FAKULTAS TEKNIK
PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur marilah kita panjatkan pada TUHAN YANG MAHA ESA yang telah
menciptakan manusia dan memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain.
Puji TUHAN berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang singkat ini dengan judul Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan
Kurikulum. Makalah ini terdiri dari pokok-pokok bahasan materi yang membahas mengenai
Landasan perkembangan kurikulum yakni meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan
landasan sosial-budaya dalam pengembangan kurikulum. Materi ini disajikan secara ringkas
yang kami ambil dari beberapa sumber referensi terpilih.
Terima kasih kepada BAPAK DRS. YUNIARTO MUDJISUSATYO, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Pengembangan Kurikulum, yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan
tugas makalah ini. Selain itu saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman
yang bersedia mempelajari dan memberikan masukan atas makalah ini. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan. Saya
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya, dan bagi kita semua selaku calon
pendidik generasi di masa depan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan
manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia,
perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi,
pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi
kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan
menentukan model manusia yang akan dihasilkan.
Landasan pengembangan kurikulum dapat menjadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik
tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu seperti
penemuan teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah.
Titik sampai berarti urikulum harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasi
perkembangan tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-
tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai masyarakat, dan tuntutan
kultur terentu.[1]
Adapun landasan-landasan utama dalam pengembangan kurikulum yaitu: landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya dan landasan perkembangan ilmu dan
teknologi. Sedangkan pada makalah ini hanya dibahas tentang landasan filosofis, landasan
psikologis serta landasan sosial budaya.
BAB II
Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan
Kurikulum
AA. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memunyai kedudukan yang cukup sentral dalam
seluru kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan di dalam perkembangan kehidupan
manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dsan
penelitian yang mendalam.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi.
B. Landasan filosofis Pengembangan Kurikulum
a. Pengertian
Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa inggris phylosophyyang berasal dari
perpaduan bahasa Yunani philien yang berarti cinta (love) dan sophia (wisdom) yang
berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of
wisdom.[2] Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses
(berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran).
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Filsafat pendidikan
menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat
pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk
merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip belajar serta perangkat pengalaman belajar yang
bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok yakni:
1) Cita-cita nasional
2) Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat
Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka,
melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat
pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya
filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa
filsafat pendidikan adalah hal yang diyakini dan diharapkan oleh seseorang. Filsafat pendidikan
mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan
terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapkan, sesuai dengan nilai-nilai yang
disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan
berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan objektif.[3] Hopkin dalam bukunya interaction the
Democratic process, mengemukakan kriteria, antara lain:
1. Kejelasan, filsafat atau keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
2. Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelididkan yang akurat.
3. Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
b. Cabang-cabang Filsafat
Ada tiga cabang besar filasafat, yaitu:
1. Metafisika, yang membahas segala yang ada dalam alam ini dan membahas hakikat
kenyataan atau realitas yang meliputi (1) metafisika umum, dan (2) metafisika khusus yang
meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat
(hakikat manusia).
2. Epistemologi, yang membahas kebenaran dan membahas hakikat pengetahuan (sumber
pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas
pengetahuan); dan hakikat penalaran (induktif dan deduktif).
3. Aksiologi, yang membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat
kebaikan), dan estetika (hakikat keindahan).
BAB III
KESIMPULAN
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap
pengembangan kurikulum, dan sesuai dengan inti pembahasan kami maka dapat disimpulkan
tiga landasan pengembangan kurikulum, yakni sebagai berikut :
1. Landasan Filosofis,
yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan, dan
hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumsi
filosofis tersebut berimplikasi pada permusan tujua pendidikan, pengembangan isi atau
materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan
pendidik.
2. Landasan psikologis
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi acuan yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan mempelajari proses
dan karaktersitik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan
psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga
jenis teori belajar yang mempunyai pengaru besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu
teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistic.
3. Landasan sosial budaya
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antrofologi yang dijadikan titik
tolak dalam mengembangkan kurikulum. Karakterstik sosial budaya di mana peserta didik
hidup berimplikasi pada program pendidikan yang akan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Soetopo, Hendyat, Soemanto, Wasty. (1993). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya
[1] Soetopo, Hendyat, Soemanto, Wasty, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 1993).
Hlm. 46
/////////////////
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya
landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan
fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis
pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan
memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai
hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan
suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik
(peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan asumsiasumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
B. PEMBATASAN MASALAH
3. Cabang psikologis apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?
4. Apa saja implikasi landasan psikologis pada proses pengembangan maupun pelaksanaan
kurikulum?
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan
suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan
pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik,
intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai
pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan
tugastugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan
dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik
penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari
segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsurunsur upaya pendidikan
lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan,
pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi
belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang
terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan
kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta
didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan
kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui
proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk
melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses
pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi
belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan
dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan
peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum
terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan
bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan
kurikulum.
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikankeunikan yang berbeda satu sama
lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakangerakan tubuhnya. Hal
ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam
psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan
individu pada tiaptiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping
persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya,
2. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus
dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan
bakat anak,
3. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik,
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan
tingkah laku anak didik,
2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
4. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus menerus.
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan
sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada
orang supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses
pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara
insting/terjadi karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi
3 kelas, antara lain[5] ;
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement).
Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak
lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan,
masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal
yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat
dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S R (stimulus respon) atau aksi-reaksi.
Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon stimulus. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus respon seoptimal mungkin. Tokoh
utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of
readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan
antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu.
Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila
sering dilatih atau diulang ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara
stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan
kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan
timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan
respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan
interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini
guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan
dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran,
belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan
masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik
dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-
masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu
kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain ;
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang
yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang
harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi
seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang
memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh
kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran
peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab,
kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini
dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam
pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi
mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi
menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan
dan diperlukan.
D. KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan.
Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk
Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses
pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang
dimaksud di sini, terdapat dua aspek psikologi antara lain; psikologi perkembangan dan
psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan
kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu
memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.
Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang
melakukan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga terjadi suatu
proses belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara lain; teori disiplin daya/disiplin
mental (faculty theory), behaviorisme, dan organismic/cognitive gestalt field.
DAFTAR PUSTAKA
http://ahmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/pengembangan-kurikulum
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html
http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologi-belajar
Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktiscet. kedelapanbelas. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2007
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka. 2005
Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
1997
[1] Drs. Dadang Sukarman, M.Pd. Pengembangan Kurikulum electronic book Kurikulum dan
Tekhnologi Pendidikan UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI.
2007, h. 20
[2] KBBI. 2005, h.901
[3] http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html
[5] http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologibelajar