PROPOSAL PENELITIAN
RAHMI LAILA
NIM. 19175013/ 2019
1
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................1
DAFTAR TABEL.........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Perumusan Masalah...........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian...............................................................................................6
E. Pentingnya Penelitian.........................................................................................7
G. Definisi Operasional..........................................................................................8
A. Kajian Teori.......................................................................................................9
C. Kerangka Berpikir............................................................................................26
A. Model Pengembangan......................................................................................30
1
1
B. Prosedur Penelitian..........................................................................................30
1. Tahap Analisis...........................................................................................30
2. Tahap Perancangan....................................................................................32
3. Tahap Pengembangan................................................................................33
4. Tahap Implementasi...................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................49
1
2
DAFTAR TABEL
2
3
DAFTAR GAMBAR
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad ke-21 merupakan abad yang maju dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Kemajuan IPTEK menandakan bahwa abad ke-21 memiliki
tuntutan yang membuat manusia lebih maju. Abad ke-21 menuntut kualitas dalam
segala usaha dan hasil kerja manusia. Abad ke-21 dengan sendirinya meminta sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui pendidikan setiap manusia dapat
menggali potensi dalam dirinya. Pendidikan menjadi wadah untuk mengukir prestasi
dan keterampilan bagi masyarakat. Pendidikan juga penting untuk membangun
karakter bangsa. Semakin baik kualitas pendidikan maka diharapkan semakin baik
pula karakter masyarakatnya.
Revolusi industri 4.0 menuntut manusia untuk memiliki keterampilan abad
ke-21. Pendidikan seharusnya dapat mempersiapkan siswa untuk memiliki
keterampilan abad ke-21 agar sukses dalam hidupnya. Literasi merupakan salah satu
keterampilan abad ke-21 yang menjadi isu strategis dalam pendidikan. Literasi
menjadi sarana penting bagi siswa untuk mengenal, memahami, dan menerapkan
ilmu yang didapatkannya di dalam pembelajaran. Disamping itu, literasi juga
mendukung keberhasilan mereka baik dalam kehidupan sehari-hari dirumah maupun
di lingkungan sekitarnya. Dengan alasan ini, pendidikan di Indonesia seharusnya
mampu mengembangkan literasi siswa untuk menjawab tantangan revolusi industri
4.0 di abad ke-21.
Pada saat ini kita sedang mengalami masa pandemi covid 19. Virus corona
yang sangat berbahaya ini dapat mengganggu kesehatan kita bahkan dapat
meyebabkan kematian. Banyak aktivitas masyarakat yang harus dikurangi tujuannya
untuk mengurangi penyebaran virus corona tersebut. Dalam dunia pendidikan proses
pembelajaran yang dilaksanakan 50% belajar secara daring dan 50% tatap muka.
Keterbatasan waktu saat tatap muka menjadikan proses pembelajaran berlangsung
4
5
kurang maksimal. Begitu juga dengan pembelajaran daring, dimana dalam proses
pembelajaran daring belum ada sumber belajar yang menunjang .
Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu perubahan
kurikulum pendidikan dari kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 dan dengan pidato
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim pada acara
Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 mencetuskan konsep “Pendidikan Merdeka
Belajar”. Konsep ini merupakan respons terhadap kebutuhan sistem pendidikan pada
era revolusi industri 4.0. Merdeka belajar merupakan kemerdekaan berpikir
ditentukan oleh guru.
Merdeka Belajar merupakan sebuah Grand design pendidikan nasional yang
bertujuan untuk perubahan secara fundamental dalam mengakselari lahirnya SDM
Indonesia Unggul, berkarakter, cerdas, dan berdaya saing. Mengingat pada kondisi
sekarang ini begitu mendesak tuntutan untuk melakukan investasi besar-besaran pada
pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM), karena salah satu targetnya
adalah guna mempersiapkan Generasi Emas 2045, menyambut 100 tahun Indonesia
merdeka, dengan capaian tingkat kesejahteraan, keharkatan, dan kemartabatan yang
tinggi sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Oleh sebab
itu, mari kita jadikan kebijakan program Merdeka Belajar sebagai tonggak bagi
majunya pendidikan di Indonesia, sekaligus bagi majunya bangsa Indonesia sebagai
sebuah bangsa yang unggul di berbagai bidang dan mampu menciptakan SDM yang
dapat bersaing dalam revolusi industri 4.0.
IPA adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang membahas tentang
alam. Dalam kurikulum 2013 pendidikan IPA pada dasarnya memiliki tujuan
mempersiapkan siswa untuk memiliki pemahaman tentang IPA dan teknologi
melalui pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sehingga dapat
memahami dan memecahkan permasalahan lingkungan yang ada dikehidupan nyata.
Pemahaman tentang pentingnya mempelajari alam sangat penting dalam kehidupan
manusia agar lebih bermakna dan bermartabat. Menurut Permendikbud nomor 22
tahun 2016 tentang standar proses untuk satuan pendidikan menengah, proses
5
6
6
7
Keterampilan literasi era 4.0 hendaknya dimiliki oleh semua siswa pada
zaman sekarang ini. Kemampuan dalam mengolah data, menggunakan komputer dan
kemampuan berfikir kritis, kreatif dan komunikasi yang baik akan membantu siswa
dalam menjawab berbagai tantangan pada abad ke 21 ini. Oleh sebab itu penanaman
keterampilan literasi era 4.0 perlu untuk diterapkan dalam pendidikan, jika tidak
maka keterampilan siswa Indonesia akan terus tertinggal dari negara-negara lainnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu masih banyak kesenjangan
antara kondisi nyata dengan kondisi ideal. Kondisi nyata didapatkan berdasarkan
informasi dari studi pendahuluan yang telah dilakukan. Ada empat studi pendahuluan
yang telah dilakukanyaitu: penggunaan bahan ajar berbasis ICT dan penerapan model
pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA, kendala dalam pembelajaran daring
bagi siswa, keterpaduaan materi dalam buku ajar, analisis kompetensi dasar IPA dan
literasi era 4.0 siswa.
