Anda di halaman 1dari 47

Hari/ Tanggal : Kamis/ 5 November 2020

Tugas :8

MAKALAH
LANDASAN ILMU PENDIDIKAN
“Pendidikan Seumur Hidup. Azas Tut Wuri Handayani, dan Azas
Kemandirian dalam Pembelajaran”

Disusun Oleh :

RAHMI LAILA /19175013

DOSEN PEMBIMBING:

Prof. Dr. Hj. FESTIYED, M.S

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalahLandasan Ilmu Pendidikan ”Pendidikan Seumur Hidup. Azas Tut Wuri
Handayani, dan Azas Kemandirian dalam Pembelajaran”.
Dalam penyelesaianmakalahini penulis banyak menemui kendala. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikanmakalahini
dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Landasan Ilmu
Pendidikan yakni Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S.
Dalam penulisan makalahini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Padang, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. iii
BAB I.PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan........................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan.........................................................................3
BAB II. KAJIAN TEORI.................................................................................. 4
A. Pendidikan Seumur Hidup dan Kemandirian dalam Belajar Menurut
Pandangan Indonesia......................................................................... 4
B. Pendidikan Seumur Hidup dan Kemandirian dalam Belajar Menurut
Pandangan Islam................................................................................ 13
C. Pendidikan Seumur Hidup dan Kemandirian dalam Belajar Menurut
Pandangan Barat................................................................................ 29
BAB III. PEMBAHASAN................................................................................. 34
BAB IV. PENUTUP........................................................................................... 37
A. Kesimpulan................................................................................... 37
B. Saran..............................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................38

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Azas-Azas Pendidikan Berdasarkan Pandangan Islam, Barat, dan


Indoensia............................................................................................ 34

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia membutuhkan pendidikan untuk menjalani kehidupannya.
Pendidikan memberi bekal manusia untuk menjalani kehidupan menjadikan
dewasa dengan dapat menentukan hal yang baik dan benar, dan menjalani tugas
untuk belajar sepanjang hayat. Tujuan pendidikan tersebut untuk mengarah pada
menjadikan manusia lebih baik. Pendidikan berproses berdasarkan landasan yang
memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan tersebut. Salah satu landasan
tersebut adalah landasan pendidikan yang menentukan secara teratur rencana yang
ditentukan untuk pencapaian tujuan.
Pendidikan adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia.
Dengan pendidikan akan meninggikan manusia dan merendahkan manusia yang
lain, manusia akan dianggap berharga bila memiliki pendidikan yang berguna bagi
sesamanya.
Masa dari pendidikan sangatlah panjang, banyak orang yang beranggapan
bahwa pendidikan itu berlangsung hanya disekolah saja, tetapi dalam kenyataanya
pendidikan berlangsung seumur hidup melalui pengalaman-pengalaman yang
dijalani dalam kehidupanya. Islam juga menekankan pentingnya pendidikan
seumur hidup, Nabi pernah bersabda : Tuntutlah ilmu dari buain sampai
meninggal dunia. Dalam kenyataan hidup sehari-hari dari dahulu sudah dapat
dilihat bahwa pada hakikatnya orang belajar sepanjang hidup, meskipun dengan
cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama. Pendeknya tidak ada batas
usia yang menunjukkan tidak mungkinnya dan tidak dapatnya orang belajar.
Dorongan belajar sepanjang hayat itu terjadi karena dirasakan sebagai
kebutuhan.setiap orang merasa butuh untuk mempertahankan hidup dan
kehidupannya dalam menghadapi dorongan-dorongan dari dalam dan alam sekitar,
yang selalu berubah. Sepanjang hidupnya manusia memang tidak pernah berada di

1
dalam suatu vakum. Mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif,
dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri dan kemajuan zaman.
Pendidikan seumur hidup didasarkan pada konsep bahwa seluruh individu
harus memiliki kesempatan yang sistemik, terorganisir untuk “instruction”, studi
dan “learning” di setiap kesempatan. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan
berlangsung tanpa batas yaitu mulai sejak lahir sampai kita meninggal dunia.
Selain itu islam juga mengajarkan untuk mempelajari tidak hanya ayat qouliyah
saja, tetapi ayat-ayat kauniyah, atau kejadian-kejadian di sekitar kita. Maka
jelaslah sudah bahwa pendidikan seumur hidup itu sangat benar adanya didalam
kehidupan kita.
Landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak
dalam rangka pendidikan. Baik dalam momen studi pendidikan maupun dalam
momen praktek pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidikan adalah:
landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya,
landasan psikologi, dan landasan ekonomi, landasan ilmiah dan teknologi,
landasan konstitusional pendidikan, pendidikan seumur hidup, asaz tut wuri
handayani, dan asaz kemandirian dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagi
berikut :
1. Bagaimana Pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran
menurut pandangan Indonesia?
2. Bagaimana Pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran
menurut pandangan Islam?
3. Bagaimana Pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran
menurut pandangan Barat?

2
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan dari makalah ini sebagai
berikut.
a. Menjelaskan pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran
menurut pandangan Indonesia.
b. Menjelaskan pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran
menurut pandangan Islam.
c. Menjelaskan pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran
menurut pandangan Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan, maka manfaat penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi penulis, diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan tentang
pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam pembelajaran menurut
pandangan Indonesia, Islam dan Barat.
2. Bagi pembaca, diharapkan makalah ini dapat menjadi acuan dalam menambah
wawasan tentang pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam
pembelajaran menurut pandangan Indonesia, Islam dan Barat.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Seumur Hidup dan Kemandirian dalam Belajar Menurut


Pandangan Indonesia
Junaid (2012) menyatakan bahwa Azas pendidikan merupakan sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berfikir,baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di Indonesia, terdapat beberapa azas
pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
nasional.
Azas-azas tersebut bersumber daripemikiran dan pengalaman sepanjang
sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Azas-azas tersebut bersumber dari
pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah perkembangan pendidikan di
Indonesia. Diantara azas tersebut, ada tiga azas yang diuraikan secara mendetail,
yaitu; Azas Tut Wuri Handayani, Azas Belajar Sepanjang Hayat, dan Azas
Kemandirian dalam Belajar. Ketiga azas itu dianggap sangat relevan dengan
upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional, baik masa kini
maupun masa datang. Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan harus
memahami dengan tepat ketiga azas tersebut agar dapat menerapkannya dengan
semestinya dalam penyeleenggaraan pendidikan sehari-hari.
1. Azas Tut Wuri Handayani
Azas ini merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri
Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki
mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan,
membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru
pendidik membantunya. Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara
pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan. Dalam era
kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu azas

4
pendidikan nasional Indonesia (Jurnal Pendidikan, No.2:24). Azas Tut Wuri
Handayani yang kini menjadi semboyan Depdikbud( sekarang Kementerian
Pendidikan Nasional ), pada awalnya merupakan salah satu dari “Azas 1922”
yakni tujuh buah azas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli
1922), (Joni, 1984) ketujuh azas Perguruan Nasional Taman Siswa yang
merupakan azas perjuangan untuk menghadapi Pemerintah kolonial Belanda
sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa. Ketujuh azas
tersebut yang secara singkat disebut ”Azas 1922” adalah sebagai berikut:
a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum
b. Bahwa pengajaran harus member pengetahuan yang berfaedah, yang dalam
arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
c. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada
seluruh rakyat.
e. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir
maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak
bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat baik berupa ikatan lahir
maupun ikatan batin.
f. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin
untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan
kebahagiaan anak- anak.
Azas Tut wuri Handayani merupakan inti dari azas pertama dalam azas 1922
yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri
dengan tetap memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Dari azasnya yang
pertama ini dijelaskan bahwa tujuan azas Tut Wuri Handayani yaitu:
a. Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan
b. Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: among,
momong dan ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal.13). Among

5
mengandung arti mengembangkan kodrat alamanak dengan tuntutan agar anak
didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong
mempunyaiarti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya.
Ngemong bearti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri
dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan.
c. Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
d. Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
e. Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri, dan
berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Semboyan lainnya,
sebagai bagian tak terpisahkan dari tut wuri handayani, padahakikatnya
bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur
perintah,paksaan atau hukuman, tidak ada campur tangan yang dapat
mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri.
Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap memberi uluran tangan apabila
diperlukan oleh anak (Rubiyanto)
Azas Tut Wuri Handayani ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P.
Sostrokartono (filusof dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan lagi,
yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso.38 Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan azas, masing-masing
sebagai berikut;
a. Ing Ngarso Sung Tulodo (jika di depan memberi contoh) adalah hal yang baik
mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Di bagian depan,
seorang guru akan membawa buah pikiran para muridnya itu ke dalam sistem
ilmu pengetahuan yang lebih luas. Ia menempatkan pikiran / gagasan /
pendapat para muridnya dalam cakrawala yang baru, yang lebih luas. Dalam
posisi ini ia membimbing dan memberi teladan. Akhirnya, dengan filosofi
semacam ini, siswa (dengan bantuan guru dan teman-temannya )
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri di antara pengetahuan yang telah
dikonstruksi oleh banyak orang termasuk oleh para ahli.
b. Ing Madya Mangu Karsa (di tengah membangkitkan kehendak)
diterapkandalam situasi ketika anak didik kurang bergairah atau ragu-ragu

6
untuk mengambilkeputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk
memperkuat motivasi.Dan, guru maju ke tengah-tengah (pemikiran) para
muridnya. Dalam posisi ini iamenciptakan situasi yang memungkinkan para
muridnya mengembangkan,memperbaiki, mempertajam, atau bahkan mungkin
mengganti pengetahuan yangtelah dimilikinya itu sehingga diperoleh
pengetahuan baru yang lebih masuk akal,lebih jelas, dan lebih banyak
manfaatnya. Guru mungkin mengajukan pertanyaan, ataumungkin
mengajukan gagasan/argumentasi tandingan. Mungkin juga ia mengikutijalan
pikiran siswa sampai pada suatu kesimpulan yang bisa benar atau bisa
salah,dsb. Pendek kata, di tengah seorang guru menciptakan situasi yang
membuat siswaberolah pikir secara kritis untuk menelaah buah pikirannya
sendiri atau orang lain.Guru menciptakan situasi agar terjadi perubahan
konsepsional dalam pikiran siswasiswanya.Yang salah diganti yang benar,
yang keliru diperbaiki, yang kurang tajamdipertajam, yang kurang lengkap
dilengkapi, dan yang kurang masuk akalargumentasinya diperbaiki
c. Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan). Azas ini memberi
kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan
melakukan kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik.Hal itu tidak
menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan
yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, karena tidak ada
pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut.
Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami peserta didik bersifat
mendidik. Maksud tut wuri handayani adalah sebagai pendidik hendaknya
mampu menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan sisiwa
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirancang. Implikasi dari
penerapan azas ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Seorang pendidik diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan ide dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran yang
diajarkan.
2) Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang maksimal didalam
mengaktualisasikan pengalaman belajar.

7
3) Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan siswa, sebagai fisilitator,
motivator dan pembimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar.
4) Dalam proses belajar mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali,
interaksi pendidik dan siswa mencerminkan hubungan manusiawi serta
merangsang berfikir siswa, memanfaatkan bermacam-macam sumber,
kegiatan belajar yang dilakukan siswa bervariasi, tetapi tetap dibawah
bimbingan guru.
Dalam kaitan penerapan azas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan
beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni:
1) Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan
yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat.
2) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja
bidang tertentu yang diinginkannya.
3) peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat
yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
4) peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang
memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri.
Ketiga azas tersebut sebagai semboyang dalam pendidikan merupakan
satukesatuan azas yang telah menjadi azas penting dalam pendidikan di
Indonesia.Pendidikan juga mengandung makna mengembangkan kodrat alam
anak dengantuntutan agar anak didik dapat mengembangkan kehidupan lahir dan
bathin menjadisubur dan selamat, dan perkembangan peserta didik harus
senantiasa diikuti denganmemberi bantuan pada saat anak membutuhkan,
2. Azas Belajar Sepanjang Hayat
Azas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang
dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup ( long life education). Istilah
pendidikan seumur hidup erat kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling

8
bergantian dengan makna yang sama dengan istilah belajar sepanjang hayat.
Kedua istilah ini memang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan.
Penekanan istilah “belajar”adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor)
yang relatif tetap karena pengaruh pengalaman, sedang istilah “pendidikan”
menekankan pada usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan
yang memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan
kata lain, lingkungan yang membelajarkan subjek didik.
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup, dalam proses
belajar mengajar di sekolah seyogyanya mengemban sekurang-kurangnya dua hal
pokok, yaitu; pertama; membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif,
dan kedua; meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis
dari belajar sepanjang hayat.
Ditinjau dari segi kependidikan, perlunya merancang suatu program atau
kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat dengan
memperhatikan dua dimensi, yaitu; Pertama, Dimensi vertikal dari kurikulum
sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan
keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Kedua, Dimensi
horizontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Untuk mencapai integritas pribadi
yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan
nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut azas pendidikan sepanjang hayat. Tujuan
Pendidikan sepanjang hayat bagi tiap warga negara Indonesia:
a. Mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian
sepanjang hidupnya,
b. Mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga
pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan
dapat bersifat formal, informal, non formal,
c. Mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat,
minat, dan kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi secara utuh
menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945; dan mendapat kesempatan mengembangkan diri

9
melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu
sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003.
Sesuai dengan uraian di atas, mengindikasikan bahwa pemerintah secaralintas
sektoral telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan
azaspendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan
prasarana,kesempatan serta sumber daya manusia yang menunjang.
Azas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses
pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bermula sejak seseorang
dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-
bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung
dalam keluarga, di sekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Untuk Indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup baru mulai di
masyarakat melalui kebijakan Negara ( Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap
No. IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN ) yang menetapkan prinsip-prinsip
pembangunan nasional, antara lain :
a. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah
pembangunan jangka panjang )
b. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam keluarga
(rumah tangga ), sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. (BAB
IV GBHN bagian pendidikan ).
Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003, penegasan tentang pendidikan seumur
hidup, dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: "Jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling
melengkapi danmemperkaya". Jadi dapat pula dikatakan bahwa pendidikan dapat
diperoleh dengan 2 jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan
diluar sekolah. Jalur pendidikan sekolah meliputi pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dan jenis

10
pendidikan ini mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik profesi, vokasi,
keagamaan dan khusus.
Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan nonformal dan
informal. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembalikan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
fungsional serta mengembangkan sikap keprobadian hidup. Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan peserta didik.
Pendidikan informal yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. pendidikan keluarga
termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan keluarga
memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan
aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang
mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota
keluarganya yang bersangkutan. peserta didik berkesempatan untuk
mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam
perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.
"setiap warga Negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik
melalui dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam
mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia”.
3. Azas Kemandirian dalam Belajar
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri sendiri”.
Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidakmenggantungkan diri kepada
orang lain, siswa dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam
belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara.

11
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktifitas belajar yang
berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung
jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian tantang belajar mandiri sampai saat
ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa pandangan tentang belajar
mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan sebagai berikut:
a. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik
tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri
mengintegrasikan self- management (manajemen konteks, menentukan setting,
sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor,
mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya).
b. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting di
dalammemulai dan memelihara usaha siswa.
c. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari
paraguru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan
pelajaran apadan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya.
Haris Mujiman dalam Joni Raka, T 43 mencoba memberikan pengertian
belajarmandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan
belajaraktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu
kompetensi gunamengatasi suatu masalah. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai
sebagai usaha siswauntuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya
untuk menguasai suatukompetensi tertentu. Belajar mandiri dapat diartikan
sebagai usaha individu untukmelakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun
dengan bantuan orang lainberdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu
materi pembelajaran.Perwujudan azas kemandirian dalam belajar akan
menempatkan guru dalam peranutama sebagai fasilitator dan motifator.
Menurut Suhaenah Suparno (dalam Sutisna, 2010) ada beberapa tujuan
kemandirian dalam belajarnya, yaitu:
1. Mampu untuk mengenali diri sendiri, agar mampu menakar visi dan tidak
keliru menafsirkan kemampuan kemampuan dirinya sehinggatak terlalu
optimis maupun terlalu pesimis.
2. Untukmenumbuhkan motivasi instrinsik maupun ekstrinsik.

12
3. Untuk mempelajari cara-cara belajar efektif, meskipun setiap tipe atau gaya
orang untuk belajar merupakan hal yang unik untuk dirinya dan mungkin
sangat berbeda dengan gaya belajar orang lain.
Anton Sukarno (1989:64) menyebutkan ciri-cirikemandirian belajar sebagai
berikut:
1. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri
2. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus menerus
3. Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar
4. Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan
5. Siswa belajar dengan penuh percaya diri

B. Pendidikan Seumur Hidup dan Kemandirian dalam Belajar Menurut


Pandangan Islam
1. Pendidikan Seumur Hidup
Menurut Yusuf (2012) konsep pendidikan seumur hidup, sebenarnya sudah
sejak lama dipikirkan oleh para pakar pendidikan dari zaman ke zaman. Apalagi
bagi umat Islam, jauh sebelum orang-orang barat mengangkatnya, Islam sudah
mengenal pendidikan seumur hidup, sebagaimana dinyatakan oleh hadits Nabi
SAW yang artinya: tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia.
a. Makna Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan dalam pengertian usaha yang dilakukan oleh pendidik, mungkin
dapat dikatakan berakhir saat anak didik mencapai masa dewasa dan mampu
bertanggung jawab terhadap segala akibat dari perbuatannya. Sedangkan
Pendidikan dalam Islam adalah tidak terbatas pada pencapaian nilai-nilai
keduniaan semata, tetapi terus berlanjut sampai pada keselamatan kehidupan di
akhirat kelak.
Pendidikan dalam Islam pada hakekatnya mempunyai jangkauan makna yang
sangat luas serta dalam rangka mencapai kesempurnaannya memerlukan waktu
dan tenaga yang tidak kecil, karena itulah kemudian dikenal ungkapan pendidikan
seumur hidup, sebagaimana dikenal pernyataan ilmuan kepada peserta didik

13
“Berilah aku seluruh yang engkau miliki, maka akan kuberikan kepadamu
sebagian yang aku miliki”.
Jangkauan nilai yang harus dipelajari oleh seorang Islam memang bersifat luas
dan menyeluruh, oleh karena itu hasil yang dicapai tidak akan dapat secara
sempurna sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu dalam upaya mendapatkan apa
yang diinginkan harus diupayakan secara terus menerus dan melalui berbagai
metode yang efektif. Seorang muslim selalu dituntut untuk terus belajar
menambah dan menyempurnakan ilmunya. Atas dasar itulah sekalipun Nabi
Muhammad adalah orang yang telah mencapai puncak kesempurnaan akal
sehingga mampu menangkap wahyu al-Qur’an, tetapi Nabi tetap diperintah dalam
Qur’an Surat Thahaa Ayat 114.

Artinya :
“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah
kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah
kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S Thaha : 114)
Perintah ini mengisyaratkan bahwa merasa puas terhadap ilmu yang telah
dicapai adalah sikap yang berlawanan dengan semangat Islam. Di kalangan
pelajar sekolah-sekolah Islam populer apa yang oleh sementara dianggap sebagai
Hadits Nabi yang berbunyi “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat”.
Terlepas besar tidaknya penisbahan tersebut kepada Nabi, tetapi menurut
QuraishShihab ungkapan tersebut sejalan dengan konsepsi al-Qur’an tentang
keharusan menuntut ilmu dan memperolah pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan seumur hidup sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ini
sejalan juga dengan perkembangan yang dilalui manusia selain Adam, Isterinya
dan Isa adalah dimulai dengan pertemuan antara laki-laki dan perempuan, sama
saja antara manusia satu dengan lainnya, antara mukmin dan kafir, kaya-miskin

14
dan seterusnya. Untuk itulah ketika al-Qur’an menjelaskan dalam Qur’an Surat
Al-Baqarah Ayat 223.

Artinya :
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja
kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
(Q.S Al-Baqarah : 233).
Dalam kontek ini, maka proses pendidikan itu sebenarnya sudah berlangsung
sejak mulai memilih jodoh, dimana seorang muslim diperintah untuk memilih
isteri “pilihlah istri yang baik untuk tempat nuthfahmu, sebab sesungguhnya darah
itu mengalir”. Dan diantara kriterianya adalah “pilihlah yang beragama”.
Selanjutnya sebelum mengadakan hubungan antara suami isteri diperintah untuk
berdo’a agar Allah menjauhkan setan dari anak yang dikaruniakan kepadanya.
Proses terbentuknya manusia mulai dari pertemuan antara ovum dan sperma,
sampai dengan akhir masa kehamilan dalam teori pendidikan disebut dengan
pendidikan pre natal, yaitu pendidikan anak selama dalam kandungan atau
sebelum lahir.
Dalam konteks ini pendidikan adalah dilaksanakan secara tidak langsung,
tetapi melalui perasaan sang ibu yang sedang mengandung. Seorang ibu yang
tengah mengandung, dengan suasana damai kemudian menghiasi perilakunya
dengan akhlak terpuji secara tidak langsung akan dapat menanamkan sikap positif
kepada anak yang masih berada dalam kandungan.
Hasil berbagai studi memperlihatkan bahwa anak telah memberikan
sambutan-sambutan terhadap stimuli selama masa sebelum lahir. Hanya saja
berbagai pengaruh lebih banyak adalah dihasilkan dari lingkungan. Berbagai

15
pengaruh gangguan sangat penting di antaranya adalah kegoncangan emosi yang
dialami ibu akan dapat mengalami ekses mengalirkan hormon adrenalin ke
seluruh darah kemudian ke fetus. Banyak kegagalan penyesuaian sebelum lahir
dapat dihindarkan oleh ibu yang mengerti pentingnya kebiasaan-kebiasaan dan
perbuatannya sendiri selama hamil.Dengan kesadaran bahwa janin dapat
memberikan reaksi terhadap lingkungan melalui perasaan seorang ibu inilah
barangkali, sehingga masa hamil seorang ibu biasanya ada budaya upacara
religius dengan berbagai variasinya. Harapan dari segala ritual itu ialah
terwujudnya generasi baik sebagaimana yang dicita-citakan orang tua.
Setelah manusia lahir ke dunia ini, mereka telah dapat memberikan reaksi
terhadap berbagai tuntutan jasmaniah dengan cara menangis ketika merasakan
hal-hal yang tidak menyenangkan dan tertawa dari hal-hal yang menyenangkan.
Perkembangan dari masa bayi sampai permulaan masa dewasa adalah dalam pola-
pola yang tidak tetap, tetapi secara terus menerus. Perkembangan individu yang
sukses dari lahir sampai meninggal biasanya meliputi masa bayi, anak-anak,
adolesen, dewasa dan tua. Hanya saja batas antara masing-masing perkembangan
tersebut tidak tegas sehingga orang tua dan pendidik harus berusaha mempunyai
pengertian tentang masa tua dan pendidik harus berusaha mempunyai pengertian
tentang masa yang sebaik-baiknya untuk mulai melatih dan membimbingnya.
Tujuan Pendidikan Seumur Hidup dalam Islam adalah: (1) Terbentuknya
kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola
taqwa, (2) Menumbuhkan pola kepribadian Islam secara utuh melalui latihan
kejiwaan, kecerdasan, penalaran, perasaan dan indera.
Berbeda dengan perkembangan psikologis, Islam melihat masa yang dilalui
manusia adalah masa bayi, anak-anak dan masa dewasa. Pemilihan ini dapat
diketahui dari nasihat Nabi yang berkaitan dengan hak dan kewajiban orang tua
terhadap anak-anaknya. Pendidikan masa bayi dilaksanakan secara tidak langsung
misalnya dengan memperlakukan secara halus, membayar aqiqahnya, memberi
nama yang baik dan mencukur rambutnya. Umar enam tahun dididik dengan
moral yang baik, ketika umur sembilan tahun dipisahkan tempat tidurnya dari
orang tua, umur 13 tahun ditanamkan disiplin shalat, kemudian setelah mencapai

16
umur 16 tahun dinikahkan. Dari gambaran umum tentang tanggung jawab orang
tua ini selanjutnya Zakiah menjabarkan bahwa tanggung jawab pendidikan dalam
Islam menjadi tanggung jawab orang tua setidaknya meliputi:
1) Memelihara dan membersihkan anak,
2) Melindungi dan menjamin keamanan,
3) Memberikan pengajaran dalam arti yang luas,
4) Membahagiakan anak di dunia dan akhirat.
Secara sederhana Menurut Gazalba (1970) bahwa pendidikan pada lingkaran
pertama adalah mula-mula pendidikan pasif melalui apa yang dialami dalam
keluarga, selanjutnya secara sederhana diajarkan keimanan, akhirnya sedikit demi
sedikit diberikan pendidikan aktif secara ikut-ikutan, di samping ditanamkan
akhlak, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri, dengan anggota keluarga,
dengan tetangga dan dengan orang lain.
Kesemua itu adalah merupakan pendidikan yang diperankan oleh orang tua.
Selanjutnya pada lingkungan kedua diisi oleh lembaga-lembaga formal yang
bertugas memberikan persiapan kepada manusia untuk memperoleh kemampuan
mencari penghidupan setelah meninggalkan bangku sekolah. Sekolah-sekolah
juga dapat membentuk manusia yang berpengetahuan ilmiah dan penguasaan
teknologi guna menyempurnakan kehidupan masyarakat. Dari penerapan terlihat
bahwa pendidikan Islam tidak selalu bertumpu pada moral yang tebatas pada
hubungan antara hamba dengan Tuhannya, tetapi mencakup juga hubungan
dengan sesama manusia dan dengan keselamatan lingkungan alam sekitarnya.
Lingkup ini adalah sejalan dengan misi kekhalifahan yang harus diperankan oleh
manusia.
Adapun batas terakhir pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang tua
sesuai dengan petunjuk Rasulullah adalah sampai anak dapat membina rumah
tangga. Pada fase ini orang tua tidak lagi mempunyai wewenang untuk
mencampuri persoalan keluarga anaknya dan orang tua terbebas dari berbagai
akibat hukum yang dilakukan oleh anaknya. Dengan bahasa yang berbeda para
pakar pendidikan modern menyebutnya dengan istilah dewasa yang mempunyai
ciri-ciri seperti kestabilan emosi, mampu bertanggung jawab serta mandiri.

17
Setelah manusia mampu membangun rumah tangga dan mampu berdiri sendiri,
maka pendidikan masa dewasa ini masih terus berlangsung melalui teman
pergaulan baik di lingkungan masyarakat, organisasi, media massa dan
lingkungan kerja. Pada fase ini Islam mengajarkan agar manusia selalu bergaul
dengan orang-orang yang baik dalam rangka menjaga diri dari pengaruh akhlak
yang jelek.
Sejalan dengan kecenderungan hanif yang ada pada dirinya, maka manusia
akan selalu berusaha untuk mendapatkan ketenangan jiwa melalui pelaksanaan
ibadah, berdzikir kepada Allah, mendengarkan siraman rohani dan lain sebagaiya.
Kemudian tuntutan profesi akan memotivasi dirinya untuk selalu mengembangkan
kemampuan-kemampuan yang sesuai dengan tuntutan pekerjaannya. Pendidikan
dari lingkungan ketiga ini meliputi lapangan masyarakat atau kebudayaan yang
ciri pendidikannya juga banyak diwarnai dengan bentuk pendidikan secara pasif.
Dikatakan pasif karena ia tidak diperintah aktif bersikap seperti persepsi umum,
melainkan ia melaksanakan atas dasar pemikiran dan nalarnya. Ia menyaksikan
berbagai peristiwa yang muncul, mendengar berbagai pernyataan pakar ilmu
sosial yang beraneka ragam, menghayati suasana yang hidup di masyarakat,
selanjutnya memantapkan dirinya untuk berpartisipasi dan melakukan sosialisasi
dan enkulturisasi.
Dengan demikian maka pembentukan kepribadian muslim yang berproses
dalam lingkungan keluarga dan sekolah, memperoleh pemantapan dan perluasan
melalui interaksinya dalam kehidupan masyarakat, baik atas dasar nilai-nilai
sosial maupun nilai-nilai yang mereka gali dari ajaran agama yang dianutnya.
Mengingat bahwa tujuan Pendidikan dalam Islam tidak terbatas pada
kehidupan di dunia, maka kedewasaan, tanggung jawab dan kemampuan untuk
mandiri dalam memecahakn problem kehidupan di dunia ini belumlah cukup
menjadi indikasi sebagai batas akhir dari Pendidikan dalam Islam. Hal ini sejalan
dengan doktrin Islam bahwa disamping kehidupan di dunia ini, masih ada
kehidupan akhirat yang juga sebagai hasil nilai-nilai yang diupayakan dalam
kehidupan dunia. Nilai utamanya adalah keimanan yang selanjutnya dijabarkan
dalam pelaksanaan rukun Islam secara konsekuen. Kalau beban manusia beriman

18
adalah mempertahankan keyakina yang murni (tauhid), maka mekanismenya
adalah dengan menjalankan ibadah-ibadah yang digariskan oleh ajaran Islam.
Pelaksanaan ibadah mensyaratkan adanya niat yang ikhlas karena Allah, dan
bukan yang lain. Allah tidak melihat suatu amal perbuatan dari wujud materialnya,
melainkan pada motif yang mendasarinya. “Barang siapa yang hijrahnya karena
Allah, maka hijrahnya benar. Barang siapa hijrahnya karena dunia atau wanita
yang dinikahinya, maka hijrahnya untuk apa yang dituju”.

Artinya :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-
Baqarah : 155).

Artinya :
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun." (Q.S Al-Baqarah :
156).

Artinya :
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk” (Q.S Al-Baqarah : 157).

19
Artinya :
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”
(Q.S Al-‘Ankabuut : 2).

Artinya :
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S Al-
‘Ankabuut : 3).
Berdasarkan uraian ayat di atas, maka Orang yang beriman dituntut untuk
terus menerus menjaga kemurnian aqidanya dari berbagai ujian dan rintangan
yang dilalui dalam perjalanan hidupannya di dunia. Seorang yang beriman tidak
seharusnya berharap atau beranggapan bahwa ketika ia menyatakan beriman
kemudian tidak mendapatkan berbagai ujian. Karena berbagai ujian dan cobaan
itu adalah dalam upaya memperkokoh keimanannya. Pemeliharaan iman atas
dasar aqidah yang murni ini sebagai diyakini adalah nilai yang amat strategis
dalam menentukan langkah di akhiratnya. “Barang siapa akhir pernyataannya
adalah kalimah laa ilaha illa Allah, masuk surga”. Dalam upaya mewujudkan
kepribadian muslim yang konsekuen, maka sampai masa-masa menjelang
kematian ia harus dibimbing untuk tetap hanya bertuhan kepada Allah semata.
“Ajarilah orang yang akan mati dengan kalimah laa ilaha illa Allah”. Hanya saja
seseorang tidak akan mudah diajar kalimah tauhid tersebut, manakala sepanjang
hidupnya diwarnai dengan praktik-praktik yang mempertaruhkan selain Allah
SWT. Untuk itu ibadah-ibadah baik yang wajib atau yang sunnah yang dikerjakan
seorang muslim adalah dalam konteks memelihara dan mempertahankan

