Anda di halaman 1dari 63

PENGEMBANGAN E-MODUL IPA TERPADU TERINTEGRASI

MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM UNTUK


MENINGKATKAN LITERASI BARU SISWA

PROPOSAL PENELITIAN

RAHMI LAILA
NIM. 19175013/ 2019

MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................II

DAFTAR TABEL.......................................................................................................IV

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................V

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................6

A. Latar Belakang Masalah....................................................................................6

B. Perumusan Masalah.........................................................................................11

C. Tujuan Penelitian.............................................................................................11

D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan...............................................................11

E. Pentingnya Penelitian.......................................................................................12

F. Asumsi dan Batasan Penelitian........................................................................12

G. Definisi Operasional........................................................................................13

BAB II KERANGKA TEORI.....................................................................................15

A. Kajian Teori.....................................................................................................15

1. Pendidikan pada Era Revolusi Industri 4.0................................................15

2. Pentingnya E-modul dalam Pembelajaran Jarak Jauh...............................17

3. Hakikat IPA Terpadu pada Kurikulum 2013.............................................19

4. Model Pembelajaran Quantum..................................................................20

5. literasi baru................................................................................................27

6. Model Pengembangan ADDIE..................................................................28

B. Penelitian yang Relevan...................................................................................31

C. Kerangka Berpikir............................................................................................32

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................36

1
A. Model Pengembangan......................................................................................36

B. Prosedur Penelitian..........................................................................................36

1. Tahap Analisis...........................................................................................36

2. Tahap Perancangan....................................................................................38

3. Tahap Pengembangan................................................................................39

4. Tahap Implementasi...................................................................................40

C. Teknik Pengumpulan Data...............................................................................43

D. Teknik Analisis Data.......................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................56

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sintaks Model Quantum Learning …………………………………… 19

Tabel 2. Jenis Penelitian Randomized Control-Group Only Design…………… 36

Tabel 3. Format Penilaian Observasi Pada Kompetensi Sikap………………… 39

Tabel 4. Indikator Sikap……………………………………………………….. 40

Tabel 5. Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal…………………………………… 41

Tabel 6. Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal……………………………………. 41

Tabel 7. Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal……………………………………. 42

Tabel 8. Format Penilaian Pada Kompetensi Literasi Manusia………………… 43

Tabel 9. Indikator Penilaian dari Literasi Manusia…………………………….. 43

Tabel 10. Rangkuman Instrumen Penelitian……………………………………. 44

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahapan Model Pengembangan ADDIE………………………….. 23

Gambar 2. Kerangka Berfikir…………………………………………………. 29

Gambar 3. Prosedur Pengembangan Model ADDIE………………………….. 36

4
5

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Abad ke-21 merupakan abad yang maju dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Kemajuan IPTEK menandakan bahwa abad ke-21 memiliki
tuntutan yang membuat manusia lebih maju. Abad ke-21 menuntut kualitas dalam
segala usaha dan hasil kerja manusia. Abad ke-21 dengan sendirinya meminta sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui pendidikan setiap manusia dapat
menggali potensi dalam dirinya. Pendidikan menjadi wadah untuk mengukir prestasi
dan keterampilan bagi masyarakat. Pendidikan juga penting untuk membangun
karakter bangsa. Semakin baik kualitas pendidikan maka diharapkan semakin baik
pula karakter masyarakatnya.
Revolusi industri 4.0 menuntut manusia untuk memiliki keterampilan abad
ke-21. Pendidikan seharusnya dapat mempersiapkan siswa untuk memiliki
keterampilan abad ke-21 agar sukses dalam hidupnya. Literasi merupakan salah satu
keterampilan abad ke-21 yang menjadi isu strategis dalam pendidikan. Literasi
menjadi sarana penting bagi siswa untuk mengenal, memahami, dan menerapkan
ilmu yang didapatkannya di dalam pembelajaran. Disamping itu, literasi juga
mendukung keberhasilan mereka baik dalam kehidupan sehari-hari dirumah maupun
di lingkungan sekitarnya. Dengan alasan ini, pendidikan di Indonesia seharusnya
mampu mengembangkan literasi siswa untuk menjawab tantangan revolusi industri
4.0 di abad ke-21.
Pada saat ini dunia sedang mengalami masa pandemi covid 19. Virus corona
yang sangat berbahaya ini dapat mengganggu kesehatan kita bahkan dapat
meyebabkan kematian. Banyak aktivitas masyarakat yang harus dikurangi tujuannya
untuk mengurangi penyebaran virus corona tersebut. Dalam dunia pendidikan proses
pembelajaran yang dilaksanakan 50% belajar secara daring dan 50% tatap muka.
Keterbatasan waktu saat tatap muka menjadikan proses pembelajaran berlangsung
6

kurang maksimal. Begitu juga dengan pembelajaran daring, dimana dalam proses
pembelajaran daring belum ada sumber belajar yang menunjang .
Mata pelajaran di sekolah sangat beragam, namun mata pelajaran yang
khusus mempelajari tentang alam adalah IPA. Dalam kurikulum 2013 pendidikan
IPA pada dasarnya memiliki tujuan mempersiapkan siswa untuk memiliki
pemahaman tentang IPA dan teknologi melalui pengembangan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan sehingga dapat memahami dan memecahkan permasalahan
lingkungan yang ada dikehidupan nyata. Pemahaman tentang pentingnya mempelajari
alam sangat penting dalam kehidupan manusia agar lebih bermakna dan bermartabat.
Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses untuk satuan
pendidikan menengah, proses pembelajaran IPA sudah mulai menggunakan
pembelajaran tematik terpadu, itu artinya pembelajaran tematik terpadu dikemas
dalam bentuk tema-tema berdasarkan beberapa mata pelajaran yang dipadukan.
Berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, hanya saja hasilnya belum dapat dirasakan dalam jangka panjang, seperti
saat sekarang ini. Pembelajaran IPA di sekolah masih belum terlaksana secara
terpadu. Untuk itu peneliti berharap dengan banyaknya sumber, ide dan informasi
yang didapatkan dari penelitian sebelumnya, peneliti ingin mewujudkan pembelajaran
IPA yang sesuai dengan kurikulum 2013 dan sesuai dengan kebutuhan abad ke 21.
Pembelajaran IPA Terpadu mengacu pada sebuah pembaharuan dari
pembelajaran IPA yang sudah diterapkan sebelumnya. Pembelajaran IPA Terpadu
merupakan pembelajaran yang menggabungkan, memadukan, dan mengintegrasikan
pem-belajaran IPA dalam satu kesatuan yang utuh dimana pembelajaran dilaksanakan
secara terpadu. Pembelajaran IPA terpadu seharusnya memiliki konteks yang berarti
materi pada pelajaran IPA terpadu didekatkan dengan kehidupan sehari hari siswa.
Pengambilan contoh atau fakta dalam proses pembelajaran IPA Terpadu harus
menyentuh langsung kepada kehidupan sehari-hari siswa.
Bahan ajar IPA Terpadu yang dapat diakses dan dipahami dengan mudah
perlu diterapkan untuk memudahkan guru dalam menyampaikan dan mengarahkan
pembelajaran IPA secara terpadu dalam kondisi pandemi saat ini. Pentingnya bahan
7

dalam pembelajaran IPA terpadu bagi siswa adalah sebagai sumber belajar, jika
sumber belajar tidak ada maka proses pembelajaran tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Bahan ajar berbasis ICT dalam pembelajaran IPA seharusnya dapat
menumbuhkan minat baca siswa. Dengan kebiasaan membaca, siswa dapat
meningkatkan kemampuan literasi. Namun, alangkah lebih baik jika kemampuan
literasi siswa tidak hanya membaca namun juga mengolah data, teknologi dan
manusia. Kemampuan mengolah data disebut literasi data. Kemampuan tentang
teknologi disebut literasi teknologi. Dan kemampuan tentang kemanusiaan disebut
literasi manusia. Literasi manusia ini terkait dengan kemampuan berfikir kritis,
kreatif, berkomunikasi dan kolaboratif.
Keterampilan literasi baru hendaknya dimiliki oleh semua siswa pada zaman
sekarang ini. Kemampuan dalam mengolah data, menggunakan komputer dan
kemampuan berfikir kritis, kreatif dan komunikasi yang baik akan membantu siswa
dalam menjawab berbagai tantangan pada abad ke 21 ini. Oleh sebab itu penanaman
keterampilan literasi baru perlu untuk diterapkan dalam pendidikan, jika tidak maka
keterampilan siswa Indonesia akan terus tertinggal dari negara-negara lainnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu masih banyak kesenjangan
antara kondisi nyata dengan kondisi ideal. Kondisi nyata didapatkan berdasarkan
informasi dari studi pendahuluan yang telah dilakukan. Ada empat studi pendahuluan
yang telah dilakukanyaitu: penggunaan bahan ajar berbasis ICT dan penerapan model
pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA, kendala dalam pembelajaran daring
bagi siswa, keterpaduaan materi dalam buku ajar, analisis kompetensi dasar IPA dan
literasi baru siswa.
Pertama, hasil wawancara mengenai penggunaan bahan ajar berbasis ICT
dan penerapan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA dengan
melibatkan tiga orang guru IPA. Dua guru dari SMP N 7 Padang dan satu guru
SMPN 34 Padang. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapat kesimpulan bahwa
bahan ajar yang digunakan di sekolah adalah buku paket kurikulum 2013 terbitan
Kemendikbud dan power point yang disusun oleh tim MGMP IPA SMP se kota
Padang yang merupakan penunjang pembelajaran daring. Materi pada bahan ajar
8

masih dangkal dan belum terlihat secara jelas keterpaduannya satu sama lain. Dalam
hal ini terlihat masih adanya kelemahan-kelamahan pada bahan ajar yang digunakan
di sekolah. Selanjutnya, model pembelajaran dinilai baik untuk meningkatkan
kompetensi siswa. Pada pelaksanaan pembelajaran sendiri sudah menggunakan model
pembelajaran namun masih kurang bervariasi. Selain itu, adapun kendala yang
dihadapi dalam penggunaan model dalam pembelajaran adalah materi yang cukup
padat, bahan ajar yang masih kurang memadai dan waktu yang relatif singkat.
Berdasarkan hal ini maka sangat diperlukan bahan ajar dan model pembelajaran yang
mendukung terlaksananya pembelajaran yang optimal.
Kedua, hasil wawancara tentang kendala siswa dalam pembelajaran daring.
Siswa sebagai subjek belajar yang akan menerima pelajaran tentu perlu
mempersiapkan alat-alat dan kuota dalam belajar daring. Wawancara ini mengikut
sertakan siswa kelas VIII sebanyak sepuluh orang dari SMP N 7 Padang dan 7 orang
siswa dari SMP N 34 Padang. Berdasarkan hasil wawancara maka ditemukan
masalah yang sama. Dalam proses pembelajaran daring siswa sudah memiliki HP dan
atau komputer dan jaringan internet yang baik untuk mengakses pembelajaran.
Namun, dalam pelaksanaannya pembelajaran daring yang berlangsung dalam waktu
yang singkat dan materi yang padat membuat siswa mengeluh karena tidak paham
dengan materi. Kemudian, siswa sulit membaca kembali materi ketika mengerjakan
tryout dalam pembelajaran daring, karena letak keduanya terpisah.
Selain wawancara, maka dilakukan juga beberapa analisis terkait dengan
penelitian ini. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis kompetensi dasar,
keterpaduan materi pembelajaran dan keterampilan literasi baru siswa. Pertama,
analisis kompetensi dasar yang dilakukan difokuskan pada kompetensi dasar IPA
kelas VIII dengan menggunakan lembar analisis. Analisis kompetensi dasar
dikategorikan kedalam dua bagian yaitu analisis kompetensi dasar pengetahuan
(KD.3) dan analisis kompetensi dasar keterampilan (KD.4). Berdasarkan hasil
analisis kompetensi dasar pengetahuan terlihat bahwa kompetensi dasar pengetahuan
masih berada pada kategori cukup. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis dengan
nilai 58,33. Selain itu untuk hasil analisis kompetensi dasar keterampilan berada pada
9

