."ata pelajaran ia melakukan moral
mencapaikebijakan dan yang mempunyai status authority (otoritas moral)
kebaikan dalam hidup. tertinggi adalah mata atas murid-muridnya karena
pelajaranyang mempunyai ia seorang propesional yang
“rational content” yang lebih qualifiet dan superior
besar. dibandingkan muridnya.
Guru harus mempunyai
aktualitas yang lebih, dan

108
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
perfect knowladge.
4 Esensialisme Pendidikan bertujuan untuk Kurikulum (isi pendidikan) Dalam hal metode Bagi kaum Esensialis, guru
mentransmisikan kebudayaan direncanakan dan diorganisasi pendidikan, Esensialisme seharusnya berperan aktif
untuk menjamin solidaritas oleh orang dewasa atau guru menyarankan agar sekolah- dalam pembelajaran. Ia
sosial dan kesejahteraan sebagai wakil masyarakat, sekolah mempertahankan sebagai penanggung jawab,
umum. Secara umum, society centered. Kurikulum metode-metode tradisional pengatur ruangan, penyalur
essensialisme adalah model society-centered menyatakan yang berhubungan dengan (transmiser) pengetahuan
pendidikan transmisi yang bahwa pesanan sosial maupun disiplin mental, berupa yang baik, penentu materi,
bertujuan untuk membiasakan interaksi sosial harus metode ceramah yang metode, evaluasi dan
peserta didik hidup dalam merupakan penentu utama memberikan perubahan bertanggung jawab terhadap
masyarakat masa kini. Sekolah dalam kurikulum. Kurikulum perilaku kepada peserta didik seluruh wilayah
yang baik adalah sekolah yang terdiri atas berbagai mata yang muncul dari pengalaman pembelajaran.
berpusat pada masyarakat, pelajaran yang berisi ilmu guru. Metode problem Guru juga berperan sebagai
“society centered school” , pengetahuan, “agama”, dan solving memang ada mediator atau “jembatan”
yaitu sekolah yang seni, yang dipandang esensial. manfaatnya, tetapi bukan antara dunia masyarakat
mengutamakan kebutuhan dan Adapun sifat organisasi isi prosedur yang dapat atau orang dewasa dengan
minat masyarakat. Konsep kurikulum adalah berpusat diterapkan dalam seluruh dunia anak, dengan
dasar pendidikan esensialisme pada mata pelajaran (subject kegiatan belajar. Alasannya, demikian inisiatif dalam
adalah bagaimana menyusun matter centered). bahwa kebanyakan pendidikan ditekankan pada
dan menerapkan program- pengetahuan bersifat abstrak guru, bukan pada peserta
program esensialis di sekolah- dan tidak dapat dipecahkan didik. Peranan peserta didik
sekolah. Tujuan utama dari ke dalam masalah masalah adalah belajar, bukan untuk
program-program tersebut di diskrit (yang berlainan). mengatur pelajaran. Oleh
antaranya: Selain itu, bahwa belajar pada karena itu, peserta didik
 Sekolah-sekolah esensialis dasarnya melibatkan kerja perlu di latih agar memiliki
melatih dan mendidik keras, perlu menekankan kemampuan observasi yang

109
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
subjek didik untuk disiplin. tinggi untuk menyerap ide-
berkomunikasi dengan ide atau nilai-nilai yang
logis. berasal dari luar dirinya.
 Sekolah-sekolah
mengajarkan dan melatih
anak-anak secara aktif
tentang nilai-nilai
kedisiplinan, kerja keras dan
rasa hormat kepada pihak
yang berwenang atau orang
yang memiliki otoritas.
 Sekolah-sekolah
memprogramkan
pendidikan yang bersifat
praktis dan memberi anak-
anak pengajaran yang
mempersiapkannya untuk
hidup.
Contoh sekolah yang
mengutamakan kebutuhan dan
minat masyarakat adalah SMK
(Sekolah Menengah Kejuruan)
karena di Sekolah Menengah
Kejuruan ini lebih
mengutamakan minat dari
individu.

110
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
5 Pragmatisme/ Pendidikan harus mengajarkan Menurut para filsuf Penganut Pragmatisme Dalam Pragmatisme, belajar
Progressivisme seseorang bagaimana berpikir Pragmatisme, tradisi mengutamakan penggunaan selalu dipertimbangkan
dan menyesuaikan diri demokratis adalah tradisi metode pemecahan masalah untuk menjadi seorang
terhadap perubahan yang memperbaiki diri sendiri (a (Problem Solving Method) individu. Dalam
terjadi di dalam masyarakat. self-correcting tradition). serta metode penyelidikan pembelajaran peranan guru
Sekolah harus bertujuan Implikasinya warisan-warisan dan penemuan (Inquiry and bukan “menuangkan”
mengembangkan pengalaman- sosial budaya dari masa lalu Discovery Method). Dalam pengetahuannya kepada
pengalaman tersebut yang akan tidak menjadi fokus perhatian prakteknya (mengajar), peserta didik, sebab ini
memungkinkan seseorang pendidikan. Melainkan, metode ini membutuhkan merupakan upaya tak
terarah kepada kehidupan yang pendidikan terfokus kepada guru yang memiliki sifat berbuah.
baik. Tujuan-tujuan tersebut kehidupan yang baik pada sebagai berikut: permissive Sewajarnya, setiap apa yang
meliputi: masa sekarang dan masa yang (pemberi kesempatan), peserta didik pelajari sesuai
 Kesehatan yang baik. akan datang. Dalam pandangan friendly (bersahabat), a guide dengan kebutuhan-
 Ketrampilan-keterampilan Pragmatisme, kurikulum (seorang pembimbing), open- kebutuhan, minat-minat, dan
kejuruan (pekerjaan). sekolah seharusnya tidak minded masalah-masalah
 Minat-minat dan hobi-hobi terpisahkan dari keadaan- (berpandangan terbuka), pribadinya. Dengan kata
untuk kehidupan yang keadaan masyarakat. Karena enthusiastic (bersifat lain isi pengetahuan tidak
menyenangkan. itu masalah-masalah antusias), creative (kreatif), bertujuan dalam dirinya
 Persiapan untuk menjadi masyarakat demokratis harus socialy aware (sadar sendiri, melainkan
orang tua. menjadi bentuk dasar bermasyarakat), alert (siap bermakna untuk suatu
 Kemampuan untuk kurikulum; dan makna siaga), patien (sabar), tujuan. Dengan demikian
bertransaksi secara efektif pemecahan ulang masalah- cooperative and sincere seorang peserta didik yang
dengan masalah-masalah masalah lembaga demokratis (bekerjasama dan ikhlas atau menghadapi suatu
sosial (mampu memecahkan juga harus dimuat dalam bersungguh-sungguh). permasalahan akan mungkin
masalah-masalah sosial kurikulum. Karena itu untuk merekonstruksi
secara efektif). kurikulum harus menjadi: lingkunganya untuk

111
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
Tujuan-tujuan khusus  Berbasis pada masyarakat. memecahkan kebutuhan
pendidikan sebagai tambahan  Lahan praktek cita-cita yang dirasakan. Untuk
tujuan di atas, bahwa demokratis. membantu peserta didik
pendidikan harus meliputi  Perencanaan demokratis guru harus berperan:
pemahaman tentang pada setiap tingkat  Menyediakan berbagai
pentingnya demokrasi. pendidikan. pengalaman yang akan
Pemerintahan yang demokratis  Kelompok batasan tujuan- memunculkan motivasi.
memungkinkan setiap warga tujuan umum masyarakat.  Membimbing peserta
negara tumbuh dan hidup  Bermakna kreatif untuk didik untuk merumuskan
melalui interaksi sosial yang pengembangan batasan masalah secara
memberikan tempat bersama keterampilan-keterampilan spesifik.
dengan warga negara yang baru.  Membimbing
lainnya. Pendidikan harus  Kurikulum berpusat pada merencanakan tujuan-
membantu peserta didik peserta didik (pupil/child tujuan individual dan
menjadi warga negara yang centrered) dan berpusat kelompok dalam kelas
unggul dalam demokrasi atau pada aktifitas (activity untuk digunakan dalam
menjadi centered). memecahkan masalah.
warga negara yang demokratis. Selain itu perlu dicatat bahwa  Membantu para peserta
Karena itu menurut kurikulum pendidikan didik dalam
Pragmatisme pendidikan Pragmatisme diorganisasi mengumpulkan
hendaknya bertujuan secara interdisipliner, dengan informasi berkenaan
menyediakan pengalaman kata lain kurikulumnya bersifat dengan masalah.
untuk terpadu, tidak merupakan mata  Bersama-sama kelas
menemukan/memecahkan hal- pelajaran-mata pelajaran yang mengevaluasi apa yang
hal baru dalam kehidupan terpisah-pisah. Dapat telah dipelajari;
pribadi dan sosialnya disimpulkan menyimpulkan bagaimana mereka

112
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
bahwa kurikulum pendidikan mempelajarinya; dan
Pragmatisme “berisi informasi baru apa yang
pengalaman-pengalaman yang setiap peserta didik
telah teruji, yang sesuai dengan temukan oleh dirinya
minat dan kebutuhan peserta
didik. Adapun kurikulum
tersebut mungkin berubah”
6 Eksistensialisme Tujuan pendidikan adalah Aliran eksistensialisme menilai Tidak ada pemikiran yang Guru harus memberikan
untuk mendorong setiap kurikulum berdasarkan pada mendalam tentang metode, kebebasan kepada peserta
individu agar mampu apakah hal itu berkontribusi tetapi metode apapun yang didik memilih dan memberi
mengembangkan semua pada pencarian individu akan dipakai harus merujuk pada mereka pengalaman-
potensinya untuk pemenuhan makna dan muncul dalam suatu cara untuk mencapai pengalaman yang akan
diri dan memberi bekal tingkatan kepekaan personal kebahagiaan dan karakter membantu mereka
pengalaman yang luas dan yang disebut Greene yang baik.Diskusi merupakan menemukan makna dari
komprehensif dalam semua “kebangkitan yang luas”. metode utama dalam kehidupan mereka. Guru
bentuk kehidupan. Setiap Kurikulum ideal adalah pandangan eksistensialisme. hendaknya memberi
individu memiliki kebutuhan kurikulum yang memberi para Peserta didik memiliki hak semangat kepada peserta
dan perhatian yang spesifik peserta didik kebebasan untuk menolak interpretasi didik untuk memikirkan
berkaitan dengan pemenuhan individual yang luas dan guru tentang mata pelajaran. dirinya dalam suatu dialog.
dirinya, sehingga dalam mensyaratkan mereka untuk Sekolah merupakan suatu Guru menanyakan tentang
menentukan kurikulum tidak mengajukan pertanyaan- forum dimana para peserta ide-ide yang dimiliki peserta
ada kurikulum yang pasti dan pertanyaan, melaksanakan didik mampu berdialog didik, dan mengajukan ide-
ditentukan berlaku secara pencarian-pencarian mereka dengan teman-temannya, dan ide lain, kemudian guru
umum. sendiri, dan menarik guru membantu menjelaskan membimbing peserta didik
kesimpulan mereka sendiri. kemajuan peserta didik dalam untuk mengarahkan peserta
Kurikulum eksistensialisme pemenuhan dirinya. didik dengan seksama

113
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
memberikan perhatian yang sehingga peserta didik
besar terhadap humaniora dan mampu berpikir relatif
seni. Karena kedua materi dengan melalui pertanyaan-
tersebut diperlukan agar pertanyaan. Aliran
individu dapat mengadakan eksistensialisme
introspeksi dan mengenalkan memandang peserta didik
gambaran dirinya. Pelajaran sebagai makhluk rasional
harus didorong untuk dengan pilihan bebas dan
melakukan kegiatan-kegiatan tanggung jawab atas
yang dapat mengembangkan pilihannya dan peserta didik
keterampilan yang dibutuhkan, dipandang sebagai makhluk
serta memperoleh pengetahuan yang utuh yaitu yang akal
yang diharapkan.Kurikulum pikiran, rohani, dan jasmani
yang diutamakan adalah yang semua itu merupakan
kurikulum liberal. Kurikulum kebulatan dan semua itu
liberal merupakan landasan perlu dikembangkan melalui
bagi kebebasan manusia. pendidikan. Dengan
Kebebasan memiliki aturan- melaksanakan kebebasan
aturan. Oleh karena itu, pribadi, para peserta didik
disekolah diajarkan pendidikan akan belajar dasar-dasar
sosial, untuk mengajar tanggung jawab pribadi dan
“respek” (rasa hormat) sosial.
terhadap kebebasan untuk
semua.
7 Pancasila Pendidikan seyogyanya Kurikulum disusun sesuai Berbagai metode pendidikan Ada peranan pendidik dan
bertujuan untuk dengan jenjang pendidikan yang ada merupakan peserta didik yang harus

114
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
berkembangnya potensi dalam kerangka Negara alternatif dilaksanakannya, namun
peserta didik agar menjadi Kesatuan Republik Indonesia untuk diaplikasikan. Sebab, pada dasarnya berbagai
manusia yang beriman dan dengan memperhatikan: a) tidak ada satu metode peranan tersebut tersurat
bertakwa kepada Tuhan Yang peningkatan iman dan takwa; mengajar pun yang terbaik dan tersirat dalam
Maha Esa, berakhlak mulia, b) peningkatan akhlak mulia; dibanding metode lainnya semboyan: “ing ngarso
sehat, berilmu, cakap, kreatif, c) peningkatan potensi, dalam segala konteks sung tulodo” artinya
mandiri, dan menjadi warga kecerdasan, dan minat peserta pendidikan. Pemilihan dan pendidik harus memberikan
negara yang demokratis serta didik; d) keragaman potensi aplikasi metode pendidikan atau mejadi teladan bagi
bertangung jawab. Hal ini daerah dan lingkungan; e) hendaknya dilakukan dengan peserta didiknya; “ing
sebagaimana ditegaskan dalam tuntutan pembangunan daerah mempertimbangkan tujuan madya mangun karso”,
Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun dan nasional; f) tuntutan dunia pendidikan yang artinya pendidik harus
2003 Tentang sistem kerja; g) perkembangan ilmu hendak dicapai, hakikat mampu membangun karsa
Pendidikan Nasional. Tujuan pengetahuan, teknologi, dan manusia atau peserta didik, pada diri peserta didiknya;
pendidikan tersebut hendaknya seni; h) agama; I) dinamika karakteristik isi/materi dan” tut
kita sadari betul, sehingga perkembangan global; dan pendidikan, dan fasilitas alat wuri handayani” artinya
pendidikan yang kita J) persatuan nasional dan nilai- bantu pendidikan yang bahwa sepanjang tidak
selenggarakan bukan hanya nilai kebangsaan. Ketentuan tersedia. Penggunaan metode berbahaya pendidik harus
untuk mengembangkan salah mengenai pengembangan pendidikan memberi kebebasan atau
satu potensi peserta didik agar kurikulum sebagaimana diharapkan mengacu kepada kesempatan kepada peserta
menjadi manusia yang berilmu dimaksud di atas diatur lebih pada prinsip cara belajar didik untuk belajar mandiri.
saja, bukan hanya untuk lanjut dengan Peraturan peserta didik aktif (CBSA)
terampil bekerja saja, dsb, Pemerintah (Pasal 36 UU RI dan sebaiknya bersifat multi
melainkan demi No. 20 Tahun 2003 Tentang metode.
berkembangnya seluruh Sistem Pendidikan Nasional).
potensi peserta didik dalam
konteks keseluruhan dimensi

115
Peranan Guru dan Peserta
No Aliran Tujuan pendidikan Kurikulum Pendidikan Metode Pendidikan
didik
kehidupannya secara integral.
8 Al-Qur’an dan Tujuan pendidikan adalah Kurikulum harus disusun dan Metode yang relevan dan bisa Peranan pendidik adalah
Hadits menggali dan meningkatkan dirancang tidak hanya efektif digunakan dalam penting karena
potensi peserta didik, sehingga mengembangkan kemampuan praktek pendidikan Islam keterlibatannya
ia dapat memfungsikan secara dan kepentingan dunia saja juga karena metode-metode dalam bimbingan aktivitas-
optimal kedudukannya sebagai tetapi juga meningkatkan etos ini dijelaskan secara eksplisit aktivitas di sekolah yang
khalifah di muka bumi. Dan dan martabat manusia yang oleh al-Qur`an yaitu : metode mengacu kepada tujuan-
untuk mencapai tujuan ideal kelak akan menghadap cerita dan ceramah, metode tujuan yang diidamkan.
tersebut, kurikulum sekolah Tuhannya di hari akhirat. diskusi, Tanya jawab atau Pengaruh pendidik bagi
harus dirancang sesuai dengan dialog, metode perumpamaan anak didiknya itu datang
prinsip-prinsip yang benar, atau metafora, metode melalui jalan memberikan
aktivitasnya harus didesain simbolisme verbal dan ide-ide yang dibangun
dalam berbagai bentuk metode hukuman dan bersama sebagaimana
sehingga subyek didik bisa ganjaran. Selain itu Al- tingkah laku pribadinya.
mencapai tujuan yang Qur’an mendidik manusia Dan karena pengajaran
dikehendaki. melalui metode yang bernalar merupakan aktivitas
serta sarat dengan kegiatan kependidikan,
meneliti, membaca, maka pendidik atau guru
mempelajari, melayani, dan harus member yang terbaik
observasi ilmiah terhadap untuk memotivasi setiap
manusia sejak manusia masih anak didiknya dengan
dalam bentuk segumpal darah memilih metode yang
dalam rahim ibu. berguna.

116
B. Keterkaitan Landasan Filosofis Pendidikan dengan Kurikulum 2013
Berdasarkan matriks di atas terlihat bahwa diantara aliran-aliran filsafat di atas, yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah
aliran pragmatisme, eksistensialisme, pancasila dan Al-Qur’an. Hal ini dapat kita lihat melalui matrik pada Tabel 2.
Tabel 2. Matrik Keterkaitan Landasan Filosofis Pendidikan dengan Kurikulum 2013
Tujuan Pendidikan
Pragmatisme Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
Pendidikan hendaknya Tujuan pendidikan adalah Pendidikan seyogyanya Tujuan pendidikan adalah Tujuan pendidikan
bertujuan menyediakan untuk mendorong setiap bertujuan untuk menggali dan diIndonesia mengacu
pengalaman untuk individu agar mampu berkembangnya potensi meningkatkan potensi pada UU No. UU No. 20
menemukan/memecahkan mengembangkan semua peserta didik agar menjadi peserta didik, sehingga ia tahun 2003 tentang
hal-hal baru dalam potensinya untuk pemenuhan manusia yang beriman dan dapat memfungsikan sistem pendidikan
kehidupan pribadi dan diri dan memberi bekal bertakwa kepada Tuhan secara optimal nasional yaitu pendidikan
sosialnya pengalaman yang luas dan Yang Maha Esa, berakhlak kedudukannya sebagai nasional bertujuan
komprehensif dalam semua mulia, sehat, berilmu, khalifah di muka bumi. mengembangkan potensi
bentuk kehidupan cakap, kreatif, mandiri, dan peserta didik agar
menjadi warga negara yang menjadi manusia yang
demokratis serta bertangung beriman dan bertakwa
jawab kepada Tuhan Yang
Maha Esa, ber-akhlak
mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga
negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan

117
Tujuan Pendidikan
Pragmatisme Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
tersebut sudah mencakup
tujuan pendidikan dalam
aliran pragmatism,
eksistensialisme,
pancasila dan Al-Quran.

Kurikulum
Kurikulumnya berbasis Kurikulum yang memberi Kurikulum disusun sesuai Kurikulum harus disusun Kurikulum 2013 adalah
masyarakat, dapat para peserta didik kebebasan dengan jenjang pendidikan dan dirancang tidak hanya kurikulum yang berpusat
mengembangankan individual yang luas dan dalam kerangka Negara mengembangkan pada peserta didik
kreatifitas peserta didik, dan mensyaratkan mereka untuk Kesatuan Republik kemampuan dan (student centered),
berpusat pada peserta didik mengajukan pertanyaan- Indonesia dengan kepentingan dunia saja disamping itu kurikulum
(student centered)dan pertanyaan, melaksanakan memperhatikan: a) tetapi juga meningkatkan 2013 memberikan
berpusat pada aktifitas pencarian-pencarian mereka peningkatan iman dan etos dan martabat manusia kebebasan peserta didik
(activity centered) sendiri, dan menarik takwa; b) peningkatan yang kelak akan dalam mengembangkan
kesimpulan mereka sendiri. akhlak mulia; c) menghadap Tuhannya di kreatifitasnya melalui
peningkatan potensi, hari akhirat. proses 5M (mengamati,
kecerdasan, dan minat menanya, mencoba,
peserta didik; d) keragaman menalar dan
potensi daerah dan mengkomunikasikan).
lingkungan; e) Kurikulum 2013 juga
tuntutan pembangunan menekankan pada sikap
daerah dan nasional; f) spiritual, hal ini tertuang
tuntutan dunia kerja; g) dalam dimensi sikap
perkembangan ilmu pada SKL 1 dan KI 1 dan

118
Tujuan Pendidikan
Pragmatisme Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
pengetahuan, teknologi, dan 2.
seni; h) agama; I) dinamika
perkembangan global; dan
J) persatuan nasional dan
nilai nilai kebangsaan.

Metode
Pragmatism Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
Mengutamakan penggunaan metode apapun yang dipakai Penggunaan metode Metode yang relevan dan Dalam Kurikulum 2013,
metode pemecahan masalah harus merujuk pada cara pendidikan diharapkan bisa efektif digunakan metode yang digunakan
(Problem Solving Method) untuk mencapai kebahagiaan mengacu kepada pada dalam praktek pendidikan sangat bervariasi dan
serta metode penyelidikan dan karakter yang prinsip cara belajar peserta Islam juga karena metode- metode yang digunakan
dan penemuan (Inquiry and baik.Diskusi merupakan didik aktif (CBSA) dan metode ini dijelaskan berbasis pada pendekatan
Discovery Method). metode utama dalam sebaiknya bersifat multi secara eksplisit oleh al- saintifik. Diantara
pandangan eksistensialisme metode. Qur`an yaitu : metode metode-metode yang bias
cerita dan ceramah, digunakan adalah metode
metode diskusi, Tanya ceramah, Tanya awab,
jawab atau dialog, metode diskusi, metode
perumpamaan atau pemecahan asalah,
metafora, metode metode penyelidikan dan
simbolisme verbal dan penemuan, dll.

119
Tujuan Pendidikan
Pragmatisme Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
metode hukuman dan
ganjaran. Selain itu Al-
Qur’an mendidik manusia
melalui metode yang
bernalar serta sarat dengan
kegiatan meneliti,
membaca, mempelajari,
melayani, dan observasi
ilmiah terhadap manusia
sejak manusia masih
dalam bentuk segumpal
darah dalam rahim ibu
Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Pragmatism Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
Guru harus berperan: Guru harus memberikan peranan tersebut tersurat Peranan pendidik adalah pembelajaran dalam
 Menyediakan berbagai kebebasan kepada peserta dan tersirat dalam penting karena kurikulum 2013 berpusat
pengalam-an yang akan didik memilih dan memberi semboyan: “ing ngarso keterlibatannya pada peserta didik
memunculkan motivasi. mereka pengalaman- sung tulodo” artinya dalam bimbingan (student centred). Jadi
 Membimbing peserta pengalaman yang akan pendidik harus memberikan aktivitas-aktivitas di peserta didik harus
didik untuk merumuskan membantu mereka atau mejadi teladan bagi sekolah yang mengacu dituntut lebih aktif
batasan masalah secara menemukan makna dari peserta didiknya; “ing kepada tujuan-tujuan yang mengembanhkan
spesifik. kehidupan mereka. Guru madya mangun karso”, diidamkan. Pengaruh koemampuan ang
 Membimbing hendaknya memberi artinya pendidik harus pendidik bagi anak dimilikinya dalam
merencanakan tujuan- semangat kepada peserta mampu membangun karsa didiknya itu datang menemukan dan

120
Tujuan Pendidikan
Pragmatisme Eksistensialisme Pancasila Al-Qur’an Kurikulum 2013
tujuan individual dan didik untuk memikirkan pada diri peserta didiknya; melalui jalan memberikan merumuskan konsep
kelompok dalam kelas dirinya dalam suatu dialog. dan” tutwuri handayani” ide-ide yang dibangun pembelaaran. Guru
untuk digunakan dalam Guru menanyakan tentang artinya bahwa sepanjang bersama sebagaimana berperan sebagai
memecahkan masalah. ide-ide yang dimiliki peserta tidak berbahaya pendidik tingkah laku pribadinya. fasilitator, mediator,
 Membantu para peserta didik, dan mengajukan ide- harus memberi kebebasan Dan karena pengajaran motivator, inspirator,
didik dalam ide lain, kemudian guru atau kesempatan kepada merupakan aktivitas membimbing dan
mengumpulkan membimbing peserta didik peserta didik untuk belajar kependidikan, memmbantu peserta
informasi berkenaan untuk mengarahkan peserta mandiri maka pendidik atau guru didik dalam proses
dengan masalah. didik dengan seksama harus member yang menemukan konsep
 Bersama-sama kelas sehingga peserta didik terbaik untuk memotivasi tersebut.
mengevaluasi apa yang mampu berpikir relatif setiap anak didiknya
telahdipelajari; dengan melalui pertanyaan- dengan memilih metode
bagaimana mereka pertanyaan. yang berguna.
mempelajarinya; dan
informasi baru apa yang
setiap peserta didik
temukan oleh dirinya.

121
C. Matrik Landasan Psikologis Pendidikan
Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam
Pidarta (2007), Psikologi atau ilmu jiwa Whiterington (1982) menjelaskan Metode tafsir maudhu’i atau tematik akan
adalah ilmu yang mempelajari jiwa pendidikan adalah proses pertumbuhan diformulasikan sejumlah konsep-konsep
manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam yang berlangsung melalui tindakan- psikologi dari Al-Quran, selanjutnya
keadaan mengendalikan jasmani yang tindakan belajar. digunakan sebagai dasar untuk menyusun
dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa paradigma teori psikologi Islami.
manusia berkembang sejajar dengan
pertumbuhan jasmani.
Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia umumnya dan gejala-gejala yang berkaitan dengan
aspek pribadi manusia untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya dalam memudahkan
proses pendidikan.
Keunggulan
Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam
Pendidikan selalu melibatkan aspek Tindakan-tindakan belajar yang Psikologi Islam merupakan sebuah aliran
kejiwaan manusia, maka landasan berlangsung secara terus menerus akan dunia psikologi yang mendasarkan
psikologis pendidikan dapat dikatakan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan seluruh bangunan teori dan konsep
sebagai landasan dalam proses pendidikan dan perilaku sesuai dengan tingkatan kepada Islam.
yang membahas tentang kepribadian pembelajaran yang dilalui oleh individu
manusia. sendiri melalui proses belajar-mengajar.

122
D. Matriks Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan Menurut Pandangan Islam, Barat Dan Indonesia.
Menurut Umar dan La Sulo (2008: 95), dalam sistem pendidikan, ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi empat bidang, yaitu:
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
1. Hubungan sistem a. Pendidikan Islam tradisional bagi a. Kurikulum 2013 yang berlaku di Secara umum kurikulum
pendidikan dengan laki-laki difokuskan untuk Indonesia saat ini pendidikan Jerman dapat
sistem sosial lainnya membentuk calon-calon anggota mengintergrasikan Penguatan diformulasikan sebagai
dewan ulama. Pendidikan Karakter (PPK) berikut:
b. Kurikulum untuk sekolah Islam didalam pembelajaran. Karakter a). Tujuan umum kurikulum
tradisional juga sebagian yang diperkuat terutama 5 ditentukan oleh peraturan
menggunakan kurikulum pendidikan karakter, yaitu: religius, sekolah/sering dinyatakan pada
umum, tetapi fokusnya pada Studi nasionalis, mandiri, gotong mukaddimah suatu keputusan,
Islam dan Bahasa Arab. Untuk royong, dan integritas. sedangkan tujuan khusus
pendidikan agama, dilakukan di Mengintegrasikan literasi; diterbitkan dalam kaitannya dengan
bawah supervisi dari Universitas keterampilan abad 21 atau pedoman kurikulum;
Islam Imam Saud (Riyadh) dan diistilahkan dengan 4C b).Silabus, rekomendasi metode
Universitas Islam Madinah (Creative, Critical thinking, mengajar dan model rencana
(Madinah). Communicative, dan pelajaran diputuskan oleh
c. Kurikulum untuk sekolah-sekolah Collaborative); kementrian negara;
pria dan wanita pada setiap jenjang Mengintegrasikan HOTS c). Mengenai buku teks, tidak ada
yang sama pada prakteknya sama (Higher Order Thinking Skill). yang dapat dipakai tanpa ada
kecuali sekolah wanita menambah b. Aspek ketuhanan sudah persetujuan dari kementerian
mata pelajarannya manajemen dikembangkan dengan banyak negara bagian dan guru boleh
rumah tangga, sementara sekolah cara seperti melalui pendidikan- menggunakannya sejauh terdapat
pria menambah mata pelajaran pendidikan agama di sekolah dalam daftar rekomendasi buku
pendidikan jasmani, yang tidak maupun di perguruan tinggi, yang sah; d). Metode mengajar,

123
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
diajarkan pada sekolah wanita. melalui ceramah-ceramah bukan “teacher centered” tetapi
agama di masyarakat, melalui “student centered” yang sifatnya
kehidupan beragama di asrama- “open instruction” (murid belajar
asrama, lewat mimbar-mimbar atas dorongan sendiri).
agama dan ketuhanan di televisi,
melalui radio, surat kabar dan
sebagainya. Bahan-bahan yang
diserap melalui media itu akan
berintegrasi dalam rohani para
siswa/mahasiswa.
2. Hubungan a. Khalifah Umar bin al-Khaththab, a. Landasan sosiologis pendidikan Pendidikan anak dengan kebutuhan
kemanusian dalam dalam wasiat yang dikirimkan di Indonesia menganut paham khusus di Finlandia umumnya
sistem pendidikan kepada gubernur-gubernurnya, integralistik yang bersumber disediakan bersamaan dengan
menuliskan, “Sesudah itu, dari norma kehidupan pendidikan umum (pendidikan
ajarkanlah kepada anak-anakmu masyarakat: (1) kekeluargaan inklusi). Kebijakan pendidikan di
berenang dan menunggang kuda, dan gotong royong, Finlandia adalah memberikan
dan ceritakan kepada mereka adab kebersamaan, musyawarah pendidikan kebutuhan khusus
sopan-santun dan syair-syair yang untuk mufakat, (2) terutama dalam pendidikan umum.
baik.”Khalifah Hisyam bin Abdul kesejahteraan bersama menjadi Jika siswa tidak dapat belajar
Malik mewasiatkan kepada tujuan hidup bermasyarakat, (3) dalam kelompok pembelajaran
Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, negara melindungi warga biasa, maka yang bersangkutan
“Sesungguhnya anakku ini adalah negaranya, dan (4) selaras serasi berhak mengikuti pendidikan anak
cahaya mataku. Saya seimbang antara hak dan berkebutuhan khusus. Pendidikan
mempercayaimu untuk mengajarnya. kewajiban. Oleh karena itu, ini sedapat mungkin disediakan di
Hendaklah engkau bertakwa kepada pendidikan di Indonesia tidak sekolah reguler.
Allah dan tunaikanlah amanah. hanya meningkatkan kualitas

124
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
Pertama, saya mewasiatkan manusia secara orang per orang.
kepadamu agar engkau b. Khusus untuk jalur pendidikan
mengajarkan kepadanya al-Qur’an, luar sekolah, terutama apabila
kemudian hapalkan kepadanya al- ditinjau dari sosiologi maka
Quran…”Di tingkat Perguruan pendidikan keluarga adalah
Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat sangat penting, karena keluarga
disampaikan secara utuh. Ideologi merupakan lembaga sosial yang
sosialisme-komunisme atau pertaman bagi setiap manusia.
kapitalisme-sekularisme, misalnya, Proses sosialisasi akan dimulai
dapat diperkenalkan kepada kaum dari keluarga, dimana anak
Muslim setelah mereka memahami mulai mengembangkan diri.
Islam secara utuh. Pelajaran ideologi
selain Islam dan konsepsi-konsepsi
lainnya disampaikan bukan
bertujuan untuk dilaksanakan,
melainkan untuk dijelaskan dan
dipahami cacat-celanya serta
ketidaksesuaiannya dengan fitrah
manusia.
b. Sistem pendidikan dibagi menjadi 3
bagian utama:
1) Pendidikan umum untuk laki-
laki
2) Pendidikan umum untuk
perempuan
3) Pendidikan Islam untuk laki-laki

125
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
3. Pengaruh sekolah pada a. Manusia adalah makhluk yang a. Peran guru di dalam proses a. Dalam sistem pendidikan
perilaku anggotanya paling sempurna diantara mahkluk pembelajaran adalah Jerman, tidak ada evaluasi
yang lain ciptaan allah SWT.Salah sebagai fasilitator. nasional yang dilakukan secara
satu kelebihan yang di miliki oleh b. Di sekolah, guru berperan teratur mengenai hasil
manusia ialah diberi akal pikiran dan sebagai perancang pendidikan sebagaimana di
nafsu yang tidak dimiliki oleh pembelajaran, pengelola Indonesia.Evaluasi dalam
malaikat, jin dan binatang. Dengan pembelajaran, penilai hasil pengertian evaluasi program,
akal inilah diharapkan manusia bisa pembelajaran peserta didik, sangat terbatas pada penelitian
menggelola bumi ini dengan baik, pengarah pembelajaran dan yang ditugaskan pada suatu
untuk melakukan tugas yang berat pembimbing peserta didik. komisi/panitia.
tersebut maka manusia Dengan beberapa pengecualian,
membutuhkan ilmu pengetahuan. evaluasi (tes formal) pada
Hal inilah yang menyebabkan prinsipnya tidak digunakan
manusia menjadi objek untuk menilai keberhasilan anak
pendidikan,atau mahluk yang di sekolah, akan tetapi hanya
membutuhkan pendidikan sebagai untuk keperluan diagnistik yang
mana yang terdapat dalam Alquran. mengidentifikasi jenis-jenis
Dalam surah Al-baqarah ayat 31- dyslexia (kesulitan belajar
32 yang artinya: Dan ingatlah akibat kondisi tertentu pada
ketika Allah berfirman kepada otak). Pendekatan yang dipakai
malaikat “aku hendak menjadi kan untuk mengetahui pencapaian
kholifah di bumi “mereka berkata murid, sepenuhnya diserahkan
apakah engkau hendak menjadikan kepada guru selama proses
orang orang perusak dan belajar berlangsung. Hasilnya
menumpahkan darah di muka digambarkan dalam bentuk
bumi,sedangkan kami selalu laporan kemajuan tertulis

126
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
bertasbih memuji engkau”dia (terutama pendidikan
berfirman “sungguh aku dasar).Adapun tes tidak resmi
mengetahui apa yang tidak kamu diberikan dengan ketentuan
ketahui . Dan dia mengajarkan frekuensi minimum.Bobot yang
nama –nama benda, kemudian dia lebih besar terletak pada
perlihat kan kepada para malaikat partisipasi murid dalam ruangan
“kata kan lah jika kamu orang yang kelas, tugas rumah juga dapat
benar.(Al-Baqorah ayat 31-32 ). digunakan sebagai dasar
Dari ayat tersebut kita penilaian.
memperoleh pengertian bahwa b. Di Finlandia Bimbingan dan
manusia adalah mahluk yang bisa konseling dipandang sebagai
dididik dan diajar. Untuk pekerjaan semua tenaga
meningkatkan kualitas hidup, kependidikan. Dengan demikian
manusia memerlukan pendidikan, guru dituntut untuk menbimbing
baik pendidikan yang formal, anak-anak dan remaja sebagai
informal maupun nonformal. individu dan membantu mereka
Pendidikan merupakan bagian untuk melanjutkan pendidikan
penting dari kehidupan manusia yang sesuai dengan kemampuan
yang sekaligus membedakan mereka sendiri. Peserta didik
manusia dengan makhluk hidup juga harus merasakan
lainnya. Hewan juga belajar, tetapi kesuksesan dan kebahagiaan
lebih ditentukan oleh instingnya, dalam pembelajaran. Saat ini
sedangkan manusia belajar berarti semua siswa memiliki hak untuk
merupakan rangkaian kegiatan mendapatkan dukungan
menuju pendewasaan guna menuju pendidikan. Dukungan ini
kehidupan yang lebih berarti. dapatberupa remidial atau

127
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
b. Guru-guru mata pelajaran agama dukungan untuk siswa
lebih menekankan hafalan, dan berkebutuhan
jarang sekali menggunakan peralatan khusus.
mengajar selain papan tulis. Guru
bahasa Arab menggunakan papan
tulis disamping menggunakan
metode hafalan teks. Guru-guru ilmu
eksakta menggunakan laboratorium
kalau peralatan itu tersedia di
sekolahnya.
1. Pola interaksi antara a. Shalat berjamaah secara sosiologis Pendidikan nonformal meliputi Dalam hal sertifikat tamat belajar,
sekolah dengan merupakan manifestasi dari pendidikan kecakapan hidup, itu menjadi tanggung jawab pejabat
kelompok sosial lain kebersamaan, solidaritas dan pendidikan anak usia dini, tingkat negara bagian, untuk
didalam komunitasnya integritas sosial dalam kehidupan pendidikan kepemudaan, menjamin tercapainya standar
bermasyarakat. Zakat manifestasi pendidikan pemberdayaan minimal. Prosedurnya bervariasi.
dari solidaritas sosial, rasa perempuan, pendidikan keaksaraan, Pada kebanyakan negara bagian,
kemanusiaan yang adil dan pendidikan keterampilan dan setelah menyelesaikan pendidikan
bertanggung jawab, kepedulian dan pelatihan kerja. Pendidikan di Hauptschule dan Realschule
berempati terhadap penderitaan atau kesetaraan meliputi Paket A, Paket siswa menerima sertifikat yang
kesusahan orang lain. Berpuasa B dan Paket C, serta pendidikan diakui, sementara tugas yang
merupakan upaya pengendalian diri lain yang ditujukan untuk disiapkan untuk ujian akhir di
dari tindakan yang melampaui batas mengembangkan kemampuan Gymnasiumdiserahkan dan
dan demikian pula pada aspek peserta didik seperti: Pusat disetujui oleh kementrian.
ajaran-ajaran Islam yang lainnya. Kegiatan Belajar Masyarakat
Pada rukun iman, misalnya iman (PKBM), lembaga kursus, lembaga
kepada Allah akan memberikan pelatihan, kelompok belajar,

128
Ruang Lingkup Sosiologi
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Pendidikan
kontrol terhadap seorang muslim majelis taklim, sanggar, dan lain
dalam kehidupan sosial masyarakat sebagainya, serta pendidikan lain
b. Training Guru Inisiatif UNESCO yang ditujukan untuk
Mesir. Sebagai lembaga mengembangkan kemampuan
internasional yang bergerak dalam peserta didik.
bidang pendidikan, UNESCO Mesir
mengembangkan suatu sistem
pelatihan guru untuk mendukung
tercapainya sumber daya manusia
Mesir yang handal. Training ini
diselenggarakan melalui kerjasama
dengan perusahan-perusahaan besar
yang berperan dalam melakukan
sertifikasi keahlian guru selepas
training. UNESCO merancang
training ini dalam konteks ICT
Standard Competency for Teachers
yang didukung dengan tiga buku
petunjuk yaitu: 1) buku modul
standar kompetensi 2) buku petunjuk
implementasi dan 3) buku kerangka
kebijakan.
Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan sosiologis pendidikan adalah acuan atau asumsi dalam penerapan
pendidikan yang bertolak pada interaksi antar individu sebagai makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat

129
E. Matriks Landasan Sosiologis Pendidikan
Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam
Landasan sosiologis pendidikan di Rechey dalam bukunya, planning for teaching, Dalam hadis Nabi Muhammad
Indonesia menganut paham integralistik. an introduction, menjelaskan bahwa pendidikan SAW digunakan Pendidik diistilahkan
Paham integralistik dilandasi pemahaman berkenaan dengan fungsi yang luas dan dengan rabbaniyyin dan rabbani
bahwa masing-masing anggota masyarakat pemelihaan dan perbaikan kehiduapn sebagaimana tercantum dalam hadist
saling berhubungan erat satu sama lain masyarakat, terutama untuk memperkenalkan yang artinya “jadilah kamu para
yang secara organis merupakan masya warga masyarakat baru (generasi muda) pada pendidik yang menyantun, ahli fiqh, dan
rakat. pengenalan kewajiban dan tanggung jawabnya di berilmu pengetahuan.” Seseorang
tengah masyarakat. disebut rabbani apabila ia telah
Masyarakat integralistik mendidik manusia dengan ilmu
menempatkan manusia tidak secara pengetahuan dari yang terkecil hingga
individualis melainkan dalam konteks yang terbesar (H.R.Bukhari dari
strukturnya manusia adalah pribadi dan Ibn’abbas).
juga merupakan relasi. Kepentingan
masyarakat secara keseluruhan diutamakan Perbuatan mendidik adalah
tanpa merugikan kepentingan pribadi. seluruh kegiatan, tindakan, atau
Paham integralistik yang dianut bangsa perbuatan dan sikap yang dilakukan
Indonesia bersumber dari norma kehidupan oleh pendidik saat mengasuh anak
masyarakat: didik. Dengan istilah lain, yaitu sikap
atau tindakan menuntun, membimbing
(1) kekeluargaan dan gotong royong, atau memberikan ertolongan dari
kebersamaan, musyawarah untuk mufakat seorang pendidik kepada anak didik
dalam mencapai tujuan pendidikan.
(2) kesejahteraan bersama menjadi
Perbuatan mendidik disebut dengan
tujuan hidup bermasyarakat
nama tahzib.
(3) negara melindungi warga Pendidik merupakan profil
manusia yang seiap hari didengar

130
negaranya perkataannya, dilihat dan ditiru
perilakunya oleh murid-muridnya. Oleh
(4) selaras serasi seimbang antara hak karena itu, pendidik harus memiliki
dan kewajiban. syarat seperti:
Oleh karena itu, pendidikan di 1. Beriman kepada Allah dan beramal
Indonesia tidak hanya meningkatkan shaleh
kualitas manusia secara orang per orangan 2. Menjalankan ibadah dengan taat
melainkan juga kualitas struktur 3. Memiliki sikap pengabdian yang
masyarakatnya. tinggi kepada dunia pendidikan
4. Ikhlas dalam menjalankan tugas
pendidikan
5. Menguasai ilmu yang diajarkan
6. Profesional dalam menjalankan
tugasnya
7. Tegas dan beribawa dalam
menghadapi masalah yang dialami
murid-muridnya.
Anak didik merupakan unsur terpenting
dan objek para pendidik dalam
melakukan hal yang bersifat mendidik.
Kesimpulan: Berdasarkan perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa landasan sosiologis pendidikan Islam juga tidak terlepas dari al
qur’an dan sunnah. Interaksi yang terjadi di dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam al qur’an dan
hadist.
Landasan sosiologis pendidikan Indonesia bersumber dari nilai-nilai pancasila dan undang-undang sistem pendidikan nasional. Interaksi
di dalam pembelajaran harus berasaskan pancasila.
Landasan sosiologis pendidikan barat berkenaan dengan fungsi yang luas dan pemelihaan dan perbaikan kehidupan masyarakat, terutama

131
untuk memperkenalkan warga masyarakat baru (generasi muda) pada pengenalan kewajiban dan tanggung jawabnya di tengah
masyarakat.

F. Matriks Landasan Kultural Pendidikan


Pandangan Indonesia Pandangan Barat Pandangan Islam
Seperti yang di kemukakakan Menurut Taylor dalam bukunya primitive Kata kebudayaan dalam Islam
Sisdiknas, yaitu pendidikan yang berakar culture (Setyawan, 2014:1) kebudayaan atau lebih dipandang sebagai proses manusia
pada kebudayaan bangsa indonesia, peradaban yaitu meliputi pengetahuan, mewujudkan totalitas dirinya dalam
dimana kehidupan masyarakat indonesia kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, kehidupan yang disebut amal. Amal
yang majemuk dan akan kaya kebiasaan dan pembawaan lainnya yang atau aktifitas budaya merupakan
kebudayaannya dan keberadaan semua itu diperoleh dari anggota masyarakat. aktifitas hidup yang disadari, dimengerti
semakin kukuh. Oleh karena itu, John Dewey mengatakan bahwa dan direncanakan serta berkaitan erat
kebudayaan nasional haruslah dipandang pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua dengan nilai-nilai. Kebudayaan
dalam latar perkembangan yang dinamis, segi, yaitu dari sudut pandangan masyarakat mencakup pengetahuan, kepercayaan,
seiring dengan semakin kukuhnya yang menyatakan bahwa pendidikan berarti kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada dan kebiasaan yang dibuat oleh
sesuai dengan asas Bhinneka Tunggal Ika. generasi muda agar hidup masyarakat tetap manusia. Peran agama Islam dalam
berlanjut, dan dari sudut pandang individu yang kebudayaan adalah memberikan nilai-
Pendidikan selalu terkait dengan menyatakan bahwa pendidikan berarti nilai etis yang menjadi pedoman dan
manusia, sedang setiap manusia selalu pengembaangan potensi-potensi yang terpendam ukurannya. Allah berfirman dalam surat
menjadi anggota masyarakat dan dan tersembunyi. Ali Imran ayat 110:
pendukung kebudayaan tertentu. Oleh Beberapa negara dapat kita lihat bagaimana
karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun kultural pendidikannya. Negara Jepang, hal yang
1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa patut dikagumi adalah budaya disiplin dan kerja
yang dimaksudkan dengan Sistem kerasnya yang turut berperan serta dalam
Pendidikan Nasional adalah pendidikan pencapaian kesuksesan. Sedangkan negara

132
yang berakar pada kebudayaanbangsa Finlandia terkenal dengan budaya membacanya.
Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Kebudayaan dan Dalam Wikibook (2016)
pendidikan mempunyai hubungan timbal
balik, sebab kebudayaan dapat where there since the United States
dilestarikan/dikembangkan dengan jalan declared their Independence from England “Kamu adalah umat yang terbaik, yang
mewariskan kebudayaan dari generasi ke and the new influx of immigrants coming into dilahirkan untuk manusia, menyuruh
generasi penerus dengan jalan pendidikan, the country. They believe that with the kepada yang ma’ruf (berbuat baik) dan
baik secara informal maupun secara mencegah dari yang mungkar
education being available to the masses they
formal. (kejahatan) dan beriman kepada
will be able to “preserve social stability and
Allah”.
prevent crime and poverty.”
Dalam budaya pendidikan islam,
They believe that with the education terutama jika dipandang dari segi
being available to the masses they will be sejarah menunjukkan bahwa
able to “preserve social stability and prevent
crime and poverty.” Both Mann and Barnard The mosque continued to be the center
“worked to establish a free elementary of learning even after Prophet’s
education accessible to everyone and death. This mosque based
financed by public funds.” But they also understanding and acquisition of
thought that schools should be accountable knowledge worked very well for the
to the their local school board and state Muslims of the Arabian Peninsula
government. because the tribal traditions combined
with the teachings of the Koran were
sufficient to govern the lives of people
Berdasarakan penjelasan diatas diketahui who spoke the same language and had
bahwa landasan cultural dari pendididkan barat

133
menganggap bahwa peserta didik membutuhkan the same cultural background.
kesempatan pendidikan yang sama. Jadi setelah
deklarasi mereka percaya pendidikan dapat Dari pernyataan tersebut dapat diketahui
menjaga stabilitas sosial dan mengurangi bahwa masjid menjadi pusat
kriminilitas dan criminal. pembelajaran bahkan sampai setelah
wafatnya nabi Muhammad SAW.
Tradisi ini juga berkembang di
Peninsula karena dikombinasikan
dengan pengajaran al qur’an yang
melatarbelakangi budaya. Baki (2004)
menunjukkan bahwa peraturan wanita
hanya dipandang sebagai ibu dan
pengurus rumah tangga. Walaupun
demikian tidak menutup kemungkinan
bahwa wanita tidak boleh mendaptkan
pendidikan. Tingkat pendidikan wanita
sangat bermanfaat baik bagi pendidikan
keluarga, anak, dan keharmonisan
rumah tangga.

Kesimpulan: Ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kultural pendidikan merupakan landasan dalam memperoleh tujuan
pendidikan berdasarkan kebudayaan yang di anut oleh suatu daerah. Kebudayaan atau kultural pendidikan yang ada di
lingkungan yang akan mengembangkan kemampuan bagaimana cara suatu individu maupun kelompok untuk
meningkatkan martabatnya sebagai manusia berdasarkan pengetahuan atau pendidikan yang dimilikinya.

134
G. Matriks Implementasi Landasan Sosial - Kultural Pendidikan Dalam Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Fisika

No Landasan Sosial-Kultural Pendidikan Kurikulum 2013 Pembelajaran Fisika


1 Landasan Sosiologi Pendidikan
a. Pengertian Landasan Sosiologi
Pendidikan
Landasan sosiologi pendidikan Karakteristik dari kurikulum 2013 adalah Untuk memperoleh hasil belajar yang
berkenaan dengan perkembangan, mengembangkan keseimbangan antara nyata atau otentik, siswa harus mencoba
kebutuhan dan karakteristik pengembangan sikap spiritual dan sosial, atau melakukan percobaan, terutama
masyarakat, dimana manusia di rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama untuk materi atau substansi yang sesuai.
dalamnya sebagai makhluk sosial, dengan kemampuan intelektual dan Pada mata pelajaran Fisika, misalnya
menjadikan sosiologi sebagai landasan psikomotorik; Kurikulum 2013 siswa harus memahami konsep-konsep
bagi proses dan pelaksanaan mengamanatkan pendekatan saintifik. Fisika dan kaitannya dengan kehidupan
pendidikan.Sebab kegiatan pendidikan Dimana pada saat siswa melakukan sehari-hari. Siswa pun harus memiliki
merupakan wujud usaha untuk percobaan, siswa dituntut untuk keterampilan proses untuk
mengembangkan potensi pada bekerjasama, toleransi, dan peduli mengembangkan pengetahuan tentang
masyarakat. terhadap sesama anggota kelompok atau alam sekitar, serta mampu
kelompok lainnya. Jadi, dalam proses dan menggunakan metode ilmiah dan
pelaksanaan pembelajaran diperlukan bersikap ilmiah untuk memecahkan
landasan sosiologi agar tercipta karakter masalah-masalah yang dihadapinya
siswa yang sesuai dengan tujuan sehari-hari.
pendidikan.

b. Ciri-Ciri Landasan Sosiologi


Pendidikan
1. Empiris, adalah ciri utama Kurikulum merupakan ‘’chip’’ yang berisi Pembelajaran Fisika dengan pendekatan
sosiologi sebagai ilmu, sebab berbagai keinginan dan harapan dari suatu saintifik adalah proses pembelajaan

135
bersumber dan diciptakan dari komunitas masyarakat tertentu untuk yang dirancang sedemikian rupa agar
kenyataan yang terjadi di lapangan. memperbaiki keadaan dirinya, saat ini dan peserta didik dapat terlibat secara aktif
2. Teoritis, adalah peningkatan fase dimasa yang akan datang (teoritis dan dalam mengkonstruk konsep, hukum
penciptaan yang menjadi salah satu komulatif). Dalam sistem pendidikan, atau prinsip melalui lima tahapan
bentuk budaya disimpan dalam kurikulum seringkali dijadikan pusat dari kegiatan belajar. Sesuai dengan ciri-ciri
waktu lama dan dapat diwariskan semua sistem penggerak komponen dari landasan sosiologi pendidikan yaitu
kepada generasi berikutnya. pendidikan lainnya. Tidak keliru jika (empiris dan teoritis). Dalam
3. Komulatif, adalah akibat dari memiliki pemahaman seperti itu karena mengkonstruk konsep, hukum dan
penciptaan terusmenerus sebagai kurikulum dapat diartikan sebagai prinsip tersebut, guru berperan untuk
konsekuensi dari terjadinya kumpulan dari berbagai pengalaman yang merangsang pengetahuan awal yang
perubahan di masyarakat, yang akan dipelajari oleh peserta didik sudah ada pada diri siswa, tidak menilai
membuat teori- teori itu akan (empiris). Agar peserta didik sukses benar atau salahnya (nonetis) melainkan
berkomulasi mengarah kepada teori menguasai berbagai pengalaman belajar diluruskan dengan kegiatan
yang lebih baik. tersebut, dibutuhkan berbagai sumber pembelajaran bisa berupa eksperimen
4. Nonetis, artinya teori ini belajar, guru, sarana dan prasarana, maupun noneksperimen. Sejalan dengan
menceritakan apa adanya tentang anggaran, kebijakan, dan sistem hal itu, Fisika merupakan ilmu
masyarakat beserta individu- pengelolaan yang baik (nonetis). pengetahuan yang selalu berkembang
individu di dalamnya, tidak menilai Kurikulum 2013 disusun atas dasar dan menghasilkan penemuan-penemuan
apakah hal itu baik atau buruk. penyempurnaan pola pikir, seperti 1) pola terbaru. Seperti dari teori Planck tentang
pembelajaran yang berpusat pada guru foton sampai ditemukannya energi foton
menjadi pembelajaran berpusat pada oleh Einstein (komulatif).
peserta didik, 2) pola pembelajaran satu
arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi
pembelajaran interaktif (interaktif guru-
peserta didik-masyarakat-lingkungan
alam, sumber/media lainnya), 3) pola
pembelajaran terisolasi menjadi
pembelajaran secara jejaring (peserta didik

136
dapat menimba ilmu dari siapa saja dan
darimana saja yang dapat dihubungi serta
diperoleh melalui internet, 4) pola
pembelajaran pasif menjadi pembelajaran
aktif-mencari (diperkuat dengan
pembelajaran pendekatan sains), 5) pola
belajar sendiri menjadi belajar kelompok
(berbasis tim), 6) pola pembelajaran alat
tunggal menjadi pembelajaran berbasis
alat multimedia, 7) pola pembelajaran
berbasis massal menjadi kebutuhan
pelanggan (users) dengan memperkuat
pengembangan potensi khusus yang
dimiliki setiap peserta didik, 8) pola
pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal
menjadi jamak, dan 9) pola pembelajaran
pasif menjadi pembelajaran kritis.
2 Landasan Kultural Pendidikan
a. Pengertian Landasan Kultural
Pendidikan
Landasan kultural pendidikan Kurikulum 2013 disusun atas dasar Dalam pembelajaran Fisika, guru Fisika
merupakan totalitas yang kompleks tantangan eksternal, antara lain terkait dapat menyeimbangkan pelajaran sains
yang mencakup pengetahuan, moral, dengan arus globalisasi dan berbagai isu ilmiah (Barat) dengan sains asli dengan
adat, dan apa saja kemampuan- terkait dengan masalah lingkungan hidup, menggunakan lintas budaya (cross-
kemampuan dan kebiasaan yang kemajuan teknologi dan informasi, culture). Guru menyelaraskan subkultur
diperoleh orang sebagai anggota kebangkitan industri kreatif dan budaya, sain modern dengan subkultur
masyarakat. Karakteristik dasar dan perkembangan pendidikan di tingkat kehidupan sehari-hari siswa, sehingga
manusia sebagai makhluk sosial akan internasional. Keikutsertaan Indonesia di pengajaran sains akan memperkuat

137
berkembang dengan baik dan dalam studi Internasional Trends in pandangan sains siswa terhadap alam
menghasilkan kebudayaan- International Mathematics and Science semesta. Dalam pembelajaran sains non
kebudayaan yang bernilai serta Study (TIMSS) dan Program for barat, guru memberikan sentuhan
peradaban tinggi melalui pendidikan. International Student Assessment (PISA) rasional ilmiah atas konsep-konsep
sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa sainsnya. Maksudnya guru memberikan
capaian anak-anak Indonesia tidak pandangan-pandangan tradisional siswa
menggembirakan dalam beberapa kali tentang alam semesta dengan
laporan yang dikeluarkan TIMSS dan mengaitkan dalam kehidupan sehari-
PISA. hari siswa. Guru juga dapat
menggunakan media pembelajaran
tertentu yang menggambarkan
hubungan antara konsep Fisika dengan
fenomena yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk membuat pengajaran
lebih hidup guru juga dapat
menampilkan tayangan yang berkenaan
dengan konsep Fisika yang bersifat
abstrak.

b. Ciri-Ciri Landasan Kultural


Pendidikan
1. Kebudayaan dipelajari dan bukan Kurikulum 2013 disusun atas dasar Sesuai dengan karakteristik fisika
bersifat instingtif, karena itu tidak tantangan internal, antara lain terkait sebagai bagian dari natural science,
dapat dicari asal-usulnya. dengan kondisi pendidikan dikaitkan pembelajaran fisika harus
2. Kebudayaan ditanamkan. dengan tuntutan pendidikan yang mengacu merefleksikan kompetensi sikap ilmiah,
Manusia yang bisa menyampaikan kepada delapan (8) Standar Nasional berfikir ilmiah, dan keterampilan kerja
warisan sosialnya dan anak cucu Pendidikan. Selanjutnya terkait dengan ilmiah. Kegiatan pembelajaran yang

