PROPOSAL PENELITIAN
RAHMI LAILA
NIM. 19175013/ 2019
DAFTAR TABEL........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................6
B. Perumusan Masalah.........................................................................................12
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................12
E. Pentingnya Penelitian.......................................................................................13
G. Definisi Operasional........................................................................................14
A. Kerangka Teori................................................................................................16
1. Bahan Ajar.................................................................................................16
2. E-modul.....................................................................................................18
3. IPA Terpadu...............................................................................................22
5. Literasi Baru..............................................................................................30
C. Kerangka Berpikir............................................................................................40
ii
A. Model Pengembangan......................................................................................43
B. Prosedur Penelitian..........................................................................................43
2. Design (Perancangan)................................................................................45
3. Develop (pengembangan)..........................................................................46
4. Disseminate (penyebarluasan)...................................................................47
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................64
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
6
BAB I
PENDAHULUAN
kurang maksimal. Begitu juga dengan pembelajaran daring, dimana dalam proses
pembelajaran daring belum ada sumber belajar yang menunjang .
Kurikulum 2013 telah mengatur bahwa pendidikan IPA memiliki tujuan
mempersiapkan siswa untuk memiliki pemahaman tentang IPA dan teknologi
melalui pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sehingga dapat
memahami dan memecahkan permasalahan lingkungan yang ada dikehidupan nyata.
Pemahaman tentang pentingnya mempelajari alam sangat penting dalam kehidupan
manusia agar lebih bermakna dan bermartabat. Menurut Permendikbud nomor 22
tahun 2016 tentang standar proses untuk satuan pendidikan menengah, proses
pembelajaran IPA sudah mulai menggunakan pembelajaran tematik terpadu, itu
artinya pembelajaran tematik terpadu dikemas dalam bentuk tema-tema berdasarkan
beberapa mata pelajaran yang dipadukan.
Pemerintah sudah berupaya maksimal dalam meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia, hanya saja hasilnya belum dapat dirasakan dalam jangka panjang,
seperti saat sekarang ini. Pembelajaran IPA di sekolah masih belum terlaksana secara
terpadu. Untuk itu peneliti berharap dengan banyaknya sumber, ide dan informasi
yang didapatkan dari penelitian sebelumnya, peneliti ingin mewujudkan pembelajaran
IPA yang sesuai dengan kurikulum 2013 dan sesuai dengan kebutuhan abad ke 21.
Pembelajaran IPA Terpadu mengacu pada sebuah pembaharuan dari pem-
belajaran IPA yang sudah diterapkan sebelumnya. Pembelajaran IPA Terpadu
merupakan pembelajaran yang menggabungkan, memadukan, dan mengintegrasikan
pem-belajaran IPA dalam satu kesatuan yang utuh dimana pembelajaran dilaksanakan
secara terpadu. Pembelajaran IPA terpadu seharusnya memiliki konteks yang berarti
materi pada pelajaran IPA terpadu didekatkan dengan kehidupan sehari hari siswa.
Pengambilan contoh atau fakta dalam proses pembelajaran IPA Terpadu harus
menyentuh langsung kepada kehidupan sehari-hari siswa.
Bahan ajar IPA Terpadu yang dapat diakses dan dipahami dengan mudah perlu
diterapkan untuk memudahkan guru dalam menyampaikan dan mengarahkan
pembelajaran IPA secara terpadu dalam kondisi pandemi saat ini. Pentingnya bahan
dalam pembelajaran IPA terpadu bagi siswa adalah sebagai sumber belajar, jika
8
sumber belajar tidak ada maka proses pembelajaran tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Bahan ajar berbasis ICT dalam pembelajaran IPA seharusnya dapat
menumbuhkan minat baca siswa. Dengan kebiasaan membaca, siswa dapat
meningkatkan kemampuan literasi. Namun, alangkah lebih baik jika kemampuan
literasi siswa tidak hanya membaca namun juga mengolah data, teknologi dan
manusia. Kemampuan mengolah data disebut literasi data. Kemampuan tentang
teknologi disebut literasi teknologi. Kemampuan tentang kemanusiaan disebut literasi
manusia. Literasi manusia ini terkait dengan kemampuan berfikir kritis, kreatif,
berkomunikasi dan kolaboratif.
Keterampilan literasi baru hendaknya dimiliki oleh semua siswa pada zaman
sekarang ini. Kemampuan dalam mengolah data, menggunakan komputer dan
kemampuan berfikir kritis, kreatif dan komunikasi yang baik akan membantu siswa
dalam menjawab berbagai tantangan pada abad ke 21 ini. Oleh sebab itu penanaman
keterampilan literasi baru perlu untuk diterapkan dalam pendidikan, jika tidak maka
keterampilan siswa Indonesia akan terus tertinggal dari negara-negara lainnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu masih banyak kesenjangan
antara kondisi nyata dengan kondisi ideal. Kondisi nyata didapatkan berdasarkan
informasi dari studi pendahuluan yang telah dilakukan. Ada empat studi pendahuluan
yang telah dilakukanyaitu: penggunaan bahan ajar berbasis ICT dan penerapan model
pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA, kendala dalam pembelajaran daring
bagi siswa, keterpaduaan materi dalam buku ajar, analisis kompetensi dasar IPA dan
literasi baru siswa.
Pertama, hasil wawancara tentang kendala siswa dalam pembelajaran daring.
Siswa sebagai subjek belajar yang akan menerima pelajaran tentu perlu
mempersiapkan alat-alat dan kuota dalam belajar daring. Wawancara ini mengikut
sertakan siswa kelas VIII sebanyak sepuluh orang dari SMP N 7 Padang dan SMP N
34 Padang. Berdasarkan hasil wawancara maka ditemukan masalah yang sama.
Dalam proses pembelajaran daring siswa sudah memiliki HP dan atau komputer dan
jaringan internet yang baik untuk mengakses pembelajaran. Namun, dalam
pelaksanaannya pembelajaran daring yang berlangsung dalam waktu yang singkat
9
dan materi yang padat membuat siswa mengeluh karena tidak paham dengan materi.
Kemudian, siswa sulit membaca kembali materi ketika mengerjakan tryout dalam
pembelajaran daring, karena letak keduanya terpisah.
Kedua, hasil wawancara mengenai penggunaan bahan ajar berbasis ICT dan
penerapan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA dengan melibatkan
tiga orang guru IPA. Dua guru dari SMP N 7 Padang dan satu guru SMPN 34
Padang. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapat kesimpulan bahwa bahan ajar
yang digunakan di sekolah adalah buku paket kurikulum 2013 terbitan Kemendikbud
dan power point yang disusun oleh tim MGMP IPA SMP se kota Padang yang
merupakan penunjang pembelajaran daring. Materi pada bahan ajar masih dangkal
dan belum terlihat secara jelas keterpaduannya satu sama lain. Dalam hal ini terlihat
masih adanya kelemahan-kelamahan pada bahan ajar yang digunakan di sekolah.
Selanjutnya, model pembelajaran dinilai baik untuk meningkatkan kompetensi siswa.