kategori kurang, dengan nilai 41,67. Dari kedua hasil analisis kompetensi terlihat
bahwa keterpaduan pada kompetensi dasar pengetahuan dan keterampilan sudah ada,
namun masih berada pada kategori cukup dan kurang.
Analisis kedua yang dilakukan adalah analisis keterpaduan materi
pembelajaran. Analisis keterpaduan materi dilakukan pada materi pembelajaran yang
terdapat pada buku teks IPA kelas VIII yang digunakan di sekolah. Analisis ini
dilakukan untuk melihat keterpaduan materi pembelajaran yang disajikan di dalam
buku teks IPA yang digunakan di sekolah. Analisis dilakukan dengan metode
penilaian dokumen dengan bantuan lembar analisis. Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan, keterpaduan materi di dalam buku tersebut masih berada pada kategori
kurang. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata dari hasil analisis untuk semester satu adalah
47,92 dan semester dua adalah 52,50. Dari nilai rata-rata tersebut dapat dikatakan
bahwa materi yang disajikan masih terpisah-pisah antara materi Biologi, Fisika, dan
Kimia sehingga masih minim mencerminkan keterpaduan di dalamnya. Disisi lain,
pengaplikasian materi pembelajaran untuk setiap BAB baik dalam kehidupan sehari-
hari, lingkungan, dan teknologi masih kurang.
Analisis ketiga yaitu mengenai keterampilan literasi baru siswa. Analisis ini
dilakukan dengan membagikan lembaran-lembaran soal tentang literasi data, literasi
teknologi, dan literasi manusia. Didalam lembaran tersebut terdapat pertanyaan-
pertanyaan yang dapat menggali kemampuan literasi data, literasi teknologi, dan
literasi manusia siswa. Lembaran soal tersebut dibagikan di dua sekolah, yaitu SMP
N 7 Padang dan SMP N 34 Padang dengan mengambil sampel masing-masing dua
kelas dari kelas VIII. Berdasarkan hasil angket tersebut didapat data bahwa
persentase literasi data siswa 26% berada dalam kategori kurang, literasi teknologi
15% dalam kategori kurang. Kemudian, analisis literasi manusia yang terdiri dari
kemampuan berfikir kritis, kreatif, komunikasi masing-masing memiliki persentase
46% ; 43% ; dan 47 %. berfikir kritis, kreatif, dan komunikasi berada dalam kategori
kurang baik. Jadi, dapat dikatakan bahwa kemampuan literasi baru siswa SMP kelas
VIII masih rendah.
10

Berdasarkan kondisi nyata yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk


mengembangkan modul IPA berbasis TIK. E -modul IPA berbasis TIK yang akan
dikembangkan mengkaji materi yang terpadu dengan menggunakan sebuah tema serta
komponen dari literasi baru siswa. E-modul ini diharapkan menjadi solusi dari
masalah ketersediaan bahan ajar yang mendukung dalam pembelajaran daring.
Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “Pengembangan E-modul IPA Terpadu
terintegrasi model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa
kelas VIII SMP”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini. Sebagai rumusan masalah penelitian
ini adalah “Bagaimana mengembangkan e-modul IPA Terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum yang valid, praktis dan efektif untuk meningkatkan literasi
baru siswa kelas VIII SMP ?”.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat dikemukakan
tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan e-
modul IPA Terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum yang valid, praktis dan
efektif untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP .

D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan


Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah e-modul IPA Terpadu
terintegrasi model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa
kelas VIII SMP. Adapun spesifikasi produknya adalah sebagai berikut:
1. E-modul yang dikembangkan mengacu pada Kurikulum 2013.
2. E-modul yang dikembangkan pada materi kelas VIII SMP Semester satu pada
KD 3.1, KD 3.2 dan KD 3.3.
11

3. E-modul yang dikembangkan mengacu pada Depdiknas 2010 tentang


pengembangan bahan ajar berbasis TIK. Secara umum bahan ajar berbasis TIK
harus memuat: judul, kelas, semester dan identitas penyusun; standar kompetensi
dan kompetensi dasar; indikator pencapaian; materi bahan ajar; latihan soal; uji
kompetensi dan referensi.
4. E-modul yang dikembangkan terintegrasi model pembelajaran kuantum.
5. E-modul yang dikembangkan berisikan komponen keterampilan literasi baru
yang terdiri dari literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.
6. Dalam pengembangan bahan ajar menggunakan software flip pdf corporate.

E. Pentingnya Penelitian
Penelitian pengembangan e-modul IPA Terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP
penting dilakukan untuk:
1. peneliti, sebagai bekal ilmu dalam pengembangan dibidang penelitian dan
pengalaman sebagai calon pendidik serta untuk menyelesaikan studi
kependidikan Pasca Sarjana FMIPA UNP.
2. guru, sebagai alternatif bahan ajar IPA terpadu yang mendukung dalam
pendidikan abad ke 21.
3. siswa, sebagai penunjang dalam pembelajaran daring dan untuk meningkatkan
literasi baru siswa.
4. peneliti lain, sebagai sumber ide dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
5. sekolah, sebagai bahan untuk memperbaiki praktik-praktik pembelajaran agar
menjadi lebih efektif dan efisien sehingga kualitas pembelajaran dapat lebih baik.

F. Asumsi dan Batasan Penelitian


1. Asumsi Penelitian
a. Asumsi merupakan dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir
karena dianggap benar. Asumsi dalam penelitian antara lain adalah sebagai
berikut.
12

b. Siswa di SMP Negeri di kota Padang sudah terbiasa dan mampu menggunakan
alat teknologi informasi seperti komputer, laptop, handphone dan media
elektronik lainnya dengan baik.
c. Jaringan internet di kota Padang bagus sehingga tidak menghalangi guru dan
siswa dalam pemakaian jaringan internet untuk mencari informasi serta
penggunaan jaringan internet untuk proses pembelajaran yang dilakukan secara
online.
2. Batasan Penelitian
Untuk menghasilkan penelitian yang lebih optimal dan terarah, maka
penelitian ini dibatasi pada:
a. Bahan ajar IPA berbasis TIK terintegrasi model kuantum dikembangkan pada
tiga KD dalam pembelajaran IPA kelas VIII Semester satu yaitu KD 3.1, KD 3.2
dan KD 3.3.
b. Komponen literasi baru yang digunakan adalah literasi data, literasi komputer
dan literasi manusia (berfikir kritis, kreativitas dan komunikasi).
c. Kemampuan berkomunikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
kemampuan berkomunikasi secara lisan.

G. Definisi Operasional
Definisi istilah variabel-variabel yang ada pada penelitian sebagai berikut:

1. Bahan ajar berbasis TIK adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan
dengan menggunakan alat bantu TIK untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara
untuk menghasilkan informasi yang berkualitas.
2. Model pembelajaran kuantum adalah model pembelajaran yang terdiri fase– fase
atau tahap–tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa
dapat senang dan nyaman dalam belajar sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif dan diakhir pembelajaran akan diberikan hadiah.
13

3. Literasi baru merupakan keterampilan yang terbentuk dari pemahaman


pengetahuan yang harus dikuasai oleh setiap orang untuk bertahan dan
berkompetisi dalam menghadapi tantangan, permasalahan kehidupan dalam era
digitalisasi pada abad 21.
4. Validitas adalah tingkat kebenaran secara pengetahuan atau dapat dikatakan juga
sebagai tingkat kesesuaian komponen yang terhubung secara konsisten.
5. Praktikalitas adalah tingkatan menarik dan dapat digunakan dari pengguna dan
orang yang ahli.
6. Efektivitas mengacu pada tingkatan pengalaman dan keluaran dari perlakuan
yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
14

BAB II
KERANGKA TEORI

A. Kerangka Teori
1. Bahan Ajar IPA Terpadu
Salah satu sumber belajar menurut depdiknas adalah bahan ajar. Bahan ajar
dalam proses pembelajaran merupakan salah satu perangkat yang penting untuk
mendukung pencapaian kompetensi siswa. Bahan ajar dapat membantu pendidik
dalam menyajikan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Depdiknas
(2008) “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran”. Disisi lain Majid (2012:173)
menjelaskan “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar”. Jadi, bahan ajar
merupakan segala bentuk bahan yang dapat mempermudah guru dalam
menyampaikan pelajaran, dan mempermudah siswa dalam menerima pelajaran,
baik itu dalam bentuk buku ajar, modul, LKS dan lain-lain.
Ada beberapa jenis bahan ajar yang dapat dikembangkan. Bahan ajar yang
dikembangkan tersebut harus sesuai dengan tuntutan kurikulum, sesuai dengan
kondisi lingkungan dan materi pelajaran yang ingin dikembangkan. Bahan ajar
yang telah ada sekarang ini merupakan pembaharuan dari bahan ajar sebelumnya.
Depdiknas (2008 : 12) mengelompokkan bahan ajar menjadi 5 jenis, yaitu:
1) bahan ajar cetak antara lain handout, buku, modul, poster, brosur, lembar kerja
peserta didik, wallchart, photo atau gambar, dan leaflet;
2) bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact
disk audio;
3) bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disk video, film;
4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif, dan bahan ajar berbasis web ( web based learning materials ).
Bahan ajar tentunya perlu disesuaikan dengan kriteria serta kebutuhan
dalam pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran IPA terpadu, maka bahan ajar
15

disesuaikan dengan pelaksanaan pembelajaran. Bahan ajar yang digunakan dalam


pembelajaran IPA dapat menggunakan tema yang dituangkan ke dalam bahan ajar
Bahan ajar disusun dengan suatu tema sebagai pokok bahasan. Tema pada bahan
ajar didukung dengan beberapa sub-sub tema yang kemudian dijadikan sebagai
dasar dalam mengembangkan materi yang terdapat pada bahan ajar.
Selain menyesuaikan dengan proses pembelajaran bahan ajar dapat
disesuaikan juga dengan perkembangan teknologi. Salah satunya adalah bahan
ajar berbasis TIK. Menurut (Depdiknas, 2010), bahan ajar berbasis TIK adalah
bahan ajar yang disusun dan dikembangkan dengan menggunakan alat bantu TIK
untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan
informasi yang berkualitas. Selain itu Mardiansyah (2013) menyatakan bahwa
bahan ajar berbasis TIK adalah bahan ajar yang disusun secara sistematis untuk
mencapai kompetensi serta dikembangkan dengan menggunakan alat bantu TIK.
Dapat disimpulkan bahan ajar berbasis TIK merupakan bahan ajar yang disusun
secara sistematis yang dibuat dengan bantuan alat TIK yang memungkinkan siswa
dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis.
Bahan ajar berbasis TIK memiliki karakteristik berbeda dengan bahan
ajar lainnya. Menurut Sungkowo (2010) karakteristik bahan ajar berbasis TIK
diantaranya adalah 1) memanfaatkan keunggulan komputer; 2) memanfaatkan
teknologi multimedia, sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih menarik; 3)
memanfaatkan teknologi elektronik; 4) menggunakan bahan ajar bersifat mandiri
yang disimpan di komputer sehingga dapat diakses kapan saja dan dimana saja
dan 5) memanfaatkan pertukaran data secara interaktif. Dari uraian tersebut
terlihat bahwa karakteristik bahan ajar berbasis TIK perlu menggunakan alat
bantu berupa alat elektronik. Bahan ajar berbasis TIK tentu memiliki keunggulan
dari bahan ajar lainnya. Keunggulan dari bahan ajar berbasis TIK adalah pertama,
memberikan kemudahan bagi guru untuk menjelaskan hal-hal abstrak. Kedua,
menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Ketiga, dapat digunakan kapan
dan dimanasaja serta tidak terbatas oleh waktu. Tersedianya bahan ajar berbasis
TIK diharapkan pembelajaran menjadi lebih menarik serta kompetensi yang
16

dikuasai siswa dapat meningkat. Dengan dasar itu, pengembangan bahan ajar
bahan ajar berbasis TIK dirasakan sangat penting untuk dilakukan oleh guru.
Penyusunan bahan ajar berbasis TIK memiliki tahapan-tahapan. Tahapan
dalam penyusunan bahan ajar berbasis TIK diawali tahap perencanaan yang
bertujuan dalam menentukan Standar Kompetensi dan Kompetensi. Kedua, tahap
persiapan untuk penentuan materi dan jenis software. Ketiga, tahap penyusunan,
bertujuan untuk menentukan struktur yang terdapat pada bahan ajar. Menurut
Depdiknas (2010) secara umum bahan ajar harus memuat beberapa komponen
yaitu: 1) judul, kelas, semester dan identitas penyusun; 2) kompetensi inti dan
kompetensi dasar; 3) indikator pencapaian; 4) materi bahan ajar; 5) latihan soal; 6)
uji kompetensi dan 7) referensi.