Pertama, hasil wawancara mengenai penggunaan bahan ajar berbasis ICT
dan penerapan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA dengan
melibatkan tiga orang guru IPA. Dua guru dari SMP N 7 Padang dan satu guru
SMPN 34 Padang. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapat kesimpulan bahwa
bahan ajar yang digunakan di sekolah adalah buku paket kurikulum 2013 terbitan
Kemendikbud dan power point yang disusun oleh tim MGMP IPA SMP se kota
Padang yang merupakan penunjang pembelajaran daring. Materi pada bahan ajar
masih dangkal dan belum terlihat secara jelas keterpaduannya satu sama lain. Dalam
hal ini terlihat masih adanya kelemahan-kelamahan pada bahan ajar yang digunakan
di sekolah. Selanjutnya, model pembelajaran dinilai baik untuk meningkatkan
kompetensi siswa. Pada pelaksanaan pembelajaran sendiri sudah menggunakan model
pembelajaran namun masih kurang bervariasi. Selain itu, adapun kendala yang
dihadapi dalam penggunaan model dalam pembelajaran adalah materi yang cukup
padat, bahan ajar yang masih kurang memadai dan waktu yang relatif singkat.
Berdasarkan hal ini maka sangat diperlukan bahan ajar dan model pembelajaran yang
mendukung terlaksananya pembelajaran yang optimal.
7
8
8
9
dilakukan, keterpaduan materi di dalam buku tersebut masih berada pada kategori
kurang. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata dari hasil analisis untuk semester satu adalah
47,92 dan semester dua adalah 52,50. Dari nilai rata-rata tersebut dapat dikatakan
bahwa materi yang disajikan masih terpisah-pisah antara materi Biologi, Fisika, dan
Kimia sehingga masih minim mencerminkan keterpaduan di dalamnya. Disisi lain,
pengaplikasian materi pembelajaran untuk setiap BAB baik dalam kehidupan sehari-
hari, lingkungan, dan teknologi masih kurang.
Analisis ketiga yaitu mengenai keterampilan literasi era 4.0 siswa. Analisis
ini dilakukan dengan membagikan angket tentang literasi data, literasi teknologi, dan
literasi manusia. Didalam angket tersebut terdapat soal-soal yang dapat menggali
kemampuan literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia siswa. Angket
tersebut dibagikan di dua sekolah, yaitu SMP N 7 Padang dan SMP N 34 Padang
dengan mengambil sampel masing-masing dua kelas dari kelas VIII. Berdasarkan
hasil angket tersebut didapat data bahwa persentase literasi data siswa 26% berada
dalam kategori kurang, literasi teknologi 15% dalam kategori kurang. Kemudian,
analisis literasi manusia yang terdiri dari kemampuan berfikir kritis, kreatif,
komunikasi masing-masing memiliki persentase 46% ; 43% ; dan 47 %. berfikir
kritis, kreatif, dan komunikasi berada dalam kategori kurang baik. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa kemampuan literasi era 4.0 siswa SMP kelas VIII masih rendah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis tertarik
untuk mengembangkan modul IPA berbasis TIK. E -modul IPA berbasis TIK yang
akan dikembangkan mengkaji materi yang terpadu dengan menggunakan sebuah tema
serta komponen dari literasi era 4.0 siswa. Dengan demikian, judul penelitian ini
adalah “Pengembangan E-modul IPA Terpadu terintegrasi model pembelajaran
kuantum untuk meningkatkan literasi era 4.0 siswa kelas VIII SMP”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini. Sebagai rumusan masalah penelitian
ini adalah “Bagaimana mengembangkan e-modul IPA Terpadu terintegrasi model
9
10
pembelajaran kuantum yang valid, praktis dan efektif untuk meningkatkan literasi era
4.0 siswa kelas VIII SMP ?”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat dikemukakan
tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan e-
modul IPA Terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum yang valid, praktis dan
efektif untuk meningkatkan literasi era 4.0 siswa kelas VIII SMP .
E. Pentingnya Penelitian
Penelitian pengembangan e-modul IPA Terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi era 4.0 siswa kelas VIII SMP
penting dilakukan untuk:
10
11
11
12
G. Definisi Operasional
Definisi istilah variabel-variabel yang ada pada penelitian sebagai berikut:
1. Bahan ajar berbasis TIK adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan
dengan menggunakan alat bantu TIK untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara
untuk menghasilkan informasi yang berkualitas.
2. Model pembelajaran kuantum adalah model pembelajaran yang terdiri fase– fase
atau tahap–tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa
dapat senang dan nyaman dalam belajar sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif dan diakhir pembelajaran akan diberikan hadiah.
4. Validitas adalah tingkat kebenaran secara pengetahuan atau dapat dikatakan juga
sebagai tingkat kesesuaian komponen yang terhubung secara konsisten.
5. Praktikalitas adalah tingkatan menarik dan dapat digunakan dari pengguna dan
orang yang ahli.
12
13
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kajian Teori
1. Pendidikan pada Era Revolusi Industri 4.0
Abad ke 21 dikenal dengan revolusi industri 4.0, manusia dituntut untuk
peka terhadap teknologi. Perkembangan teknologi saat ini sangat berpengaruh
pada berbagai bidang kehidupan terutama dalam dunia pendidikan. Pendidikan
sebagai wadah dalam mengembangkan minat dan bakat siswa, dunia pendidikan
ditantang untuk menciptakan SDM yang unggul dan berkualitas.
Pendidikan merupakan aktivitas manusia yang amat penting. Melalui
pendidikan manusia dapat dididik menjadi manusia yang berperilaku mulia
(Sasongko & Sahono, 2016). Menurut (Bpkm.go.id, 2006) Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Perkembangan pendidikan di dunia tidak lepas dari adanya perkembangan
dari revolusi industri yang terjadi di dunia, karena secara tidak langsung
perubahan tatanan ekonomi turut merubah tatanan pendidikan di suatu negara.
Revolusi industri dimulai dari 1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18
melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi
secara masal, 2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui
penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi
Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an melalui penggunaan komputerisasi,
dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui
rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan
dan konektivitas manusia dan mesin (Prasetyo & Trisyanti, 2018).
Pada Era Revolusi industri 4.0 beberapa hal terjadi menjadi tanpa batas
melalui teknologi komputasi dan data yang tidak terbatas, hal ini terjadi karena
13
14
dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai
tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga
akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah langkah
strategis yang ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini
dilakukan untuk mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah ditetapkan
untuk memanfaatkan peluang di era revolusi industri keempat. Salah satu visi
penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10
besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030
(Satya, 2018). Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10
prioritas dalam melaksanakan program making indonesia 4.0. SDM adalah hal
yang penting untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0.
Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih
menekankan pada STEAM (Science , Technology , Engineering , the Arts , dan
Mathematics ), menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan
industri di masa mendatang. Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku industri
dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus
memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan
ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer kemampuan (Hartanto, 2018).
Diketahui bahwa Fokus keahlian bidang Pendidikan abad 21 saat ini
meliputi cretivity, critical thingking, communication dan collaboration atau yang
dikenal dengan 4Cs. Di era disrupsi seperti saat ini, dunia pendidikan dituntut
mampu membekali para peserta didik dengan ketrampilan abad 21 (21st Century
Skills). Ketrampilan ini adalah ketrampilan peserta didik yang mampu untuk bisa
berfikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif serta ketrampilan
komunikasi dan kolaborasi. Selain itu ketrampilan mencari, mengelola dan
menyampaikan informasi serta trampil menggunakan informasi dan teknologi.
Beberapa kemampuan yang harus dimiliki di abad 21 ini meliputi: Leadership,
Digital Literacy,Communication,Emotional Intelligence,Entrepreneurship, Global
14
15
15
16
modul dianggap lebih efektif dan lebih menarik dalam menyajikan materi, karena
modul mampu membuat siswa lebih cepat menguasai konsep dan mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu, modul juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis jika isi modul mampu memancing siswa dalam
berpikir untuk menganalisis informasi.
Modul dapat dikatakan baik apabila memiliki karakteristik (Depdiknas,
2008) diantaranya: Self instructional (pembalajaran siswa secara mandiri) yaitu
siswa belajar mampu membelajarkan diri sendiri, mandiri, tanpa bantuan pihak
lain atau tidak ketergantungan pada pihak lain. Self contained (isi modul yang
menyeluruh) yaitu seluruh materi yang terdapat pada suatu kompetensi, dan sub
kompetensi tertulis dalam modul secara menyeluruh dan utuh. Stand alone (media
lengkap tanpa bantuan media lain) yaitu modul tidak tergantung pada media lain
dan penggunaan media lain secara bersama-sama. Adaptive (sesuai dengan
perkembangan jaman) yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. User friendly yaitu setiap paparan
informasi dan instruksi dalam modul dapat membantu dan bersahabat terhadap
pemakainya.
Modul semakin berkembang, salah satu adalah adanya modul elektronik.
Modul elektronik merupakan sebuah bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang
disusun secara sistematis didalam unit pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan
pembelajaran tertentu (Puspitasari, 2019). Modul elektronik merupakan
penggabungan istilah modul dalam bentuk bahan ajar elektronik. Penggunaan e
modul dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik, interaktif, dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja yang membuat proses pembelajaran lebih
berkualitas (Perdana et al., 2017). E-modul merupakan bagian dari electronic
based e-learning yang memanfaatkan TIK, terutama perangkat yang berupa
elektronik (Damarsasi, 2013). Komputer dan smartphone dapat menjadi sarana
untuk menampilkan e-modul (Lestari, 2015). E-modul diharapkan dapat
membantu dalam pembelajaran daring.
16
17
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau
sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata ‘science’ yang
berarti saya tahu. IPA merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang
dapat diuji kebenarannya melalui metode ilmiah (Daryanto, 2014: 190).
Sehubungan dengan ini Wahyana dalam Trianto (2012: 136) juga menjelaskan
“IPA adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis, yang perkembangannya
tidak hanya dari fakta-fakta yang ada tetapi dari metode ilmiah dan sikap ilmiah”.
Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa IPA adalah ilmu
yang sistematis yang dapat diuji kebenarannya, dapat berupa data maupun hasil
percobaan melalui metode ilmiah.
Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusun hipotesis, pengujian
hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan
konsep. Hakikat IPA meliputi empat unsur yaitu sikap, proses, produk, dan
aplikasi. Unsur pertama yaitu sikap, sikap mencerminkan rasa ingin tahu tentang
benda, fenomena alam, dan makhluk hidup. Unsur kedua yaitu proses, proses
merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Unsur ketiga
yaitu produk, unsur produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Unsur terakhir
yaitu aplikasi, unsur aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep
IPA dalam kehidupan sehari-hari (Daryanto, 2014: 190).
Pendidikan IPA sudah diterapkan disekolah sejak pendidikan dasar.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mempelajari
dirinya dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkan materi IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dewasa ini
berbentuk IPA terpadu, tujuannya yaitu 1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran; 2) meningkatkan minat belajar dan motivasi belajar siswa; 3) hasil
belajar yang dapat dicapai (Daryanto, 2014: 192).
IPA Terpadu bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri tetapi terdiri dari
satu kesatuan antar bidang ilmu, sehingga ilmu tersebut dapat teruji secara utuh.
Pembelajaran IPA disekolah disajikan sebagai satu kesatuan yang tidak
17
18
terpisahkan, artinya siswa tidak belajar ilmu Fisika, Biologi, dan Kimia secara
terpisah sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan semua digabung
dalam kesatuan”. Pembelajaran IPA Terpadu dalam kurikulum 2013
mengutamakan keterpaduan antara materi Biologi, Fisika dan Kimia.
Pembelajaran IPA Terpadu yaitu pembelajaran yang menggabungkan,
memadukan dan mengintegrasikan pembelajaran IPA dalam satu kesatuan yang
utuh. Pengimplementasian pembela-jaran IPA terpadu ini diharapkan materi IPA
yang terpisah-pisah dalam beberapa bagian diajarkan secara terpadu dan dalam
satu kesatuan yaitu IPA Terpadu.
Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang menggabungkan,
memadukan, dan mengintegrasikan pembelajaran IPA dalam satu kesatuan
(Nuroso & Siswanto, 2012). Materi yang disajikan telah dipadukan antara materi
Fisika, Kimia, dan Biologi dalam satu pembahasan materi. Pembelajaran terpadu
memungkinkan siswa untuk belajar secara efektif dan menggunakan kreativitas
mereka melalui integrasi yang didasarkan pada keterkaitan berbagai bidang studi
(Yildiz et al., 2017). Melalui pembelajaran IPA siswa juga diharapkan dapat
mengaplikasikan konsep sains pada kehidupan sehari-hari dan menjelaskan secara
ilmiah fenomena alam yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
18
19
19
20
Dengan demikian peserta didik mendapatkan langkah awal yang efektif untuk
mengatur pengalaman belajarnya.
Pembelajaran Quantum merupakan kiat, petunjuk, dan seluruh proses
pembelajaran yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat siswa, yang
paling utama adalah membuat belajar sebagai suatu kegiatan/proses yang
menyenangkan dan bermanfaat. Model pembelajaran Quantum ini merupakan
pembelajaran yang dapat menimbulkan motivasi pada siswa dan dapat
meningkatkan prestasi belajar peserta didik (Kosasih dan Sumarna, 2013:91).
Penerapan model pembelajaran Quantum dapat menjadikan suatu proses
pembelajaran yang lebih bermakna sehingga peserta didik dapat memahami
materi yang diajarkan.
Pembelajaran Quantum dapat dipandang sebagai model pembelajaran
yang ideal untuk diterapkan karena memungkinkan peserta didik dapat belajar
secara optimal. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran Quantum dapat meningkatkan motivasi belajar,
meningkatkan skor/nilai, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan harga
diri, dan melanjutkan penggunaan keterampilan (Wena, 2009:167). Hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran Quantum adalah salah satu model
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dari beberapa
teori yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Quantum (Quantum Teaching) merupakan desain suatu proses pembelajaran yang
menyenangkan, menciptakan interaksi yang edukatif antara guru dengan siswa
serta mengoptimalkan lingkungan belajar yang efektif (fisik dan mental) dalam
pembelajaran.
20
21
1) Segalanya Berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru (tatapan mata,
gerakan tangan dan sebagainya), kertas yang dibagikan, rancangan pelajaran, alat
bantu mengajar semuanya mengirim pesan tentang belajar.
2) Segalanya Bertujuan
Semua yang terjadi dalam pengetahuan anda mempunyai tujuan
semuanya.
3) Pengalaman sebelum Pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang
akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh
nama untuk apa yang mereka pelajari.
4) Akui Setiap Usaha
Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari
kenyamanan. Pada saat mengambil langkah ini, mereka patut mendapatkan
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik
mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kuantum
Menurut DePorter, Reardon dan Nourie (2001: 88) dalam melakukan
langkah-langkah pembelajaran quantum learning dengan enam langkah yang
tercermin dalam istilah TANDUR, yaitu sebagai berikut:
1) T = Tumbuhkan, tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa
ingin tau siswa dalam bentuk Apakah Manfaatnya BAgiku (AMBAK).
Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, dalam suasana relaks,
tumbuhkan interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan
bawalah alam pikiran mereka ke alam pikiran anda, yakinlah siswa mengapa
harus mempelajari ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan
suatu keharusan.
21
22
22
23
23
24
Menurut Huda (2013: 196) pembelajaran quantum tidak berarti lepas dari
beberapa kelemahan, antara lain:
a) Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih khusus.
b) Memerlukan proses perancang dan persiapan pembelajaran yang cukup
matang dan terancang dengan cara yang lebih baik.
c) Tidak semua kelas memiliki sumber belajar, alat belajar, dan fasilitas yang
dijadikan prasyarat dalam Quantum Learning, selain juga karena
pembelajaran ini juga menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih
banyak.
24
25
25
26
26
27
Analysis
Development
27
28
dimiliki, minat dan bakat, gaya belajar, kemampuan bahasa dan lain sebagainya.
Ketiga, materi apa saja yang perlu dikembangkan?. Pertanyaan ketiga ini
berkaitan dengan analisis materi berupa materi-materi pokok, sub-sub materi dan
sub bagian materi.
Tahapan kedua yaitu perancangan (design). Tahap perancangan ini
bertujuan untuk memberikan kerangka acuan yang jelas terhadap rancangan
produk yang dibuat. Menurut Tegeh (2014:42) kerangka acuan dalam
mengembangkan suatu produk adalah sebagai berikut: 1) sasaran dalam
perancangan pembelajaran; 2) kemampuan yang diinginkan; 3) cara untuk
mempelajari materi atau ketrampilan dengan baik; 4) menentukan tingkat
penguasaan yang sudah dicapai dalam pembelajaran. Keempat hal tersebut
mengacu pada empat unsur penting dalam perancangan pembelajaran, yaitu siswa,
tujuan, metode dan evaluasi.
Tahap ketiga adalah pengembangan (development). Tahap
pengembangan adalah proses mewujudkan sebuah desain menjadi kenyataan.
Pada tahap pengembangan ini kerangka yang sudah disusun pada tahap
perancangan akan direalisasikan menjadi sebuah produk. Tegeh (2014: 42)
menyebutkan kegiatan yang dilakukan pada tahapan pengembangan ini antara
lain: 1) pencarian dan pengumpulan segala sumber dan referensi yang dibutuhkan
untuk pengembangan materi; 2) pembuatan bagan atau tabel-tabel pendukung; 3)
pembuatan gambar- gambar ilustrasi; 4) pengetikan, 5) pengaturan layout dan 6)
penyusunan instrumen evaluasi.
Tahap keempat adalah implementasi (implementation). Tahap
implementasi merupakan tahap implementasi dari hasil pengembangan. Hasil
pengembangan diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap kualitas pembelajaran meliputi keefektifan, kemenarikan dan efisiensi
pembelajaran. Produk yang sudah dikembangkan perlu diujicobakan secara riil di
lapangan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat keefektifan, kemenarikan
dan efisiensi terhadap penggunaan produk.
Tahap terakhir adalah evaluasi (evaluation). Tahap evaluasi merupakan
tahap pengukuran kualitas produk dan proses sebelum dan sesudah pelaksanaan
28
29
kegiatan. Pada tahapan ini terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap tahapan yang
digunakan untuk penyempurnaan. Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dan kualitas
pembelajaran secara luas Tegeh (2014); Trisiana (2016) dan Premana (2013).
Dalam penelitian pengembangan umumnya hanya dilakukan evaluasi formatif.
Hal ini dikarenakan jenis evaluasi ini berhubungan dengan tahapan penelitian
pengembangan untuk memperbaiki produk pengembangan yang dihasilkan
(Tegeh, 2014: 44).
Model pengembangan ADDIE memiliki kelebihan, yaitu tahapan pada
model ini terstruktur dan mudah diimplementasikan. Menurut Tegeh (2014);
Trisiana (2016) dan Premana (2013) kelebihan model ADDIE adalah model ini
lebih rasional, sistematis dan lebih lengkap dari pada model 4D. Selain itu Sari
(2017) berpendapat bahwa model ADDIE bertujuan untuk membuat bahan ajar.
Model ADDIE ini dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk pengembangan
produk, seperti: model, strategi dan bahan ajar. Hal ini sejalan pendapat Sari
(2017) yang menyatakan model ADDIE bertujuan untuk membuat bahan ajar.
29
30
bahwa Implementasi e-modul interaktif tipe connected pada mata pelajaran IPA
Terpadu materi energi untuk kelas VII SMP/MTs dapat meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik.
Penelitian relevan ketiga berkaitan dengan bahan ajar IPA terpadu
terintegrasi literasi baru. Penelitian ini dilakukan oleh Asrizal (2020) mengenai
“Studi Pendampingan Pengembangan Bahan Ajar Tematik Terintegrasi Literasi
Baru dan Literasi Bencana Pada Guru IPA Kabupaten Agam.” Hasil yang
diperoleh Nilai rata-rata tertinggi dari aspek literasi baru adalah berkomunikasi,
sedangkan nilai rata-rata terendah adalah berpikir kreatif. Integrasi kerjasama dan
komunikasi dalam LKS sudah berada dalam kategori sangat baik. Integrasi literasi
data dan literasi teknologi dalam LKS IPA tematik berada dalam kategori baik.
Disisi lain, integrasi berpikir kritis dan berpikir kreatif masih berada pada
kategori kurang. Nilai rata-rata integrasi dari kelima aspek literasi baru adalah
70.5. Nilai rata-rata ini dapat diklasifikasikan kedalam kategori baik.
Penelitian relevan keempat berkaitan tentang bahan ajar IPA dengan model
pembelajaran kuantum. Penelitian yang dilakukan oleh Mitra dan Asrizal (2019)
dengan judul “Pengembangan LKS IPA Berorientasi Model Pembelajaran
Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan Sistem Pencernaan
Untuk Siswa Kelas VIII SMP.” Hasil dari Penggunaan LKS IPA berorientasi
model pembelajaran kuantum adalah efektif untuk meningkatkan kompetensi
pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.