138
yang dapat menyerap dan bukan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dilakukan melalui proses mengamati,
mengubahnya. dari pertumbuhan penduduk usia produktif menanya, mencoba/mengumpulkan
3. Kebudayaan bersifat sosial yang melimpah. Tantangannya bagaimana data, mengasosiasi/menalar, dan
dan dimiliki bersama oleh manusia mengupayakan agar SDM usia produktif mengomuni-kasikan.
dan berbagai masyarakat yang yang melimpah ini dapat ditransformasikan a. Kegiatan mengamati bertujuan agar
terorganisir. menjadi SDM yang memiliki kompetensi pembelajaran berkaitan erat dengan
4. Kebudayaan bersifat dan keterampilan melalui pendidikan agar konteks situasi nyata yang dihadapi
gagasan yang diungkapkan sebagai tidak menjadi beban. Selain itu, juga dalam kehidupan sehari-hari. Proses
norma-norma ideal atau pola-pola didasarkan atas Penguatan Tata Kelola mengamati fakta atau fenomena
perilaku. Kurikulum, antara lain 1) tata kerja guru mencakup mencari informasi,
5. Kebudayaan sampai pada yang bersifat individual diubah menjadi melihat, mendengar, membaca, dan
tingkat memuaskan kebutuhan- tata kerja yang bersifat kolaboratif, 2) atau menyimak.
kebutuhan individu, kebutuhan- penguatan manajemen sekolah melalui b. Kegiatan menanya dilakukan
kebutuhan biologis secara budaya. penguatan kemampuan manajemen kepala sebagai salah satu proses
6. Kebudayaan bersifat sekolah sebagai pimpinan kependidikan membangun pengetahuan siswa
integratif. dan 3) penguatan sarana dan prasarana dalam bentuk konsep, prinsip,
untuk kepentingan manajemen dan proses prosedur, hukum dan teori, hingga
pembelajaran dan penguatan materi, berpikir metakognitif.
dilakukan dengan cara pendalaman dan c. Kegiatan menanya dilakukan oleh
perluasan materi yang relevan bagi peserta peserta didik dan dapat dibantu guru
didik. Kurikulum diarahkan pada dengan mengajukan pertanyaan yang
pencapaian kompetensi yang dirumuskan dapat memprovokasi peserta didik
dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL). untuk mau dan mampu mengajukan
Demikian pula penilaian hasil belajar dan pertanyaan terhadap pokok materi
hasil kurikulum diukur dari pencapaian yang dipelajarinya.Tujuannya agar
kompetensi. Keberhasilan kurikulum peserta didik memiliki kemapuan
diartikan sebagai pencapaian kompetensi berpikir tingkat tinggi (critical
yang dirancang dalam dokumen kurikulum thingking skill) secara kritis, logis,

139
oleh seluruh peserta didik. dan sistematis. Proses menanya
dilakukan melalui kegiatan diskusi
dan kerja kelompok serta diskusi
kelas. Praktik diskusi kelompok
memberi ruang kebebasan
mengemukakan ide/gagasan dengan
bahasa sendiri, termasuk dengan
menggunakan bahasa daerah.
d. Kegiatan mencoba / mengumpulkan
data bermanfaat untuk
meningkatkan keingintahuan peserta
didik untuk memperkuat
pemahaman konsep dan
prinsip/prosedurdenganmengumpulk
an data, mengembangkan kreatifitas,
dan keterampilan kerja ilmiah.
Kegiatan ini mencakup
merencanakan, merancang, dan
melaksanakan eksperimen, serta
memperoleh, menyajikan, dan
mengolah data. Pemanfaatan sumber
belajar termasuk mesin komputasi
dan otomasi sangat disarankan
dalam kegiatan ini.
e. Kegiatan mengasosiasi /menalar
bertujuan untuk membangun
kemampuan berpikir dan bersikap
ilmiah. Data yang diperoleh dibuat

140
klasifikasi, diolah, dan ditemukan
hubungan-hubungan yang spesifik.
Kegiatan dapat dirancang oleh guru
melalui situasi yang direkayasa
dalam kegiatan tertentu sehingga
peserta didik melakukan aktifitas
antara lain menganalisis data,
mengelompokan, membuat kategori,
menyimpulkan, dan
memprediksi/mengestimasi dengan
memanfaatkan lembar kerja diskusi
atau praktik. Hasil kegiatan mencoba
dan mengasosiasi memungkinkan
peserta didik berpikir kritis tingkat
tinggi (higher order thinking skills)
hingga berpikir metakognitif.
f. Kegiatan mengomunikasikan adalah
sarana untuk menyampaikan hasil
konseptualisasi dalam bentuk lisan,
tulisan, gambar/sketsa, diagram,
atau grafik. Kegiatan ini dilakukan
agar peserta didik mampu
mengomunikasikan pengetahuan,
keterampilan, dan penerapannya,
serta kreasi peserta didik melalui
presentasi, membuat laporan, dan/
atau unjuk karya.

141
H. Perbandingan Antara Landasan Filosofis, Psikologi, Sosiologis, Kultural, Antropologis Pendidikan

Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi


Pengertian Landasan yang berkaitan Suatu landasan dalam Acuan atau asumsi dalam Landasan yang berkaitan Landasan yang
dengan makna atau proses pendidikan yang penerapan pendidikan yang dengan norma-norma, berkaitan dengan
hakikat pendidikan, yang membahas berbagai bertolak pada interaksi antar nilai-nilai, kepercayaan, segala aspek yang
berusaha menelaah informasi tentang individu sebagai makhluk tingkah laku, dan ada dalam kehidupan
masalah-masalah pokok kehidupan manusia pada sosial dalam kehidupan teknologi yang ada dalam manusia yang terdiri
pendidikan umumnya serta gejala- bermasyarakat suatu masyarakat dari segala macam
gejala yang berkaitan konsepsi tradisi,
dengan aspek pribadi norma, seni,
manusia pada setiap kebudayaan, ilmu
tahapan usia pengetahuan,
perkembangan tertentu kelembagaan,
untuk mengenali dan lambang, linguistik,
menyikapi manusia dan juga teknologi
sesuai dengan tahapan
usia perkembangannya
yang bertujuan untuk
memudahkan proses
pendidikan
Peranan, Fungsi Filsafat Pentingnya Psikologi Fungsi Sosiologi Pendidikan: Fungsi Kebudayaan: Manfaat Antropologi
Fungsi dan Pendidikan: Pendidikan: a. Fungsi eksplanasi, yaitu a. Pelanjut keturunan dan Pendidikan:
Manfaat a. Fungsi spekulatif keberhasilan menjelaskan atau pengasuhan anak a. Dapat mengetahui
Filsafat pendidikan pendidik dalam memberikan pemahaman (penjamin kelangsungan pola
berusaha mengerti menjalankan tugasnya tentang fenomena yang hidup biologis dari perilaku manusia
keseluruhan persoalan sangat dipengaruhi oleh termasuk ke dalam ruang kelompok sosial). dalam kehidupan
pendidikan dan pemahamannya tentang lingkup pembahasannya. b. Pengembangan bermasyarakat

142
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
mencoba merumuskan peserta didik. Oleh b. Fungsi prediksi, yaitu kehidupan ekonomi secara Universal
dalam satu gambaran karena itu pendidik harus meramalkan kondisi dan (menghasilkan dan maupun pola
pokok sebagai mengetahui apa yang permasalahan pendidikan memakai benda-benda perilaku manusia
pelengkap bagi data- harus dilakukan kepada yang diperkirakan akan ekonomi). pada tiap-tiap
data yang telah ada dari peserta didik dalam muncul pada masa yang c. Transmisi budaya (cara- masyarakat (suku
segi ilmiah. setiap tahap akan datang. cara mendidik dan bangsa).
b. Fungsi normative perkembangan yang c. Fungsi utilisasi, yaitu membentuk generasi b. Dapat mengetahui
Sebagai penentu arah, berbeda dari bayi hingga menangani permasalahan- baru menjadi orang- kedudukan serta
pedoman untuk apa dewasa. permasalahan yang dihadapi orang dewasa yang peran yang harus
pendidikan itu. Keadaan anak yang dalam kehidupan masyarakat berbudaya). kita lakukan sesuai
c. Fungsi kritik tadinya belum dewasa seperti masalah lapangan d. Keagamaan dengan harapan
Untuk memberi dasar hingga menjadi dewasa kerja dan pengangguran, (menanggulangi hal-hal warga masyarakat
bagi pengertian kritis- berarti mengalami konflik sosial, kerusakan yang berhubungan dari kedudukan
rasional dalam perubahan, karena lingkungan, dan lain-lain dengan kekuatan yang yang kita sandang.
pertimbangan dan dibimbing, dan kegiatan yang memerlukan dukungan bersifat c. Dengan
menafsirkan data-data bimbingan merupakan pendidikan, dan masalah gaib/supernatural). mempelajari
ilmiah. usaha atau kegiatan penyelenggaraan pendidikan e. Pendekatan sosial (cara- antropologi akan
d. Fungsi teori bagi berinteraksi sendiri. cara yang dikembangkan memperluas
praktek antara pendidik,anak untuk melindungi wawasan kita
Semua ide, konsepsi, didik dan lingkungan kesejahteraan individu terhadap tata
analisa, dan dan kelompok). pergaulan umat
kesimpulan-kesimpulan Manfaat f. Rekreasi (aktivitas- manusia diseluruh
filsafat pendidikan mempelajari psikologi aktivitas yang memberi dunia khususnya
adalah berfungsi teori. pendidikan bagi guru dan kesempatan kepada Indonesia yang
Dan teori ini adalah calon guru dapat dibagi orang untuk memuaskan mempunyai
dasar bagi menjadi dua aspek, yaitu: kebutuhannya akan kekhususan-

143
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
pelaksanaan/praktek a. Untuk Mempelajari permainan-permainan). kekhususan yang s
pendidikan. Filsafat Situasi Dalam Proses esuai dengan
memberikan prinsip- Pembelajaran karakteristik
prinsip umum bagi b.Untuk Penerapan daerahnya sehingga
suatu praktek. Prinsip-prinsip Belajar menimbulkan
e. Fungsi integrative Mengajar toleransi yang
Sebagai pemadu tinggi.
fungsional semua nilai d. Dapat mengetahui
dan rasa normatif dalam berbagai macam
ilmu pendidikan. problema dalam
masyarakat serta
memiliki kepekaan
terhadap kondisi-
kondisi dalam
masyarakat baik
yang
menyenangkan
serta mampu
mengambil inisiatif
terhadap
pemecahan
permasalahan yang
muncul dalam
lingkungan
masyarakatnya.
Pandangan Pancasila sebagai kajian Landasan sosiologis Dengan memperhatikan Menurut