2. Pentingnya E-modul dalam Pembelajaran Jarak Jauh


Pembelajaran jarak jauh adalah ketika proses pembelajaran tidak terjadi
kontak dalam bentuk tatap muka langsung antara peserta didik dan pendidik
(Munir & IT, 2009). Metode yang digunakan dalam pembelajaran jarak jauh
adalah metode daring (dalam jaringan). Metode daring merupakan metode
pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan beberapa platform
(Handarini & Wulandari, 2020). Pembelajaran daring menjadi salah satu alternatif
di tengah pandemi Covid-19 (Sadikin & Hamidah, 2020). Pembelajaran jarak jauh
dan pembelajaran konvensional dapat berjalan secara efektif jika peserta didik
merasa nyaman dan termotivasi dengan adanya komunikasi. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu adanya komunikasi yang baik antara peserta didik dan
pendidik supaya proses pembelajaran menjadi aktivitas yang menyenangkan.
Pembelajaran jarak jauh adalah pembelajaran yang menekankan pada cara
belajar mandiri (self study) (Munir & IT, 2009). Berdasarkan hal tersebut, maka
perlu adanya penyesuaian bahan ajar yang dirancang dapat memfasilitasi peserta
didik dalam belajar mandiri. Salah satu bahan ajar yang dikembangkan oleh
Direktorat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam mendukung pembelajaran
jarak jauh adalah dengan mengembangkan bahan ajar elektronik, misalnya e-
modul,e-book, dll
17

Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis sebagai


suplemen melatih siswa belajar aktif agar dapat menunjang keefektifan
pencapaian pembelajaran. Menurut Khotim et al. (2015) mengungkapkan bahwa
penggunaan modul bertujuan agar proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien
berpusat pada siswa, sedangkan peran guru sebagai fasilitator. Modul merupakan
salah satu media yang mudah karena dapat dipelajari di mana saja dan kapan saja
tanpa harus menggunakan alat khusus (Setyandaru et al., 2017). Modul
merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri
oleh peserta pembelajaran (Febriandika, 2016). Menurut Wijayanti et al. (2016),
modul dianggap lebih efektif dan lebih menarik dalam menyajikan materi, karena
modul mampu membuat siswa lebih cepat menguasai konsep dan mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu, modul juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis jika isi modul mampu memancing siswa dalam
berpikir untuk menganalisis informasi.
Modul dapat dikatakan baik apabila memiliki karakteristik (Depdiknas,
2008) diantaranya: Self instructional (pembalajaran siswa secara mandiri) yaitu
siswa belajar mampu membelajarkan diri sendiri, mandiri, tanpa bantuan pihak
lain atau tidak ketergantungan pada pihak lain. Self contained (isi modul yang
menyeluruh) yaitu seluruh materi yang terdapat pada suatu kompetensi, dan sub
kompetensi tertulis dalam modul secara menyeluruh dan utuh. Stand alone (media
lengkap tanpa bantuan media lain) yaitu modul tidak tergantung pada media lain
dan penggunaan media lain secara bersama-sama. Adaptive (sesuai dengan
perkembangan jaman) yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. User friendly yaitu setiap paparan
informasi dan instruksi dalam modul dapat membantu dan bersahabat terhadap
pemakainya.
Modul semakin berkembang, salah satu adalah adanya modul elektronik.
Modul elektronik merupakan sebuah bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang
disusun secara sistematis didalam unit pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan
pembelajaran tertentu (Puspitasari, 2019). Modul elektronik merupakan
penggabungan istilah modul dalam bentuk bahan ajar elektronik. Penggunaan e
18

modul dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik, interaktif, dapat


dilakukan dimana saja dan kapan saja yang membuat proses pembelajaran lebih
berkualitas (Perdana et al., 2017). E-modul merupakan bagian dari electronic
based e-learning yang memanfaatkan TIK, terutama perangkat yang berupa
elektronik (Damarsasi, 2013). Komputer dan smartphone dapat menjadi sarana
untuk menampilkan e-modul (Lestari, 2015). E-modul diharapkan dapat
membantu dalam pembelajaran daring.

3. Hakikat IPA Terpadu pada Kurikulum 2013

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau
sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata ‘science’ yang
berarti saya tahu. IPA merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang
dapat diuji kebenarannya melalui metode ilmiah (Daryanto, 2014: 190).
Sehubungan dengan ini Wahyana dalam Trianto (2012: 136) juga menjelaskan
“IPA adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis, yang perkembangannya
tidak hanya dari fakta-fakta yang ada tetapi dari metode ilmiah dan sikap ilmiah”.
Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa IPA adalah ilmu
yang sistematis yang dapat diuji kebenarannya, dapat berupa data maupun hasil
percobaan melalui metode ilmiah.
Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusun hipotesis, pengujian
hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan
konsep. Hakikat IPA meliputi empat unsur yaitu sikap, proses, produk, dan
aplikasi. Unsur pertama yaitu sikap, sikap mencerminkan rasa ingin tahu tentang
benda, fenomena alam, dan makhluk hidup. Unsur kedua yaitu proses, proses
merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Unsur ketiga
yaitu produk, unsur produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Unsur terakhir
yaitu aplikasi, unsur aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep
IPA dalam kehidupan sehari-hari (Daryanto, 2014: 190).
Pendidikan IPA sudah diterapkan disekolah sejak pendidikan dasar.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mempelajari
19

dirinya dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkan materi IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dewasa ini
berbentuk IPA terpadu, tujuannya yaitu 1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran; 2) meningkatkan minat belajar dan motivasi belajar siswa; 3) hasil
belajar yang dapat dicapai (Daryanto, 2014: 192).
IPA Terpadu bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri tetapi terdiri dari
satu kesatuan antar bidang ilmu, sehingga ilmu tersebut dapat teruji secara utuh.
Pembelajaran IPA disekolah disajikan sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, artinya siswa tidak belajar ilmu Fisika, Biologi, dan Kimia secara
terpisah sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan semua digabung
dalam kesatuan”. Pembelajaran IPA Terpadu dalam kurikulum 2013
mengutamakan keterpaduan antara materi Biologi, Fisika dan Kimia.
Pembelajaran IPA Terpadu yaitu pembelajaran yang menggabungkan,
memadukan dan mengintegrasikan pembelajaran IPA dalam satu kesatuan yang
utuh. Pengimplementasian pembela-jaran IPA terpadu ini diharapkan materi IPA
yang terpisah-pisah dalam beberapa bagian diajarkan secara terpadu dan dalam
satu kesatuan yaitu IPA Terpadu.
Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang menggabungkan,
memadukan, dan mengintegrasikan pembelajaran IPA dalam satu kesatuan
(Nuroso & Siswanto, 2012). Materi yang disajikan telah dipadukan antara materi
Fisika, Kimia, dan Biologi dalam satu pembahasan materi. Pembelajaran terpadu
memungkinkan siswa untuk belajar secara efektif dan menggunakan kreativitas
mereka melalui integrasi yang didasarkan pada keterkaitan berbagai bidang studi
(Yildiz et al., 2017). Melalui pembelajaran IPA siswa juga diharapkan dapat
mengaplikasikan konsep sains pada kehidupan sehari-hari dan menjelaskan secara
ilmiah fenomena alam yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

4. Model Pembelajaran Kuantum


a. Pengertian Model Kuantum
Model-model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam
upaya mengoptimalkan prestasi belajar siswa salah satunya adalah model
20

pembelajaran Quantum (Quantum Teaching). Kata Quantum pada awalnya


digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan ilmu kimia dan fisika. Namun
kata Quantum dalam pengajaran dikenal dengan Quantum Teaching atau model
pembelajaran Quantum yang digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Tokoh utama dibalik pembelajaran Quantum adalah DePorter, yang
menyatakan bahwa model pembelajaran Quantum (Quantum Teaching)
merupakan penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang
menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen
belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-interaksi
yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar (Wena, 2009:160). Hal
ini sejalan dengan pendapat Kosasih dan Sumarna (2013:76) yang juga
menyatakan bahwa pembelajaran Quantum merupakan model pembelajaran yang
menyenangkan serta menyertakan segala dinamika yang menunjang keberhasilan
pembelajaran itu sendiri dan segala keterkaitan, perbedaan, interaksi, serta aspek-
aspek yang dapat memaksimalkan momentum untuk belajar.
Pembelajaran Quantum dapat membuat belajar sebagai proses yang
menyenangkan dan bermanfaat. Dalam melaksanakan pembelajaran Quantum,
guru harus mampu menjadikan proses belajar sebagai kegiatan yang menarik dan
menyenangkan bagi siswa, mengoptimalkan segala interaksi antara guru dan
siswa selama proses pembelajaran demi mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
Guru bisa memilih berbagai metode belajar yang diinginkan, menggunakan media
belajar yang menarik dan sesuai dengan materi yang diajarkan demi tercapainya
kesuksesan peserta didik dalam belajar.
Pembelajaran Quantum juga memberdayakan seluruh potensi dan
lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar merupakan suatu yang
menyenangkan dan bukan merupakan suatu yang memberatkan. Dalam
pembelajaran Quantum, faktor lingkungan dan kemampuan peserta didik
memiliki posisi yang sama-sama penting. Leasa dan Ernawati (2013:169)
menyatakan pembelajaran Quantum merupakan suatu cara pandang baru yang
memudahkan proses belajar siswa dengan pengubahan belajar yang meriah
dengan segala nuansa yang ada di dalam dan di sekitar situasi lingkungan belajar
21

melalui interaksi yang ada di sekitar kelas. Pendapat serupa juga dikemukakan
oleh Hamdayana (2014:72) yang menyatakan bahwa model pembelajaran
Quantum merupakan model pembelajaran yang berupaya memadukan
(mengintegrasikan, menyinergikan, mengelaborasikan) faktor potensi-diri
manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks
pembelajaran. Penataan situasi lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik
maupun mental sangat dibutuhkan demi menunjang keberhasilam pembelajaran.
Dengan demikian peserta didik mendapatkan langkah awal yang efektif untuk
mengatur pengalaman belajarnya.
Pembelajaran Quantum merupakan kiat, petunjuk, dan seluruh proses
pembelajaran yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat siswa, yang
paling utama adalah membuat belajar sebagai suatu kegiatan/proses yang
menyenangkan dan bermanfaat. Model pembelajaran Quantum ini merupakan
pembelajaran yang dapat menimbulkan motivasi pada siswa dan dapat
meningkatkan prestasi belajar peserta didik (Kosasih dan Sumarna, 2013:91).
Penerapan model pembelajaran Quantum dapat menjadikan suatu proses
pembelajaran yang lebih bermakna sehingga peserta didik dapat memahami
materi yang diajarkan.
Pembelajaran Quantum dapat dipandang sebagai model pembelajaran
yang ideal untuk diterapkan karena memungkinkan peserta didik dapat belajar
secara optimal. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran Quantum dapat meningkatkan motivasi belajar,
meningkatkan skor/nilai, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan harga
diri, dan melanjutkan penggunaan keterampilan (Wena, 2009:167). Hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran Quantum adalah salah satu model
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dari beberapa
teori yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Quantum (Quantum Teaching) merupakan desain suatu proses pembelajaran yang
menyenangkan, menciptakan interaksi yang edukatif antara guru dengan siswa
serta mengoptimalkan lingkungan belajar yang efektif (fisik dan mental) dalam
pembelajaran.
22

b. Prinsip Model Pembelajaran Kuantum


Menurut DePorter (2013: 48), Prinsip-prinsip pembelajaran quantum
memiliki lima prinsip, atau kebenaran tetap, serupa dengan asas utama
pembelajaran quantum “Bawalah dunia mereka ke dalam dunia kita, dan antarkan
dunia kita ke dalam dunia mereka”. Prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek
pembelajaran quantum, prinsip tersebut adalah:
1) Segalanya Berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru (tatapan mata,
gerakan tangan dan sebagainya), kertas yang dibagikan, rancangan pelajaran, alat
bantu mengajar semuanya mengirim pesan tentang belajar.
2) Segalanya Bertujuan
Semua yang terjadi dalam pengetahuan anda mempunyai tujuan
semuanya.
3) Pengalaman sebelum Pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang
akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh
nama untuk apa yang mereka pelajari.
4) Akui Setiap Usaha
Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari
kenyamanan. Pada saat mengambil langkah ini, mereka patut mendapatkan
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik
mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kuantum
Menurut DePorter, Reardon dan Nourie (2001: 88) dalam melakukan
langkah-langkah pembelajaran quantum learning dengan enam langkah yang
tercermin dalam istilah TANDUR, yaitu sebagai berikut:
23