Pada pelaksanaan pembelajaran sendiri sudah menggunakan model pembelajaran
namun masih kurang bervariasi. Selain itu, adapun kendala yang dihadapi dalam
penggunaan model dalam pembelajaran adalah materi yang cukup padat, bahan ajar
yang masih kurang memadai dan waktu yang relatif singkat. Berdasarkan hal ini
maka sangat diperlukan bahan ajar dan model pembelajaran yang mendukung
terlaksananya pembelajaran yang optimal.
Selain wawancara dilakukan juga beberapa analisis terkait dengan penelitian
ini. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis kompetensi dasar, keterpaduan materi
pembelajaran dan keterampilan literasi baru siswa. Pertama, analisis kompetensi
dasar yang dilakukan difokuskan pada kompetensi dasar IPA kelas VIII dengan
menggunakan lembar analisis. Analisis kompetensi dasar dikategorikan kedalam dua
bagian yaitu analisis kompetensi dasar pengetahuan (KD.3) dan analisis kompetensi
dasar keterampilan (KD.4). Berdasarkan hasil analisis kompetensi dasar pengetahuan
terlihat bahwa kompetensi dasar pengetahuan masih berada pada kategori cukup. Hal
ini dibuktikan dengan hasil analisis dengan nilai 58,33. Selain itu untuk hasil analisis
kompetensi dasar keterampilan berada pada kategori kurang, dengan nilai 41,67. Dari
kedua hasil analisis kompetensi terlihat bahwa keterpaduan pada kompetensi dasar
10
pengetahuan dan keterampilan sudah ada, namun masih berada pada kategori cukup
dan kategori kurang.
Kedua, analisis yang dilakukan adalah analisis keterpaduan materi
pembelajaran. Analisis keterpaduan materi dilakukan pada materi pembelajaran yang
terdapat pada buku teks IPA kelas VIII yang digunakan di sekolah. Analisis ini
dilakukan untuk melihat keterpaduan materi pembelajaran yang disajikan di dalam
buku teks IPA yang digunakan di sekolah. Analisis dilakukan dengan metode
penilaian dokumen dengan bantuan lembar analisis. Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan, keterpaduan materi di dalam buku tersebut masih berada pada kategori
kurang. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata dari hasil analisis keterpaduan materi dari
bahan ajar IPA kelas VIII adalah 50. Dari nilai rata-rata tersebut dapat dikatakan
bahwa materi yang disajikan masih terpisah-pisah antara materi Biologi, Fisika, dan
Kimia sehingga masih minim mencerminkan keterpaduan di dalamnya. Disisi lain,
pengaplikasian materi pembelajaran untuk setiap bab baik dalam kehidupan sehari-
hari, lingkungan, dan teknologi masih kurang.
Ketiga, analisis keterampilan literasi baru siswa. Analisis ini dilakukan dengan
membagikan tugas berupa wacana mengenai keterampilan literasi data, literasi
teknologi, dan literasi manusia. Didalam lembaran tersebut terdapat pertanyaan-
pertanyaan yang dapat menggali kemampuan literasi data, literasi teknologi, dan
literasi manusia siswa. Lembaran soal tersebut dibagikan di dua sekolah, yaitu SMP
N 7 Padang dan SMP N 34 Padang dengan mengambil sampel masing-masing dua
kelas dari kelas VIII. Berdasarkan hasil angket tersebut didapat data bahwa
persentase literasi data siswa 36% berada dalam kategori cukup, literasi komputer
22% dalam kategori kurang. Kemudian, analisis literasi manusia yang terdiri dari
kemampuan berfikir kritis, kreatif, komunikasi masing-masing memiliki persentase
46% ; 43% ; dan 47 %. berfikir kritis, kreatif, dan komunikasi berada dalam kategori
cukup. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan literasi baru siswa
SMP kelas VIII masih belum baik.
Adanya kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi yang ada di lapangan
mengindikasikan adanya masalah untuk diteliti. Sebagai solusi dari masalah adalah
11
dan manusia. Integrasi literasi dalam bahan ajar sudah banyak dilakukan. Sebagai
contoh, Yenni dkk (2017) menjelaskan bahwa penggunaan bahan ajar IPA dapat
meningkatkan aspek isi dan literasi sains siswa untuk topik pencemaran lingkungan.
Pendapat lain, Asrizal (2018) menyatakan bahwa penggunaan bahan ajar dapat
menigkatkan keterampilan literasi era digital siswa. Dengan demikian, hasil
penelitian relevan dengan penelitian lain yang dapat mendukung literasi baru siswa
pada revolusi industri era 4.0.
Berdasarkan kondisi nyata yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
mengembangkan e-modul IPA terpadu. E -modul yang akan dikembangkan mengkaji
materi yang terpadu dengan menggunakan sebuah tema serta komponen dari literasi
baru siswa. E-modul ini diharapkan menjadi solusi dari masalah ketersediaan bahan
ajar yang mendukung dalam pembelajaran era 4.0. Dengan demikian, judul penelitian
ini adalah “Pengembangan E-modul IPA Terpadu terintegrasi model pembelajaran
kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini. Sebagai rumusan masalah penelitian
ini adalah “Bagaimana mengembangkan e-modul IPA Terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum yang valid, praktis dan efektif untuk meningkatkan literasi
baru siswa kelas VIII SMP ?”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat dikemukakan
tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan e-
modul IPA Terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum yang valid, praktis dan
efektif untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP .
13
E. Pentingnya Penelitian
Penelitian pengembangan e-modul IPA Terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP
penting dilakukan untuk:
1. peneliti, sebagai bekal ilmu dalam pengembangan dibidang penelitian dan
pengalaman sebagai calon pendidik serta untuk menyelesaikan studi
kependidikan Pasca Sarjana FMIPA UNP.
2. guru, sebagai alternatif bahan ajar IPA terpadu yang mendukung dalam
pendidikan abad ke 21.
3. siswa, sebagai penunjang dalam pembelajaran daring dan untuk meningkatkan
literasi baru siswa.
4. peneliti lain, sebagai sumber ide dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
14
G. Definisi Operasional
Definisi istilah variabel-variabel yang ada pada penelitian sebagai berikut:
1. Bahan ajar berbasis TIK adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan
dengan menggunakan alat bantu TIK untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara
untuk menghasilkan informasi yang berkualitas.
2. Model pembelajaran kuantum adalah model pembelajaran yang terdiri fase– fase
atau tahap–tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa
dapat senang dan nyaman dalam belajar sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif dan diakhir pembelajaran akan diberikan hadiah.
3. Literasi baru merupakan keterampilan yang terbentuk dari pemahaman
pengetahuan yang harus dikuasai oleh setiap orang untuk bertahan dan
berkompetisi dalam menghadapi tantangan, permasalahan kehidupan dalam era
digitalisasi pada abad 21.
4. Validitas adalah tingkat kebenaran secara pengetahuan atau dapat dikatakan juga
sebagai tingkat kesesuaian komponen yang terhubung secara konsisten.
5. Praktikalitas adalah tingkatan menarik dan dapat digunakan dari pengguna dan
orang yang ahli.
6. Efektivitas mengacu pada tingkatan pengalaman dan keluaran dari perlakuan
yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kerangka Teori
1. Bahan Ajar
Salah satu sumber belajar menurut depdiknas adalah bahan ajar. Bahan ajar
dalam proses pembelajaran merupakan salah satu perangkat yang penting untuk
mendukung pencapaian kompetensi siswa. Bahan ajar dapat membantu pendidik
dalam menyajikan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Depdiknas
(2008) “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran”. Disisi lain Majid (2012)
menjelaskan “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar”. Jadi, bahan ajar
merupakan segala bentuk bahan yang dapat mempermudah guru dalam
menyampaikan pelajaran, dan mempermudah siswa dalam menerima pelajaran,
baik itu dalam bentuk buku ajar, modul, LKS dan lain-lain.
Ada beberapa jenis bahan ajar yang dapat dikembangkan. Bahan ajar yang
dikembangkan tersebut harus sesuai dengan tuntutan kurikulum, sesuai dengan
kondisi lingkungan dan materi pelajaran yang ingin dikembangkan. Bahan ajar
yang telah ada sekarang ini merupakan pembaharuan dari bahan ajar sebelumnya.
Depdiknas (2008) mengelompokkan bahan ajar menjadi 5 jenis, yaitu:
1) bahan ajar cetak antara lain handout, buku, modul, poster, brosur, lembar kerja
peserta didik, wallchart, photo atau gambar, dan leaflet;
2) bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact
disk audio;
3) bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disk video, film;
4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif, dan bahan ajar berbasis web ( web based learning materials ).
Bahan ajar tentunya perlu disesuaikan dengan kriteria serta kebutuhan
dalam pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran IPA terpadu, maka bahan ajar
16
17
dikuasai siswa dapat meningkat. Dengan dasar itu, pengembangan bahan ajar
bahan ajar berbasis TIK dirasakan sangat penting untuk dilakukan oleh guru.
Penyusunan bahan ajar berbasis TIK memiliki tahapan-tahapan. Tahapan
dalam penyusunan bahan ajar berbasis TIK diawali tahap perencanaan yang
bertujuan dalam menentukan Standar Kompetensi dan Kompetensi. Kedua, tahap
persiapan untuk penentuan materi dan jenis software. Ketiga, tahap penyusunan,
bertujuan untuk menentukan struktur yang terdapat pada bahan ajar. Menurut
Depdiknas (2010) secara umum bahan ajar harus memuat beberapa komponen
yaitu: 1) judul, kelas, semester dan identitas penyusun; 2) kompetensi inti dan
kompetensi dasar; 3) indikator pencapaian; 4) materi bahan ajar; 5) latihan soal; 6)
uji kompetensi dan 7) referensi.
2. E-modul
Perkembangan teknologi dan informasi perlahan mulai mengalami masa
transisi dari media cetak berangsur beralih menjadi bahan ajar digital. Informasi
dan publikasi awalnya hanya didokumentasikan melalui bahan ajar cetak dan
beralih ke bahan ajar elektronik sebagai alternatif penggantinya antara lain media
elektronik seperti buku elektronik, modul elektronik (e-modul). Istilah modul
elektronik merupakan penggabungan istilah modul dalam bentuk bahan ajar
elektronik. Penyajian media pembelajaran dalam bentuk elektronik ini akan
menjadi lebih menarik dan memberikan berbagai kemudahan. Menurut Haritz
C.N (2013:3) Modul digital atau disebut juga e-modul merupakan sebuah
publikasi yang terdiri dari teks, gambar, maupun suara dan dipublikasikan dalam
bentuk digital yang dapat dibaca dikomputer maupun perangkat elektronik
lainnya.
Modul elektronik atau yang biasa dikenal dengan istilah e-modul ini
merupakan tampilan informasi atau naskah dalam format buku yang direkam
secara elektronik dengan menggunakan hard disk, disket, CD, atau flash diskdan
dapat dibuka dan dibaca dengan menggunakan komputer atau alat pembaca
elektronik lainnya (B.P. Sitepu : 2006, 142). Modul elektronik merupakan sebuah
bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara sistematis ke dalam
19
e-modul dapat membuat siswa senang dalam belajar. Pendapat yang sama
diungkapkan oleh Nasution (2008) yang menyatakan bahwa e-modul yang
disusun dengan baik dapat memberikan banyak kelebihan bagi siswa diantaranya
yaitu
a) Balikan (feedback) yang artinya siswa dapat mengetahui taraf hasil belajar
melalui umpan balik yang diberikan oleh modul secara langsung,
b) Penguasaan tuntas (mastery), siswa dapat mencapai hasil belajar tinggi
dengan menguasai materi pelajaran secara tuntas
c) Tujuan, peserta didik dapat mencapai hasil belajar tinggi sebab modul
memiliki tujuan jelas, spesifik dan terarah
d) Motivasi, pembelajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses
melalui langkah-langkah teratur
e) Fleksibilitas, modul dapat digunakan oleh peserta didik sesuai dengan
kemampuan memahami materi masing-masing individu
f) Kerjasama, modul dapat mengurangi rasa persaingan dikalangan siswa
g) Pengajaran remedial, modul memberikan kesempatan bagi peserta didik
untuk memperbaiki kelemahan, kesalahan, dan kekurangan secara langsung
h) Rasa kepuasan, modul disusun untuk memudahkan peserta didik belajar
sesuai metode masing-masing
i) Bantuan individual, waktu dan kesempatan yang dimiliki siswa untuk belajar
tidak terbatas dengan menggunakan modul sehingga siswa dapat mandiri
j) Mencegah kemubaziran, modul terdiri dari satuan pembelajaran yang berdiri
sendiri
k) Evaluasi formatif, bahan pelajaran terbatas dan diuji coba pada peserta didik
dalam jumlah kecil dapat menilai taraf hasil belajar peserta didik.
umumnya dan siswa yang belum matang pada khususnya, dan membutuhkan
ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus menerus memantau proses
belajar siswa.
3. IPA Terpadu
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
atau sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata ‘science’ yang
berarti saya tahu. IPA merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang
dapat diuji kebenarannya melalui metode ilmiah (Daryanto, 2014). Sehubungan
dengan ini Wahyana dalam Trianto (2012) juga menjelaskan “IPA adalah
kumpulan pengetahuan yang sistematis, yang perkembangannya tidak hanya dari
fakta-fakta yang ada tetapi dari metode ilmiah dan sikap ilmiah”. Berdasarkan dua
pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa IPA adalah ilmu yang sistematis
yang dapat diuji kebenarannya, dapat berupa data maupun hasil percobaan melalui
metode ilmiah.
Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusun hipotesis, pengujian
hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan
konsep. Hakikat IPA meliputi empat unsur yaitu sikap, proses, produk, dan
aplikasi. Unsur pertama yaitu sikap, sikap mencerminkan rasa ingin tahu tentang
benda, fenomena alam, dan makhluk hidup. Unsur kedua yaitu proses, proses
merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Unsur ketiga
yaitu produk, unsur produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Unsur terakhir
yaitu aplikasi, unsur aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep
IPA dalam kehidupan sehari-hari (Daryanto, 2014).
Pendidikan IPA sudah diterapkan disekolah sejak pendidikan dasar.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mempelajari
dirinya dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkan materi IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dewasa ini
berbentuk IPA terpadu, tujuannya yaitu 1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas
23
diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik
dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang
dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan dihari berikutnya, bahkan
ide-ide yang dipelajari dalam satu semester dengan ide-ide yang akan dipelajari
pada semester berikutnya di dalam satu mata pelajaran.
Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran
dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Butir-butir pembelajaran
seperti: kosakata, struktur, membaca, dan mengarang misalnya, dapat
dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Penguasaan butir-
butir pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan
berbahasa dan bersastra, hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan, dan
pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara otomatis. Oleh karena
itu guru harus menata proses pembelajarannya secara terpadu. Gambaran
keterpaduan model terhubung dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
kata kuantum dalam pengajaran dikenal dengan Quantum Teaching atau model
pembelajaran kuantum yang digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Tokoh utama dibalik pembelajaran kuantum adalah DePorter, yang
menyatakan bahwa model pembelajaran kuantum (Quantum Teaching)
merupakan penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang
menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen
belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-interaksi
yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar (Wena, 2009). Hal ini
sejalan dengan pendapat Kosasih dan Sumarna (2013) yang juga menyatakan
bahwa pembelajaran kuantum merupakan model pembelajaran yang
menyenangkan serta menyertakan segala dinamika yang menunjang keberhasilan
pembelajaran itu sendiri dan segala keterkaitan, perbedaan, interaksi, serta aspek-
aspek yang dapat memaksimalkan momentum untuk belajar.
Pembelajaran kuantum dapat membuat belajar sebagai proses yang
menyenangkan dan bermanfaat. Dalam melaksanakan pembelajaran kuantum,
guru harus mampu menjadikan proses belajar sebagai kegiatan yang menarik dan
menyenangkan bagi siswa, mengoptimalkan segala interaksi antara guru dan
siswa selama proses pembelajaran demi mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
Guru bisa memilih berbagai metode belajar yang diinginkan, menggunakan media
belajar yang menarik dan sesuai dengan materi yang diajarkan demi tercapainya
kesuksesan peserta didik dalam belajar.
Pembelajaran kuantum juga memberdayakan seluruh potensi dan
lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar merupakan suatu yang
menyenangkan dan bukan memberatkan. Dalam pembelajaran kuantum, faktor
lingkungan dan kemampuan peserta didik memiliki posisi yang sama-sama
penting. Leasa & Ernawati (2013) menyatakan pembelajaran kuantum merupakan
suatu cara pandang baru yang memudahkan proses belajar siswa dengan
pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansa yang ada di dalam dan di
sekitar situasi lingkungan belajar melalui interaksi yang ada di sekitar kelas.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Hamdayana (2014) yang menyatakan
bahwa model pembelajaran kuantum merupakan model pembelajaran yang
27
Tahap VI: Rayakan Jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.
Maksudnya setiap keberhasilan siswa dalam
pelajaran harus dapat pengakuan dari seorang guru
atas keberhasilannya dengan memberikan sesuatu
sebagi reward. Dapat berupa pujian atau tepuk
tangan.
5. Literasi Baru
Literasi atau dalam bahsa inggris literacy merupakan landasan untuk
kegiatan belajar sepanjang hayat. Hal ini sangat penting untuk pembangunan
sosial dan manusia demi meningkatkan kemampuan agar dapat merubah hidup ke
arah yang lebih baik. Semula literasi hanya diartikan sebagai kemelek-hurufan.
Namun hal ini merupakan persepsi yang salah. Mengartikan literasi sebagai
kemelek-hurufan dapat berakibat pada terjadinya anomali melek huruf. Dimana
yang dimaksudkan melek huruf adalah hanya berkisar pada kemampuan baca tulis
secara harfiah dan teknis. Bukan secara budaya dan mendalam. Pendapat yang
31
sama juga dikatakan oleh Irkham dalam Gong (2012) bahwa literasi adalah
keberaksaraan. Jadi literasi memiliki makna dan implikasi dari keterampilan
membaca dan menulis dasar ke pemerolehan dan manipulasi pengetahuan melalui
teks tertulis, dari analisis metalinguistik unit gramatikal ke struktur teks lisan dan
tertulis, dari dampak sejarah manusia ke konsekuensi filosofis dan sosial
pendidikan barat (Goody & Watt, 1963). Bahkan perubahan evolusi manusia
merupakan dampak dari pemikiran literasi (Donald, 1991).
Dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 atau era disrupsi diperlukan
literasi baru selain literasi lama. Literasi lama yang ada saat ini digunakan sebagai
modal untuk berkiprah di kehidupan masyarakat. Literasi lama mencakup
kompetensi membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Sedangkan literasi baru
(new literacy) yaitu literasi data, teknologi dan SDM (Ibda, 2018). Pernyataan
yang sama oleh Wardana (2018) yang menyatakan bahwa literasi baru mencakup
literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Ketiga komponen literasi ini
digunakan untuk menjawab tantangan revolusi industri 4.0.
Literasi baru mencakup literasi data, literasi teknologi, dan literasi
manusia. Literasi data terkait kemampuan membaca, menganalisis, membuat
konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data). Literasi teknologi
terkait kemampuan memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi dan bekerja
berbasis produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal. Literasi manusia
terkait kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif,dan inovatif
(Rozak, 2018). Literasi data merupakan kemampuan untuk membaca,
menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital. Literasi teknologi
berkenaan dengan kemampuan untuk menguasai dan menerapkan teknologi dalam
bidang tertentu. Disisi lain, literasi manusia diarahkan pada peningkatan
kemampuan berkomunikasi dan ilmu desain.
Literasi manusia terdiri dari tiga yaitu kemanusiaan, komunikasi dan
desain. Kemanusiaan artinya keperdulian terhadap sesama dan memiliki sikap
sosial yang tinggi. Komunikasi berkaitan dengan menjalin hubungan sesama
manusia sehingga dapat bekerjasama satu sama lain. Desain artinya kemampuan
seseorang dalam merancang tampilan sehingga memiliki nilai (Joenaidy, 2019).
32
mempertimbangkan hasilnya
b. Membuat induksi dan
mempertimbangkan hasilnya
c. Membuat dan menentukan
pertimbangan nilai
4. Advances Clarification a. Mendefinisikan
(memberikan penjelasan lanjut) mempertimbangkannya
b. Mengidentifikasi asumsi
5. Supposition and Integration a. Mempertimbangkan alasan
(Memperkirakan dan b. Menggabungkan informasi
menggabungkan) atau memadukan dalam
penentuan keputusan
yang berbeda-beda.
d. Mampu mengubah cara pendekatan
atau cara pemikiran.
3. Originality (Orisinal) a. Melahirkan ungkapan yang baru dan
unik.
b. Memikirkan cara yang tidak lazim
untuk mengungkapkan diri.
c. Mampu membuat kombinasi-
kombinasi yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.
4. Elaboration (Elaborasi) a. Mampu memperkarya dan
mengembangkan suatu gagasan atau
produk.
b. Menambahkan atau memperinci
detail-detail dari suatu obyek,
gagasan, atau situasi sehingga
menjadi lebih menarik.
6. Model Pengembangan 4D
Model pengembangan 4-D merupakan salah satu model pengembangan
perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh Sivasailam Thiagarajan,
Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas
empat tahap utama yaitu: Define (pendefinisian), Design (perancangan), Develop
(pengembangan), dan Disseminate (penyebaran) atau diadaptasikan menjadi
model 4-D (Thiagarajan, 1974: 5). Adapun langkah pengembangan perangkat
pembelajaran 4D seperti pada gambar berikut ini.
ini dilakukan untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan kerangka isi
hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan model
pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual
model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan
mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut dalam
lingkup kecil. Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap
berikutnya, maka rancangan produk (model, buku ajar, dsb) tersebut perlu
divalidasi. Validasi rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen
atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi
teman sejawat tersebut, ada kemungkinan rancangan produk masih perlu
diperbaiki sesuai dengan saran validator.
Tahap ketiga adalah tahap pengembangan. Tahap ini terbagi atas dua
kegiatan yaitu: expert appraisal (penilaian ahli) dan developmental testing (uji
pengembangan) (Thiagarajan, 1974: 8). Expert appraisal merupakan teknik untuk
memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan ini
dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan
digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah
disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk
pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon,
reaksi atau komentar dari sasaran penggunakan produk. Hasil uji coba digunakan
memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali
sampai memperoleh hasil yang efektif.
Pada kegiatan pengembangan e-modul, tahap pengembangan dilakukan
dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku ajar tersebut kepada
pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan
menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian
digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut benar-benar telah
memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas modul atau buku
ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan
memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari modul atau buku ajar yang
dikembangkan.
39
ini adalah untuk menilai tingkat kepraktisan e-modul IPA terpadu terintegrasi
model pembelajaran kuantum. Suatu produk dikatakan praktis apabila biaya yang
digunakan tidak terlalu tinggi, mudah diadministrasikan, mudah dinilai, mudah
diinterpretasikan, dan waktu yang digunakan tidak terlalu lama (Yusuf, 2005). Hal
ini berarti, e-modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum yang
dikembangkan dikatakan praktis apabila guru dan siswa dapat menggunakannya.
Untuk mengetahui tingkat kepraktisan e-modul IPA terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum, diberikan lembar angket praktikalitas kepada guru dan
siswa setelah produk digunakan.
c. Kriteria Efektivitas
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,
tepat atau manjur. Menurut Ahmad (2013) efektivitas mengacu pada tingkatan
pengalaman dan keluaran dari perlakuan yang diberikan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Menurut Mulyasa (2014), suatu pembelajaran dapat dikatakan
efektif apabila seluruh siswa dilibatkan secara aktif baik mental, fisik maupun
sosial. Dari definisi efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas
adalah suatu ukuran yang mengacu pada keluaran dari perlakuan yang diberikan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Tingkat keefektifan berkaitan dengan penilaian kompetensi dan aktivitas
siswa. Produk disebut efektif apabila produk tersebut memberikan hasil sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pengembang. Efektivitas penggunaan
produk yang dikembangkan dilihat dari penilaian lembar efektivitas, penilaian tes
hasil belajar siswa, penilaian sikap, dan penilaian literasi baru siswa.
Penelitian relevan kedua berkaitan dengan bahan ajar berbasis ICT yang
digunakan dalam pembelajaran daring saat ini. Penelitian yang berjudul
“Peningkatan Kemandirian dan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui Implementasi
E-Modul Interaktif IPA Terpadu Tipe Connected Pada Materi Energi SMP/MTs.”
Penelitian ini dilakukan oleh Linda dkk (2021). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Implementasi e-modul interaktif tipe connected pada mata pelajaran IPA
Terpadu materi energi untuk kelas VII SMP/MTs dapat meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik.
Penelitian relevan ketiga berkaitan dengan bahan ajar IPA terpadu
terintegrasi literasi baru. Penelitian ini dilakukan oleh Asrizal (2020) mengenai
“Studi Pendampingan Pengembangan Bahan Ajar Tematik Terintegrasi Literasi
Baru dan Literasi Bencana Pada Guru IPA Kabupaten Agam.” Hasil yang
diperoleh Nilai rata-rata tertinggi dari aspek literasi baru adalah berkomunikasi,
sedangkan nilai rata-rata terendah adalah berpikir kreatif. Integrasi kerjasama dan
komunikasi dalam LKS sudah berada dalam kategori sangat baik. Integrasi literasi
data dan literasi teknologi dalam LKS IPA tematik berada dalam kategori baik.
Disisi lain, integrasi berpikir kritis dan berpikir kreatif masih berada pada
kategori kurang. Nilai rata-rata integrasi dari kelima aspek literasi baru adalah
70.5. Nilai rata-rata ini dapat diklasifikasikan kedalam kategori baik.
Penelitian relevan keempat berkaitan tentang bahan ajar IPA dengan model
pembelajaran kuantum. Penelitian yang dilakukan oleh Mitra dan Asrizal (2019)
dengan judul “Pengembangan LKS IPA Berorientasi Model Pembelajaran
Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan Sistem Pencernaan
Untuk Siswa Kelas VIII SMP.” Hasil dari Penggunaan LKS IPA berorientasi
model pembelajaran kuantum adalah efektif untuk meningkatkan kompetensi
pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.
C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai pemberian ilmu dari yang
tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran juga terjadi serangkaian
interaksi. Interaksi ini dapat terjadi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa,
44
siswa. Secara ringkas kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut.
Pembelajaran IPA
Terpadu
E-modul
Pembelajaran
menggunakan E-Modul Uji Validitas
IPA terpadu terintegrasi
model kuantum
Materi, desain
pembelajaran,
Uji Praktikalitas Uji Praktikalitas
tampilan dan
penggunaan software
dinyatakan valid
Dapat Pengetahuan,
digunakan, sikap dan literasi E-Modul IPA terpadu
mudah baru terintegrasi model
digunakan, kuantum valid
menarik dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Model
pengembangan yang diterapkan yaitu model 4D. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengembangkan e-modul IPA Terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum
untuk meningkatkan literasi baru siswa kelas VIII SMP. Hal yang diharapkan dari
penelitian ini yaitu sebuah e-modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran
kuantum untuk meningkatkan literasi baru siswa yang valid, praktis dan efektif.
Adanya e-modul ini diharapkan dapat membantu guru dan siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran daring dalam masa pandemi covid 19 ini.
B. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
penelitian Model pengembangan 4D terdiri dari enam tahapan. Tahapan tersebut
terdiri dari define, design, develop, dan Disseminate. Langkah – langkah
penelitian pengembangan dengan model 4D adalah sebagai berikut.
1. Tahap Pendefinisian
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan
analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-
beda. Analisis tersebut terdiri dari analisis awal dan akhir, analisis karakteristik
peserta didik, analisis tugas, analisis konsep, dan analisis tujuan pembelajaran
dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Analisis awal dan akhir
Analisis awal dan akhir bertujuan untuk menentukan masalah yang
dihadapi dalam kegiatan pembelajaran sehingga diperlukan pengembangan e-
modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan
48
literasi baru siswa. Analisis awal dan akhir ini terdiri dari analisis kendala
pembelajaran daring, analisis keterpaduan materi IPA terpadu pada bahan ajar
yang diterapkan disekolah, dan analisis KD. Analisis kendala pembelajaran daring
menggunakan instrumen wawancara. Kemudian, analisis IPA terpadu dalam
bahan ajar menggunakan lembar analisis keterpaduan materi. Analisis ini
bertujuan untuk meninjau keterpaduan materi pembelajaran pada buku teks IPA
kelas VIII dari aspek Fisika, Kimia, Biologi dan penerapan dalam kehidupan.
Seterusnya, analisis kompetensi dasar ditinjau dari dua bagian, yaitu: analisis
kompetensi dasar pada pengetahuan dan analisis kompetensi dasar pada
keterampilan. Analisis kompetensi dasar ini dilakukan menggunakan lembar
analisis kompetensi dasar pada pembelajaran IPA kelas VIII SMP.
b. Analisis Karakteristik Peserta Didik
Analisis peserta didik merupakan telaah tentang karakteristik peserta
didik yang sesuai dengan desain pengembangan e-modul. Karakteristik tersebut
berupa gaya belajar, motivasi belajar, minat belajar dan sikap peserta didik pada
pembelajaran IPA terpadu. Hasil observasi yang dilakukan peserta didik
cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran ketika pendidik hanya
menggunakan metode ceramah. Penelitian dan pengembangan yang dilakukan
menghasilkan sebuah produk berbasis elektronik. E-modul IPA terpadu
diharapkan dapat menarik perhatian peserta didik dan membuat peserta didik lebih
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
c. Analisis Tugas
Pendidik menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta
didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal. Tugas yang
diberikan untuk menilai kemampuan pengetahuan dan keterampilan siswa.
Pengetahuan siswa yang diharapkan adalah pemahaman tentang materi IPA
Terpadu tema gerak. Sedangkan, keterampilan siswa berupa literasi baru.
d. Analisis Konsep
49
2. Tahap Perancangan
Tahap perancangan (design) bertujuan untuk memberikan kerangka
acuan yang jelas terhadap rancangan produk yang dibuat. Pada penelitian ini
produk yang dirancang adalah produk berupa e-modul IPA terpadu terintegrasi
model pembelajaran kuantum dan instrumen penelitian. E-modul IPA terpadu
terintegrasi model pembelajaran kuantum ini dirancang sesuai dengan struktur
pengembangan bahan ajar berbasis TIK menurut Depdiknas (2010). Minimal
struktur bahan ajar berbasis TIK menurut Depdiknas (2010) terdiri dari 1) judul,
kelas, semester dan identitas penyusun; 2) kompetensi inti dan kompetensi dasar;
3) indikator pencapaian; 4) materi bahan ajar; 5) latihan soal; 6) uji kompetensi
dan 7) referensi. Rancangan e-modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran
50
kuantum yang telah dibuat akan dinilai oleh dosen pembimbing menggunakan
angket penilaian.
Selain merancang e-modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran
kuantum maka dilakukan juga persiapan instrumen penelitian. Langkah-langkah
dalam mempersiapkan instrumen adalah peneliti mencari kajian literatur tentang
instrumen kualitas, sehingga mengeluarkan kisi-kisi angket instrumen kualitas
yaitu instrumen validitas, praktikalitas, dan efektivitas. Selanjutnya
mengembangan kisi-kisi tersebut kedalam pernyataan-pernyataan. Pernyataan
tersebut didiskusikan bersama dosen pembimbing. Instrumen yang dihasilkan
adalah instrumen yang bisa mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen
penelitian mencakup instrumen validitas e-modul IPA terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum untuk ahli sebagai validator. Selanjutnya praktikalitas oleh
guru dan siswa terhadap e-modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran
kuantum oleh observer. Kemudian, instrumen efektivitas untuk pengetahuan
berupa tes akhir, sikap berupa lembar observasi dan keterampilan siswa berupa
lembar penilaian keterampilan literasi baru.
Pada tahap perancangan terdapat evaluasi formatif. Evaluasi formatif
pada tahap perancangan ini bertujuan untuk memberikan penilaian dan
penyempurnaan dari rancangan e-modul IPA terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum. Saran yang diberikan pada penialian rancangan dijadikan
sebagai penyempurnaan terhadap rancangan e-modul IPA terpadu terintegrasi
model pembelajaran kuantum. Dengan demikian tahap rancangan dapat
dilanjutkan ke tahap pengembangan.
3. Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan (development) adalah proses mewujudkan sebuah
desain menjadi kenyataan. Pada tahap pengembangan ini kerangka yang sudah
disusun pada tahap perancangan akan direalisasikan menjadi sebuah produk.
Produk yang dikembangkan adalah e-modul IPA terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum tema gerak untuk meningkatkan keterampilan literasi baru
siswa kelas VIII SMP.
51
Pada tahapan ini perlu dilakukan evaluasi formatif dan uji validitas
terhadap produk yang dikembangkan. Uji validitas e-modul IPA terpadu
terintegrasi model pembelajaran kuantum yang dilakukan oleh para ahli atau
praktisi yang bertindak sebagai validator. Uji validitas menggunakan lembar
validitas yang terdiri dari beberapa indikator penilaian, yaitu: substansi materi,
desain pembelajaran, tampilan atau komunikasi visual dan penggunaan software.
Langkah – langkah menguji validitas e-modul IPA terpadu terintegrasi model
pembelajaran kuantum kepada validator adalah sebagai berikut:
a. Meminta kesediaan dosen dan pendidik Fisika untuk melihat kelayakan e-
modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum yang dibuat
serta kebenaran konsep pembelajaran yang telah dibuat.
b. Dosen dan tenaga pendidik Fisika diminta untuk memberikan penilaian
terhadap e-modul IPA terpadu terintegrasi model pembelajaran kuantum
yang telah dibuat berdasarkan item-item yang ada pada angket uji validitas.
c. Setelah penilaian dilakukan, dilakukan revisi sesuai dengan saran yang
diberikan oleh validator tersebut.
4. Tahap Penyebarluasan
Dalam tahap disseminate dilakukan implementasi ke lapangan untuk
menguji keefetktifan produk. Thiagarajan (1974: 9) membagi tahap disseminate
dalam tiga kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption.
Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap
pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya.
Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran
ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah
produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan.
Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak
terulang kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan.
Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging
(pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat
dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan
52
kuantum dan kelompok kontrol dengan menggunakan bahan ajar yang ada di
sekolah. Menurut Djamas (2012:79) desain penelitian ini dapat digambarkan
seperti pada Tabel 4 berikut ini.
Keterangan:
T = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol
X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen
Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMPN 7
Padang yang terdaftar pada Semester 1 Tahun Ajaran 2020/2021. Sampel yang
dipilih dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling.
Penggunaan teknik pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan
tertentu. Pertama, lingkungan sekolah sesuai dengan konteks penelitian. Kedua,
kondisi siswa sesuai dengan kebutuhan penelitian. Ketiga, sekolah telah
menerapkan kurikulum 2013. Keempat, sesuai dengan observasi yang telah
dilakukan mengenai literasi baru siswa.
Prosedur pengembangan model 4D untuk mengembangkan e-modul IPA
terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum untuk meningkatkan literasi baru
siswa kelas VIII SMP dilihat pada Gambar 4.
54
Developt
Uji Validitas
Tidak
Valid Valid
Tidak Developt
Uji Praktikalitas Revisi
Tidak
Uji Efektivitas Revisi
Developt
Uji coba di kelas
berisikan tanggapan guru dan siswa tentang kepraktisan penggunaan e-modul IPA
terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran IPA.
Angket praktikalitas berisikan empat komponen penilaian yaitu: dapat digunakan
(usable), mudah digunakan (easy to use), menarik (appealing), dan efisien (cost
effective). Pada masing-masing komponen terdiri dari beberapa indikator
penilaian. Angket diberikan setelah guru dan siswa melihat dan menggunakan E-
modul IPA terpadu bermuatan model pembelajaran kuantum dalam pembelajaran
IPA.
…………………………………….(1)
Instrumen penilaian pengetahuan dari penelitian ini adalah lembar tes tertulis
pengetahuan yang dilaksanakan di akhir penelitian. Agar instrumen merupakan alat
58
yang baik, hal pertama yang harus dilakukan yaitu membuat kisi-kisi soal uji coba
dan menyusun soal uji coba berdasarkan kisi-kisi soal. Kemudian, melakukan uji
validitas, reliabilitas, uji tingkat kesukaran soal, dan uji daya beda soal.
a. Validitas
Validitas merupakan suatu jenis uji untuk menyatakan suatu soal dalam
keadaan sahih atau valid. Suatu soal dikatakan valid apabila dapat mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi
(content validity). Validitas isi adalah validitas yang dilihat dari segi tes itu sendiri
sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara
representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya
diujikan. Instrumen tes yang benar-benar valid dapat diperoleh jika instrumen tes
dibuat berdasarkan kurikulum.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliable yang artinya andal atau dapat
dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan reliabel apabila tes yang diujikan kepada
objek atau subjek yang sama secara berulang-ulang, hasilnya akan relatif sama,
konsisten, dan tidak menunjukkan perubahan yang berarti (Yusuf, 2017: 74).
Untuk menentukan reliabel ini dipakai rumus Kuder-Richaderson (K-R-21) yang
dikemukakan oleh Arikunto (2015: 117) yaitu:
(2)
(3)
Keterangan:
R11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
N = Jumlah butir soal
M = Rata-rata skor tes
N = Jumlah pengikut tes
S2 = Varians total
59
(4)
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya peserta didik yang menjawab benar
Js = Jumlah peserta didik yang mengikuti tes
(5)
Keterangan:
D = Indeks daya beda
BA = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas
BB = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah
JA = Jumlah peserta tes kelompok atas
JB = Jumlah peserta tes kelompok bawah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Indeks daya beda soal dapat diklasifikasikan seperti Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal
No Indeks Daya Beda Klasifikasi
1. 0,71-1,00 Sangat baik
2. 0,41-0,70 Baik
3. 0,21-0,40 Cukup
4. 0,00-0,20 Buruk
siswa yang digunakan, yaitu: literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia.
Khusus untuk literasi manusia masing-masing komponen memiliki empat
indikator penilaian. Format penilaian literasi baru dapat dilihat pada Tabel 10.
S1
S2
………………………………….(6)
No Tahap Instrumen
1 Analisis kompetensi dasar Lembar analisis
2 Analisis keterpaduan materi IPA Lembar Analisis
3 Analisis Kendala pembelajaran daring oleh Lembar wawancara
siswa
4 Analisis literasi baru siswa Lembar penilaian keterampilan
abad 21
5 Penilaian desain produk Angket
6 Uji validitas produk Angket
7 Uji praktikalitas produk (respon siswa dan guru) Angket
8 Uji efektivitas produk (observer oleh guru)
a. Uji kompetensi pengetahuan Lembar tes hasil belajar Lembar
b. Uji kompetensi sikap observasi
c. Uji kompetensi keterampilan Lembar penilaian keterampilan abad 21
Skor dan nilai merupakan dua hal yang berbeda. Skor merupakan hasil
pekerjaan menskor yang diperoleh dari penjumlahan angka-angka bagi setiap tes
yang dijawab betul oleh siswa. Beda halnya dengan nilai merupakan ubahan dari
skor yang menggunakan acuan tertentu (Arikunto, 2016: 271). Konversi skor ke
nilai adalah proses transformasi yang dilakukan untuk mengubah skor menjadi
nilai. Skor dari suatu tes perlu diubah ke dalam bentuk nilai karena skor masih
dalam bentuk hasil mentah. Dengan demikian, skor perlu dikonversikan dalam
bentuk nilai untuk dapat menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh siswa dan
kedudukan personal dalam suatu skala. (Arifin, 2012: 232). Untuk menentukan
nilai dari skor mentah yang diperoleh siswa, dapat menggunakan rumus berikut.
……………………………………………….(7)
Keterangan :
Ns = Nilai siswa
= Jumlah skor mentah yang diperoleh siswa
= Jumlah skor maksimum ideal dari tes yang
bersangkutan
varians yang homogen. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah uraian tentang uji
normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk membuktikan bahwa
populasi terdistribusi normal. Uji normalitas perlu dilakukan sebelum melakukan
uji hipotesis penelitian. Uji normalitas dapat digunakan dengan menggunakan uji
Lilliefors. Berikut ini merupakan langkah-langkah melakukan uji normalitas :
1) mengurutkan data sampel dari data yang terkecil hingga data yang terbesar :
x1, x2, x3,...xn.
2) mengubah data x1, x2, x3, ….xn menjadi bilangan baku Z1, Z2, Z3,……Zn
dengan rumus:
………………………………………(8)
Keterangan :
X = Skor yang diperoleh siswa ke-i
= Skor rata-rata
S = Simpangan baku
3) menghitung daftar distribusi untuk setiap bilangan baku, kemudian
menghitung peluang F (Zi) = P ( z ≤ Zi ) dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku.