C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai pemberian ilmu dari yang
tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran juga terjadi serangkaian
interaksi. Interaksi ini dapat terjadi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa,
siswa dengan sumber belajar sehingga siswa dapat meningkatkan kompetensi
sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 yakni kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Tujuan dari proses pembelajaran akan tercapai dengan menerapkan
strategi ataupun metode dan bahan ajar. Hal ini didukung dengan dibutuhkannya
30
31
31
32
32
33
Pembelajaran dalam
Kurikulum 2013
Bahan Ajar
Pembelajaran
menggunakan E-modul
Uji Validitas
IPA Terintegrasi Model
Pembelajaran Kuantum
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Model
pengembangan yang diterapkan yaitu model ADDIE. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengembangkan e-modul IPA Terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum untuk meningkatkan literasi era 4.0 siswa kelas VIII SMP. Hal yang
diharapkan dari penelitian ini yaitu sebuah e-modul IPA terpadu bermuatan model
pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi era 4.0 siswa yang valid,
praktis dan efektif. Adanya e-modul ini diharapkan dapat membantu guru dan
siswa dalam pelaksanaan pembelajaran daring dalam masa pandemi covid 19 ini.
B. Prosedur Penelitian
Model pengembangan ADDIE terdiri dari enam tahapan. Tahapan
tersebut terdiri dari analysis, design, development, implementation, dan
evaluation. Langkah – langkah penelitian pengembangan dengan model ADDIE
adalah sebagai berikut.
1. Tahap Analisis
Tahap analisis (analysis), merupakan suatu proses mendefinisikan apa
yang akan dilakukan dalam perancangan suatu produk. Tahapan-tahapan analisis
yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis lima analisis. Analisis
tersebut terdiri dari analisis penggunaan bahan ajar berbasis ICT bagi guru,
analisis kendala pembelajaran daring, analisis kompetensi dasar, analisis
keterpaduan materi pembelajaran, analisis era 4.0 siswa dengan penjelasan
sebagai berikut.
a. Analisis Penggunaan Bahan Ajar Berbasis ICT oleh Guru
b. Analisis Kendala Pembelajaran Daring Bagi Siswa
c. Analisis Kompetensi Dasar
34
35
35
36
komponen literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Berfikir kritis,
kreativitas dan kemampuan berkomunikasi termasuk kedalam literasi manusia.
2. Tahap Perancangan
Tahap perancangan (design) bertujuan untuk memberikan kerangka
acuan yang jelas terhadap rancangan produk yang dibuat. Pada penelitian ini
produk yang dirancang adalah produk berupa e-modul IPA terpadu bermuatan
model pembelajaran kuantum. E-modul IPA terpadu bermuatan model
pembelajaran kuantum ini dirancang sesuai dengan struktur pengembangan bahan
ajar berbasis TIK menurut Depdiknas (2010). Minimal struktur bahan ajar
berbasis TIK menurut Depdiknas (2010) terdiri dari 1) judul, kelas, semester dan
identitas penyusun; 2) kompetensi inti dan kompetensi dasar; 3) indikator
pencapaian; 4) materi bahan ajar; 5) latihan soal; 6) uji kompetensi dan 7)
referensi. Rancangan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum yang telah dibuat akan dinilai oleh dosen pembimbing menggunakan
angket penilaian.
Selain merancang e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum maka dilakukan juga persiapan instrumen penelitian. Langkah-langkah
dalam mempersiapkan instrumen adalah peneliti mencari kajian literatur tentang
instrumen kualitas, sehingga mengeluarkan kisi-kisi angket instrumen kualitas
yaitu instrumen validitas, praktikalitas, dan efektivitas. Selanjutnya
mengembangan kisi-kisi tersebut kedalam pernyataan-pernyataan. Pernyataan
tersebut didiskusikan bersama dosen pembimbing. Instrumen yang dihasilkan
adalah instrumen yang bisa mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen
penelitian mencakup instrumen validitas e-modul IPA terpadu bermuatan model
pembelajaran kuantum untuk ahli sebagai validator. Selanjutnya praktikalitas oleh
guru dan siswa terhadap e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum oleh observer. Kemudian, instrumen efektivitas untuk pengetahuan
berupa tes akhir, sikap berupa lembar observasi dan keterampilan siswa berupa
lembar penilaian literasi era 4.0 siswa.
36
37
3. Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan (development) adalah proses mewujudkan sebuah
desain menjadi kenyataan. Pada tahap pengembangan ini kerangka yang sudah
disusun pada tahap perancangan akan direalisasikan menjadi sebuah produk.
Produk yang dikembangkan adalah e-modul IPA terpadu bermuatan model
pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi era 4.0 siswa kelas VIII SMP.
Pada tahapan ini perlu dilakukan evaluasi formatif dan uji validitas
terhadap produk yang dikembangkan. Uji validitas e-modul IPA terpadu
bermuatan model pembelajaran kuantum yang akan dilakukan oleh para ahli atau
praktisi yang bertindak sebagai validator. Uji validitas menggunakan lembar
validitas yang terdiri dari beberapa indikator penilaian, yaitu: substansi materi,
desain pembelajaran, tampilan atau komunikasi visual dan penggunaan software.