1) T = Tumbuhkan, tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa


ingin tau siswa dalam bentuk Apakah Manfaatnya BAgiku (AMBAK).
Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, dalam suasana relaks,
tumbuhkan interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan
bawalah alam pikiran mereka ke alam pikiran anda, yakinlah siswa mengapa
harus mempelajari ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan
suatu keharusan.
2) A = Alami, unsur alami akan mendorong hasrat alami otak untuk
“menjelajah”. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat
dimengerti semua siswa.
3) N = Namai, setelah siswa melalui pengamatan belajar pada kompetensi dasar
tertentu, mereka kita ajak untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang
telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus, pemikiran, tempat, dan
sebagainya.
4) D = Demonstrasikan, setelah siswa mengalami belajar akan sesuatu, beri
kesempatan kepada mereka untuk mendemonstrasikan kemampuannya,
karena siswa akan mampu mengingat 90% jika siswa itu mendengar, melihat
dan melakukannya. Melalui pengalaman belajar siswa akan mengerti dan
mengetahui bahwa dia memiliki kemampuan dan informasi yang cukup.
5) U = Ulangi, pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa
“Aku tahu bahwa aku tahu ini!”, sehingga siswa akan teringat apa yang sudah
disampaikan.
6) R = Rayakan, perayaan adalah ekspresi dari kelompok seseorang yang telah
berhasil mengerjakan suatu tugas atau kewajiban dengan baik. Maka sudah
selayaknya jika siswa sudah mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan
baik untuk dirayakan dengan bertepuk tangan. Berikut adalah sintaks yang
akan digunakan oleh peneliti untuk menerapkan model pembelajaran
quantum learning.
24

Tabel 1. Sintaks Model Quantum Learning

No Fase-fase Kegiatan Pembelajaran

1 Tahap I: Tumbuhkan Guru menyampaikan tujuan


pembelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
kepada siswa dengan cara memberikan
pemahaman tentang “Apa Manfaat
Bagiku” (AMBAK) Siswa diharapkan
optimis dan senang untuk mengikuti
proses pembelajaran

2 Tahap II: Alami Guru memberikan kesempatan kepada


siswa untuk memperoleh pengalaman-
pengalaman umum yang dapat
dimengerti oleh mereka. Memberikan
pengalaman baru pada siswa dengan
cara menentukan rumus. Hal ini dapat
menciptakan kerjasama antar siswa dan
memberikan kebebasan siswa untuk
berfikir. Guru juga menyediakan
Emodul untuk membantu siswa dalam
menentukan rumus.

3 Tahap III: Namai Guru membimbing siswa untuk


mengumpulkan informasi, dengan
adanya bimbingan akan lebih
memudahkan siswa dalam mengingat
atau menghafal materi yang telah
diberikan

Tahap IV: Guru menyuruh siswa untuk


mempresentasikan materi yang akan
Demonstrasikan disampaikan. Tujuannya agar siswa
memahami dan “menunjukkan bahwa
mereka tahu

Tahap V: Ulangi Guru memberikan koreksi atau evaluasi


tentang materi yang telah dipelajari,
memberikan kesempatan pada siswa
untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan yang dilontarkan oleh
sisiwa.

Tahap VI: Rayakan Jika layak dipelajari maka layak pula


dirayakan. Maksudnya setiap
keberhasilan siswa dalam pelajaran
25

harus dapat pengakuan dari seorang


guru atas keberhasilannya dengan
memberikan sesuatu sebagi reward.
Dapat berupa pujian atau tepuk tangan.

(DePorter, 2001: 10)

d. Keuntungan dan Kelemahan Model Pembelajaran Quantum Learning

1) Keuntungan Model Pembelajaran Quantum Learning


Menurut Shoimin (2014: 145) model quantum learning memiliki keuntungan
sebagai berikut:
a) Dapat membimbing peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu
saluran pikiran yang sama.
b) Karena quantum learning lebih melibatkan siswa, saat proses pembelajaran
perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh
guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti.
c) Karena gerakan dan proses dipertunjukkan maka tidak memerlukan
keterangan-keterangan yang banyak.
d) Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.
e) Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan, antara teori dengan
kenyataan, dan dapat mencoba melakukannya sendiri.
f) Karena model pembelajaran quantum learning membutuhkan kreativitas dari
seorang guru untuk merangsang keinginan bawaan siswa untuk belajar, secara
tidak langsung guru terbiasa untuk berfikir kreatif setiap harinya.
g) Pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimengerti oleh
siswa.

2) Kelemahan Model Pembelajaran Quantum Learning

Menurut Huda (2013: 196) pembelajaran quantum tidak berarti lepas dari
beberapa kelemahan, antara lain:
a) Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih khusus.
b) Memerlukan proses perancang dan persiapan pembelajaran yang cukup
matang dan terancang dengan cara yang lebih baik.
26

c) Tidak semua kelas memiliki sumber belajar, alat belajar, dan fasilitas yang
dijadikan prasyarat dalam Quantum Learning, selain juga karena
pembelajaran ini juga menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih
banyak.

5. Literasi Baru
Literasi atau dalam bahsa inggris literacy merupakan landasan untuk
kegiatan belajar sepanjang hayat. Hal ini sangat penting untuk pembangunan
sosial dan manusia demi meningkatkan kemampuan agar dapat merubah hidup ke
arah yang lebih baik. Semula literasi hanya diartikan sebagai kemelek-hurufan.
Namun hal ini merupakan persepsi yang salah. Mengartikan literasi sebagai
kemelek-hurufan dapat berakibat pada terjadinya anomali melek huruf. Dimana
yang dimaksudkan melek huruf adalah hanya berkisar pada kemampuan baca tulis
secara harfiah dan teknis. Bukan secara budaya dan mendalam. Oleh karena itu
literasi lebih sesuai diartikan sebagai keberaksaraan. Seperti halnya yang
dikatakan oleh Irkham dalam Gong (2012) bahwa literasi adalah keberaksaraan.
Jadi literasi memiliki makna dan implikasi dari keterampilan membaca dan
menulis dasar ke pemerolehan dan manipulasi pengetahuan melalui teks tertulis,
dari analisis metalinguistik unit gramatikal ke struktur teks lisan dan tertulis, dari
dampak sejarah manusia ke konsekuensi filosofis dan sosial pendidikan barat
(Goody & Watt, 1963). Bahkan perubahan evolusi manusia merupakan dampak
dari pemikiran literasi (Donald, 1991).
Dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 atau era disrupsi diperlukan
literasi baru selain literasi lama. Literasi lama yang ada saat ini digunakan sebagai
modal untuk berkiprah di kehidupan masyarakat. Literasi lama mencakup
kompetensi membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Sedangkan literasi baru
(new literacy) yaitu literasi data, teknologi dan SDM (Ibda, 2018). Pernyataan
yang sama oleh Wardana (2018) yang menyatakan bahwa literasi baru mencakup
literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Ketiga komponen literasi ini
digunakan untuk menjawab tantangan revolusi industri 4.0.
27

Literasi baru mencakup literasi data, literasi teknologi, dan literasi


manusia. Literasi data terkait kemampuan membaca, menganalisis, membuat
konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data). Literasi teknologi
terkait kemampuan memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi dan bekerja
berbasis produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal. Literasi manusia
terkait kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif,dan inovatif
(Rozak, 2018). Literasi data merupakan kemampuan untuk membaca,
menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital. Literasi teknologi
berkenaan dengan kemampuan untuk menguasai dan menerapkan teknologi dalam
bidang tertentu. Disisi lain, literasi manusia diarahkan pada peningkatan
kemampuan berkomunikasi dan ilmu desain.
Literasi manusia terdiri dari tiga yaitu kemanusiaan, komunikasi dan
desain. Kemanusiaan artinya keperdulian terhadap sesama dan memiliki sikap
sosial yang tinggi. Komunikasi berkaitan dengan menjalin hubungan sesama
manusia sehingga dapat bekerjsama satu sama lain. Desain artinya kemampuan
seseorang dalam merancang tampilan sehingga memiliki nilai (Joenaidy, 2019).
Dengan kata lain literasi manusia berkaitan dengan kemampuan komunikasi,
kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Literasi baru perlu diberikan dalam
pembelajaran untuk menciptakan lulusan yang kompetitif.

6. Kriteria Kualitas Generik E-modul


Jenis aplikasi pembelajaran yang digunakan sebagai media penunjang
kegiatan pembelajaran dalam pendidikan berupa software (perangkat lunak), salah
satunya adalah elektonik modul (e-modul). Pengembangan perangkat lunak pada
umumnya, pengembangan aplikasi pembelajaran membutuhkan beberapa kriteria
pengembangan untuk mengukur dan mengevaluasi kelayakan perangkat lunak
tersebutditinjau dari beberapa hal. Kriteria pengembangan aplikasi pembelajaran
juga mengacu pada pengembangan bahan ajar. Kriteria pengembangan e-modul
menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional
(2010) adalah sebagai berikut:
28

1) Tinjauan Mata Pelajaran yang mendeskripsikan keutuhan isi mata pelajaran


yang terdiri atas SK dan KD, peta kempetensi, silabus, penjelasan materi,
manfaat mata pelajaran, cara mempelajari.
2) Pedoman Mempelajariyang memuat kelengkapan pedoman: indeks, senarai
istilah, daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar.
3) Kandungan Konsepyang benar dan sesuai dengan silabus.
4) Materi harus disajikan secara sistematik dengan contoh variatif dan relevan
dengan tugas guru.
5) Bantuan Belajaryang memuat tanda-tanda, petunjuk, penegasan, symbol,
rumus secara proporsional dan konsisten.
6) Tampilanterutama bentuk dan ukuran font tepat, ukuran ilustrasi proporsional
dan konsisten, serta tata letak baik.
7) Bahasa yang digunakan harus komunikatif dan tidak menimbulkan penafsiran
ganda, penggunaan kalimat yang sederhana sangat disarankan.
8) Ilustrasiyang mendukung penjelasan konsep, jumlahnya proporsional,
letaknya tepat, dandilengkapi keterangan (caption).
9) Latihan, tes formatif, dan umpan balik di setiap akhir bahasan yang dapat
mengukur semua kompetensi, disusun dari yang mudah ke yang sukar,
dilengkapi dengan petunjuk mengerjakan yang jelas, dan kunci jawaban yang
dapat memberikan umpan balik.
10) Rujukan relevan, mutakhir, dan penulisan yang konsisten
Wahono (2006) menambahkan bahwa kriteria pengembangan aplikasi
pembelajaran dapat berupa e-modul adalah sebagai berikut:
1) Aspek Rekayasan Perangkat Lunak
a) Reliable. Kehandalan media pembelajaran saat digunakan.
b) Efisien dan efektif dalam pengambangan media pembelajaran maupun pada
penggunaannya.
c) Maintainable (kemudahan dalam pengelolaan). Media pembelajaran dapat
digunakan dengan mudah dan komunikatif.
d) Usability (penggunaan dan pengoperasian yang mudah).
29

e) Pemilihan jenis aplikasi/perangkat lunak/tools yang tepat untuk


pengembangan.
f) Kompabilitas (media pembelajaran dapat diinstal atau dijalankan pada
berbagai perangkat keras dan perangkat lunak yang ada dengan mudah).
g) Pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah pada
pengeksekusiannya.
h) Dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap meliputi; petunjuk
instalasi (jelas, singkat, dan lengkap), trouble shooting(jelas, terstruktur, dan
antisipatif), desain program (jelas, menggambarkan alur kerja program)
i) Reusable (seluruh atau sebagian program media pembelajaran dapat
digunakan atau dimanfaatkan kembali guna mengembangkan media
pembelajaran lain atau penyempurnaan media pembelajaran)
2) Aspek Desain Pembelajarana)
a) Kejelasan tujuan pembelajaran
b) Relevansi tujuan pembelajaran dengan SK/KD/Kurikulum yang bersangkutan
c) Cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran
d) Ketepatan penggunaan strategi pembelajaran
e) Interaktivitas yang baik
f) Pemberian motivasi belajar
g) Kontekstualitas dan aktualitas
h) Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar
i) Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran
j) Kedalaman materi
k) Dapat dipahami dengan mudah
l) Sistematis, alur logikanya jelas
m) Kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, dan latihan
n) Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran
o) Ketepatan dan ketetapan alat evaluasi
p) Pemberian umpan balik terhadap hasil evaluasi
30