20
komitmennya bahwa tiada Tuhan selain Allah, serta tidak melakukan perbuatan
syirik.
Pola-pola pengembangan diri sejak lahir sampai meninggal dunia untuk tetap
komit terhadap aqidah Islam sebagaimana terurai di atas, memang hanya dapat
berlangsung secara sempurna pada masyarakat madani. Sementara bagi
masyarakat awam kendatipun telah mencapai kedewasaan secara lahiriyah, namun
pendidikan dalam pengertian bimbingan dari penyidik tetap menjadi faktor
penentu. Atas dasar itu peranan dari institusi-institusi sosial masih sangat dominan
dalam memelihara komitmen mereka agar tetap berada pada bingkai keimanan
yang murni.
Sejarah Pendidikan Islam menginformasikan bahwa berbagai institusi yang
mempunyai bidang garapan untuk kelompok awam ini muncul dalam bentuk
lembaga al-Kawanik, al-Zawiyah, dan al-Ribats.Beberapa lembaga tersebut
adalah semacam asrama atau pondok yang disediakan bagi orang-orang sufi
dalam kegiatannya untuk mengadakan uzlah.
Di samping itu dalam masyarakat Islam belakangan ini muncul gejala baru
untuk mendirikan organisasi-organisasi, atau kelompok-kelompok pengajian
mulai dari kalangan atas sampai ke tingkat bawah, yang tujuannya tiada lain
hanyalah menfasilitasi kecenderungan manusia untuk mendapatkan bimbingan
rohani agar kehidupan yang dijalani tidak keluar dari ajaran agamanya.
b. Jangkauan Pendidikan Seumur Hidup
Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap orang yang
memiliki komitmen keimanan dan komitmen keilmuan dalam Qur’an Surat Al-
Mujadalah Ayat 11.

Artinya :

21
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Q.S Al-Mujadalah : 11)
Berdasarkan penghargaan serupa ditunjang oleh tujuan Pendidikan dalam
Islam sebagaimana telah terpaparkan pada bagian sebelum ini. Pendidikan seumur
hidup dalam konsepsi Islam memiliki dua jangkauan penting, yaitu:
1) Berkembangnya Potensi Diri secara Optimal
Secara rinci manusia sejak sebelum lahir memiliki fitrah beriman kepada
Allah Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 172:

Artinya :
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka
menjawab : Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)." (Q.S Al-A’raf : 172).
Firman Allah ini disempurnakan dengan hadits Nabi : “Setiap anak Adam
dilahirkan dengan fitrahnya (Islam), kedua orang tuanyalah yang membuat anak
menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi”. Fitrah yang telah dibawa manusia sejak
masih dalam kandungan ini membutuhkan pemeliharaan bahkan penguatan tanpa
batas waktu.

22
Tauhid yang menjadi fitrah manusia itu merupakan landasan terpenting untuk
mengembangkan potensi manusia secara optimal dengan benar. Pada posisi ini
manusia memiliki potensi untuk menjadi taqwa. Fazlur Rahman mengatakan
dalam bukunya Major Themes of The Qur’an bahwa senter kepribadian manusia
adalah taqwa. Tanpa pembinaan terus menerus terhadap potensi ini manusia akan
menjadi makhluk yang berkedudukan sangat rendah serta menjadi makhluk bodoh
bahkan dzalim Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 72.

Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”
(Q.S Al-Ahzab : 72)
Di samping potensi taqwa, manusia juga memiliki potensi lain yaitu
kemampuan untuk menjadi pandai. Untuk mengembangkan potensi ini Allah telah
melengkapi perangkat yang dibutuhkan oleh manusia berupa akal sebagai alat
berfikir. Dengan memfungsikan akalnya, manusia akan mampu menguasai ilmu
pengetahuan sebagai bekal menjadi khalifah fi al-ardl dengan berbagai tanggung
jawabnya. Murtadla Mutahhari mengatakan : Manusia menguasai ilmu
pengetahuan untuk menentukan masa depan manusia itu sendiri. Dan dalam
menentukan masa depan kemudian menjadi indah pada saat manusia juga
memiliki iman.
Beberapa kali al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang
memiliki alat pikir dengan mengatakan “ya ulul albab, afala ta’qilun”. Dengan
mengoptimalkan kemampuan fikir yang termiliki kemudian manusia akan
terangkat kedudukannya. Lebih jauh, manusia memiliki akal dalam rangka
mewujudkan naluri untuk memiliki pengetahuan. Sebab manusia menguasai ilmu

23
dan pengetahuan tidak semata-mata untuk menaklukkan alam dan memakmurkan
kehidupan lahiriyah belaka. Lebih dari itu, mereka memiliki naluri untuk mencari
dan menemukan kebenaran, yang memungkinkan pengetahuannya itu menjadi
suatu tujuan yang pantas untuk dinikmati. Pada akhirnya iman dan pengetahuan
menyatu menjadi naluri manusia.
2) Kesempurnaan
Dalam bahasan tentang tujuan pendidikan dalam Islam dipaparkan bahwa
tujuan Pendidikan dalam Islam adalah: (1) Terbentuknya kepribadian seseorang
yang membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola taqwa, (2) Menumbuhkan
pola kepribadian Islam secara utuh melalui latihan kejiwaan, kecerdasan,
penalaran, perasaan dan indera. Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 208 menjelaskan
bahwa.

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al-Baqarah :
208)
Berdasarkan ayat di atas, tujuan pendidikan serupa memiliki target bahagia di
dunia dan akhirat dan merupakan refleksi dari perintah untuk masuk dalam Islam
secara sempurna. Secara tegas al-Qur’an juga memberikan arahan Qur’an Surat
Al-Qazass Ayat 77.

24
Artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. “ (Q.S Al-Qazass :
77).
Selanjutnya Rasulullah Muhammad memberikan petunjuk pelaksanaannya
dengan haditsnya : “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup
selama-lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan
meninggal esok hari”. Upaya inipun diajarkan untuk selalu dimohonkan supaya
Allah memberikan kebaikan di dunia dan akhirat.
Kesempurnaan dunia untuk dunia dan akhirat di atas tentu saja tidak dapat
dicapai dalam waktu sekejap, akan tetapi membutuhkan waktu dan tahapan yang
dalam hal ini dilakukan dan dicita-citakan pendidikan dalam Islam. Sebagaimana
para pemikir muslim juga berpendapat bahwa manusia untuk sampai pada
kesempurnaan, iman, kamil, melalui tahapan-tahapan sebagai proses yang terjadi
sejak lahir sampai meninggal.
Sedangkan al-Ghazali dengan bahasanya yang berbeda menjelaskan bahwa
orang yang sempurna adalah orang yang sampai pada level al-Kassaf. Posisi ini
hanya mampu dicapai oleh kelompok manusia “tertentu” atau kelompok khawas
al-khawas. Orang yang mampu sampai pada posisi ini telah mampu memahami
kebenaran yang dipaparkan oleh al-Qur’an dan telah melampaui level-level
sebelumnya yaitu (a) Sebagaimana manusia pada umumnya, dan (b) Menjadi
kelompok khawas.
2. Kemandirian dalam Belajar
Al-Quran sudah sangat jelas memberikan warningpada umat manusia bahwa
membaca dan belajar itu sangatpenting. wahyu yang pertama kali turun kepada
nabi Muhammad SAW adalah surat Al Alaq. Surat yang memerintahkan kepada
nabi untuk IQRA atau membaca. Padahal kita ketahui bahwa saat itu Muhammad

25
adalah seorang buta huruf, Ia tidak dapat membaca dan menulis sehingga disebut
“umi”. Kala itu Muhammad sendiri bingung berapa kali Ia menyebutkan pada
malaikat Jibril bahwa dirinya tidak dapat membaca. Tetapi malaikat Jibril
meyakinkan Muhammad untuk terus membaca ( Iqra ). Ternyata banyak pelajaran
yang terkandung pada kata “IQRA”. Secara harfiah Iqra artinya membaca, tetapi
membaca disini memiliki arti bahwa yang dibaca bukan hanya apa yang tertulis
tetapi yang lebih utama adalah membaca apa yang terkandung di balik tulisan
tersebut.
Di dalam al-Quran sendiri, semangat untuk belajar dan mencapai ilmu
pengetahuan sangat dianjurkan bagi umat manusia, baik disampaikan melalui
bahasa yang implisit atau eksplisit. Dalam al-Quran, orang-orang yang beriman
dan berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah, menjadi lebih mulia dan lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki iman dan pengetahuan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Qur’an Surat Al-Mujadalah Ayat 11.

