Anda di halaman 1dari 43

PENGEMBANGAN ASESMEN FORMATIF DENGAN TEKNIK

POPSICLE STICK UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN

BERPIKIR KREATIF

(Studi pada Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila di SMPN 97 Jakarta)

Nama Penyusun : Himawan Galih Nugroho

NIM : 1401619020

Mata Kuliah : Pengembangan Kompetensi Penulisan Ilmiah

Dosen Pengampu : - Prof. Dr. Tjipto Sumadi, M.Si., M.Pd.

: - Asep Rudi Casmana, S.Pd., M.A.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022

i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................6

C. Fokus dan Subfokus Penelitian.......................................................................6

D. Pertanyaan Penelitian......................................................................................6

E. Manfaat Penelitian...........................................................................................7

F. Kerangka Konseptual.......................................................................................7

BAB II KAJIAN TEORETIK..................................................................................8

A. Asesmen Formatif.........................................................................................12

1. Pengertian...................................................................................................12

2. Tujuan dan Manfaat...................................................................................14

3. Strategi Asesmen Formatif.........................................................................15

4. Aspek Asesmen Formatif...........................................................................16

B. Berpikir Kreatif.............................................................................................17

1. Pengertian Berpikir Kreatif........................................................................17

2. Aspek Berpikir Kreatif...............................................................................19

C. Siswa.............................................................................................................20

ii
D. Pendidikan Pancasila.....................................................................................21

1. Pengertian Pendidikan Pancasila...............................................................21

2. Capaian Pembelajaran................................................................................22

E. Penelitian Relevan.........................................................................................25

F. State of The Art..............................................................................................28

BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................29

A. Tujuan Penelitian..........................................................................................29

B. Desain dan Pendekatan Penelitian.................................................................29

C. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................................29

D. Sumber Data..................................................................................................30

1. Sumber Primer...........................................................................................30

2. Sumber Data Sekunder...............................................................................31

E. Teknik Pengumpulan Data............................................................................31

F. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data.................................................................31

G. Teknik Analisis Data.....................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

iii
DAFTAR TABEL

Table 1.1 Penelitian yang relevan..........................................................................28

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka konseptual..........................................................................13

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Society 5.0 adalah sebuah gagasan dalam hal perkembangan yang

dimunculkan dari negara Jepang. Gagasan society 5.0 tidak dimaksudkan untuk

sektor industri saja, melainkan dalam segi pemecahan masalah yang berkaitan

dengan sosial juga dapat diselesaikan berbantuan dengan kombinasi antara ruang

fisik dan virtual. Kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik dikarenakan

Society 5.0 memiliki gagasan teknologi dengan big data yang dihimpun oleh

Internet of Things (IOT) dan akan diubah oleh Artifical Inteligence (AI) dalam

menyelesaikannya (Nastiti & Ni’mal, 2020).

Pendidikan Indonesia saat ini telah memasuki era revolusi industri 4.0.

Perkembangan teknologi terjadi secara sangat pesat dalam membuat kehidupan

manusia berwarna. Berkembangnya internet of things dalam dunia pendidikan

telah menjadi tanda bahwa saat ini pendidikan di Indonesia sudah memasuki era

4.0. Merambahnya revolusi industri pada bidang pendidikan menjadikan

pendidikan di Indonesia harus cepat beradaptasi. Salah satu hal yang diperlukan

adalah dengan perbaikan kurikulum untuk meningkat kompetensi siswa seperti

dengan meningkatkan critical thinking, lalu meningkatkan creativity and

innovation, lalu meningkatkan interpersonal skill and communication, dan yang

terakhir diperlukan peningkatan teamword and collaboration (Nastiti & Ni’mal,

2020).

1
Kurikulum dalam sistem pendidikan di Indonesia sudah mengalami

perubahan beberapa kali yang dimulai pada tahun 1947, berawal dari muatan

kurikulum yang sederhana hingga saat ini dengan muatan kurikulum 2013 dan

kurikulum merdeka belajar (Sumarsih dkk., 2022). Masih banyak sekolah yang

menggunakan kurikulum 2013. Untuk kurikulum merdeka baru digunakan pada

kelas 7 SMP dan 10 SMA. Kurikulum merdeka dalam penerapannya memiliki

enam dimensi pokok yang pertama adalah beriman, berakwa kepada Tuhan Yang

Mahasa Esa, selanjutnya untuk point kedua adalah berkbhinekaan global,

selanjutnya dipoint ketiga adalah bergotong royong, lalu dalam point keempat

terdapat kreatif, selanjutnya untuk point yang kelima terdapat bernalar kritis, dan

yang terakhir atau point keenam adalah mandiri. Dari setiap dimensi yang ada

tentunya memiliki tujuan dan capaian pembelajaran masing – masing.

Dimensi kreatif mengharapkan siswa menghasilkan karya yang orisinil .

Karya tersebut dapat beragam seperti gambar, desain, keadaan virtual, penampilan

hingga gambaran suatu keadaan yang lengkap. Karya yang dihasilkan merupakan

pengaplikasian yang didukung oleh kesukaan dan minat kepada suatu hal, serta

emosional yang dapat dirasakan sehingga dapat mempertimbangkan efeknya

terhadap lingkungan sekitar. Siswa yang kreatif juga cenderung berani bertindak

dalam menghasilkan karya (Kemendikbudristek, 2022).

Kemampuan Kreatif dalam era society sangat diperlukan. Secara kasat

mata perkembangan teknologi dapat kita lihat dengan sangat pesat yang terjadi

dalam skala global. Faktor utamaya adalah inovasi berkelanjutan dan secara terus

menerus untuk dapat beramanfaat bagi kalangan manapun, Dalam inovasi terdapat

2
dimensi kreatif yang dimana hal ini sangat penting dalam menghasilkan hal – hal

baru yang lebih solutif dalam menyelesaikan permasalahan manusia.

Kemampuan Kreatif sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi

beragam kebutuhannya. Kondisi ini yang perlu dipikirkan oleh para orang tua

siswa dan guru. Jangan sampai kemampuan kreatif suatu bangsa ataupun generasi

penerus bangsa memudar karena sudah terbiasa menikmati sesuatu yang sudah

tersedia saja (Br Sitepu, 2022).

Kemampuan kreatif sangat diperlukan, hal ini dapat dilihat dari penelitian

Arrofa Acesta yang dimana penelitian tersebut membahas mengenai kemampuan

berpikir kreatif siswa yang dipengaruhi penggunaan metode mind mapping pada

tahun 2020. Penelitian tersebut berangkat dari permasalahan dalam nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal yang hanya 40% siswa yang mampu memenuhinya. Dengan

metode mind mapping dapat meningkatkan nilai rata – rata menjadi 83,79%.

Sehingga hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kemampuan berpikir

kreatif siswa dipengaruhi oleh penerapan metode mind mapping (Acesta, 2020).

Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa dengan sentuhan kreativitas yang guru

berikan melalui proses pembelajaran berpengaruh pada kreativitas siswa

kedepannya.

Penelitian selaras juga dilakukan Efi Ika Febriandari dkk yang membahas

mengenai motivasi belajar dan hasil belajar yang dipengaruhi penerapan ice

breaking oleh guru. Dalam penelitian tersebut menggunakan pengukuran melalui

aspek kelancaran (fluency), aspek keluwesan (flexibility), aspek keaslian

(originaly), dan aspek merinci (elaborasi) yang menunjukan hasil penelitian

3
bahwa motivasi belajar dan hasil belajar memiliki keterkaitan daengan penerapan

ice breaking saat pembelajaran sedang berlangsung (Febriandari dkk., 2018).