Langkah – langkah menguji validitas e-modul IPA terpadu bermuatan model
pembelajaran kuantum kepada validator adalah sebagai berikut:
a. Meminta kesediaan dosen dan pendidik Fisika untuk melihat kelayakan e-
modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum yang dibuat
serta kebenaran konsep pembelajaran yang telah dibuat.
b. Dosen dan tenaga pendidik Fisika diminta untuk memberikan penilaian
terhadap e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum yang
telah dibuat berdasarkan item-item yang ada pada angket uji validitas.
c. Setelah penilaian dilakukan, dilakukan revisi sesuai dengan saran yang
diberikan oleh validator tersebut.
37
38
4. Tahap Implementasi
Tahap implementasi (implementation) merupakan tahap implementasi
dari hasil pengembangan. Pada tahapan implementasi ini e-modul IPA terpadu
bermuatan model pembelajaran kuantum yang telah valid digunakan dalam
pembelajaran. Pada tahap implementasi akan dijalankan program yang sudah
disiapkan guna melihat sistem maupun instruktur fungsional. Tahap implementasi
ini diuji cobakan di sekolah untuk melakukan uji praktikalitas dan uji efektifitas
dari penggunaan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum.
Selain itu pada tahap implementasi ini terdapat evaluasi formatif sebagai
penyempurnaan hasil yang diperoleh pada tahap implementasi ini.
Uji praktikalitas produk merupakan proses untuk mengungkap
kepraktisan produk atau tingkat keterpakaian produk yang telah dikembangkan.
Uji praktikalitas dilakukan dengan melaksanakan uji coba pembelajaran
menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum
yang telah direvisi berdasarkan penilaian oleh validator. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengetahui dapat digunakan, mudah digunakan, menarik dan efisien dari e-
modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum. Hasil praktikalitas
diperoleh melalui lembar praktikalitas yang diberikan kepada guru dan siswa.
Uji efektivitas meliputi aktivasi dan hasil belajar siswa setelah
menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum.
Hasil belajar siswa dievaluasi lembar observasi untuk sikap, tes akhir untuk
pengetahuan dan lembar penilaian literasi era 4.0. Untuk pelaksanaan uji coba,
penelitian pengembangan ini menggunakan rancangan penelitian Randomized
Control Group Only Designed.
Menurut Djamas (2015:72-73) menyatakan bahwa dalam rancangan ini
sekelompok subjek yang diambil dari populasi tertentu dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen
dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kelompok
kontrol tidak diberi perlakuan, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran yang
sama. Adapun pada penelitian ini, kelompok eksperimen yang diberi perlakuan
dengan menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
38
39
kuantum dan kelompok kontrol dengan menggunakan bahan ajar yang ada di
sekolah. Menurut Djamas (2012:79) desain penelitian ini dapat digambarkan
seperti pada Tabel 2 berikut ini.
Keterangan:
Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMPN
7Padang yang terdaftar pada Semester 1 Tahun Ajaran 2020/2021. Sampel yang
dipilih dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling.
Penggunaan teknik pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan
tertentu. Pertama, lingkungan sekolah sesuai dengan konteks penelitian. Kedua,
kondisi siswa sesuai dengan kebutuhan penelitian. Ketiga, sekolah telah
menerapkan kurikulum 2013. Keempat, sesuai dengan observasi yang telah
dilakukan mengenai literasi era 4.0 siswa.
Prosedur pengembangan model ADDIE untuk mengembangkan e-modul
IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi
era 4.0 siswa kelas VIII SMP dilihat pada Gambar 3.
39
40
40
41
41
42
42
43
Indikator penilaian untuk kompetensi sikap pada format penilaian sikap tertera
pada Tabel 4 barikut.
…………………………………….(1)
Instrumen penilaian pengetahuan dari penelitian ini adalah lembar tes tertulis
pengetahuan yang dilaksanakan di akhir penelitian. Agar instrumen merupakan alat
yang baik, hal pertama yang harus dilakukan yaitu membuat kisi-kisi soal uji coba
43
44
dan menyusun soal uji coba berdasarkan kisi-kisi soal. Kemudian, melakukan uji
validitas, reliabilitas, uji tingkat kesukaran soal, dan uji daya beda soal.
a. Validitas
Validitas merupakan suatu jenis uji untuk menyatakan suatu soal dalam
keadaan sahih atau valid. Suatu soal dikatakan valid apabila dapat mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi
(content validity). Validitas isi adalah validitas yang dilihat dari segi tes itu sendiri
sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara
representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya
diujikan. Instrumen tes yang benar-benar valid dapat diperoleh jika instrumen tes
dibuat berdasarkan kurikulum.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliable yang artinya andal atau dapat
dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan reliabel apabila tes yang diujikan kepada
objek atau subjek yang sama secara berulang-ulang, hasilnya akan relatif sama,
konsisten, dan tidak menunjukkan perubahan yang berarti (Yusuf, 2017: 74).