3) Aspek Komunikasi Visual


a) Komunikatif (materi dan pesan yang disampaikan dapat diterima)
b) Kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan
c) Sederhana dan menarik
d) Audio
e) Visual(layout design, typography, warna)
f) Animasi (media bergerak)
g) Layout Interactive(ikon navigasi)
Karakteristik tersebut merupakan hal yang wajib diterapkan sesuai
dengan kebutuhan pengembangan agar e-modul yang dikembangkan termasuk e-
modul yang baik. Karakteristik pengembangan e-modul ini digunakan sebagai
pedoman untuk menyusun instrumenguna menilai e-modul yang dikembangkan.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian relevan pertama dengan penelitian ini adalah tentang
pengembangan bahan ajar IPA terpadu tematik. Penelitian ini dilakukan oleh
Afradical (2018) yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Sains Terpadu
Tematik Untuk Meningkatkan Kecerdasan Kuantum Dan Literasi Saintifik Siswa
SMP Kelas VIII”. Hasil penelitian ini menghasilkan bahan ajar sains terpadu
tematik yang sangat valid, sangat praktis dan efektif untuk digunakan.
Penelitian relevan kedua berkaitan dengan bahan ajar berbasis ICT yang
digunakan dalam pembelajaran daring saat ini. Penelitian yang berjudul
“Peningkatan Kemandirian dan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui Implementasi
E-Modul Interaktif IPA Terpadu Tipe Connected Pada Materi Energi SMP/MTs.”
Penelitian ini dilakukan oleh Linda dkk (2021). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Implementasi e-modul interaktif tipe connected pada mata pelajaran IPA
Terpadu materi energi untuk kelas VII SMP/MTs dapat meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik.
Penelitian relevan ketiga berkaitan dengan bahan ajar IPA terpadu
terintegrasi literasi baru. Penelitian ini dilakukan oleh Asrizal (2020) mengenai
“Studi Pendampingan Pengembangan Bahan Ajar Tematik Terintegrasi Literasi
31

Baru dan Literasi Bencana Pada Guru IPA Kabupaten Agam.” Hasil yang
diperoleh Nilai rata-rata tertinggi dari aspek literasi baru adalah berkomunikasi,
sedangkan nilai rata-rata terendah adalah berpikir kreatif. Integrasi kerjasama dan
komunikasi dalam LKS sudah berada dalam kategori sangat baik. Integrasi literasi
data dan literasi teknologi dalam LKS IPA tematik berada dalam kategori baik.
Disisi lain, integrasi berpikir kritis dan berpikir kreatif masih berada pada
kategori kurang. Nilai rata-rata integrasi dari kelima aspek literasi baru adalah
70.5. Nilai rata-rata ini dapat diklasifikasikan kedalam kategori baik.
Penelitian relevan keempat berkaitan tentang bahan ajar IPA dengan model
pembelajaran kuantum. Penelitian yang dilakukan oleh Mitra dan Asrizal (2019)
dengan judul “Pengembangan LKS IPA Berorientasi Model Pembelajaran
Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan Sistem Pencernaan
Untuk Siswa Kelas VIII SMP.” Hasil dari Penggunaan LKS IPA berorientasi
model pembelajaran kuantum adalah efektif untuk meningkatkan kompetensi
pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.

C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai pemberian ilmu dari yang
tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran juga terjadi serangkaian
interaksi. Interaksi ini dapat terjadi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa,
siswa dengan sumber belajar sehingga siswa dapat meningkatkan kompetensi
sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 yakni kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Tujuan dari proses pembelajaran akan tercapai dengan menerapkan
strategi ataupun metode dan bahan ajar. Hal ini didukung dengan dibutuhkannya
berbagai keterampilan dalam menghadapi perkembangan zaman seperti saat
sekarang ini. Pada saat sekarang ini kehidupan tidak terlepas dengan alat digital.
Segala kegiatan dan aktivitas didukung dengan alat-alat digital. Oleh sebab itu
siswa harus memiliki keterampilan yang dapat menjadikan mereka sukses di
dalam pembelajaran dan di dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan pembelajaran IPA di sekolah dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan dalam pembelajaran IPA didasari dengan kajian dalam bidang IPA
32

yang sangat dekat dengan kehidupan siswa. Pembelajaran disajikan dengan


mengaitkan dengan kehidupan siswa. Hal ini menjadi alasan diperlukannya model
pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat siswa yang saat ini berada
dalam kondisi pandemi covid 19 yang menakutkan. Model pembelajaran kuantum
dapat digunakan dalam pembelajaran IPA karena model ini menyenangkan,
sehingga dapat menyenangkan suasana belajar siswa.
Berdasarkan tuntutan kurikulum 2013 dan pelaksanaan pembelajaran
IPA maka dibutuhkan cara untuk mencapai hal tersebut. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah menyempurnakan perangkat pembelajaran dengan
menyediakan bahan ajar yang dapat digunakan di dalam proses pembelajaran
untuk mendukung kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa. Bahan
ajar yang sesuai dengan perkembangan zaman seperti saat sekarang ini adalah
bahan ajar berbasis TIK. Bahan ajar berbasis TIK merupakan bahan ajar yang
disusun dengan bantuan alat TIK. Selain itu, salah satu keterampilan yang harus
dimiliki oleh siswa di abad 21 ini adalah keterampilan abad 21.
E-modul IPA dan model pembelajaran kuantum dapat dijadikan satu
kesatuan. Maka dilakukanlah pengembangan e-modul IPA terintegrasi model
pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa. Sebelum di
gunakan di dalam proses pembelajaran, e-modul IPA terintegrasi model
pembelajaran kuantum diuji kelayakannya. Uji kelayakan ini disebut dengan uji
validitas yang dilakukan oleh ahli. Komponen penilaian terdiri dari substansi
materi, desain pembelajaran, tampilan atau komunikasi visual dan penggunaan
software dalam pengembangan produk. Setelah dilakukan penilaian dari
komponen tersebut akan didapatkan e-modul IPA terintegrasi model pembelajaran
kuantum yang valid.
Langkah yang dilakukan setelah didapatkan e-modul IPA terintegrasi
model pembelajaran kuantum yang valid, maka dilakukan uji praktikalitas. Uji
praktikalitas dilakukan kepada guru dan siswa. Komponen dalam uji praktikalitas
terdiri dari dapat digunakan (usable), mudah digunakan (easy to use), menarik
(appealing), dan efisien (cost effective). Penilaian praktikalitas ini bertujuan untuk
33

mendapatkan e-modul IPA terintegrasi model pembelajaran kuantum yang


praktis.
E-modul IPA terintegrasi model pembelajaran kuantum yang valid dan
praktis dapat layak diuji cobakan di dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan
untuk melihat efektivitas dari penggunaan e-modul IPA terintegrasi model
pembelajaran kuantum. E-modul IPA terintegrasi model pembelajaran kuantum
dikatakan efektif apabila terdapat peningkatan pada keterampilan literasi baru
siswa. Secara ringkas kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut.
34

Pembelajaran dalam
Kurikulum 2013

Pembelajaran IPA Terpadu

Perangkat Proses Pembelajaran


Pembelajaran

Bahan Ajar

E-modul IPA Terintegrasi


Model Pembelajaran
Kuantum

Pembelajaran
menggunakan E-modul
Uji Validitas
IPA Terintegrasi Model
Pembelajaran Kuantum

Substansi materi, desain


pembelajaran, tampilan
dan penggunaan Uji Praktikalitas Uji Efektivitas
software dinyatakan
valid

dapat digunakan, Pengetahuan,


E-modul IPA Terintegrasi mudah digunakan, sikap dan
Model Pembelajaran menarik dan keterampilan
Kuantum valid efisien literasi baru

E-modul IPA E-modul IPA


Terintegrasi Model Terintegrasi
Pembelajaran Model
Kuantum praktis Pembelajaran
Kuantum efektif

Gambar 2. Kerangka Berfikir


35

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Model
pengembangan yang diterapkan yaitu model 4D. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengembangkan e-modul IPA Terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum
untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP. Hal yang diharapkan dari
penelitian ini yaitu sebuah e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa yang valid, praktis dan efektif.
Adanya e-modul ini diharapkan dapat membantu guru dan siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran daring dalam masa pandemi covid 19 ini.

B. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
penelitian Model pengembangan 4D terdiri dari enam tahapan. Tahapan tersebut
terdiri dari define, design, develop, dan Disseminate. Langkah – langkah
penelitian pengembangan dengan model 4D adalah sebagai berikut.

1. Tahap Define (Pendefinisian)


Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan
analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang
berbedabeda.
Secara umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan analisis
kebutuhan pengembangan, syarat-syarat pengembangan produk yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna serta model penelitian dan pengembangan (model R
& D) yang cocok digunakan untuk mengembangkan produk. Analisis bias
dilakukan melalui studi literatur atau penelitian pendahuluan. Thiagrajan (1974)
menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap define yaitu:
36

a. Analisis awal dan akhir


Analisis awal dan akhir bertujuan untuk menentukan masalah yang
dihadapi dalam kegiatan pembelajaran sehingga diperlukan pengembangan e-
modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan
literasi baru siswa. Analisis awal dan akhir ini dilakukan dengan menganalisis
kurikulum dan kesediaan bahan ajar IPA terpadu yang ada di sekolah. Kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum 2013. Analisis kurikulum dilakukan untuk
melihat bagaiman kegiatan pembelajaran yang diharapkan pada kurikulum 2013
sudah berjalan secara maksimal atau belum. Analisis bahan ajar IPA terpadu
dilakukan dengan menganalisis bahan ajar yang digunakan oleh guru dalam
mengajar kemudian diobservasi dengan melihat adanya komponen Fisika,
Biologi, Kimia dan aplikasi teori dalam satu topik materi pelajaran.

b. Learner analysis
Pada penelitian ini dilakukan analisis karakteristik peserta didik. Seperti
layaknya seorang guru akan mengajar, guru harus mengenali karakteristik peserta
didik yang akan menggunakan bahan ajar. Hal ini penting karena semua proses
pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Uno (2010)
menyatakan bahwa karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi
pembelajaran. Setiap siswa memiliki keunikan. Dalam hal ini seorang guru harus
mampu memahami potensi dan keberagaman siswa, sehingga dapat mendesain
strategi belajar yang sesuai dengan keunikan masing-masing siswa. Maka dari itu
seorang guru perlu melakukan analisis karakteristik siswa dalam merencanakan
sebuah proses pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pengembangan bahan ajar, karakteristik peserta
didik perlu diketahui untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan
akademiknya, misalnya: apabila tingkat pendidikan peserta didik masih rendah,
maka penulisan bahan ajar harus menggunakan bahasa dan kata-kata sederhana
yang mudah dipahami. Apabila minat baca peserta didik masih rendah maka
bahan ajar perlu ditambah dengan ilustasi gambar yang menarik supaya peserta
didik termotivasi untuk membacanya.
37

c. Task analysis
Pendidik menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta
didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal. Tugas yang
diberikan untuk menilai kemampuan pengetahuan dan keterampilan siswa.
Keterampilan siswa tersebut berupa literasi baru.
d. Concept analysis
Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah
yang akan dilakukan secara rasional. Analisis konsep dilakukan dengan cara
mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih
materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis. Materi
pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum
yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran.
Sasaran tersebut harus sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh siswa. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan
pembelajaran hendaknya benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi
dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator.
Sesuai tuntutan kurikulum 2013 yang menyatakan pembelajaran IPA
harus dilaksanakan secara terpadu, maka dalam mendukung hal tersebut
dibutuhkan penyajian materi yang terpadu pada bahan ajar yang digunakan. Untuk
mendapatkan gambaran mengenai keterpaduan materi pada bahan ajar yang
digunakan maka dilakukanlah analisis keterpaduan materi pembelajaran. Analisis
ini dilakukan menggunakan lembar analisis keterpaduan materi. Analisis ini
bertujuan untuk meninjau keterpaduan materi pembelajaran pada buku teks IPA
kelas VIII dari aspek Fisika, Kimia, Biologi dan penerapan dalam kehidupan.
e. Specifying instructional objectives
Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan
setelah belajar dengan kata kerja operasional.
Tahapan-tahapan define yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari
analisis empat analisis. Analisis tersebut terdiri dari analisis kompetensi dasar,
analisis karakteristik siswa, analisis keterpaduan materi pembelajaran, analisis
literasi baru siswa dengan penjelasan sebagai berikut.
38