4) menghitung proporsi Z1, Z2 , Z3, …Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi.
jika proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka:
….…..(9)
5) menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya.
6) mengambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut.
Harga terbesar dapat disebut (Lo).
7) Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, Lo dibandingkan dengan nilai
kritis Lt yang terdapat dalam tabel nilai kritis L. Pada taraf nyata α yang
dipilih, tolak hipotesis nol ketika populasi terdistribusi normal jika Lo lebih
besar dari Lt. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima (Sudjana, 2002 : 467).
66
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi merupakan varians yang homogen. Dengan adanya varians yang
homogen, kegiatan menaksir dan menguji bisa berlangsung. Statistik yang
digunakan pada uji homogenitas adalah uji F. Berikut ini adalah langkah-langkah
yang dila-kukan dalam melakukan uji F :
1) mencari varians masing-masing data. Varians adalah kuadrat dari simpangan
baku. Rumus dari varians adalah :
………………………………………
(10)
2) menghitung harga F. Harga F adalah perbandingan dari varians terbesar
dengan varians terkecil. Harga F dapat dicari dengan menggunakan rumus:
………………………………………….………….……(11)
Keterangan :
F = Varians kelompok total
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
3) dalam hal ini Ho adalah varians terbesar sama dengan varians terkecil,
sedangkan H1 adalah sebaliknya. Agar terima Ho, kriteria pengujian hipotesis
adalah (10)
Jadi, populasi memiliki varians yang homogen jika nilai F besar dari
4. Uji Hipotesis
Uji kesamaan dua rata-rata adalah uji hipotesis yang digunakan untuk
menarik kesimpulani. Uji kesamaan dua rata-rata diperlukan dalam
membandingkan dua keadaan. Dalam hal ini, dua keadaan adalah perlakuan pada
67
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ketentuan uji perbandingan dua rata-rata
sebagai berikut:
a. Jika data terdistribusi normal dan kedua kelompok homogen, maka dilakukan
uji t. Rumus uji t yaitu
…………………………………………………(12)
dimana,
…………………………………………(13)
Keterangan :
= Nilai rata-rata sampel 1
= Nilai rata-rata sampel 2
…………………………………………………(14)
(Sudjana, 2002: 239).
Jika sampel lebih dari 20 dan terdapat ranking yang sama maka rumus yang
tepat digunakan adalah:
Dimana:
Keterangan:
U : penguji
n1 : banyak sampel 1
n2 : banyak sampel 2
∑T : data kembar
t : jumlah data kembar
Kriteria penerimaan hipotesis pada uji Mann-Whitney U-Test dalam
penelitian ini adalah jika -Ztabel ≤ Zhitung ≤ Ztabel maka Ho diterima. Jika Zhitung
tidak memenuhi kriteria penerimaan Ho (Zhitung berada pada daerah
penolakan Ho) maka Ha diterima.
69
DAFTAR PUSTAKA
k_Dan_Tenaga_Kependidikan_Departemen_Pendidikan_Nasional_2008
Diakses Tanggal 14 April 2021.
Djamas, D. 2015. Metodologi Penelitian Pendidikan Fisika. Padang: UNP
Donald, M. 1991. Origins of the modern mind: three stages in the evolution of culture
and cognition. Cambridge MA:Harvard University Press.
Ernawati, E & Leasa, L. 2012. Penerapan Pendekatan Quantum Teaching Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Min I Batu Merah Ambon. .
(Online). http://ejournal.unpatti.ac.id/ Diakses pada tanggal 14 April 2021.
Fogarty, Robin. 1991. How To Integrate The Curicula. USA: Skylight Publishing.
Gong, A, Gol, Agus M Irkham. 2012. Gempa Literasi: Dari Kampung untuk
Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Goody, J. & Watt, I. 1963. The consequen-ces of literacy. Contemporary Studies
inSociety and History 5, Diunduh pada 14 April 2021
http://www.proquest/umi/pqd.web
Hamdayana,Jumanta. 2014.Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hartanto, A. 2018. Making Indonesia 4.0. Jakarta. Retrieved From
Http://Www.Kemenperin.Go.Id/Download/18384.
Huda, M. 2013. Model-model Pengajarandan Pembelajaran. Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Ibda, H. 2018. “Penguatan Literasi Baru pada Guru Madrasah Ibtidaiyah dalam
Menjawab Tantangan Era Revolusi Industri 4.0.” Journal of Research and
Thought of Islamic Education1(1). Diakses pada 14 April 2019.
http://jurnaliainpontianak.or.id/index. php /jrtie/article/download/1064/534).
Joenaidy, A. M. 2019. Konsep dan Strategi Pembelajaran di Era Revolusi Industri
4.0. Yogyakarta: Laksana.
Kemendikbud. 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
71
Rezeki, M., & Asrizal, A. (2019). Pengembangan Lks Ipa Berorientasi Model
Pembelajaran Kuantum Materi Pesawat Sederhana, Struktur Tumbuhan Dan
Sistem Pencernaan Untuk Siswa Kelas VIII SMP. Pillar of Physics
Education, 12(1).
Ristekdikti. 2018. Pengembangan Iptek Dan Pendidikan Tinggi Di Era Revolusi
Industri 4.0. Retrieved From Https://Www.Ristekdikti.Go.Id/SiaranPers/
Pengembangan-Iptek-Dan Pendidikan-Tinggi-Di-Era-Revolusi-Industri-4-0/
Rochmad. 2012. Desain Model Perangkat Pembelajaran. Jurnal Kreano, ISSN : 2086-
2334. Vol. 3 (1), Juni 2012. FMIPA UNNES
Rozak, Abd, “Perlunya LITERASI BARU Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0”,
Artikel, 25 Januari 2018, www.uinjkt.ac.id/id/perlunya-literasi-baru
menghadapi-era-revolusi-industri-4-0 diakses pada 14 April 2021.
Sari,Wulan., Jufrida., & Pathoni, Haerul. 2017. Pengembangan Modul Elektronik
Berbasis 3D Pageflip Professional pada Materi Konsep Dasar Fisika Inti dan
Struktur Inti Mata Kuliah Fisika Atom dan Inti. Jurnal EduFisika. Vol. 02.
No 01. (38-50).
Sasongko, R. N., & Sahono, B. 2016. Desain Inovasi Manajemen Sekolah (1st Ed.).
Jakarta Pusat: Shany Publiser.
Satya, V. E. 2018. Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Jakarta.
Setyandaru, T. A., Wahyuni, S., & Aristya Putra, P. D. 2017. Pengembangan Modul
Pembelajaran Berbasis Multirepresentasi Pada Pembelajaran Fisika Di
Sma/Ma. Jurnal Pembelajaran Fisika, 6(3), 223-230.
Shoimin, A. 2014. Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.Yokyakarta:
AR-ruz media.
Sudjana, S. 2002. Metode Statistika.Bandung : Tarsito Bandung.
Sugiyono, S. 2015. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Tegeh, M., Jampel, J., Nyoman, N., & Oudjawan, K. 2014. Model Penelitian
Pengembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
73