Dalam sistem Pendidikan Nasional yang diamatkan melalui UU No. 20

Tahun 2003 membahas mengenai pendidikan memiliki peran penting dalam

pembinaan kreatif siswa. Amanat ini belum dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh

guru sebagai tenaga pendidik. Mayoritas guru masih menggunakan berpikir

terpusat, dan kurang memberi kesempatan siswa untuk meningkatkan daya pikir

kreatif. Padahal kebiasaan – kebiasaan memberikan kesempatan siswa akan

menjadikan siswa sedikit demi sedikit mempunyai kemampuan yang baik dalam

berpikir kreatif.

Kemampuan dalam berpikir kreatif dapat dikatakan sebagai sesuatu hal

yang dapat diukur contohnya dengan melakukan asesmen. Guru memerlukan

informasi yang meliputi aspek kognitif siswa, aspek afektif siswa, aspek

psikomotorik siswa, dan aspek – aspek lainnya yang berkaitan dengan siswa.

Guna melihat kemajuan kemampuan siswa dalam pembelajaran guru dapat

menggunakan asesmen sebagai strategi untuk mengetahuinya. Tujuan utama

adanya asesmen untuk mengetahui spekulasi kelemahan dan kelebihan dalam

proses pembelajaran. Asesmen yang tepat untuk mengetahui kelemahan dan

kelebihan pada saat proses pembelajaran adalah asesmen formatif.

Asesmen formatif sangat tepat digunakan sebagai penilaian untuk

mendapatkan feeback atau umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran.

feedback atau umpan balik akan didapatkan guru setelah menggunakan asesmen

formatif dengan teknik yang tepat dalam pembelajaran. terdapat berbagai macam

4
teknik asesmen formatif yang telah berkembang di era saat ini. Teknik popsicle

stick menjadi salah satu teknik asesmen formatif yang berkembang saat ini.

Penelitian yang memiliki kaitannya dengan asesmen formatif salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan I Made Parsa yang membahas mengenai

hasil belajar dapat dipengaruhi secara signifikan oleh bentuk penilaian formatif

yang diterapkan. Selanjutnya Ediyanto juga melakukan penelitian mengenai

asesmen formatif dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa (Romantika,

2018). Selanjutnya penelitian assesmen formatif yang dikaitkan dengan metode

pembelajaran dilakukan oleh Sabilal dkk pada tahun 2020 yang membahas

tentang motivasi dan hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh scientific

approach yang berbantuan dengan penilaian formatif (Rosyad dkk., 2020).

Selanjutnya penelitian tentang pengembangan asesmen formatif dilakukan oleh

Ifa Widayati pada tahun 2019 yang membahas mengenai hasil belajar dan

keterampilan berpikir kritis dapat diukur dengan melakukan pengembangan

asesmen formatif melalui discovery learning. Hasil dari penelitian tersebut adalah

asesmen berbasis diskusi pembuatan poster dam soal tes kognitif layak patut dan

tepat untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa dalam proses

pembelajaran (Widayati, 2019).

Kemampuan berpikir menjadi salah satu turunan dari salah satu objek atau

sasaran penilaian pembelajaran yang masuknya kedalam cakupan kognitif. Untuk

mengukur penguasaan dalam hal pengetahuan siswa dapat digunakan penilaian

sesuai dengan cakupannya. Benjamin S.B dkk (1956) menyampaikan bahwa

cakupan kognitif adalah segala upaya yang berkaitan dengan aktifitas otak.

Kemampuan dalam mengigat, kemampuan dalam menghafal, kemampuan dalam

5
memahami, kemampuan dalam mengimplementasikannya, kemampuan dalam

mengalisis, kemampuan dalam menyintesiskan, dan kemampuan dalam

mengevaluasi (Rosyidi, 2020).

Pengembangan asesmen formatif dengan teknik popscile stick untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif memiliki urgensi untuk diteliti pada

penerapan kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka belajar mayoritas diterapkan

pada jenjang SMP di kelas VII dan jenjang SMA di kelas. Pengembangan

asesmen formatif pada kelas VII SMP yang menggunakan kurikulum merdeka

akan membuka cakrawala pengetahuan serta menjadikan referensi guru ketika

berlangsungnya pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Bardasarkan dari latar belakang yang telah dijabarkan, maka dalam

penelitian ini masalah yang dirumuskan adalah “Bagaimana pengembangan

asesmen formatif dengan teknik popsicle stick untuk mengukur kemampuan

berpikir kreatif siswa terhadap mata pelajaran pendidikan Pancasila?”

C. Fokus dan Subfokus Penelitian

Berdasarkan yang telah dijabarkan melalui latar belakang, maka fokus

dalam penelitian ini lebih kepada pengembangan asesmen formatif untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif. Sub fokus dari penelitian ini terletak pada

teknik popsicle stick yang dikembangkan untuk mengukur kemampuan berpikir

kreatif siswa kelas VII-G SMPN 97 Jakarta.

6
D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran

pendidikan Pancasila?

2. Bagaimana asesmen formatif dapat mengukur kemampuan berpikir

kreatif siswa?

3. Bagaimana pengembangan asesmen formatif dengan teknik popsicle

stick mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa?

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan pengetahuan tentang

kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran pendidikan

Pancasila

2. Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan asesmen formatif

dengan teknik popsicle stick yang dikembangkan dalam mengukur

kemampuan berpikir kreatif siswa

3. Penelitian ini bermanfaat untuk mengatahui sikap siswa dalam

menghadapi era society 5.0 dengan kemampuan berpikir kreatif.

7
F. Kerangka Konseptual

Pengembangan Asesmen
Formatif dengan Teknik
Popsicle Stick untuk
Mengukur Kemampuan
Berpikir Kreatif

Latar Belakang

Rumusan
Penelitian

8
Proses siswa
Proses siswa Proses siswa Proses siswa
mengembangka
menghasilkan mempunyai memunculkan
n ide – ide
ide – ide yang keluwesan ide – ide yang
menjadi
bervariasi dalam berpikir asli serta unik.
terperinci
kreatif

Gambar 1.1 Kerangka konseptual

Proses siswa mempersiapkan era society 5.0


dengan kemampuan berpikir kreatif

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Pengembangan Media Pembelajaran

Pengembangan media pembelajaran merupakan urgensi yang harus

dipenuhi oleh guru. Adanya media pembelajaran menjadikan peluang lahirnya

budaya belajar mandiri, demokratis atas dasar pembiasaan kehidupan dikemudian

hari, serta dengan adanya pengembangan media pembelajaran akan

menmunculkan komunikasi yang baik antar guru dengan siswa ataupun dengan

teman sebaya. Pengembangan media pembelajaran ini dapat diartikan sebagai

langkah yang sistematis dalam mengenali, mendesain, melaksanakan,

mengevaluasi hingga pemanfaatan media pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran tertentu (Japar dkk., 2019).

9
Secara umum aktivitas pengembangan media pembelajaran memiliki tiga

tahapan besar yaitu perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi. Dalam melakukan

desain atau rancangan pengembangan media pembelajaran. Borg and Gall

menjelaskan bahwa penelitian dan pengembangan merupakan proses yang

digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. langkah –

langkah dalam proses penelitian dan pengembangan menunjukkan suatu sistem

yang diawali dengan adanya kebutuhan. Hingga permasalahan dan

pengembangannya, yang kemudian dapat menghasilkan rancangan produk hingga

produk tertentu. Produk yang dihasilkan dapat berupa materi pembelajaran dan

perangkat pembelajaran (Noviati, 2020).