a. Analisis kompetensi dasar


Analisis kompetensi dasar merupakan analisis yang sangat diperlukan
sebelum mengembangkan produk. Analisis kompetensi dasar akan
memperlihatkan kesenjangan dari yang diharapkan terhadap kenyataan. Analisis
kompetensi dasar ditinjau dari dua bagian, yaitu: analisis kompetensi dasar pada
pengetahuan dan analisis kompetensi dasar pada keterampilan. Analisis
kompetensi dasar ini dilakukan menggunakan lembar analisis kompetensi dasar
pada pembelajaran IPA kelas VIII SMP.
b. Merumuskan tujuan pembelajaran
Sebelum menyusun bahan ajar, tujuan pembelajaran dan kompetensi
yang akan diajarkan perlu dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk
membatasi sejauh mana pengembangan modul akan dilakukan, selain itu berguna
sebagai rambu-rambu agar dalam penelitian tidak menyimpang dari tujuan awal
pada saat menulis bahan pembelajaran.
c. Analisis karakteristik peserta didik
Seperti layaknya seorang guru akan mengajar, guru harus mengenali
karakteristik peserta didik yang akan menggunakan bahan ajar. Hal ini penting
karena semua proses pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik. Uno (2010) menyatakan bahwa karakteristik siswa merupakan salah satu
variabel dari kondisi pembelajaran. Setiap siswa memiliki keunikan. Dalam hal
ini seorang guru harus mampu memahami potensi dan keberagaman siswa,
sehingga dapat mendesain strategi belajar yang sesuai dengan keunikan masing-
masing siswa. Maka dari itu seorang guru perlu melakukan analisis karakteristik
siswa dalam merencanakan sebuah proses pembelajaran
Dalam kaitannya dengan pengembangan bahan ajar, karakteristik peserta
didik perlu diketahui untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan
akademiknya, misalnya: apabila tingkat pendidikan peserta didik masih rendah,
maka penulisan bahan ajar harus menggunakan bahasa dan kata-kata sederhana
yang mudah dipahami. Apabila minat baca peserta didik masih rendah maka
bahan ajar perlu ditambah dengan ilustasi gambar yang menarik supaya peserta
didik termotivasi untuk membacanya.
39

d. Analisis keterpaduan materi pembelajaran


Analisis materi dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi utama
yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan
menyusunnya kembali secara sistematis. Materi pembelajaran menempati posisi
yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum yang harus dipersiapkan agar
pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai
dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa.
Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya benar-
benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta
tercapainya indikator.
Sesuai tuntutan kurikulum 2013 yang menyatakan pembelajaran IPA
harus dilaksanakan secara terpadu, maka dalam mendukung hal tersebut
dibutuhkan penyajian materi yang terpadu pada bahan ajar yang digunakan. Untuk
mendapatkan gambaran mengenai keterpaduan materi pada bahan ajar yang
digunakan maka dilakukanlah analisis keterpaduan materi pembelajaran. Analisis
ini dilakukan menggunakan lembar analisis keterpaduan materi. Analisis ini
bertujuan untuk meninjau keterpaduan materi pembelajaran pada buku teks IPA
kelas VIII dari aspek Fisika, Kimia, Biologi dan penerapan dalam kehidupan.
e. Analisis Literasi Baru Siswa
Analisis literasi baru siswa dilakukan untuk mendapatkan gambaran
awal mengenai literasi baru siswa. Analisis literasi baru siswa ini dilakukan
dengan meminta siswa mengerjakan tugas dengan hasil yang diperoleh jawaban
siswa terkait dengan komponen literasi baru dan video presentasi yang diselidiki.
Jawaban dan video presentasi yang diberikan siswa kemudian dinilai
menggunakan lembar penilaian literasi baru yang terdiri dari literasi data, literasi
teknologi dan literasi manusia. Komponen literasi manusia terdiri dari berpikir
kritis, kreativitas dan kemampuan berkomunikasi.

2. Design (Perancangan)
Dalam tahap ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan. Thiagarajan
(1974: 7) membagi tahap design dalam empat kegiatan, yaitu: constructing
40

criterion-referenced test, media selection, format selection, initial design.


Kegiatan yang dilakukan pada tahap tersebut antara lain:
a. Menyusun tes kriteria, sebagai tindakan pertama untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik, dan sebagai alat evaluasi setelah
implementasi kegiatan.
b. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik
peserta didik.
c. Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media
pembelajaran yang digunakan. Bila guru akan menggunakan media audio
visual, pada saat pembelajaran tentu saja peserta didik disuruh melihat dan
mengapresiasi tayangan media audio visual tersebut.
d. Mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-langkah
pembelajaran yang telah dirancang. Pada saat simulasi pembelajaran
berlangsung, dilaksanakan juga penilaian dari teman sejawat.

Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal


(prototype) atau rancangan produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap
ini dilakukan untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan kerangka isi
hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan model
pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual
model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan
mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut dalam
lingkup kecil. Tahapan perancangan pada penelitian ini dilakukan untuk membuat
modul atau bahan ajar yang sesuai dengan kerangka isi hasil tahapan
pendefinisian yang telah dilakukan sebelumnya.

3. Develop (pengembangan)
Tahap pengembangan dilakukan untuk menilai rancangan produk. Pada
penelitian ini produk yang dirancang adalah produk berupa E-modul IPA terpadu
terintegrasi model pembelajaran kuantum dan instrumen penelitian. Minimal
struktur bahan ajar berbasis TIK menurut Depdiknas (2010) terdiri dari 1) judul,
kelas, semester dan identitas penyusun; 2) kompetensi inti dan kompetensi dasar;
41

3) indikator pencapaian; 4) materi bahan ajar; 5) latihan soal; 6) uji kompetensi


dan 7) referensi. Rancangan E-modul IPA terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum yang telah dibuat akan dinilai oleh dosen pembimbing
menggunakan angket penilaian. Thiagarajan (1974: 8) membagi tahap
pengembangan dalam dua kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental
testing. Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai
kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli
dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki
materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing
merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang
sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari
sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah
produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang
efektif.
Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap
pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau
buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan
peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil
pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar
tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui
efektivitas modul atau buku ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar,
kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil
dari modul atau buku ajar yang dikembangkan.
Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan
pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul kepada
pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan. Tim ahli yang dilibatkan dalam
proses validasi terdiri dari; pakar teknologi pembelajaran (ahli media) dan pakar
bidang studi pada mata pembelajaran yang dikembangkan (ahli materi. Hasil
pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga e-book tersebut telah
benarbenar memenuhi kebutuhan pengguna.
42

4. Disseminate (penyebarluasan)
Dalam tahap disseminate dilakukan implementasi ke lapangan untuk
menguji keefetktifan produk.Thiagarajan (1974: 9) membagi tahap disseminate
dalam tiga kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption.
Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap
pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya.
Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran
ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah
produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan.
Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak
terulang kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan.
Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging
(pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat
dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan
dengan mencetak buku panduan penerapan model pembelajaran. Setelah buku
dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap (difusi) atau dipahami
orang lain dan digunakan (diadopsi) pada kelas mereka.
Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan
dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas
kepada pendidik dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk
memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan.
Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan
pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan
oleh sasaran yang lebih luas.
Uji praktikalitas produk merupakan proses untuk mengungkap
kepraktisan produk atau tingkat keterpakaian produk yang telah dikembangkan.
Uji praktikalitas dilakukan dengan melaksanakan uji coba pembelajaran
menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum
yang telah direvisi berdasarkan penilaian oleh validator. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengetahui dapat digunakan, mudah digunakan, menarik dan efisien dari e-
43

modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum. Hasil praktikalitas


diperoleh melalui lembar praktikalitas yang diberikan kepada guru dan siswa.
Uji efektivitas meliputi aktivasi dan hasil belajar siswa setelah
menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum.
Hasil belajar siswa dievaluasi lembar observasi untuk sikap, tes akhir untuk
pengetahuan dan lembar penilaian literasi baru. Untuk pelaksanaan uji coba,
penelitian pengembangan ini menggunakan rancangan penelitian Randomized
Control Group Only Designed.
Menurut Djamas (2015:72-73) menyatakan bahwa dalam rancangan ini
sekelompok subjek yang diambil dari populasi tertentu dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen
dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kelompok
kontrol tidak diberi perlakuan, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran yang
sama. Adapun pada penelitian ini, kelompok eksperimen yang diberi perlakuan
dengan menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum dan kelompok kontrol dengan menggunakan bahan ajar yang ada di
sekolah. Menurut Djamas (2012:79) desain penelitian ini dapat digambarkan
seperti pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Jenis Penelitian Randomized Control-Group Only Design.


Group Pretest Treatment Posttest
Eksperimen - X T
Kontrol - - T
(Sumber: Djamas, 2015: 73)

Keterangan:

T = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol

X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran


menggunakan e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa.
44

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMPN 7
Padang yang terdaftar pada Semester 1 Tahun Ajaran 2020/2021. Sampel yang
dipilih dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling.
Penggunaan teknik pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan
tertentu. Pertama, lingkungan sekolah sesuai dengan konteks penelitian. Kedua,
kondisi siswa sesuai dengan kebutuhan penelitian. Ketiga, sekolah telah
menerapkan kurikulum 2013. Keempat, sesuai dengan observasi yang telah
dilakukan mengenai literasi baru siswa.
Prosedur pengembangan model 4D untuk mengembangkan e-modul IPA
terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru
siswa kelas VIII SMP dilihat pada Gambar 3.
45

Analisis Analisis Analisis Analisis


Front- Keterpaduan Karakteristik Literasi
Baru Siswa Define
end Materi Siswa

Merancang Desain E-modul IPA Terpadu Terintegrasi Model Kuantum Design


untuk Meningkatkan Literasi Baru Siswa

Pengembangan E-modul IPA TerpaduTerintegrasi Model Kuantum


untuk Meningkatkan Literasi Baru Siswa

Developt
Uji Validitas

Tidak
Valid Valid

E-modul IPA TerpaduTerintegrasi Model Kuantum untuk


Meningkatkan Literasi Baru Siswa

Tidak Developt
Uji Praktikalitas Revisi

Tidak
Uji Efektivitas Revisi

Developt
Uji coba di kelas

E-modul IPA TerpaduTerintegrasi Model Kuantum untuk


Meningkatkan Literasi Baru Siswa yang valid, praktis dan efektif

Gambar 3. Prosedur Pengembangan Model 4D


46

C. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa instrumen pengumpulan
data dari instrumen penelitian. Data yang diperlukan tersebut terdiri dari data pada
tahap analisis, data validitas, data praktikalitas, dan data efektivitas dari e-modul
IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum. Penjelasan instrumen
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Instrumen Tahap Analisis
Instrumen yang digunakan pada tahap analisis ini terdiri dari lima
instrumen. Pertama, analisis penggunaan bahan ajar berbasis ICT oleh Guru
menggunakan lembar wawancara. Kedua, analisis kendala siswa dalam
pembelajaran daring menggunakan lembar wawancara. Ketiga, kompetensi
menggunakan lembar analisis kompetensi dasar. Keempat, analisis keterpaduan
materi pembelajaran menggunakan lembar analisis materi pembelajaran. Kelima,
analisis literasi baru siswa menggunakan lembar penilaian literasi baru siswa.
2. Instrumen pada Uji Validitas
Instrumen pada uji validitas menggunakan angket validitas e-modul IPA
terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum. Angket validitas ini digunakan
untuk menilai kelayakan produk. E-modul IPA terpadu bermuatan model
pembelajaran kuantum yang telah dirancang terdiri dari empat komponen
penilaian. Komponen penilaian yang digunakan tersebut adalah: substansi materi,
desain pembelajaran, tampilan atau komunikasi visual dan penggunaan software
dalam pengembangan produk. Pada masing-masing komponen memiliki
indikator-indikator penilaian. Indikator penilaian ini berupa pernyataan-
pernyataan yang dapat memudahkan validator untuk memberikan penilaian.