144
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
Indonesia sumber dari segala Psikologi pendidikan pendidikan di Indonesia berbagai dimensi Koentjaraningrat,
gagasan mengenai wujud telah melahirkan menganut paham integralistik. kebudayaan, landasan Antropologi
bangsa manusia dan sejumlah prinsip-prinsip Paham integralistik dilandasi kultural pendidikan di merupakan studi
masyarakat yang yang melandasi kegiatan pemahaman bahwa masing- Indonesia haruslah mampu tentang umat manusia
dianggap baik, sumber pembelajaran Nasution masing anggota masyarakat memberi jawaban terhadap pada umumnya
dari segala sumber nilai (Daeng Sudirwo, 2002) saling berhubungan erat satu masalah berikut: (1) dengan mempelajari
yang menjadi pangkal dengan tiga belas prinsip sama lain secara organis semangat kekeluargaan berbagai warna,
serta mauara dari setiap dalam belajar, yakni : merupakan masyarakat. dalam rumusan Undang- bentuk fisik
keputusan dan tindakan a. Agar seorang benar- Masyarakat integralistik Undang Dasar 1945 masyarakat dan
dalam pendidikan dengan benar belajar, ia harus menempatkan manusia tidak sebagai landasan budaya yang
kata lain : Pancasila mempunyai suatu secara individualis melainkan pendidikan, (2) rule of law dihasilkan.
sebagai sumber sistem tujuan. dalam konteks strukturnya dalam masyarakat yang P.M. Laksono dkk.
nilai dalam pendidikan. b. Tujuan itu harus timbul manusia adalah pribadi dan berbudaya kekeluargaan dalam bukunya
Bidang Pendidikan dari atau berhubungan juga merupakan dan kebersamaan, (3) apa Antropologi
membutuhkan petunjuk dengan kebutuhan relasi.Kepentingan masyarakat yang menjadi etos Pendidikan (2015)
nyata dan jelas wujud hidupnya dan bukan secara keseluruhan masyarakat Indonesia mendefinisikan
pengamalan kelima sila karena dipaksakan oleh diutamakan tanpa merugikan dalam kaitan waktu, alam, bahwa pendidikan
dari Pancasila. Hal ini orang lain. kepentingan pribadi. dan kerja, serta kebiasaan merupakan jalan bagi
sangat penting karena c. Orang itu harus Paham integralistik yang masyarakat Indonesia yang proses pewarisan
terdapat kepstian nilai bersedia mengalami dianut bangsa Indonesia menjadi etos sesuai pengetahuan dan
yang menjadi pedoman bermacam-macam bersumber dari norma dengan budaya Pancasila; reproduksi sosial dari
dalam pelaksanaan kesulitan dan berusaha kehidupan masyarakat: beriman dan bertaqwa suatu masyarakat
pendidikan. Petunjuk dengan tekun untuk e. Kekeluargaan dan gotong kepada Tuhan Yang Maha yang melibatkan
pengamalan Pancasila mencapai tujuan yang royong, kebersamaan, Esa, berbudi pekerti luhur, orang-orang dari
tersebut dapat pula berharga baginya. musyawarah untuk berkepribadian, generasi yang
disebut sebagai 36 butir d. Belajar itu harus mufakat. berdisiplin, bekerja keras, berbeda.

145
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
nilai-nilai Pancasila terbukti dari perubahan f. Kesejahteraan bersama tangguh, bertanggung
kelakuannya. menjadi tujuan hidup jawab, mandiri, cerdas dan
e. Selain tujuan pokok bermasyarakat. terampil, sehat jasmani
yang hendak dicapai, g. Negara melindungi warga dan rohani, dan (4) cara
diperolehnya pula hasil anegaranya bagaimana masyarakat
sambilan. h. Selaras serasi seimbang menafsirkan dirinya,
f. Belajar lebih berhasil antara hak dan kewajiban. sejarahnya, dan tujuan-
dengan jalan berbuat tujuannya. Bagaimana tiap
atau melakukan. warga memandang dirinya
g. Seseorang belajar dalam masyarakat yang
sebagai keseluruhan, integralistik, bagaimana
tidak hanya aspek perkembanga cara
intelektual namun peningkatan harkat dan
termasuk pula aspek martabat sebagai manusia,
emosional, sosial, etis apa yang menjadi tujuan
dan sebagainya. pembentukan manusia
h. Seseorang memerlukan Indonesia seutuhnya.
bantuan dan bimbingan
dari orang lain.
i. Untuk belajar
diperlukan insight. Apa
yang dipelajari harus
benar-benar dipahami.
Belajar bukan sekedar
menghafal fakta lepas
secara verbalistis.

146
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
j. Disamping mengejar
tujuan belajar yang
sebenarnya, seseorang
sering mengejar tujuan-
tujuan lain.
k. Belajar lebih berhasil,
apabila usaha itu
memberi sukses yang
menyenangkan.
l. Ulangan dan latihan
perlu akan tetapi harus
didahului oleh
pemahaman.
m.Belajar hanya mungkin
kalau ada kemauan dan
hasrat untuk belajar.
2.
Pandangan a. Amerika Psikologi perkembangan a. Jepang a. Jerman Secara konsep
Barat Filosofis di Amerika menurut Rouseau Jepang memberikan Berikut adalah kontribusi
lebih dipengaruhi oleh membagi masa pendidikan dengan kualitas beberapa kebijakan sistem antropologi terhadap
pragmatisme. perkembangan anak atas yang tinggi kepada setiap pendidikan Jerman yang pendidikan dapat
Pragmatisme muncul empat tahap yaitu : anak, pendidikan dasar yang khas, yaitu: dijelaskan
sebagai usaha refleksi b. Masa bayi dari 0 – 2 seimbang pada tiga ranah a. Pemerintah Jerman sebagaimana
analitis dan filosofis tahun sebagian besar yaitu ilmu pengetahuan, memandang pemikiran G.D.
mengenai kehidupan merupakan musik, dan seni melalui wajib pendidikan sebagai Spindler Education
Amerika sendiri yang perkembangan fisik. belajar 9 tahun. Jepang juga modal utama untuk and Culture:

147
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
dibuat oleh orang c. Masa anak dari 2 – 12 telah berhasil memotivasi bangkit dari Anthropological
Amerika di Amerika tahun yang dinyatakan peserta didik untuk belajar, keterpurukan ekonomi Approaches yang
sebagai suatu bentuk perkembangannya baru dan mengajarkan kepada dan keterpurukan berpendirian bahwa
pengalaman mendasar, seperti hidup manusia peserta didik kebiasaan belajar ideologi. Untuk itu, kontribusi utama
dan meninggalkan primitif. yang efektif; menciptakan dan pemerintah berusaha yang bisa diberikan
jejaknya pada setiap d. Masa pubertas dari 12 – memelihara lingkungan menjaminketercapaian oleh antropologi
kehidupan Amerika. Oleh 15 tahun, ditandai belajar yang produktif, yang akses pendidikan bagi terhadap pendidikan
karena itu ada suatu dengan perkembangan mencakup disiplin sekolah seluruh warga negara adalah menghimpun
alasan yang kuat untuk pikiran dan kemauan yang efektif; menggunakan dengan sejumlah
meyakini bahwa untuk berpetualang. waktu secara produktif untuk membebaskanbiaya pengetahuan
pragmatisme mewakili e. Masa adolesen dari tujuann pendidikan; pendidikan dari (pendidikan) yang
suatu pandangan asli 15 – 25 tahun, memperhatikan Kindergarten sampai sudah diverifikasi
Amerika tentang hidup pertumbuhan seksual pengembangan karakter. tingkat pendidikan secara etik dan emik
dan dunia. menonjol, sosial, kata b. Jerman tinggi sebagai point of view-
hati, dan moral. Remaja Kindergarten dimulai b. Pemerintah nya dengan
a. Jepang ini sudah mulai belajar pendidikan dasar pada usia 7 federal/pemerintah menganalisis proses-
Aspek positif berbudaya. tahun sampai dengan 10 pusat tidak proses pendidikan
pendidikan di Jepang tahun. Pendidikan ini “memonopoli” yang berbeda-beda
adalah semangat kerja dinamakan “Grundschule”, kewenangan dalam lingkungan
keras dan berusaha keras. yang berarti “Sekolah Dasar”. pengaturan sosial budayanya.
Bangsa Jepang juga Dari Grundschule, seseorang sistempendidikan
dikenal sebagai bangsa mempunyai 4 pilihan untuk secara
yang disiplin dan tingkat melanjutkan sekolah. Pilihan mutlak.Kewenangan
produktivitas tinggi. Serta tersebut : (1) Hauptschule pengaturan sistem
mempunyai budaya (kelas 5 – 9/10); (2) pendidikan juga
Samurai, yaitu semangat Realschule (kelas 5– 10); (3) dimiliki oleh

148
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
pejuang tangguh. Gesamtschule (kelas 5 – 13); pemerintahan negara
pendidikan di Jepang (4) Gymnasium (kelas 5 – 13). bagian
menanamkan pendidikan c. Keterlibatan
karakter sejak dini agar Pendanaan pendidikan masyarakat dalam
generasi Jepang menjadi dibebankan kepada anggaran menciptakan
unggul. belanja negara bagian dan pendidikan yang
partisipasi masyarakat lokal berhasil cukup besar
d. Setelah Wiedervere
ini penyatuan kembali
Jerman Barat dan
Jerman Timur,
masyarakat Jerman
bisa melihat
ketimpangan antara
dua wilayah ini dalam
berbagai bidang,
termasuk pendidikan.
Untuk itu pemerintah
berupaya
menyeimbangkan
kondisi keduawilayah
dengan memberikan
alokasi anggaran
belanja negara yang
lebih proporsional
bagi pembangunan

149
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
pendidikan di bekas
Jerman Timur.
Pemerataan kualitas
pendidikan di semua
wilayah negeri
merupakan kebijakan
yang pada gilirannya
akan menghilangkan
potensi permasalahan
di masa depan
Pemerintah Jerman sangat
memperhatikan kualifikasi
guru. Menjadi guru di
Jerman mungkin
samasulitnya untuk
menjadi dokter. Relevansi
keahlian guru dengan mata
pelajaran yang diajarkan,
kualitas pengajar dan
kesejahteraan yang
diperoleh guru merupakan
halyang sangat
diperhatikan dalam
pengambilan kebijakan di
Jerman. Rasanya orang
Jerman akan menjadi

150
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
sangat prihatin atau
bahkan mungkin tidak
percaya biladikatakan
bahwa di Indonesia masih
ada guru yang nyambil
menjadi tukang ojek
karena kelemahan
finansial yang dimilikinya.
b. Finlandia
Finlandia dinobatkan
sebagai negara dengan
pendidikan terbaik. Salah
satu alasannya adalah
budaya membaca orang
Finlandia yang ditanamkan
sejak anak-anak. Bahkan,
Finlandia menerbitkan
lebih banyak buku anak-
anak dari pada negara
mana pun di dunia. Guru
diberi kebebasan
melaksanakan kurikulum
pemerintah, bebas memilih
metode dan buku teks.
Stasiun TV pun
menyiarkan program

151
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
berbahasa asing dengan
teks terjemahan dalam
bahasa Finlandia, sehingga
anak-anak bahkan
membaca waktu nonton
TV.Finlandia menganut
sistem pendidikan yang
cenderung rileks dan
sangat fleksibel.Dengan
kata lain, jenis sistem
pendidikan apapun, baik
sistem yang fleksibel
ataupun kaku, bila
ditopang dengan budaya
pendidikan yang baik akan
berdampak pada luaran
yang baik pula.
Pandangan Pendidikan sangat Dalam Al-Quran, ada Secara garis besar ajaran Islam Prinsip-prinsip Antropologi
Islam penting karena beberapa kata kunci yang bisa dikelompokkan dalam Kebudayaan Islam:
menentukan corak dan berbicara mengenai dua kategori yaitu Hablum  Menghormati akal. mempelajari
bentuk amal dan psikologi yaitu al-nafs, Minallah (hubungan vertikal  Memotivasi untuk tentang manusia
kehidupan manusia, oleh al-qalb, al-aql, al-ruh, dan antara manusia dengan Tuhan) menuntut dan
karena itu pendidikan fitrah. Dari analisa dan Hablum mengembangkan ilmu. dan segala
islam harus menggunakan terhadap kosakata Minannas (hubungan manusia  Menghindari taklid buta perilaku mereka
Al-Qur’an sebagai tersebut, secara metode dengan manusia). Allah  Tidak membuat
sumber utama dalam tafsir maudhu’i atau menghendaki kedua hubungan pengrusakan untuk dapat