Pengembangan media pembelajaran dengan model Borg and Gall

memiliki 10 langkah yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendahuluan penelitian/ prasurvei

Prasurvei ini memiliki tujuan untuk dapat menghimpun berbagai

informasi mengenai produk yang dikembangkan dan

mengidentifikasi permasalahan yang sekiranya dihadapi dalam

pengembangan produk. Langkah pertama ini meliputi: kajian

pustaka, pengataman model yang telah ada, identifiikasi masalah –

masalah yang ada dalam pengembangan produk, analisis kebutuhan,

dan studi kelayakan.

b. Perencanaan penelitian

Dalam perencanaan penelitian meliputi tahapan: perumusan tujuan

penelitian, perkiraan dana, perkiraan tenaga, perkiraan waktu,

10
perumusan kualitifikasi peneliti dan bentuk – bentuk parisipasinya

dalam penelitian.

c. Pengembangan produk awal

Langkah dalam pengembangan produk awal meliputi; penentuan

desain produk yang akan dikembangkan, penetapan sarana dan

prasana penelitian yang diperlukan dalam prosesnya, penetapan

tahapan – tahapan pelaksanaan uji desain, penetapan deskripsi tugas

pihak – pihak yang terlibat dalam penelitian.

d. Uji ahli dan pelaksanaan uji coba lapangan awal

Langkah ini merupakan uji produk berdasarkan ahli terkait disertai

dengan uji lapangan awal secara terbatas yang meliputi: uji lapangan

awal terhadap desain produk, melibatkan pihak – pihak yang

terbatas, uji lapangan awal dilakukan secara berulang hingga

mendapatkan desain yang layak bagi substansi maupun metodologi.

e. Revisi hasil uji coba lapangan awal

Langkah revisi hasil uji coba lapangan awal merupakan tahapan

perbaikan desain produk berdasarkan uji lapangan secara terbatas.

Penyempurnaan produk awal dilakukan setelah uji coba lapangan

terbatas dilaksanakan. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini

mayoritas dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga

pelaksanaan revisi lebih bersifat perbaikan internal.

f. Pelaksanaan uji lapangan utama

Langkah ini adalah uji produk yang dilakukan lebih luas meliputi:

uji efektivitas produk yang menggunakan teknik eksperimen model

11
pengulangan, hasil uji lapangan diperoleh desain yanng efektif dari

segi substansi maupun metodologi.

g. Revisi hasil uji lapangan utama

Langkah revisi hasil uji lapangan utama adalah perbaikan kedua

setelah dilakukannya uji lapangan yang lebih luas. Penyempurnaan

produk yang dihasilkan ini akan lebih memantapkan produk yang

dikembangkan, karena pada tahap uji coba lapangan sebelumnya

sudah dilaksanakan dengan adanya kelompok kontrol. Desain yang

digunakan adalah pre-test dan post-test.

h. Uji kelayakan

Langkah ini dilakukan dengan skala besar. Ditahap ini akan

dilakukan uji efektivitas dan adaptabilitas dengan produk yang

melibakan calon pengguna produk.

i. Revisi final hasil uji kelayakan

Langkah ini tentunya akan menyempurnakan produk yang telah

dikembangkan. Penyempurnaan produk tahap akhir perlu dilakukan

untuk akurasi produk yang telah dikembangkan.

j. Diseminasi dan implementasi produk akhir

Pada tahap ini laporan hasil dari penelitian pengembangan

dipublikasikan baik melalui forum – forum, maupun media masa.

Dalam beberapa penelitian pengembangan yang berhasil didapatkan menunjukkan

bahwa 10 langkah pengembangan Borg and Gall dapat digunakan sesuai

kebutuhan (Effendi & Hendriyani, 2016). Misalnya peneltian penelitian yang

dilakukan Irmatasia dkk pada tahun 2020 yang berjudul Pengembangan assesment

12
formatif berbasis keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan 7 langkah

Borg and Gall dalam penelitiannya. Dan Penelitian yang dilakukan Hansi Effendi

dkk pada tahun 2016 yang berjudul pengembangan model blended learning

interaktif dengan prosedur Borg and Gall yang menggunakan 7 langkah.

B. Asesmen Formatif

1. Pengertian

Asesmen merupakan hal dasar yang terstruktur dalam menghasilkan suatu

kesimpulan mengenai perilaku suatu individu, mayoritas akan didasari oleh

beragam referensi serta tahapan secara umum guna mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan idividu tersebut. Menurut Johnson dan Johnson asesmen adalah

cara mendapatkan informasi mengenai perubahan siswa, guru, dan adminisator

dalam hal kualitas dan kuantitas. Asesmen dimaknai sebagai atribut, objek atau

individu yang berbentuk sebagai data kualitatif ataupun kuantitatif yang berkaitan

dengan keadaan, kemampuan, jumlah maupun peningkatan suatu atribut, objek,

individu yang diukur tanpa mengacu dengan keputusan penilaian.

Asesmen dapat dilakukan dengan beberapa konteks tergantung kebutuhan

yang ingin didapat. Asesmen dalam konteks kreatif menjadi metode untuk

mengukur potensi kreativitas seseorang. Asesmen formatif yang dimaksudkan

adalah penilaian pemampuan seseorang dalam melahirkan ide – ide yang baru dan

bermanfaat. Ide tersebut tentunya memiliki manfaat dalam membantu

menyelesaikan permasalahan yang ada. Asesmen dalam konteks kreatif selaras

dengan Peraturan yang diterbitkan oleh Mendikbud No 66 pada Tahun 2013

mengenai standar penilaian yang dijelaskan bahwa asesmen sesuai dengan

fungsinya yakni dapat mengembangkan siswa menjadi idividu yang memiliki

13
kemampuan kritis, kemampuan kreatif, kemampuan mandiri, dan kemampuan

bertanggung jawab (Magara dkk., 2021).

Asesmen memiliki dua jenis yang masing – masing jenis tersebut memiliki

konsepnya masing – masing. Dua jenis tersebut merupakan asesmen formatif dan

juga asesmen sumatif. Dalam Asesmen formatif memiliki konsep sebagai strategi

dalam mengevaluasi proses pembelajaran seperti daya serap materi oleh siswa,

kebutuhan dalam proses pembelajaran, dan perkembangan akademik selama

pembelajaran, selain itu asesmen formatif juga dapat menjadi cara guru untuk

memantau pembelajaran muridnya dan memberikan umpan balik secala berkala.

Selanjutnya asesmen suamtif memiliki konsep sebagai metode evaluasi yang

dilakukan pada akhir pembelajaran. Penggunaanya dapat digunakan sebagai

pengukur kemajuan siswa, mengarahkan guru, dan dapat digunakan untuk

perancangan aktivitas siswa selanjutnya melalui projek oleh sekolah.

(Kemdikbud, 2022).

Asesmen formatif dipandang sebagai aktivitas yang dilakukan guru

bersama siswa sebagai feedback yang berguna untuk memperbaiki dan

memvariasikan proses pembelajaran. Purwant menejelaskan asesmen formatif

sebagai kegiatan penilaian yang memiliki tujuan untuk mencari feeback yang

setelah itu hasil penelitiannya digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran

yang berlangsung ataupun telah selesai. Selanjutnya menurut Thoha asesmen

formatif adalah ujian pembinaan yang dilaksanakan saat pembelajaran.

Dilaksanakan bertahap yang memiliki isi semua hal yang diajarkan.

Asesmen formatif tidak diartikan untuk menentukan kelulusan siswa,

namun asesmen formatif dapat mendorong siswa menjadi lebih giat belajar, serta

14
menjadi tahu tentang bagian materi yang sudah dipelajari namun belum sempurna

penguasaanya, dan asesmen formatif dilaksanakan guna memperbaiki proses

pembelajaran (Romantika, 2018).

Mc Manus pada tahun 2008 memaparkan mengenai asesmen formatif

yang menganyampaikan bahwa hal itu ada lima bagian dalam penilaian diantanya

seperti umpan balik, penilaian teman seusia, penilaian diri sendiri hubungan

pembelajaran dan atribut kesuksesan, serta pembelajaran yang berkelanjutan.

(Gloria dkk., 2018).

2. Tujuan dan Manfaat

Secara general asesmen memiliki tujuan untuk memberikan apresiasi berupa

penghargaan atas pencapaian dalam proses pembelajaran. Tujuan tersebut dapat

menghasilkan :

a. Data mengenai peningkatan pembelajaran siswa secara individu

dalam mencapai tujuan pembelajaran yang selaras dengan rencana

pembelajaran.

b. Data yang didapatkan dimanfaatkan untuk pembinaan kegiatan

pembelajaran secara priodik, baik untuk siswa secara individu

maupun siswa secara menyeluruh.

c. Data yang didapatkan dimanfaatkan guru dan siswa guna

mengetahui peningkatan kemampuan siswa, kesulitan dalam

pembelajaran, pelaksanaan remedial, dan pengayaan.

15
d. Dapat menjadikan siswa termotivasi dengan cara menyampaikan

data mengenai peningkatan pembelajarannya serta menstimulus

siswa untuk melakukan perbaikan.

Dalam penggunaan asesmen formatif dalam kelas, berikut ini adalah manfaat –

manfaatnya :

a. Guru dan siswa dapat memonitoring skala pemahaman dalam

penguasaan materi serta kelemahan dan unit – unit yang belum

dikuasai dalam materi yang sudah diberikan.

b. Guru dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa dan meramalkan

seberapa jauh siswa akan berhasil dalam asesmen sumatif.

c. Dapat menjadi indikator keberhasilan suatu pembelajaran yang

diberikan kepada siswa.

d. Bermanfaat dalam merencanakan serta menetapkan topi – topik

pembelajaran.

e. Memberikan umpan balik kepada guru dan siswa.

f. Guru dapat memberi penguatan kepada siswa.

g. Perbaikan dan penyempuranaan kegiatan pembelajaran (A. M.

Yusuf, 2017).

3. Strategi Asesmen Formatif

Dalam strategi asesmen formatif terdapat ada empat tingkatan, diantaranya :

a. Tingkat pertama, perbaikan yang dilakukan guru dalam

pembelajaran. data asesmen yang dibutuhkan dikumpulkan oleh

16
guru guna mengambil tindakan perlu atau tidaknya dilaksanakan

perbaikan dalam pembelajaran.

b. Tingkat kedua, perbaikan strategi belajara siswa. Hal ini terjadi saat

siswa menerapkan data asesmen mengenai kemampuan dan

pemahamannya guna mengambil tindakan dibutuhkan atau tidaknya

perbaikan dalam pembelajaran.

c. Tingkat ketiga, suasana kelas yang berubah. Keutamaan dalam kelas

didominasi oleh pembelajaran dan asesmen dilaksanakan untuk

mengetahui perkembangan kualitas dalam pembelajaran.

d. Tingkat keempat, mengacu kepada strategi pengembangan

profesional dan organisasi belajar guru perluasan asesmen formatif

dibutuhkan menuju ketingkatan yang lebih tinggi.

Dalam keempat tingkatan tersebut, guru boleh melakukan asesmen formatif

tingkat dua yaitu memperbaiki strategi dalam pembelajaran tanpa harus

menggunakan asesmen formatif pada tingkat pertama. Tetapi dalam penggunaan

asesmen formatif tingkat ketiga guru harus menggunakan asesmen formatif

tingkat pertama dan asesmen formatif tingkat kedua (Romantika, 2018).

Strategi dalam asesmen berkaitan dengan teknik asesmen yang digunakan

dalam kelas. Jika guru menggunakan popsicle stick dalam strategi atau teknik

asesmen hal ini menandakan guru akan menggunakan asesmen formatif pada

tingkat 1.

4. Aspek Asesmen Formatif

Asesmen formatif terdapat beberapa aspek diantaranya :

17
a. Feedback

Feedback bertujuan guna menyampaikan data yang dibutuhkan siswa

dalam pengkondisian dan perbaikan kegiatan pembelajaran. Feedback

wajib berpedoman sesuai penugasan yang diterima siswa dan sesegera

mungkin kinerja siswa diperhatikan, sehingga siswa mempunya waktu

dalam melaksanakan perubahan.

b. Peer Assessment

Peer Assessment adalah strategi asesmen yang dimana guru

menginginkan siswa menyampaikan kelemahan serta kelebihan siswa

lain dalam bermacam – macam hal. Dilaksanakannya boleh secara

random ataupun berpasangan. Hal ini akan menjadikan indikator

tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan.

c. Self Assessment

Self Assessment adalah strategi asesmen untuk meminta siswa

melakukan penilaian mengenai diri sendiri yang memiliki kaitan

dengan status, lalu dengan proses, dan capaian kompetensi dalam

pembelajaran (Romantika, 2018)..

C. Berpikir Kreatif

1. Pengertian Berpikir Kreatif

Kreatif merupakan aspek penting yang berkait dengan perkembangan

manusia termasuk lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan adalah wadah untuk

memelihara keterampilan kreatif dan kemampuan siswa dalam berfikir kreatif.

Tantangannya terdapat dalam pengembangan kreatif dan straegi dalam

18
pembelajaran yang laksanakan guru untuk meningkatkan kreatif siswa dan konsep

dari kreatif.

Berpikir kreatif adalah suatu konsep dalam berpikir yang dapat

menunjukkan ciri - ciri kelancaran, keluwesan, keaslian, dan merinci. Ciri – ciri

tersebut selaras dengan apa yang digunakan Torrance dalam mengukur dimensi

kreatif. (Nurlaela dkk., 2019).

Kemampuan berpikir kreatif tidak dapat dipisahkan dari kemampuan

kreatif. Karena berpikir kreatif merupakan kumpulan kompetensi dan karakteristik

yang dihasilkan melalui kreativitas. Bentuk berpikir kreatif dapat berupa gagasan

atau ide dalam bentuk nyata, abstrak, maupun hal yang dapat berlawanan dari

logika berpikir. Tetapi dalam berpikir secara kreatif baiknya dilandasi dengan

pengetahuan dan pengalaman yang ada guna memunculkan gagasan atau ide baru

yang lebih baik (Lestari & Zakiah, 2019).

Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern saat ini kemampuan

berpikir kreatif sangat dibutuhkan. Alasan dari perlunya berpikir kreatif di era saat

ini diantaranya berpikir kreatif mampu menciptakan kesempatan kepada individu

untuk mengembangkan potensi dirinya, berpikir kreatif menjadikan individu dapat

menemukan alternative dalam penyelesaian permasalahan, berpikir kreatif dapat

memberikan kepuasa dalam hidup, dan dengan memiliki kemampuan berpikir

kreatif peluang manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya semakin tinggi.

19
2. Aspek Berpikir Kreatif

Tidak terpisahkannya kemampuan berpikir kreatif dengan kreatif

menjadikan hal tersebut dapat diukur. Torrance mengukur kreatif menggunakan

empat dimensi diantaranya :

a. Kelancaran (fluency)

Fluency adalah kemampuan untuk dapat menghasilkan suatu ide lalu

memproduksikan ide tersebut dengan jawaban – jawaban yang bervariasi. Hal ini

juga berkaitan dengan kesiapa serta kelancaran dalam mencari, menunangkan,

serta menghasilkan gagasan yang cepat (Appulembang, 2017).

b. Keluwesan (Flexibility)

Flexibility merupakan kemampuan untuk dapat berpikir secara luwes dalam

menghasilkan suatu gagasan. Ide yang dihasilkan merupakan hasil dari berbagai

macam referensi yang sudah diamati. Sehingga dengan kemampuan berpikir

luwes seseorang akan mampu menghasilkan ide yang lebih menarik (Islami dkk.,

2018).

c. Merinci (Elaboration)

Elaboration merupakan kemampuan dalam pengembangan gagasan sehingga ide

yang dihasilkan dapat lebih menarik. Dapat membuat suatu ide lebih detail,

nilainya lebih meningkat, lebih berkembang dan dapat memperkaya dari ide

tersebut.

d. Keaslian (Originality)

20
Originality merupakan kemampuan dalam menghasilkan suatu gagasan yang asli

serta unik. Asli serta unik dapat berupa ide yang telah ada namun diberikan ide –

ide yang lebih inovatif sehingga menjadikan ide tersebut terkesan asli dan unik

(Appulembang, 2017).

D. Siswa

Berdasarkan muatan UU No 20 yang ditetapkan tahun 2003 mengenai

sistem pendidikan nasional, yang dapat dikatakan sebagai siswa adalah individu

yang menjadi bagian dari masyarakat yang meningkatkan kemampuan dirinya

melalui proses pembelajaran yang ditempuh sesuai dengan tingkatan pendidikan

tertentu. Berdasarkan hal tersebut siswa merupakan orang yang mempunyai

pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan cita – cita dan harapan masa depan.

Menurut Hasbullah (2010: 121) siswa adalah sebagian yang salah satu

inputnya berkaitan dengan pencapaian proses pembelajaran. Tanpa adanya siswa,

sejatinya kegiatan pembelajaran tidak berjalan. Karena yang membutuhkan

pembelajaran adalah siswa bukan guru. guru hanya menjadi fasilitator dalam

pemenuhan kebutuhan pengetahuan siswa dalam proses pembelajaran.

Dari sudut pandang lain Sudarwan Danim menjabarkan bahwa siswa

merupakan orang yang belum dewasa dan mempunyai kemampuan yang perlu

untuk ditingkatkan. Kemampuan siswa mayoritas meliputi tiga aspek, yaitu aspek

yang pertama ada aspek kognitif, aspek yang kedua adalah aspek afektif, dan

aspek yang ketiga adalah aspek psikomotor (Hidayat & Abdillah, 2019). Siswa

yang belum dewasa akan sangat banyak tergantung dari gurunya. Siswa merasa

masih memiliki kekurangan dan menyadari akan kemampuannya yang masih

21
terbatas dibandingkan dengan gurunya. Kekurangan inilah yang menjadikan

komunikasi guru dan murid dalam lingkungan pendidikan (M. Yusuf, 2018).

Indonesia mempunyai rencana pendidikan yaitu kewajiban belajar selama

12 tahun dimulai dari tingkatan dasar yang berlangsung 6 tahun, lalu diteruskan

pada tingkatan menengah selama 3 tahun, dan diakhiri dengan tingkatan atas

selama 3 tahun. Usia siswa SD berkisar dari usia 6 tahun – 12 tahun, usia siswa

SMP berkisar dari usia 12 tahun – 15 tahun, usia siswa SMA berkisar dari usia 15

tahun – 18 tahun. Setiap jenjang pendidikan tentunya memiliki usia yang berbeda.

Hal ini bukan hanya terjadi pada usianya saja, namun perbedaan dalam hal proses

pembelajaran tentu saja terjadi.

Dalam hal perkembangan siswa SMP, masa SMP inilah yang menjadi fase

transisi pada siswa. Karena pada fase SMP inilah siswa mulai memasuki masa

pubertas. Transisisi yang terjadi dapat berupa fisik maupun psikis (kejiwaan) dan

transisi inilah yang disebut sebagai transisi fase anak – anak menuju fase dewasa

(Sukiman, 2017).

E. Pendidikan Pancasila

1. Pengertian Pendidikan Pancasila

Definisi dari pendidikan Pancasila adalah disiplin ilmu yang berhubungan

secara praktis dalam usaha pembentukan siswa sesuai Profil Pelajar Pancasila

(PPP) yang berisikan 6 point seperti pada point pertama yaitu beriman, bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; selanjutnya pada point kedua

yaitu berkbhinekaan global; selanjutnya pada point ketiga yaitu mandiri;

selanjutnya pada point keempat yaitu bergotong royong; selanjutnya terdapat

22
point bernalar kritis; dan yang terakhir terdapat point kreatif. Keenam point PPP

tersebut ada dalam muatan pembelajaran pendidikan Pancasila.

Dimensi kreatif merupakan salah satu dimensi yang terdapat dalam PPP.

Dimensi kreatif mencakup segi kognitif dan segi afektif. Cakupan kognitif yang

ada dalam dimensi kreatif salah satunya adalah berpikir kreatif. Ciri – ciri dari

cakupan kognitif yaitu proses berpikir yang melibatkan kelancaran (fluency),

keluwesan (Flexibility), keaslian (Originality) dan memperinci suatu ide atau

gagasan (Elaboration). Pendidikan Pancasila merupakan pembelajaran yang

menyentuh mencakup kognitif dan afektif. Cakupan kognitif pendidikan Pancasila

merupakan ranah pengetahuan dan konten pembelajaran. Cakupan afektif

pendidikan Pancasila berada pada sikap dan kesiapan belajar. karakteristik yang

dimiliki pendidikan Pancasila ini tentunya berlaku untuk umum pada jenjang

SMP/ Madrasah Tsanawiyah (MTS).

Perbedaan pembelajaran untuk setiap tingkatan kelas pada jenjang

SMP/MTS terletak pada materi atau isi konten, namun untuk kedalaman dalam

membahas materi tidak jauh berbeda. Dalam pembelajaran kelas VII materi atau

muatan yang disampaikan wajib sederhana dan mudah diingat. Hal ini mengingat

siswa masih dalam masa transisi dari jenjang SD ke jenjang SMP.

Kesederhanaan pembelajaran pendidikan Pancasila dalam kelas VII

ditandai dengan muatan materi yang terbatas, dengan memuat pokok – pokok

materi utama disertai dengan penjabaran yang sederhana.

23
2. Capaian Pembelajaran

Capaian pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan sangat penting

untuk dipahami. Dengan memahami capaian pembelajaran guru akan dapat

menentukan arah proses pembelajaran yang dilakukannya. Dalam pembelajaran

pendidikan Pancasila yang saat ini sudah menggunakan kurikulum merdeka.

Diperkuat dengan adanya Profil Pelajar Pancasila yang terdiri dari 6 poin seperti :

beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

berkebhinekaan global; mandiri; bergotong royong; bernalar kritis; dan kreatif.