Untuk menentukan reliabel ini dipakai rumus Kuder-Richaderson (K-R-21) yang
dikemukakan oleh Arikunto (2015: 117) yaitu:
(2)
(3)
Keterangan:
R11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
N = Jumlah butir soal
M = Rata-rata skor tes
N = Jumlah pengikut tes
S2 = Varians total
44
45
(4)
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya peserta didik yang menjawab benar
Js = Jumlah peserta didik yang mengikuti tes
45
46
(5)
Keterangan:
D = Indeks daya beda
BA = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas
BB = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah
JA = Jumlah peserta tes kelompok atas
JB = Jumlah peserta tes kelompok bawah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Indeks daya beda soal dapat diklasifikasikan seperti Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal
No Indeks Daya Beda Klasifikasi
1. 0,71-1,00 Sangat baik
2. 0,41-0,70 Baik
3. 0,21-0,40 Cukup
4. 0,00-0,20 Buruk
46
47
Nilai
Skor
No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
3
4
………………………………….(6)
47
48
No Tahap Instrumen
1 Analisis kompetensi dasar Lembar analisis
2 Analisis keterpaduan materi IPA Lembar Analisis
3 Analisis Kendala pembelajaran daring oleh siswa Lembar wawancara
4 Analisis literasi era 4.0 siswa Lembar penilaian keterampilan
abad 21
5 Penilaian desain produk Angket
6 Uji validitas produk Angket
7 Uji praktikalitas produk (respon siswa dan guru) Angket
8 Uji efektivitas produk (observer oleh guru)
a. Uji kompetensi pengetahuan Lembar tes hasil belajar
b. Uji kompetensi sikap Lembar observasi
c. Uji kompetensi keterampilan Lembar penilaian keterampilan abad
21
Tabel 10. Rangkuman Instrumen Penelitian
48
49
bentuk nilai untuk dapat menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh siswa dan
kedudukan personal dalam suatu skala. (Arifin, 2012: 232). Untuk menentukan
nilai dari skor mentah yang diperoleh siswa, dapat menggunakan rumus berikut.
……………………………………………….(7)
Keterangan :
Ns = Nilai siswa
= Jumlah skor mentah yang diperoleh siswa
= Jumlah skor maksimum ideal dari tes yang
bersangkutan
49
50
………………………………………(8)
Keterangan :
X = Skor yang diperoleh siswa ke-i
= Skor rata-rata
S = Simpangan baku
3) menghitung daftar distribusi untuk setiap bilangan baku, kemudian
menghitung peluang F (Zi) = P ( z ≤ Zi ) dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku.
4) menghitung proporsi Z1, Z2 , Z3, …Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi.
jika proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka:
….…..(9)
5) menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya.
6) mengambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut.
Harga terbesar dapat disebut (Lo).
7) Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, Lo dibandingkan dengan nilai
kritis Lt yang terdapat dalam tabel nilai kritis L. Pada taraf nyata α yang
dipilih, tolak hipotesis nol ketika populasi terdistribusi normal jika Lo lebih
besar dari Lt. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima (Sudjana, 2002 : 467).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi merupakan varians yang homogen. Dengan adanya varians yang
homogen, kegiatan menaksir dan menguji bisa berlangsung. Statistik yang
digunakan pada uji homogenitas adalah uji F. Berikut ini adalah langkah-langkah
yang dila-kukan dalam melakukan uji F :
50
51
………………………………………
(10)
2) menghitung harga F. Harga F adalah perbandingan dari varians terbesar
dengan varians terkecil. Harga F dapat dicari dengan menggunakan rumus:
………………………………………….………….……(11)
Keterangan :
F = Varians kelompok total
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
3) dalam hal ini Ho adalah varians terbesar sama dengan varians terkecil,
sedangkan H1 adalah sebaliknya. Agar terima Ho, kriteria pengujian hipotesis
adalah (10)
Jadi, populasi memiliki varians yang homogen jika nilai F besar dari
51
52
…………………………………………………(12)
dimana,
…………………………………………(13)
Keterangan :
= Nilai rata-rata sampel 1
= Nilai rata-rata sampel 2
…………………………………………………(14)
(Sudjana, 2002: 239).
52
53
DAFTAR PUSTAKA
53
54
Linda, R., Zulfarina, Z., & Putra, T. P. (2021). Peningkatan Kemandirian dan Hasil
Belajar Peserta Didik Melalui Implementasi E-Modul Interaktif IPA
Terpadu Tipe Connected Pada Materi Energi SMP/MTs. Jurnal Pendidikan
Sains Indonesia, 9(2), 191-200.
Listyawati, N. W., Suarjana, M., & Sudana, D. N. (2013). Pengaruh model
pembelajaran kuantum berbantuan peta pikiran terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD. Mimbar PGSD
Undiksha, 1(1).
McGriff, S. J. (2000). Instructional System Design (ISD): Using the ADDIE model.
Artikel.
Ngussa, B, M. (2014). Application of ADDIE Model of Instruction in Teaching-
Learning Transaction among Teachers of Mara Conference Adventist
Secondary Schools, Tanzania. Journal of Education and Practice. 5 (25).
Prasetyo, B., & Trisyanti, U. (2018). Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan
Sosial. In Prosiding Semateksos 3 “Strategi Pembangunan Nasional
Menghadapirevolusiindustri 4.0.”
Premana, I, M,Y., Suharsono ,S., Naswan, N., dan Tegeh, I, M. (2013).
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata
Pelajaran Produksi Gambar 2D Untuk Bidang Keahlian Multimedia Di
Sekolah Menengah Kejuruan. E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. Vol 3.
Pribadi, B, A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Puspitasari, A, D. 2019. Penerapan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Modul
Cetak Dan Modul Elektronik Pada Siswa Sma. Jurnal Pendidikan Fisika,
7(1), 17-25.
Rezeki, M., & Asrizal, A. (2019). Pengembangan Lks Ipa Berorientasi Model
Pembelajaran Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan
Sistem Pencernaan Untuk Siswa Kelas VIII SMP. Pillar of Physics
Education, 12(1).
56