152
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
merumuskan berbagai tematik akan tersebut seimbang memahami
teori tentang pendidikan diformulasikan sejumlah walaupun hablumminannas le
islam, dengan kata lain konsep-konsep psikologi bih banyak di tekankan. perbedaan
pendidikan islam harus dari Al-Quran, Namun itu semua bukan kebudayaan
berlandaskan ayat-ayat selanjutnya digunakan berarti lebih mementingkan
Al-Qur’an yang sebagai dasar untuk urusan kemasyarakatan, manusia. Dibekali
penafsiran-Nya dapat menyusun paradigma namun hal itu tidak lain dengan
dilakukan berdasarkan teori psikologi Islami. karena hablumminannas lebih
ijtihad di sesuaikan komplek dan lebih pendekatan yang
dengan perubahan dan komprehensif.
holistik dan
pembaharuan.
Al-Qur’an dianggap komitmen
sebagai sumber syari’at
islam, terutama dan antropologi akan
terpenting dan sumber- pemahaman
sumber yang mungkin
untuk menjadi dasar tentang
falsafah pendidikan. Al- manusia, maka
Qur’an adalah
perbendaharaan maha sesungguhnya
besar meliputi antropologi
perbendaharaan-
perbendaharaan merupakan ilmu
kebudayaan manusia. yang penting
Ibnu Rushd
begitu menghargai untuk

153
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
falsafah dan akal, karena mempelajari
tanpa akal ayat-ayat Al-
Qur’an dan maksud agama dan
penciptaan manusia interaksi
secara umum tidak
banyak mempunyai arti, sosialnya dengan
akal dan Al-Qur’an tidak berbagai budaya.
bisa di pertentangkan.
Nurcholish
Madjid
mengungkapkan
bahwa
pendekatan
antropologis
sangat penting
untuk
memahami
agama Islam,
karena konsep
manusia

154
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
sebagai ’khalifah’
(wakil Tuhan) di
bumi, misalnya,
merupakan
symbol akan
pentingnya posisi
manusia dalam
Islam.
Implikasi a. Kurikulum mata a. Implikasi Psikologi Konsep-konsep sosiologi a. Identifikasi
pelajaran menekankan Pendidikan terhadap tentang manusia menjadi dasar kebutuhan belajar
budaya yang besar dan Pengembangan penyelenggaraan pendidikan. masyarakat
ide-ide cemerlang Kurikulum a. Masyarakat sebagai ekologi b. Keterlibatan
(Idealis) b. Implikasi Psikologi pendidikan atau sebagai partisipasi
b. Kurikulum mata Pendidikan terhadap lingkungan tempat masyarakat
pelajaran menekankan Sistem Pembelajaran berlangsungnya pendidikan. c. Pemberian
kemanusiaan dan c. Implikasi Psikologi b. Pendidikan merupakan pendidikan
disiplin sains Pendidikan terhadap sosialisasi atau proses kecakapan hidup
(Realisme) Sistem Penilaian menjadi anggota masyarakat f. Model
c. Instruksi yang yang diharapkan. pembelajaran
didasarkan pada c. Implikasi sosilogi dalam berbasis budaya
pemecahan masalah pengembangan Teori lokal
yang didasarkan pada pendidikan g. Metode

155
Aspek Filosofis Psikologi Sosiologis Kultural Antropologi
metode sains d. Mendorong lahir dan pembelajaran karya
(Pragmatisme) berkembangnya sosiologi wisata
d. Percakapan di dalam pendidikan d. Pembelajaran
kelas merangsang e. Mendorong lahir dan dengan modeling
kesadaran bahwa setiap berkembangnya ilmu
orang menciptakan pendidikan kependudukan
suatu konsep sendiri f. Mendorong lahir dan
melalui suara signifikan. berkembangnya aliran
(Eksistensialisme) sosiologisme pendidikan
e. Sekolah adalah tempat
kritik demokratis dan
perubahan social untuk
memberdayakan
kelompok dominan
(Post-modernisme)
f. Pendekatan dengan
mengutamakan Cara
Belajar Siswa Aktif
(CBSA) dan
penghayatan.
(Pancasila)

156
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan:
1. Landasan filosofis pendidikan adalah landasan yang berkaitan dengan
makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah
pokok pendidikan. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan
atau bersifat filsafat (filsafat, falsafah).
2. Aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini ialah: Idealisme,
Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan progresivisme, dan
Eksistensialisme.
3. Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara yaitu
pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa
Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Hal ini
tercantum dalam Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 dan dalam penjelasan
UU-RI No. 2 Tahun 1989.
4. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an terdiri dari 2 prinsip besar yaitu
yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah, dalam
Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan, karena termasuk ke dalam
usaha/tindakan untuk membentuk manusia termasuk ke dalam ruang
lingkup mua’malah. Al-Qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran
secara umum, juga merupakan kitab pendidikan secara khusus pendidikan
sosial, moral dan spiritual.
5. Konsep aliran-aliran filsafat pendidikan sebagaimana dijelaskan pada kajian
teori di atasberimplikasi terhadap konsep pendidikannya. Implikasinya
dapat dilihat dalam tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode
pendidikan, dan dalam peranan pendidik dan peserta didik.
6. Aliran-aliran filsafat yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah aliran
pragmatisme, eksistensialisme, pancasila dan Al-Qur’an.

157
7. Landasan sosiologi pendidikan adalah acuan atau asumsi dalam penerapan
pendidikan yang bertolak pada interaksi antar individu sebagai makhluk
sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Landasan sosiologi pendidikan
berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masyarakat,
dimana manusia di dalamnya sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi
sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan.
8. Landasan kultural pendidikan dapat dibentuk, dilestarikan atau
dikembangkan melalui pendidikan baik kebudayaan yang berwujud ideal,
atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Hakekat
pendidikan adalah proses penyampaian kebudayaan (proces of transmitting
cultur), yang mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap-sikap, dan nilai-
nilai serta pola-pola prilaku yang disebut “the transmision of culture”.
9. Landasan antropologi pendidikan adalah landasan pendidikan yang
berkaitan dengan segala aspek kehidupan manusia mulai dari hakikat
manusia, adat istiadat, seni, budaya, teknologi dan kehidupannya.

B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu
diharapkan kepada dosen pembimbing serta pembaca ikut memberikan saran
agar makalah ini lebih baik untuk selanjutnya.

158
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2008. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Al Rasyid, Djejen, dan Nur’aini.2011.Landasan Pendidikan.Serang:UPI Kampus
Serang.
Ali, Said Ismail. 1979. Ma’ahid al-Ta’lim al-Islam. Cairo: Dar alTsaqofah.
Anggoro, Subuh. 2017. Keberhasilan Pendidikan Finlandia. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah.
Ardhana, Wayan, (Ed). 1986. Dasar-Dasar Kependidikan. Malang: FIP-IKIP
Malang.
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Millenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Bakry, Hasbullah.1970. Sitematik Filsafat. Yogyakarta: Widjaya.
Burhanuddin, Afid. 2013. Landasan Pendidikan. Bahan Mata Kuliah Landasan
Pendidikan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi
Daerah. Bandung: Andira.
Efendi, M. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman
KBK, KTSP, dan SBI. Malang: Universitas Negeri Malang.
Frackman, dkk, Higher Education policy in Germany: In Goedegebuure, Leo et al
(Eds), Higher Education Policy: An International Comparative Perspective,
(Paris: Pergamon Press, 1993), hlm. 182
Hamdani. 2011. Dasar-dasar kependidikan. Bandung : Pustaka Setia
Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Hassan, Affan, et.al., 1983. Pendidikan Islam di Indonesia dan Mesir: Titik Berat
pada SMP-SMA. Cairo: KBRI Bidang Pendidikan dan Kebudayaan.
Hoerudin,Cecep Wahyu, dkk, Makalah Studi Pendidikan Manca Negara Jerman
dan Indonesia, Universitas Pendidikan Bandung, 2009, hlm. 6-7
http://fatikhahfauziahh92.wordpress.com/2012/05/23/makalah-tentang-
kebudayaan-islam/

159
http://muzayyinahns.blogspot.com/2012/11/makalah-kebudayaan-dalam-
islam.html
Isri, Saifullah. 2015. Konsep Pendidikan Jerman dan Australia Kajian Komparatif
dan Aplikatif terhadap Mutu Pendidikan Indonesia. Aceh : UIN Ar-
Raniry
J. T. Fey, System of Education of Federal Republic of Germany. In F. Husen and
Postlethwaite (Eds), International Encyclopedia of Education.(New York:
Pergamon Press, 1985), hlm. 125
Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jatijajar, Afif. 2015. Pengertian Budaya dan kebudayaan. Tersedia:
http://historikultur.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-budaya-dan-
kebudayaan/
KBBI (edisi keempat). 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Maksum, Ali.2009. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga
Postmoderenisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Manan, Imran. 1989. Anthropologi Pendidikan Suatu Pengantar (Ter. George F.
Kneller). Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti.
Mudyahardjo, Redja, Waini Rasyidin, dan Saleh Soegiyanto. 1992. Materi Pokok
Dasar-Dasar Kependidikan. Modul 1-6. Jakarta: P2TK-PT Depdikbud.
Mulyono, H. 2015. Krisis budaya pendidikan. Koran Madura. Opini. Tersedia:
http://www.koranmadura.com/2015/06/24/krisis-budaya-pendidikan/
Munthoha dkk. 1998. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press
Nana Syaodih. 1989. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Nasution, Harun. 1973. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Natawidjaya, dkk. 2007. Ilmu Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Noor, Muhammad Syam. 1986. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat
Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. JakartaP: Rineka Cipta.

160
Ridwan, M.Drs.Dkk. 2000.Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Citra Pelajar Group.
Ruswandi, Uus & Hermawan Heris, A. 2008. Nurhamzah. Landasan Pendidikan.
Bandung: CV. Insan Mandiri.
Sadullah, Uyah.2001. Pengantar Filsafat Pendidikan.Yogyakarta: Alfabet.
Saefuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar
Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenanda Media.
Saleh, Abdurrahman Abdullah. 1994. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-
Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Setyawan, Dodiet Aditya. 2014. Pengertian & Konsep Dasar kebudayaan.
Sudomo. 1989. Landasan Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudrajat, Ajat dkk. 2009. Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Sukardjo dan Komarudin. 2012. Landasan Pendidikan, Konsep, dan Aplikasinya.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sumitro, dkk. 2001. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Sutikno Sobry. M. 2008. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect.
Sutono, Agus. 2015. Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan
Nasional. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume V, No 1, Januari 2015.
Tirtarahardja, U. & Sula, S. L. L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Umar, Tirtaraharja dan La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Wahab, Rochmat. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:
CV. Aswaja Pressindo.
Wahyudin, Dinn., dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Widyastuti, Aryani. http://aryaniwidhiastuti.blogspot.com/2012/12/sejarah-
perkembangan-antropologi-semest.html. di akses 27 September 2020

161
LAMPIRAN

Pertanyaan dan Jawaban


1. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan kebudayaan? Apakah ada
keterkaitan keduanya? Jika ada bagaimana hubungannya sedangkan jika
tidak ada kenapa?
Jawab:
Tanpa pendidikan, maka budaya akan tertinggal. Aspek budaya pun sangat
berperan dalam proses pendidikan dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang
tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya,
cara belajar mereka adalah budaya. Dengan demikian, budaya tidak pernah lepas
dari proses pendidikan itu sendiri.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu,
dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang
dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar
pada kebudayaanbangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik
secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan
pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana
proses pendidikan itu berlangsung. Kemajuan di masyarakat tidak sekedar
kemajuan peradaban saja, tetapi juga sarana-sarana, kemajuan ekonomi sehingga
mampu menopang kebutuhan sekolah. Pengaruh dan peranan masyarakat terhadap
sekolah sebagai berikut (Ahmadi, 2001: 38) :
a. Sebagai arah dalam menentukan tujuan
b. Sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar
c. Sebagai sumber belajar
d. Sebagai pemberi dan dan fasilitas lainnya
e. Sebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah

162

Anda mungkin juga menyukai