Artinya :
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Q.S Al-Mujadilah : 11)

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa
Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tapi hanya menegaskan bahwa
mereka memiliki beberapa derajat. Tidak disebutnya kata meninggikan itu,

26
sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang akan
berperan besar dalam pencapaian ketinggian derajat yang diperoleh.
Dalam ayat di atas adalah merekayang menghiasi diri mereka dengan ilmu
pengetahuan apapun yang bermanfaat, tidak terbatas pada pengetahuan agama
semata.sebagainya merupakan sebuah isyarat yang sangat kuat, betapa pentingnya
manusia untuk belajar dengan menggunakan anugerah yang telah diberikan oleh
Allah, seperti ranah cipta dan karsa untuk meraih ilmu pengetahuan.Selain itu,
menurut Umar Shihab, dalam ayat-ayat tersebut secara tidak langsung Allah
menghendaki manusia untuk mencari danmenggali sendiri menggunakan
kognisinya dalam memahami sebuah ilmu pengetahuan dan kebenaran yang
hakiki.
Al-Quran dijadikan sebagai petunjuk manual bagi kehidupan umat manusia
banyak memberikan isyarat agar umat manusia senantiasa membaca dan menggali
ilmu pengetahuan yang berangkat dari kesadaran dan kemauan individu.Sebab,
Allah tidak akan mengubah umat manusia dari tidak mengerti jadi mengerti, dari
tidak berilmu menjadi berilmu, jika bukan umat manusia itu sendiri yang mau
berusaha untuk mengubahnya. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkap
dalam kajian Psikologi bahwa kemandirian belajar adalah pembelajar
menggunakan pikiran dan perasaannya untuk mengarahkan (directed) dan
mengambil inisiatif sendiri (independent) sehingga mencapai penguasaan dan
pengetahuan baru.
Bentuk kemandrian belajar yang dicontohkan dalam al-Quran terdapat dalam
kisah para Nabi.Seperti Nabi Musa yang melakukan perjalanan untuk menemui
Nabi Khidir dengan motivasi mencari ilmu yang lebih luas dan dalam.Nabi Musa
sebagai murid pantang menyerah dalam memahami hakikat yang diajarkan oleh
Nabi Khidirsebagai guru.Selain Nabi Musa, kemandirian belajar juga dicontohkan
oleh Nabi Ibrahim, bagaimana Nabi Ibrahim bersikap kritis terhadap lingkungan
dan budaya sekitarnya, termasuk pada pengasuhnya sendiri (Azar) lalu mencari-
cari pengetahuan sendiri tentang Tuhan yang sebenarnya, sampai kemudian Allah
memberi petunjuk.

27
Ini artinya, bentuk kemandirian belajar yang telah jauh-jauh hari dicontohkan
oleh para Nabi dan di dalam al-Quran.Selain itu, dalam al-Quran keberhasilan
dalam usaha belajar mandiri pada akhirnya adalah hasil dari izin dan karunia
Allah juga disampng hasil usahanya sendiri (theo-antrophocentrisme), bukan
sepenuhnya hasil inidividu itu sendiri (antrhopocentrisme).
Cara-cara menumbuhkembangan kemandirian belajar dalam al-Quran setidak-
tidaknya ada enam poin, yaitu: 1) Mengenalkan peserta didik terhadap realitas
(lingkungan) 2) Membangun kontsruk berpikir peserta didik 3) Membiarkan
setiap inidividu yang akan menjadi peserta didik untuk menentukan materi/bidang
mana yang akan dipelajari 4) Membiarkan peserta didik memilih gaya belajar atau
metodenya sendiri dalam menguasai materi, Peserta didik dilibatkan secara fisik
dan emosional untuk terlibat dalam proses pembelajaran 5) Membuka dialog
terbuka dalam setiap proses pembelajaran.
Cara-cara tersebut, sesuai dengan apa yangada dalam konsep active learning,
dimana peserta didik diarahkan untuk aktif mengikuti dan menentukan setiap
proses pembelajaran yang ada.Akan tetapi, ada spirit yang membedakan antara al-
Quran dan psikologi. Dalam perspektif al-Quran: belajar mencari pengetahuan,
memiliki inisiatif, merancang, dan mengevaluasi tingkat pengetahuan dan
pembelajaran adalah manifestasi dari ketaatan terhadap perintah Allah. Adapun
kecerdasan, prestasi, dari kemandirian belajar itu sendiri merupakan
karunia/anugerah dari ketaatan terhadap perintah Allah itu sendiri.

28
A. Pendidikan Seumur Hidup dan Kemandirian dalam Belajar Menurut
Pandangan Barat
1. Pendidikan Seumur Hidup
Laporan tahun 1972 Komisi Internasional pengembangan pendidikan,
dipublikasikan oleh UNESCO dan sekarang dikenal dengan istilah “Laporan
Faure”, memuat rekomendasi pertama untuk perencanaan-perencanaan pendidikan,
Rekomendasi dengan proposal yang disebut “pendidikan seumur hidup” akan
diadaptasikan sebagai “master concept” untuk inovasi pendidikan di mata
mendatang.rekomendasi ditujukan pada negara maju dan dan juga negara yang
sedang berkembang. Sejak itu, gagasannya telah diterima dengan perhatian yang
tinggi dan menjadi sangat terkenal dimana-mana. Pendidikan seumur hidup
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Keadilan
Keadilan dalam memperoleh pendidikan seumur hidup diusahakan oleh
pemerintah. Dalam konteks keadilan pendidikan seumur hidup pada
prinsipnya bertujuan untuk mengeliminasi pesanan sekolah sebagai alat untuk
melestaikan ketidakadilan.
b. Faktor peranan keluarga
Coleman dalam “Review of Educational Research mengemukakan keluarga
berfungsi sebagai sentral sumber pendidikan pada waktu silam.Pendidikan seumur
hidup dapat memperlengkapi kerangka organisasi yang memungkinkan
pendidikan mengambil alih tugas yang dulunya ditangani keluarga. Dalam
masalah ini harus diperhatikan bahwa penekanan peranan pendidikn seumur hidup
sebagai pembantu keluarga, berarti akan memperluas sistem pendidikan agar
dapat menjangkau anak-anak awal dan orang dewasa.
Di Eropa, pendidikan seumur hidup belum dimengerti sepenuhnya, dan
konsensus yang utuh mengenai sifat, rasional dan implikasinya belum ada. Lebih
jauh, pendidikan seumur hidup kurang begitu terkenal didalam lingkungan
pendidikan di luar Eropa. Konsekwensinya, bab ini memuat perkenalan ringkas
beberapa prinsip utama pendidikan seumur hidup seperti yang dideskripsikan

29
dalam literatur yang membahas tentang ini. Tujuan sub bab ini bukan untuk
mereview literatur secara mendetail. Karena hal ini sudah dilakukan dalam
publikasi seperti yang dikerjakan oleh Dave (1973). Apa yang dimaksud disini
adalah untuk menyajikan gagasan pemikiran dasar, dan untuk menetapkan
pengertian istilah “pendidikan seumur hidup” seperti yang dipergunakan dalam
buku ini.
Pendidikan Seumur Hidup adalah sebuah sistem konsep-konsep pendidikan
yang menerangkankeseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar-mengajar
yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia.Istilah “Pendidikan
Seumur Hidup”/ ”Life-Long Education” (bukan “long life education”) adalah
makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta
komprehensif . Konsep pendidikan seumur hidup sangat erat kaitannya dengan
pemahaman waktu berlangsungnya pendidikan. Dan dapat dibuktikan dalam
pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para
pendidik di negeri kita. Lahirnya konsep pendidikan seumur hidup adalah bagian
dari keprihatinan pada dunia pendidikan yang ada, karena masih banyak
masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan pada dunia formal.
Menurut Stephens (1967) belajar dan mengajar adalah peristiwa wajar yang
terjadi pada mahkluk manusia secara terus menerus berlangsung dengan cara
spontan, bahkan tanpa disadari melakukannya. Dan pokok pendidikan seumur
hidup adalahseluruh individu harus memilki kesempaatan sistematik, terorganisir
untuk “instruction” studi dan “learning” disetiap kesempaatan sepanjang hidup
mereka.Semua itu dengan tujuan menyembuhkan kemunduran pendidikan
sebelumnya, untuk memperoleh keterampilan baru untuk meningkatkan keahlian
mereka untuk meningkatkan pengertian tentang dunia yang mereka tempati, untuk
meningkatkan kepribadian mereka, atau untuk beberapa tujuan lanjutan
lainnya.Dalam rangka ini pendidikan pada dasarnya dipandang sebagai pelayanan
untuk membantu pengembangan personal sepanjang hidup, dalam istilah yang
lebih luas “develooment”.Pendidikan seumur hidup berekaan denga prinsip
pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukannya

30
fungsinya. Fungsinya adalah ”proses perubahan” yang menuntun perkembangan
individu”
2. Kemandirian dalam Belajar
a. Pengertian Kemandirian Belajar menurut para ahli
1) Merriam & Caffarella (1999), merupakan proses dimana individu mengambil
inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem
pembelajarannya Sedangkan menurut Grieve (2003) Kemandirian Belajar
adalah atribut personal, kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol atau
bertanggung jawab dalam proses belajarnya.
2) Knowles (1989) merupakan suatu proses Belajar dimana setiap siswa atau
individu dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain,
dalam hal mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar,
mengidentifikasi sumber-sumber Belajar (baik berupa orang maupun bahan),
memilih dan menerapkan strategi Belajar yang sesuai bagi dirinya, serta
mengevaluasi hasil belajarnya.
3) Kozma, Belle dan Williams (1978), yang menyatakan Belajar mandiri sebagai
suatu bentuk Belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menentukan: tujuan belajar, sumber-sumber Belajar dan kegiatan Belajar
sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
4) Mocker & Spear (1984) Kemandirian Belajar adalah suatu proses dimana
pelajar mengontrol sendiri proses pembelajarannya dan tujuan dari
pembelajaran tersebut.
5) Gibbons (2002) merupakan peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan,
atau perkembangan individu dimana individu memilih dan menentukan sendiri
tujuan dalam pembelajaran, serta berusaha menggunakan metode – metode
yang mendukung kegiatannya.
6) Cyril Kesten (1992), sebagai suatu bentuk Belajar dimana peBelajar (dalam
hubungannnya dengan orang lain) dapat membuat keputusankeputusan
penting yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya sendiri.

31
7) Baumgartner (2003) juga menyatakan bahwa Belajar mandiri adalah sistem
Belajar mandiri dimana individu mengambil langkah untuk memutuskan apa,
kapan dan bagaimana cara belajar.
8) Pannen dkk (2000) menegaskan bahwa ciri utama dalam Belajar mandiri
bukanlah ketiadaan guru atau teman sesama siswa, atau tidak adanya
pertemuan tatap muka di kelas. Menurutnya, yang menjadi ciri utama dalam
Belajar mandiri adalah adanya pengembangan kemampuan siswa untuk
melakukan proses Belajar yang tidak tergantung pada faktor guru, teman,
kelas dan lain-lain.
Kesimpulan Kemandirian Belajar adalah kondisi aktifitas Belajar yang
mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan, inisiatif serta
bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya.
Kemandirian Belajar akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala
sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu
yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam
proses pembelajaran.
b. Ciri-Ciri Kemandirian dalam Belajar
Siswa atau peserta didik yang mempunyai Kemandirian Belajar dapat dilihat
dari kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh untuk Belajar serta memiliki
inisiatif dalam belajar.Untuk mengetahui apakah siswa itu mempunyai
Kemandirian Belajar maka perlu diketahui ciri-ciri Kemandirian belajar. Menurut
Spancer dan Koss, merumuskan ciri-ciri kemandirian mandiri sebagai berikut:
1) Mampu mengambil inisiatif. 2) Mampu mengatasi masalah. 3) Penuh
ketekunan. 4) Memperoleh kepuasan dari hasil usahanya. 5) Berkeinginan
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orng lain.
Sedangkan menurut Hiemstra (1991), siswa atau peserta didk yang memiilki
Kemandirian belajar.memiliki cirri-ciri: a) Siswa tersebut mempunyai tanggung
jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan usaha
pembelajaran b) Belajar mandiri merupakan karakteristik yang dapat digunakan
setiap individu dalam setiap situasi c) Belajar mandiri bukan mengisolasi diri
individu dengan orang lain d) Individu yang mempunyai Kemandirian Belajar

32
mampu untuk “transfer learning”, baik pengetahuan maupun keahlian (skill) dari
satu situasi ke situasi yang lain seperti berpartisipasi dalam grup, latihan – latihan,
dialog secara elektronik, dan aktifitas – aktifitas menulis. e) Peran efektif dari
guru di dalam Belajar mandiri terjadi, seperti melakukan dialog dengan pelajar,
melihat sumber pengetahuan yang aman, mengevaluasi hasil yang ada, dan
berpikir secara kritis. f) Beberapa institusi pendidikan menemukan cara yang
dapat mendukung Kemandirian Belajar seperti program pendidikan terbuka,
pemilihan pendidikan bagi individu, dan program inovasi lainnya.

33
BAB III

PEMBAHASAN

Tabel 1. Azas-Azas Pendidikan Berdasarkan Pandangan Islam, Barat, dan Indonesia


Pandangan Islam Pandangan Barat Pandangan Indonesia
Azas pendidikan menurut islam yaitu : Sumber dan metodologi pendidikan barat Adapun azas-azas pendidikan yaitu sebagai
a. Dasar atau Azas normatif pendidikan bertitik tolak dari filsafat pragmatisme yang berikut:
Islam, meliputi: mengukur kebenaran menurut kepentingan a. Azas tut wuri handayani, ketiga
1) Nilai aqidah, ibadah, syariah – Al- waktu, tempat, situasi dan berhenti pada semboyan yang telah menjadi satu
dharuriyat al-khams garis hajat, yang bergantung sepenuhnya kesatuan azas, yakniIng ngarsa sung
2) Nilai-nilai manusia sebagai abdullah, kepada kaedah empiris dan rasional tuluda (jika di depan, menjadi contoh),
khalifatullah berdasarkan pemikiran para filsuf yang Ing madya mangun kasa (jika di tengah-
3) Nilai-nilai manusia sebagai pendidik, melahirkan landasan-landasan pendidikan tengah, membangkitkan kehendak,
anak didik mereka yaitu: hasrat atau motivasi), danTut wuri
b. Dasar atau Azas filosofis pendidikan a. Azas pendidikan sepanjang hayat handayani (jika di belakang, mengikuti
Islam b. Azas Universal dengan awas)
1) Apa hakikat manusia dan hal yang c. Azas Manfaat b. Azas belajar sepanjang hayatproses
terkait dengan manusia seperti masalah d. Azas demokratis belajar mengajar di sekolah mengemban

34
Pandangan Islam Pandangan Barat Pandangan Indonesia
akal pikiran dan mengenai hakikat e. Azas adil dan merata dua misi, yakni : memberikan
kebahagiaan. f. Azas perikehidupan dalam keseimbangan pembelajaran kepada peserta didik
2) Apa hakikat alam g. Azas kesadaran hukum dengan efesien dan efektif, dan
3) Apa hakikat kehidupan h. Azas kepercayaan pada diri sendiri meningkatkan kemampuan belajar
4) Apa hakikat kebenaran dan i. Azas efisiensi dan efektivitas mandiri sebagai basis dari belajar
pengetahuan j. Azas mobilitas sepanjang khayat
5) Apa itu nilai kebaikan dan keindahan k. Azas fleksibilitas c. Azas kemandirian dalam belajardapat
6) Pandangan-pandangan mengenai l. Azas kemandirian dalam belajar diwujudkan apabila didasarkan pada
hakikat, tujuan, kegunaan pendidikan, asumsi bahwa peserta didik mampu dan
pendidik, anak didik, lingkungan serta mau mandiri dalam belajar
sarana atau metode pendidikan
c. Dasar atau Azas Biologis dan psikologis
pendidikan Islam
1) Fisik, jiwa dan ruh
2) Fithrah dan hanief
3) Masa kanak-kanak, balig dan dewasa
4) Intelectual quotient, emotional quotient
dan spiritualquotient

35
Pandangan Islam Pandangan Barat Pandangan Indonesia
d. Dasar atau Azas sosiologis pendidikan
Islam
1) Manusia makhluk individual-sosial
2) Manusia makhluk yang bermanfaat bagi
yang lain
3) Keluarga muslim dan masyarakat
muslim
4) Hubungan antara individu, keluarga,
lembaga pendidikan, mesjid dan
masyarakat

36
37
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan makan dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Azas pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam belajar menurut
pandangan Indonesia meliputi azaz tut wuri handayani, azas belajar sepanjang
hayat, dan azas kemandirian dalam belajar.
2. Azas pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam belajar menurut
pandangan Islam meliputi pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam
belajar.
3. Azas pendidikan seumur hidup dan kemandirian dalam belajar menurut
pandangan Barat meliputi pendidikan seumur hidup dan kemandrian dalam
belajar.