3. Instrumen pada Uji Praktikalitas


Uji pada uji praktikalitas dalam penelitian ini menggunakan angket
praktikalitas. Angket praktikalitas dikelompokkan menjadi dua yaitu: angket
praktikalitas menurut guru dan angket praktikalitas siswa. Angket praktikalitas
berisikan tanggapan guru dan siswa tentang kepraktisan penggunaan e-modul IPA
terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA.
47

Angket praktikalitas berisikan empat komponen penilaian yaitu: dapat digunakan


(usable), mudah digunakan (easy to use), menarik (appealing), dan efisien (cost
effective). Pada masing-masing komponen terdiri dari beberapa indikator
penilaian. Angket diberikan setelah guru dan siswa melihat dan menggunakan E-
modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran
IPA.

4. Instrumen Uji Efektivitas


Instrumen pada uji efektivitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kompetensi yang diperoleh siswa setelah pembelajaran menggunakan e-modul
IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar observasi sikap, tes tertulis untuk kompetensi
pengetahuan dan lembar penilaian literasi baru untuk kompetensi keterampilan.

a. Instrumen Kompetensi Sikap

Penilaian kompetensi sikap menggunakan lembar observasi. Lembar


observasi sikap berisikan komponen–komponen yang dinilai oleh observer.
Komponen sikap terdiri dari sikap spiritual dan sikap sosial. Format penilaian
kompetensi sikap melalui lembar observasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Indikator Indikator Sikap


Sikap Sosial
Religius
Menghargai dan Tanggung
Nilai
Skor
Nama Siswa
No

menghayati Disiplin Jawab Santun Percaya


ajaran agama Diri
yang dianut
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
3
4

Tabel 3. Format Penilaian Observasi Pada Kompetensi Sikap


48

Indikator penilaian untuk kompetensi sikap pada format penilaian sikap tertera
pada Tabel 4 barikut.

SikapSpritual Indikator Penilaian


1. Berdoa sebelum dan sesuah melakukan sesuatu
Menghargai 2. Mengucapkan rasa syukur atas karunia Tuhan,
dan 3. Memberi salam sebelum dan sesudah
menghayati menyampaikan pendapat/presentasi
4. Bertawakal kepada Tuhan setelah melakukan usaha
ajaran agama
yang dianut
Sikap Sosial Indikator Penilaian
1. Memulai jam pembelajaran tepat waktu
2. Patuh pada tata tertib atau aturan bersama
Dsiplin 3. Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan
4. Mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan
1. Melaksanakan tugas dan kewajiban individu dengan baik
2. Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/
Tanggung diminta.
jawab 3. Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.
4. Tidak menyalahkan/ menuduh orang lain tanpa bukti yang
akurat.
1. Menghormati orang yang lebih tua
2. Tidak berkata kotor
Santun 3. Tidak berkata kasar maupun takabur
4. Tidak menyela pembicaraan diwaktu yang tidak tepat
1. Berani berpendapat
2. Berani bertanya dan menjawab pertanyaan
Percaya diri 3. Menyampaikan pendapat tanpa ragu-ragu
4. Mampu membuat keputusan
Tabel 4. Indikator Sikap
Sumber : Kemendikbud (2017)

Pedoman penskoran untuk kompetensi sikap dibuat dengan memberikan


tanda (√) pada indikator sikap yang terlihat. Nilai akhir dari sikap siswa dapat
diperoleh dengan cara :

…………………………………….(1)

b. Instrumen Kompetensi Pengetahuan

Instrumen penilaian pengetahuan dari penelitian ini adalah lembar tes tertulis
pengetahuan yang dilaksanakan di akhir penelitian. Agar instrumen merupakan alat
yang baik, hal pertama yang harus dilakukan yaitu membuat kisi-kisi soal uji coba
49

dan menyusun soal uji coba berdasarkan kisi-kisi soal. Kemudian, melakukan uji
validitas, reliabilitas, uji tingkat kesukaran soal, dan uji daya beda soal.

a. Validitas
Validitas merupakan suatu jenis uji untuk menyatakan suatu soal dalam
keadaan sahih atau valid. Suatu soal dikatakan valid apabila dapat mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi
(content validity). Validitas isi adalah validitas yang dilihat dari segi tes itu sendiri
sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara
representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya
diujikan. Instrumen tes yang benar-benar valid dapat diperoleh jika instrumen tes
dibuat berdasarkan kurikulum.

b. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliable yang artinya andal atau dapat
dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan reliabel apabila tes yang diujikan kepada
objek atau subjek yang sama secara berulang-ulang, hasilnya akan relatif sama,
konsisten, dan tidak menunjukkan perubahan yang berarti (Yusuf, 2017: 74).
Untuk menentukan reliabel ini dipakai rumus Kuder-Richaderson (K-R-21) yang
dikemukakan oleh Arikunto (2015: 117) yaitu:

(2)

(3)

Keterangan:
R11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
N = Jumlah butir soal
M = Rata-rata skor tes
N = Jumlah pengikut tes
S2 = Varians total
50

Tabel 5. Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal


No Indeks Reliabilitas Klasifikasi
1 0,00 < r11< 0,20 Sangat rendah
2 0,20 < r11 < 0,40 Rendah
3 0,40 < r11 < 0,60 Sedang
4 0,60 < r11< 0,80 Tinggi
5 0,80 < r11< 1,00 Sangat tinggi

(Sumber : Arikunto, 2015 : 89)

c. Tingkat Kesukaran Soal


Baik atau tidak baiknya suatu tes dapat ditentukan oleh tingkat kesukaran
soal. Tingkat kesukaran soal dapat menjadi penentu apakah suatu soal baik atau
tidak sehingga perlu direvisi. Soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar
merupakan soal yang tidak baik. Untuk menguji tingkat kesukaran soal, terdapat
bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya soal yang disebut Indeks
Kesukaran (p). Untuk menghitung tingkat kesukaran soal digunakan rumus yang
dikemukakan oleh Arikunto (2015: 223) yaitu:

(4)

Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya peserta didik yang menjawab benar
Js = Jumlah peserta didik yang mengikuti tes

Tabel 6. Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal


Nilai Kategori
0,71 – 1,00 Mudah
0,31 - 0,7 Sedang
0,0 – 0,3 Sukar
51

d. Daya Beda Soal


Daya beda soal diperlukan untuk membedakan siswa yang berkemampuan
tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Apabila suatu soal dapat dijawab
dengan benar oleh siswa berkemampuan tinggi, maka soal itu dikatakan tidak
baik, sebab tidak dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan
siswa yang berkemampuan rendah (Yusuf, 2017 : 256). Untuk menghitung daya
beda soal digunakan rumus yang dikemukakan Arikunto (2015: 228) yaitu:

(5)

Keterangan:
D = Indeks daya beda
BA = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas
BB = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah
JA = Jumlah peserta tes kelompok atas
JB = Jumlah peserta tes kelompok bawah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Indeks daya beda soal dapat diklasifikasikan seperti Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal
No Indeks Daya Beda Klasifikasi
1. 0,71-1,00 Sangat baik
2. 0,41-0,70 Baik
3. 0,21-0,40 Cukup
4. 0,00-0,20 Buruk

(Sumber : Arikunto, 2015: 232)

c. Instrumen Kompetensi Keterampilan


Untuk kompetensi keterampilan sendiri menggunakan lembar penilaian
literasi baru siswa. Lembar penilaian literasi baru siswa berisikan komponen serta
indikator penilaian dari literasi baru siswa. Terdapat tiga komponen literasi baru
siswa yang digunakan, yaitu: literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia.
52

Khusus untuk literasi manusia masing-masing komponen memiliki empat


indikator penilaian. Format penilaian literasi baru siswa dapat dilihat pada Tabel
8.

Tabel 8. Format Penilaian Pada Kompetensi Literasi Manusia


Indikator
Indikator Berpikir Indikator
Kemampuan
Kritis Kreativitas
berkomunikasi
Nama Siswa

Nilai
Skor
No

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1
2
3
4

Indikator penilaian dari masing-masing komponen keterampilan abad 21 seperti


yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Indikator Penilaian dari Literasi Manusia


No Komponen Keterampilan Abad 21 Indikator Penilaian

1 Berpikir kritis 1. Mengajukan pertanyaan


2. Mencari alternatif
3. Menjawab pertanyaan
4. Mencari alasan
2 Kreativitas 1. Mengajukan banyak pertanyaan
2. Memikirkan macam-macam cara
3. Menjawab dengan banyak jawaban
4. Memberikan bermacam-macam alasan
3 Kemampuan Berkomunikasi 1. Vocabulary (perbendaharaan kata)
2. Penyampaian pesan

Penilaian komponen berpikir kritis dan kreativitas dilakukan terhadap


tugas siswa, sedangkan penilaian komponen kemampuan berkomunikasi
dilakukan terhadap video presentasi yang dikumpulkan oleh siswa. Nilai akhir
dari keterampilan abad 21 siswa dapat diperoleh dengan cara :

………………………………….(6)
53

Selain itu untuk menggambarkan instrumen yang digunakan pada setiap


tahapan penelitian, maka secara keseluruhan rangkuman instrumen yang
digunakan adalah seperti yang terlihat pada Tabel 9.

No Tahap Instrumen
1 Analisis kompetensi dasar Lembar analisis
2 Analisis keterpaduan materi IPA Lembar Analisis
3 Analisis Kendala pembelajaran daring oleh siswa Lembar wawancara
4 Analisis literasi baru siswa Lembar penilaian keterampilan
abad 21
5 Penilaian desain produk Angket
6 Uji validitas produk Angket
7 Uji praktikalitas produk (respon siswa dan guru) Angket
8 Uji efektivitas produk (observer oleh guru)
a. Uji kompetensi pengetahuan Lembar tes hasil belajar
b. Uji kompetensi sikap Lembar observasi
c. Uji kompetensi keterampilan Lembar penilaian keterampilan abad
21
Tabel 10. Rangkuman Instrumen Penelitian

D. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data diperlukan dalam mengolah data-data dalam penelitian.
Data-data dalam penelitian ini adalah hasil penilaian dari ketiga ranah penilaian.
Ketiga ranah penilaian dalam penelitian ini adalah ranah pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Ketiga ranah penilaian ini diolah dengan berbagai rangkaian
pengolahan data statistik hingga akhirnya didapatkan jawaban atas kedua hipotesis
pe-nelitian. Berikut ini merupakan rangkaian teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini.

1. Konversi Skor ke Nilai


Skor dan nilai merupakan dua hal yang berbeda. Skor merupakan hasil
pekerjaan menskor yang diperoleh dari penjumlahan angka-angka bagi setiap tes
yang dijawab betul oleh siswa. Beda halnya dengan nilai merupakan ubahan dari
skor yang menggunakan acuan tertentu (Arikunto, 2016: 271). Konversi skor ke
nilai adalah proses transformasi yang dilakukan untuk mengubah skor menjadi
nilai. Skor dari suatu tes perlu diubah ke dalam bentuk nilai karena skor masih
dalam bentuk hasil mentah. Dengan demikian, skor perlu dikonversikan dalam
54

bentuk nilai untuk dapat menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh siswa dan
kedudukan personal dalam suatu skala. (Arifin, 2012: 232). Untuk menentukan
nilai dari skor mentah yang diperoleh siswa, dapat menggunakan rumus berikut.

……………………………………………….(7)

Keterangan :
Ns = Nilai siswa
= Jumlah skor mentah yang diperoleh siswa
= Jumlah skor maksimum ideal dari tes yang
bersangkutan

2. Analisis Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik. Statistik deskriptif
mempelajari cara pengumpulan, tabulasi, dan penggolongan dalam penyajian data
agar mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berfungsi menerangkan suatu
gejala atau fenomena tanpa bermaksud melakukan penarikan kesimpulan yang
berlaku untuk umum. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data
sampel dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana
sampel diambil (Sugiyono, 2015: 147). Dengan demikian, statistik deskriptif
hanya dapat digunakan untuk menyimpulkan data sampel, bukan populasi.
3. Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji normalitas dan uji homogenitas adalah uji yang perlu dilakukan sebelum
melakukan uji kesamaan dua rata-rata. Uji ini diperlukan untuk mengetahui
apakah kelas sampel penelitian terdistribusi normal dan memiliki populasi dengan
varians yang homogen. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah uraian tentang uji
normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk membuktikan bahwa
populasi terdistribusi normal. Uji normalitas perlu dilakukan sebelum melakukan
uji hipotesis penelitian. Uji normalitas dapat digunakan dengan menggunakan uji
Lilliefors. Berikut ini merupakan langkah-langkah melakukan uji normalitas :
1) mengurutkan data sampel dari data yang terkecil hingga data yang terbesar :
55

x1, x2, x3,...xn.