Dalam point kreatif terdapat empat dimensi menurut teori Torrance.

Dimensi kelancaran, keluwesan, keaslian, dan merinci. Kelancaran yang

dimaksudkan adalah siswa akan mampu berpikir melahirkan banyak ide atau

gagasan, serta siswa dapat mengemukakan banyak cara untuk melakukan berbagai

hal dan juga mencari banyak kemungkinan alternatif dalam menyelesaikan

permasalahan. Dalam hal keluwesan siswa akan mampu berpikir secara luwes

menggunakan berbagai macam pendekatan dalam mengatasi permasalahan, siswa

akan berpikir kreatif sehingga akan membuatnya meninggalkan cara pikiryang

lama dengan cara pikir yang yang lebih efisien. Dalam hal keaslian siswa akan

mampu melahirkan ide atau gagasan yang membuat kombinasi – kombinasi baru

serta unik, ini memungkinkan siswa untuk menemukan penyelesaian yang baru.

Dalam hal memperinci siswa akan memiliki kekayaan pikiran untuk dapat

mengembangkan suatu ide atau gagasan sehingga hal ini tidak hanya menjadikan

siswa lebih baik, namun menjadikan ide siswa lebih menarik (Br Sitepu, 2022).

Pendidikan Pancasila yang sebelumnya pada kurikulum 2013 dinamai sebagai

PPKn yang memiliki tujuan sesuai dengan Permendikbud No. 58 Tahun 2014

24
membentuk peserta didik memiliki kecakapan dalam berpikir secara kritis,

rasional, dan kreatif.

Dewasa ini dalam kurikulum merdeka konteks capaian pembelajaran pendidikan

Pancasila dibagi beberapa fase tergantung jenis jenjangnya. Untuk kelas VII

SMP/MTS sekarang ini memasuki fase keempat yaitu D atau pada kisaran umur

13 – 15 tahun. Dalam tahap ini siswa diharapkan mampu memberikan penjelasan

terhadap perubahan budaya seiring berjalannya waktu dan selaras konteks, dari

tingkat lokal sampai dengan nasional; memiliki anggapan bahwa keragaman dan

perubahan sebagai suatu realita kehidupan bermasyarakat; memiliki pemahaman

melakukan pelestarian dan penjagaan terhadap tradisi dalam budaya serta local

widsom untuk pengembangan identitas pribadi, sosial, dan bangsa Indonesia

adalah hal penting ; ikut serta dalam menjaga dan melakukan pelestarian praktik –

praktik kebudayaan dan kearifan lokal didalam masyarakat global; dapat

melakukan penyelarasan sikap dan perilaku diri sendiri maupun orang lain guna

melaksanakan aktivitas dan menggapai tujuan bersama; menebar semangat kepada

ligkungan sekitar untuk menjadi produktif dan mencapai hal yang dituju;

melakukan demonstrasi atas aktivitas kelompok yang menggambarkan plus dan

minus sehingga diperlukannya sikap saling membantu dalam kelompok;

memberikan tanggapan secara tepat terhadap situasi sesuai dengan peran dan hal

yang dibutuhkan di lingkungan masyarakat; serta melakukan upaya membagikan

hal penting dan berharga pada masyarakat yang memerlukan bantuan.

Siswa diharapkan dapat melakukan kajian tentang norma dan aturan, hak

dan kewajiban sebagai warga negara, aturan ini dituangkan dalam Undang –

Undang Dasar NRI Tahun 1945 (UUD NRI); memiliki kesadaran terhadap arti

25
penting dalam mematuhi norma serta aturan, melaksanakan keseimbangan antara

hak dan kewajiban; membuat sintesis pada banyak pendapat yang memiliki

perbedaan untuk membuat suatu kesepakatan; memiliki kesadaran mengenai

tahapan munculnya kesepakatan melalui cara yang demokratis; melakukan

simulasi kegiatan musyawarah yang dilakukan para pendiri bangsa yang

melahirkan instrumen penting dalam negara, yang dilaksanakan dengan cara yang

demokratis; memiliki pemahaman terhadap susunan aturan yang berlaku di negara

Indonesia; dan dapat mengaitkan satu aturan dengan turunan dari aturan tersebut.

Siswa juga memiliki pemahaman bahwa wilayah negara Indonesia adalah satu

kesatuan yang bersifat utuh dan memiliki andil untuk melakukan penjagaan

terhadap kedaulatan wilayah; melakukan kajian atas landasan dan sebab mengapa

Indonesia merupakan negara kesatuan sebagai stimulasi akan sikap dan tindakan

siswa dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan

menciptakan bangsa yang rukun; melakukan identifikasi terkait andil negara

Indonesia di Asia dimasa mendatang dalam NKRI; serta memiliki pemahaman

akan sistem pelaksanaan pemerintahan dari tingkat kabupaten/kota sampai dengan

nasional merupakan satu kesatuan.

Siswa juga melakukan dengan kemampuan kritis dalam berpikir terhadap

penerapan Pancasila pada kehidupan dalam negara dari waktu ke waktu;

memberikan penjelasan secara runtut terhadap sejarah dari lahirnya Pancasila;

memiliki pemahaman akan fungsi serta posisi Pancasila sebagai dasar negara, way

of life dan ideologi dari negara Indonesia; serta melakukan implementasi nilai

pada Pancasila dalam kehidupan sehari hari sesuai dengan perkembangan dan

konteks siswa (Uchrowi & Ruslinawati, 2021).

26
E. Penelitian Relevan

No Judul Penelitian Hasil Penelitian Relevansi

1 Rosyad, S., Diantoro, Hasil penelitian Relevansinya karena


M., & Kusairi, S. tersebut penilaian formatif
(2020). Pengaruh membuktikan menjadi aspek yang
Scientific Approach motivasi belajar penting dalam
Berbantuan Penilaian dapat dipengaruhi memberikan pengaruh
Formatif terhadap dengan model terhadap variabel (y)
Motivasi Belajar dan pembelajaran yaitu motivasi belajar.
Hasil Belajar Fisika scientific approach
Siswa Kelas XI pada yang dipadukan
Materi Elastisitas. dengan penilaian
5(10), 5. formatif.

2 Widayati, I. (2019). Kesimpulan Penelitian Widayati


Pengembangan penelitiannya adalah 2019 dengan penelitian
asesmen formatif dalam proses ini memiliki relevansi
melalui model pembelajaran yang pada bagian
discovery learning mengukur pengembangan asesmen
untuk mengukur keterampilan berpikir formatif. Baik itu
keterampilan berpikir kritis siswa produk penelitian Widayati
kritis dan hasil belajar asesmen formatif 2019 dengan penelitian
siswa kelas XI pada yang ditingkatkan ini sama – sama
materi sistem respirasi dapat digunakan melakukan
di MA Almaarif secara efektif dan pengembangan terhadap
Singosari. efisien. produk dari asesmen
formatif.

3 Appulembang, Y. A. Hasil dari Relevansi dengan


(2017). Norma penelitiannya penelitian tersebut
Kreativitas menyimpulkan adalah karena dalam
Menggunakan bahwa hasil dalam penelitian tersebut
Torrance Test Of pengkategorian menggunakan teori
Creativity Thinking norma melahirkan Torrance untuk
Untuk Anak Usia 6-12 empat norm age mengetahui tingkatan
Tahun. 9(1), 41–57. sepert fluency, lalu berpikir kreatif siswa.
ada originality,
selanjutnya ada
elaborasi dan yang
terakhir abstracness
of tittle.

4. Gloria, R. Y., Imanah, Asesmen formatif Relevansinya dengan


& Karini. (2018). feedbac yang penelitan tersebut

27
Penerapan Atribut digunakan dapat terletak pada penerapan
Asesmen Formatif membuat respon asesmen formatif yang
Feedback pada Konsep terhadap digunakan dalam
Sistem Reproduksi pembelajaran lingkup kelas untuk
untuk Membentuk meningkat. Hal ini mendapatkan feedback.
Habits of Mind Siswa menjadikan terjadi Selaras dengan
Kelas XI MAN 2 Kota peningkatan dari segi penelitian ini yang akan
Cirebon. 1(3), 135– aktivitas dan dilakukan dalam lingkup
146. pengetahuan siswa. kelas menggunakan
asesmen formatif.

5 Islami, F. N., Putri, G. Dalam pembelajaran Relevansi dengan


M. D., & matematika penelitian tersebut
Nurdwiandari, P. mayoritas siswa terletak pada penetapan
(2018). Kemampuan mempunyai tingkat kemampuan Fluency
Fluency, Flexibility, kepercayaan diri Flexibility dan
Originality, Dan Self yang baik. Originality dalam suatu
Confidence penelitian. Mengingat
Matematika Siswa ketida asper tersebut
SMP. 1(3), 10. merupakan Teori
Torrance mengenai
kreativitas yang akan
ada dalam penelitian ini.

6 Magara, E., Copriady, Hasil penelitiannya Relevansinya terletak


J., & Linda, R. (2021). menunjukkan adanya pada penggunaan
Karakter Instrumen validasi terhadap asesmen untuk
Asesmen Kemampuan siswa yang mengukur kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa melakukan berpikir kreatif siswa.
Pada Materi pengerjaan instrumen Hal tersebut selaras
Hidrokarbon asesmen dalam dengan penelitian ini
kemampuan berpikir yang mengembangkan
kreatif dimateri salah satu asesmen
hidrokarbon. untuk mengukur
kemampuan berpikir
kreatif.

7 Yasmin, D. F. (2019). Kesimpulanya yaitu Relvansi dengan


Pengembangan kemampuan berpikir penelitian ini terletak
asesmen formatif kreatif serta pada asesmen formatif
berbasis guided pemahaman konsep yang dikembangkan
discovery learning siswa dapat diukur guna melakukan
untuk mengukur melalui asesmen pengukuran pada
kemampuan berpikir formatif yang kemampuan berpikir
kreatif dan penguasaan dikembangkan. dalam hal kreatif. praktis
konsep pada materi dan efektif. Penelitian
ekosistem kelas X tersebut selaras dengan
SMAN 02 Batu. penelitian ini yang

28
meneliti mengenai
pengembangan asesmen
formatif untuk
mengukur kemampuan
berpikir kritis.
Table 1.1 Penelitian yang relevan

F. State of The Art

Keterbaharuan dalam penelitian ini terletak pada kondisi era dilakukannya

penelitian. Dewasa ini belum ditemukan penelitian yang dilakukan terkait

pengembangan asesmen formatif dengan teknik popsicle stick untuk mengukur

kemampuan berpikir kreatif pada era saat ini dalam mempersiapkan menuju era

yang akan datang. Selain itu juga penelitian mengenai pengembangan asesmen

formatif dengan teknik popsicle stick ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VII SMP. Yang dimana siswa kelas VII

SMP saat ini sudah menggunakan kurikulum merdeka dalam konteks

pembelajaran pendidikan Pancasila.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode

Research and Development yang merupakan metode penelitian dalam

mengembangkan suatu produk. Dalam hal ini pengembangannya akan dilakukan

pada asesmen formatif dengan teknik popsicle stick. Untuk lokasi penelitian

merupakan keterbaharuan selanjutnya dalam penelitian ini. lokasi penelitian

dilakukan dikecamatan Matraman, Kota Jakarta Timur tepatnya di SMP Negeri 97

Jakarta. Pastisipan/responden dalam pengembangan asesmen formatif merupakan

kelas VII yang sedang menggunakan kurikulum merdeka dalam proses

pembelajarannya.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Pengembangan asesmen formatif dengan teknik popsicle stick untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif memiliki tujuan untuk menghasilkan

rancangan produk asesmen formatif dengan teknik popsicle stick yang telah

dikembangkan untuk diajukan serta digunakan pada pembelajaran pendidikan

Pancasila. Tentunya ini akan menghasilkan rancangan produk asesmen formatif

yang relevan dengan kebutuhan siswa serta dapat bermanfaat secara ilmiah.

B. Desain dan Pendekatan Penelitian

Desain dan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

berbasis kualitatif dengan desain pendekatannya Research and Development yang

menggunakan model Borg and Gall. Dalam penelitian pengembangan asesmen

formatif dengan teknik popsicle stick yang diterapkan dalam pembelajaran

pendidikan Pancasila guna mengukur kemampuan berpikir kreatif menggunakan

5 langkah Borg and Gall yaitu pendahuluan penelitian (pra survei), perencanaan

penelitian, pengembangan produk awal, uji coba lapangan awal, revisi uji coba

lapangan awal (Rohmaini dkk., 2020).

30
C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian berlandaskan beberapa pertimbnagan serta

ketentuan sesuai dari tujuan penelitian yang telah dituliskan. Peneltian

pengembangan asesmen formatif dengan teknik popsicle stick dilakukan di

Sekolah Menengah Pertama Negeri 97 Jakarta (SMPN 97). Lokasi SMPN 97

berada pada Jl Galur Sari Timur No. 1, Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta

Timur, DKI Jakarta dengan kode pos 13120. Untuk moda transportasi SMPN 97

Jakarta belum langsung terakses oleh transportasi umum dan harus menggunakan

kendaraan pribadi seperti motor, mobil dan sejenisnya. Walaupun belum terakses

transportasi umum lokasi SMPN 97 Jakarta cukup strategis karena berada pada

lingkungan perumahan warga dan akses jalan yang muat untuk 2 mobil sekaligus.

Dalam hal waktu penelitiaan, akan dilaksanakan selama 2 – 4 bulan sesuai dengan

kebutuhan.

D. Sumber Data

1. Sumber Primer

Sumber data kategori primer didapatkan di lokasi penelitian dengan

observasi, penyebaran angket, dan wawancara. Informasi yang diperoleh

kemudian diolah untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan

mengenai penelitian. Data observasi didapatkan melalui pengamatan yang

dilakukan pada siswa kelas VII-G SMPN 97 Jakarta. Data angket didapatkan

melalui penyebaran angket yang dilakukan pada siswa. Untuk data wawancara

diperoleh melalui narasumber yaitu guru mata pelajaran pendidikan Pancasila, dan

wali kelas siswa.

31
Narasumber yang dipilih merupakan guru mata pelajaran pendidikan

Pancasila, karena guru tersebut yang memahami sejauh mana tingkat pengetahuan

dan kompetensi siswa mengenai mata pelajaran pendidikan Pancasila. Wali kelas

sebagai penguat terkait wawancara yang dilakukan oleh guru mata Pelajaran.

Karena wali kelas memahami dengan baik kemampuan berpikir siswanya secara

menyeluruh.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan serta jurnal yang

ada. Data yang dikumpulkan melalui kepustakaan dan jurnal digunakan untuk

mendukung data primer yang didapatkan di sekolah. Fungsi dari data sekunder ini

dapat juga sebagai pemberi penguatan terhadap temuan yang ditemukan selama

observasi di sekolah.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik mengumpulan data digunakan dengan observasi, penyebaran

angket dan wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui untuk mengetahui

kemampuan berpikir kreatif siswa secara lancar, berpikir luwes, keaslian, dan

berpikir merinci. Penyebaran angket dilakukan untuk mendapatkan data survey

terkait dengan penelitian. Wawancara dilakukan guna mendapatkan penguatan

dari data – data yang ada dilapangan secara langsung. Fungsi dari wawancara ini

juga dimaksudkan untuk mengkonfirmasi terkait dengan temuan yang ada.

F. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data

Kalibrasi keasahan data dalam hal ini menggunakan teknik Triangulasi

teori. Penggunaan teori tersebut diperlukan untuk mengetahui persamaan ataupun

32
ketidaksamaan informasi yang didapatkan dari suatu sumber yang dibandingkan

dengan sumber lain. Yang tujuannya untuk dapat mengindari bias yang dihasilkan

oleh seseorang secara individual terhadap hasil penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penganalisisan data menggunakan reduksi data. Ini dimaksudkan

agar informasi yang didapatkan memiliki landasan penelitian serta menyisihkan

data yang tidak diperlukan dalam penelitian. Setelah itu data akan disajikan guna

memberi pemahaman lebih mengenai penelitian sehingga penarikan kesimpulan

dapat dilakukan dengan maksimal.

33
DAFTAR PUSTAKA

Acesta, A. (2020). Pengaruh Penerapan Mind Mapping Terhadap Kemampuan


Berpikir Kreatif Siswa. NATURALISTIC : Jurnal Kajian Penelitian
Pendidikan dan Pembelajaran, 4(2b), 581–586.
https://doi.org/10.35568/naturalistic.v4i2b.766
Appulembang, Y. A. (2017). Norma Kreativitas Menggunakan Torrance Test Of
Creativity Thinking Untuk Anak Usia 6-12 Tahun. 9(1), 41–57.
Br Sitepu, A. S. M. (2022). Pengembangan Kreativitas Siswa (I, hlm. 29–36).
Guepedia. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=aT-
ZDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA3&dq=permasalahan+kreativitas+siswa&
ots=Z0Xx1zOZR6&sig=CqzKkbvRqfJIkwnn1wzE0sosQc0&redir_esc=y#
v=onepage&q&f=false
Effendi, H., & Hendriyani, Y. (2016). Pengembangan Model Blended Learning
Interaktif dengan Prosedur Borg and Gall. 62–70.
https://doi.org/10.31227/osf.io/zfajx
Febriandari, E. I., Uluul, K., & Endah Pratama, N. A. (2018). Pengaruh
Kreativitas Guru Dalam Menerapkan Ice Breaking dan Motivasi Belajar
Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Briliant: Jurnal Riset dan
Konseptual, 3(4), 498. https://doi.org/10.28926/briliant.v3i4.253
Gloria, R. Y., Imanah, & Karini. (2018). Penerapan Atribut Asesmen Formatif
Feedback pada Konsep Sistem Reproduksi untuk Membentuk Habits of
Mind Siswa Kelas XI MAN 2 Kota Cirebon. 1(3), 135–146.
Hidayat, R., & Abdillah. (2019). Ilmu Pendidikan “Konsep, Teori dan
Aplikasinya” (1 ed., hlm. 91–95). Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia.
Islami, F. N., Putri, G. M. D., & Nurdwiandari, P. (2018). Kemampuan Fluency,
Flexibility, Originality, dan Self Confidence Matematik Siswa SMP. 1(3),
10. https://doi.org/10.22460/jpmi.v1i3.249-258
Japar, M., Fadhillah, D. N., & Lakshita, G. (2019). MEDIA DAN TEKNOLOGI
PEMBELAJARAN PPKN. CV. Jakad Publishing Surabaya.
Kemdikbud. (2022). Panduan Pembelajaran dan Asesmen. Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 1–20.

34
Kemendikbudristek. (2022). Dimensi, Elemen, dan Subelemen Profil Pelajar
Pancasila pada Kurikulum Merdeka (hlm. 34–37). Kemendikbudristek.
Lestari, I., & Zakiah, L. (2019). Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran (1 ed.,
hlm. 1–41). Erzatama Karya Abadi.
Magara, E., Copriady, J., & Linda, R. (2021). Karakter Instrumen Asesmen
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Hidrokarbon.
Nastiti, F. E., & Ni’mal, A. R. (2020). Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi era society 5.0. 5(1), 61–66.
Noviati, W. (2020). Pengembangan Assessment Formatif Berbasis Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri 4
Sumbawa Besar. 7.
Nurlaela, L., Ismiyati, E., Samani, M., Suparji, & Buditjahjanto, I. G. P. A.
(2019). Strategi Belajar Berpikir Kreatif (Revisi). Pustaka Media Guru.
Rohmaini, L., Netriwati, N., Komarudin, K., Nendra, F., & Qiftiyah, M. (2020).
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BERBASIS ETNOMATEMATIKA BERBANTUAN WINGEOM
BERDASARKAN LANGKAH BORG AND GALL. Teorema: Teori dan
Riset Matematika, 5(2), 176. https://doi.org/10.25157/teorema.v5i2.3649
Romantika, L. (2018). Penggunaan Asesmen Formatif Pada Model Pembelajaran
Quantum Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Ditinjau Dari Kecerdasan Spiritual. 350.
Rosyad, S., Diantoro, M., & Kusairi, S. (2020). Pengaruh Scientific Approach
Berbantuan Penilaian Formatif terhadap Motivasi Belajar dan Hasil
Belajar Fisika Siswa Kelas XI pada Materi Elastisitas. 5(10), 5.
Rosyidi, D. (2020). Teknik dan Instrumen Asesmen Ranah Kognitif. 27, 1–13.
Sukiman. (2017). Menjadi Orang Tua Hebat (Kedua, hlm. 2). Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumarsih, I., Marliyani, T., Hadiyansah, Y., Hernawan, A. H., & Prihantini, P.
(2022). Analisis Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak
Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(5), 8248–8258.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i5.3216
Uchrowi, Z., & Ruslinawati. (2021). Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (1 ed., hlm. 176).
Widayati, I. (2019). Pengembangan asesmen formatif melalui model discovery
learning untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar
siswa kelas XI pada materi sistem respirasi di MA Almaarif Singosari.
http://repository.um.ac.id/77756/
Yusuf, A. M. (2017). Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Dalam Asesmen Dan
Evaluasi Pendidikan (1 ed., hlm. 3–43). Kencana.
https://www.google.co.id/books/edition/Asesmen_Dan_Evaluasi_Pendidik
an/rlY_DwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=asesmen+formatif&pg=PA28&printsec=frontcover

35
Yusuf, M. (2018). Pengantar Ilmu Pendidikan (1 ed., hlm. 43–45). Lembaga
Penerbit Kampus IAIN Palopo.

RIWAYAT HIDUP

36
37
LAMPIRAN

A. Panduan Penelitian

B. Pedoman Observasi

C. Pedoman Wawancara

D. Catatan Lapangan

E. Surat permohonan penelitian yang ditujukan kepada lokasi penelitian

F. Surat keterangan telah melakukan penelitian

G. Foto/dokumentasi kegiatan

H. Hasil Turnitin

I. Dokumen pendukung

38

Anda mungkin juga menyukai