B. Saran
Jika dilihat dari pentingnya pendidikan seumur hidup, azas tut wuri handayani,
dan azas kemandirian dalam pembelajaran, ada baiknya kita mempelajari dan
lebih memahami serta mendalami kajian dari pentingnya pendidikan seumur
hidup, azas tut wuri handayani, dan azas kemandirian dalam pembelajaran
tersebut.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abdul dan Jusuf.2006.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Kencana Prenada Media.


Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir. 2006.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Prenada
Media.
Abdurrahman, Atang Hakim dan Jaih Mubarok. 2011.Metodologi Studi Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Qur’an
An-Nahawi, Abdurrahman. 1989.Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan
IslamBandung: CV.Diponegoro.
Buseri, Kamrani. 2014. Dasar, Asas dan Prinsip Pendidikan Islam. Kalimantan
Selatan: IAIN Antasari
Gie, The Liang. 2012. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Hasbullah.2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Edisi Revisi 5.Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada.
Joni Raka, T. 1983. Cara Belajar Siswa Aktif, Wawasan Kependidikan dan
Pembaruan Pendidikan Guru. Malang: IKIP Malang.
Junaid, Hamzah. 2012. Sumber, Azas dan Landasan Pendidikan. Volume 7
Nomor 2 Tahun 2012. Makasar: DPK UIN Alauddin Makasar.
Kadir, A. 2012.Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Pidarta, Made.2009. Landasan Kependidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Prayitno.2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: Grasindo.
Pu’ad, Dede. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Garut:Defiya print.
Rianti, Ida. 2012. “Landasan Pendidikan Nasional”. Jurnal At-Ta’lim, 2: 72-82.
Rubiyanto, Rubino, dkk. 2003. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah
University Press.
Sudarwan Danim. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta
Tirtarahardja, 2000.Pengantar Pendidikan.Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Yusuf, Arba’iyah. 2012. Long Life Education_Belajar Tanpa Batas. Jurnal
Pedagogia Vol. 1, No. 2, Juni 2012: 111-129.

39
LAMPIRAN

Pertanyaan dan Jawaban

1. Apa makna dari pendidikan seumur hidup?


Konsep pendidikan seumur hidup, sebenarnya sudah sejak lama dipikirkan
oleh para pakar pendidikan dari zaman ke zaman. Apalagi bagi umat Islam, jauh
sebelum orang-orang Barat mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan
seumur hidup, sebagaimana dinyatakan oleh Hadist Nabi Muhammad Saw. Yang
berbunyi:

“ Tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia”.

Konsep tersesebut menjadi aktual kembali terutama dengan terbitnya buku An


Introduction to Lifelong Education, pada tahun 1970 karya Paul Lengrand, yang
dikembangkan lebih lanjut oleh UNESCO.

Asas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu asas bahwa proses
pendidikan merupakan suatu proses kontinu, yang bermula sejak seseorang
dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-
bentuk belajar secara informal maupun formal baik yang berlangsung dalam
keluarga, di sekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan
masyarakat.(Hasbullah, 2006 : 63-64).

Pendidikan seumur hidup bertujuan untuk mengembangkan potensi


kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek
pembawaannya semaksimal mungkin. Dengan demikian secara potensial
keseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya agar berkembang secara wajar.
Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia
bersifat hidup dan dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung selama manusia
hidup.

Pendidikan seumur hidup adalah sebuah sistem konsep-konsep peristiwa


kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan

40
manusia di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Asas pendidikan
seumur hidup merumuskan bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses
yang kontinu, dan tidak terbatas oleh waktu seperti pendidikan formal. Proses
pendidikan seumur hidup tidak hanya dilakukan seorang yang terpelajar tetapi
semua lapisan masyarakat pun bisa melakukannya. Tujuan pendidikan seumur
hidup adalah untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan
kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembaruannya semaksimal mungkin.
Dalam seluruh aspek kehidupan antara lain bidang sosial, ekonomi, politik,
teknologi dan lain-lain, manusia dituntut untuk selalu mengembangkan diri.
Terlebih di era modern ini dimana pengaruh globalisasi mengakibatkan
perubahan-perubahan sosial sehingga perlunya pendidikan sepanjang hidup.
Pendidikan seumur hidup bisa kita lakukan dimanapun diwaktu apapun selama
kita selalu ingin belajar dari kehidupan.

2. Apakah pendidikan seumur hidup sudah berjalan dengan baik di


Indosesia? (Jelaskan dengan contoh)
Konsep pendidikan seumur hidup di Indonesia mulai dimasyarakatkan melalui
kepandaian negara yaitu melewati Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 JO TAP.
NO. IV/MPR/1978 mengenai GBHN memutuskan prinsip-prinsip pembangungan
nasional, antara beda :

1. Pembangunan nasional dilakukan dalam rangka pembangunan insan


Indonesia seutuhnya dan pembangunan semua rakyat Indonesia (Arah
Pembangunan Jangka Panjang)
2. Pendidikan dilangsungkan seumur hidup dan dilakukan dalam family
(rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah
tanggung jawab bareng antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Bab
IV GBHN Bagian Pendidikan).

Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, mengenai system edukasi


nasional pada pasal 26, disebutkan bahwa edukasi non formal diselenggarakan
untuk warga masyarakat yang membutuhkan layanan edukasi yang bermanfaat
sebagai pengganti, penambah, dan atau perlengkap edukasi formal dalam rangka

41
menyokong pendidikan seumur hidup. Dari dasar edukasi seumur hidup yang
dilafalkan di atas, jelaslah bahwa proses edukasi dapat dilangsungkan selama
insan masih hidup.

Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak kekeliruan yang dilakukan.


Contoh dalam pendidikan keluarga, seorang ayah harus menjadi teladan bagi
anaknya, ayah memiliki tanggung jawab yang paling besar dan memiliki jiwa
pemimpin yang bisa memimpin keluarganya dengan lebih baik. Sedangkan, ibu
adalah sosok wanita yang selalu berada di sisi anak-anaknya, menjaga dan
merawat anak-anaknya dengan kasih sayang. Namun, banyak sekali sekarang kita
lihat kebalikan dari hal tersebut, sehingga anak merasa tidak tahu harus
mencontoh yang benarnya seperti apa.

Dalam pendidikan di sekolah, masih banyak siswa yang belum mendapatkan


hak untuk sekolah. Mereka lebih memilih membantu orang tua untuk bekerja
dibandingkan dengan belajar di sekolah. Hal ini tentu membuat hati kita miris
menanggapinya.

Begitupun pendidikan di masyarakat, dengan melihat tingkat kriminalitasnya


pada zaman sekarang ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara pendapatan
dan pengeluaran sehari-hari setiap orang, oleh karena itu mereka bisa melakukan
kejahatan seperti mencuri, merampok, begal, maling, dan lain-lain untuk
memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini pendidikan di masyarakat sangat tidak bisa
dijadikan pedoman.

42

Anda mungkin juga menyukai