2) mengubah data x1, x2, x3, ….xn menjadi bilangan baku Z1, Z2, Z3,……Zn
dengan rumus:

………………………………………(8)
Keterangan :
X = Skor yang diperoleh siswa ke-i
= Skor rata-rata

S = Simpangan baku
3) menghitung daftar distribusi untuk setiap bilangan baku, kemudian
menghitung peluang F (Zi) = P ( z ≤ Zi ) dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku.
4) menghitung proporsi Z1, Z2 , Z3, …Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi.
jika proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka:

….…..(9)
5) menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya.
6) mengambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut.
Harga terbesar dapat disebut (Lo).
7) Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, Lo dibandingkan dengan nilai
kritis Lt yang terdapat dalam tabel nilai kritis L. Pada taraf nyata α yang
dipilih, tolak hipotesis nol ketika populasi terdistribusi normal jika Lo lebih
besar dari Lt. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima (Sudjana, 2002 : 467).

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi merupakan varians yang homogen. Dengan adanya varians yang
homogen, kegiatan menaksir dan menguji bisa berlangsung. Statistik yang
digunakan pada uji homogenitas adalah uji F. Berikut ini adalah langkah-langkah
yang dila-kukan dalam melakukan uji F :
56

1) mencari varians masing-masing data. Varians adalah kuadrat dari simpangan


baku. Rumus dari varians adalah :

………………………………………

(10)
2) menghitung harga F. Harga F adalah perbandingan dari varians terbesar
dengan varians terkecil. Harga F dapat dicari dengan menggunakan rumus:

………………………………………….………….……(11)

Keterangan :
F = Varians kelompok total
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
3) dalam hal ini Ho adalah varians terbesar sama dengan varians terkecil,
sedangkan H1 adalah sebaliknya. Agar terima Ho, kriteria pengujian hipotesis
adalah (10)

Jadi, populasi memiliki varians yang homogen jika nilai F besar dari

dan kecil dari (Sudjana, 2002: 249).

4. Uji Kesamaan Dua Rata-rata


Uji kesamaan dua rata-rata adalah uji hipotesis yang digunakan untuk
menarik kesimpulan terhadap populasi dalam penelitian ini. Uji Perbandingan
Dua Rata-rata diperlukan dalam membandingkan dua keadaan. Dalam hal ini, dua
keadaan adalah perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penggunaan
uji perbandingan dua rata-rata tergantung pada karakteristik kelompok data yaitu
normalitas dan homogenitas.
Uji t adalah Uji Perbandingan Dua Rata-rata yang dilakukan jika dua
populasi terdistribusi normal dan homogen. Rumus dari uji t adalah :
57

…………………………………………………(12)

dimana,

…………………………………………(13)

Keterangan :
= Nilai rata-rata sampel 1
= Nilai rata-rata sampel 2

S12 = Varians terbesar


S22 = Varians terkecil
S2 = Varians gabungan
n1 = Jumlah sampel 1
n2 = Jumlah sampel 2
kriteria pengujian dalam hipotesis ini adalah terima Ho jika

…………………………………………………(14)
(Sudjana, 2002: 239).
58

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2015. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.


Asrizal, A., & Festiyed, F. 2020. Studi Pendampingan Pengembangan Bahan Ajar
Tematik Terintegrasi Literasi Baru dan Literasi Bencana Pada Guru IPA
Kabupaten Agam. Jurnal Eksakta Pendidikan (JEP), 4(1), 97-104.
Bpkm.Go.Id. 2006. Nundang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional From Https://Peraturan.Bkpm.Go.Id/
Uu_20_2003.Pdf Diakses pada 14 April 2021.
Damarsasi, D. G., Soeprodjo., Saptorini. 2013. Penerapan Metode Inkuiri Berbantuan
E-Modul. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 7(2).
Daryanto, D. 2014. Pembelajaran Tematik, Terpadu, Terintegrasi (Kurikulum 2013).
Yogyakarta: Gava Media.
Depdiknas, 2003. Pedoman khusus pengembangan sistem penilaian berbasis
kompetensi SMP. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2010. Panduan Pengembangan Bahan Ajar Berbasis TIK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
Deporter, B., Reardon, M., dan Nourie, S. S. (2001). Quantum teaching. Bandung:
Kaifa.
DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2013. Quantum Learning: Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa Learning.
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.2008.“Penulisan
Modul”.Https://Www.Academia.Edu/24741148/Penulisan_Modul_Direktor
at_Tenaga_Kependidikan_Direktorat_Jenderal_Peningkatan_Mutu_Pendidi
k_Dan_Tenaga_Kependidikan_Departemen_Pendidikan_Nasional_2008
Diakses Tanggal 14 April 2021.
Djamas, D. 2015. Metodologi Penelitian Pendidikan Fisika. Padang: UNP
Donald, M. 1991. Origins of the modern mind: three stages in the evolution of culture
and cognition. Cambridge MA:Harvard University Press.
59

Ernawati, E dan Leasa, L. 2012. Penerapan Pendekatan Quantum Teaching Untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Min I Batu Merah Ambon. .
(Online). http://ejournal.unpatti.ac.id/ Diakses pada tanggal 14 April 2021.
Gong, A, Gol, Agus M Irkham. 2012. Gempa Literasi: Dari Kampung untuk
Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Goody, J. & Watt, I. 1963. The consequen-ces of literacy. Contemporary Studies
inSociety and History 5, Diunduh pada 14 April 2021
http://www.proquest/umi/pqd.web
Hamdayana,Jumanta. 2014.Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hartanto, A. 2018. Making Indonesia 4.0. Jakarta. Retrieved From
Http://Www.Kemenperin.Go.Id/Download/18384.
Huda, M. 2013. Model-model Pengajarandan Pembelajaran. Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Ibda, H. 2018. “Penguatan Literasi Baru pada Guru Madrasah Ibtidaiyah dalam
Menjawab Tantangan Era Revolusi Industri 4.0.” Journal of Research and
Thought of Islamic Education1(1). Diakses pada 14 April 2019.
http://jurnaliainpontianak.or.id/index. php /jrtie/article/download/1064/534).
Joenaidy, A. M. 2019. Konsep dan Strategi Pembelajaran di Era Revolusi Industri
4.0. Yogyakarta: Laksana.
Kemendikbud. 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Kosasih, N., Sumarna D. (2013). Pembelajaran Quantum dan Optimalisasi
Kecerdasan. Bandung: Alfabeta.
Lestari, N. W. E., Hadianto, P., Rokhmani, L. 2015. Pengembangan E-Modul
Ekonomi Pada Materi Uang Dan Perbankan Untuk Siswa Kelas X A Sma
Negeri 1 Panggul Tenggalek Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal Pendidikan
Ekonomi (Economic Education Journal), 8(1), 18-27.
60

Linda, R., Zulfarina, Z., & Putra, T. P. (2021). Peningkatan Kemandirian dan Hasil
Belajar Peserta Didik Melalui Implementasi E-Modul Interaktif IPA
Terpadu Tipe Connected Pada Materi Energi SMP/MTs. Jurnal Pendidikan
Sains Indonesia, 9(2), 191-200.
Listyawati, N. W., Suarjana, M., & Sudana, D. N. (2013). Pengaruh model
pembelajaran kuantum berbantuan peta pikiran terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD. Mimbar PGSD
Undiksha, 1(1).
McGriff, S. J. (2000). Instructional System Design (ISD): Using the ADDIE model.
Artikel.
Ngussa, B, M. (2014). Application of ADDIE Model of Instruction in Teaching-
Learning Transaction among Teachers of Mara Conference Adventist
Secondary Schools, Tanzania. Journal of Education and Practice. 5 (25).
Prasetyo, B., & Trisyanti, U. (2018). Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan
Sosial. In Prosiding Semateksos 3 “Strategi Pembangunan Nasional
Menghadapirevolusiindustri 4.0.”
Premana, I, M,Y., Suharsono ,S., Naswan, N., dan Tegeh, I, M. (2013).
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata
Pelajaran Produksi Gambar 2D Untuk Bidang Keahlian Multimedia Di
Sekolah Menengah Kejuruan. E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. Vol 3.
Pribadi, B, A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Puspitasari, A, D. 2019. Penerapan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Modul
Cetak Dan Modul Elektronik Pada Siswa Sma. Jurnal Pendidikan Fisika,
7(1), 17-25.
Rezeki, M., & Asrizal, A. (2019). Pengembangan Lks Ipa Berorientasi Model
Pembelajaran Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan
Sistem Pencernaan Untuk Siswa Kelas VIII SMP. Pillar of Physics
Education, 12(1).
61

Ristekdikti. (2018). Pengembangan Iptek Dan Pendidikan Tinggi Di Era Revolusi


Industri 4.0. Retrieved From Https://Www.Ristekdikti.Go.Id/SiaranPers/
Pengembangan-Iptek-Dan Pendidikan-Tinggi-Di-Era-Revolusi-Industri-4-0/
Rozak, Abd, “Perlunya LITERASI BARU Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0”,
Artikel, 25 Januari 2018, www.uinjkt.ac.id/id/perlunya-literasi-baru
menghadapi-era-revolusi-industri-4-0 diakses pada 14 April 2021.
Sari,Wulan., Jufrida., Pathoni, Haerul. (2017). Pengembangan Modul Elektronik
Berbasis 3D Pageflip Professional pada Materi Konsep Dasar Fisika Inti dan
Struktur Inti Mata Kuliah Fisika Atom dan Inti. Jurnal EduFisika. Vol. 02.
No 01. (38-50).
Sasongko, R. N., & Sahono, B. (2016). Desain Inovasi Manajemen Sekolah (1st Ed.).
Jakarta Pusat: Shany Publiser.
Satya, V. E. (2018). Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Jakarta.
Setyandaru, T. A., Wahyuni, S., & Aristya Putra, P. D. 2017. Pengembangan Modul
Pembelajaran Berbasis Multirepresentasi Pada Pembelajaran Fisika Di
Sma/Ma. Jurnal Pembelajaran Fisika, 6(3), 223-230.
Shoimin, A. 2014. Model Pembelajaran InovatifDalam Kurikulum 2013.Yokyakarta:
AR-ruz media.
Sudjana, S. 2002. Metode Statistika.Bandung : Tarsito Bandung.
Sugiyono, S. 2015. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Tegeh, M., Jampel, J., Nyoman, N., dan Oudjawan, K. (2014). Model Penelitian
Pengembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for
Training Teachers of Expectional Children. Minneapolis, Minnesota:
Leadership Training Institute/Special Education, University of Minnesota.
Trianto, T. 2012. Model Pembelajaran Terpadu.Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Trisiana, Anita dan Wartoyo. (2016)Desain Pengembangan Model Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Addie Model Untuk Meningkatkan
Karakter Mahasiswa Di Universitas Slamet Riyadi Surakarta. PKn Progresif.
11(1). 319-330.
62

Wardana, M.A.K. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Multi


media Interaktif Terhadap Literasi Media dan Hasil Belajar. Seminar
Nasional Riset Inovatif, 97-102.
Wena, Made. (2009). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Wibawa, S. (2018). Pendidikan Dalam Era Revolusi Industri 4.0. Indonesia.
Wijayanti, T. F., Prayitno, B. A., Dan Yudyanto. 2016. Pengembangan Modul
Berbasis Berpikir Kritis Disertai Argument Mapping Pada Materi Sistem
Pernapasan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas
Xi Sma Negeri 5 Surakarta. Jurnal Inkuiri. 5 (1): 105-111.
Yahya, M. (2018). Era Industri 4.0: Tantangan Dan Peluang Perkembangan
Pendidikan Kejuruan Indonesia. Makasar: Ghina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai