Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

LAHIRNYA IPS

Dosen Pengampu :Eka Yusnaldi, M.Pd

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Dari Konsep Dasar IPS

DISUSUN OLEH :

Kelompok I

Annisa Rahmadani (0306212134)


Friska Widia (0306212140)
Nurul Handini (0306212106)

Kelas : PGMI-3/ Semester 2

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Alhamdulilllah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya,
makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW,
pembimbing umat menuju cahaya kebenaran illahi.
Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk diajukan sebagai syarat dalam
diskusi kelompok pada mata kuliah Konsep Dasar IPS di Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara (UINSU) dan atas dasar itulah maka kami mengharapkan semoga makalah ini bisa
digunakan sebagai bahan diskusi kelompok sebagaimana mestinya.
Mengingat isinya sangat penting sebagai bahan pembelajaran agar tercapainya tujuan
dalam menghadapi dan memecahkan masalah, baik masalah individu ataupun masalah
kelompok.
Mudah-mudahan makalah ini besar manfaatnya bagi para pembaca dan khususnya
bagi penulis menjadi amal yang sholeh yang bisa menghantarkan kesuksesan dalam belajar.

Medan,15 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1


2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
3. Tujuan .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ......................................................................... 2


B. Sejarah Perkembangan IPS ........................................................................................ 3
C. Latar Belakang Lahirnya IPS .................................................................................... 6
a. Latar Belakang Sosiologis ................................................................................. 7
b. Latar Belakang Pedagogis ................................................................................. 8
D. Tiga Tradisi Pembelajaran IPS ................................................................................... 9
1. Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan ......................................... 11
2. Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial.................................................................. 11
3. Pembelajaran IPS sebagai inkuiri yang reflektif .................................................. 12
E. Ruang Lingkup IPS .................................................................................................... 13
F. Tujuan Pembelajaran IPS ........................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 17
B. Saran .......................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan IPS dalam bidang pendidikan diawali dengan adanya suatu


proses analisis terhadap kehidupan sosial masyarakat dan juga nilai atau norma yang
berlaku di masyarakat, analisis yang dilakukan terhadap nilai sosial masyarakat
tersebut berkembang menjadi menjadi ilmu sosial dan humaniora, kedua aspek sosial
tersebut diintegrasikan oleh IPS dalam proses penerapan dan pengembangannya, hal
ini diperkuat oleh pendapat Sumaatmadja ( 2006: 1.9) bahwa Ilmu sosial dan
humaniora mempunyai dua kajian yang berbeda, namun berkenaan dengan objek
yang sama yaitu kehidupan manusia di masyarakat, dan IPS sendiri
mengintegrasikan keduanya, oleh karena itu IPS mempelajari kehidupan sosial yang
kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dipahami bahwa IPS berkembang


dalam aspek kehidupan masyarakat yang di dalamnya mengandung ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, sehingga pada konteks pembelajarannya tidak terlepas dari adanya
perkembangan sosial dan kehidupan masyarakat sekitar yang menjadi bahan
pembelajaran.IPS yang merupakan salah satu mata pelajaran yang dikembangkan
atas dasar adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya, diterapkan pada
konsep pembelajaran melalui adanya penyederhanaan dari beberapa ilmu sosial yang
digunakan sebagai bahan pengembangan IPS secara pedagogis dan psikologis, hal ini
dilakukan agar terdapat suatu kesesuaian antara karakteristik pendidikan dan juga
tingkat perkembangan siswa sekolah dasar, sehingga dapat dijadikan sebagai alasan
untuk mencapai tujuan pendidikan, hal ini sesuai dengan pendapat dari Sapriya
(2009:11) bahwa. “ IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disilpin ilmu-ilmu
sosial dan humaniora serta kegiatan manusia yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan”

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan makalah ini, yaitu:
1. Apakah Pengertian dari Ilmu Pengetahuan Sosial?
2. Apa saja latar belakang lahirnya IPS?
3. Apakah Tiga Tradisi Pembelajaran IPS tersebut?
4. Apa saja ruang lingkup dalam IPS?
5. Apa saja tujuan Tujuan Pembelajaran IPS?
3. Tujuan

1. Menjelaskan Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial


2. Menjelaskan latar belakang lahirnya IPS

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu pengetahuan sosial disingkat IPS merupakan nama mata pelajaran ditingkat
sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik
dengan istilah “social studies” dan kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di
negara barat Australia dan amerika Serikat. Pengertian memiliki Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang disiplin ilmu sosial seperti
misalnya : sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik, psikologi, dan
sebagainya. Disiplin ilmu tersebut mempunyai keterpaduan yang tinggi karena geografi
memberikan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sejarah memberikan
wawasan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, ekonomi
memberikan wawasan tentang berbagai macam kebutuhan manusia dan sosiologi atau
antropologi memberikan wawasan yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan,
struktur social, lalu ilmu politik lebih kepada mengkaji hubungan antara warga dengan
warga negaranya, serta negara dengan negaranya, dan psikologi membahas mengenai
kondisi kejiwaan seseorang atau manusia. 1

Bidang studi IPS, pada hakikatnya merupakan perpaduan pengetahuan sosial.


Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) intinya merupakan perpaduan antara giografi dan
sejarah. Untuk Sekolah Lanjut Menengah Pertama (SLTP) intinya merupakan
perpaduan antara geografi, sejarah dan ekonomi koperasi. Sedangkan untuk Sekolah
Lanjut Tingkat Atas (SLTA) intinya adalah perpaduan antara geografi, sejarah dan
ekonomi koperasi dan Antropologi.di tingkat perguruan tinggi, bidang studi IPS ini
dikenal sebagai studi sosial. IPS atau studi Sosial ini, merupakan perpaduan dari
berbagai bidang keilmuan Ilmu Sosial. Studi Sosial memiliki perbedaan yang prinsipiil
dengan ilmu-ilmu sosial.

Proses pembelajaran pendidikan IPS dilakukan secara bertahap dan


berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat usia peserta didik masing-
masing. Ragam pembelajarannya pun harus disesuaikan dengan apa yang terjadi dalam
kehidupan. Secara formal, proses pembelajaran dan membelajarkan itu terjadi di
sekolah, baik di dalam kelas maupun diluar kelas.
IPS sebagai satu program pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-
konsep pengetahuan semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi
warga negara dan warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya, yang juga

1
Rifki Afandi,”Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar” Jurnal
Pedagogia,Vol1 hlm 5

2
memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya.
Sebagai bidang pengetahuan, ruang lingkup IPS dapat terlihat nyata dari tujuannya. Di
sepanjang sejarahnya IPS memiliki lima tujuan yaitu:
 IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut di bidang sosial sciences jika nantinya
2
masuk ke perguruan tinggi.
 IPS yang tujuannya mendidik kewarganegaraan yang baik.
 IPS yang hakikatnya merupakan suatu kompromi antara 1 dan 2 tersebut di atas.

IPS yang mempelajari closed areas atau masalah-masalah sosial yang pantang
untuk dibicarakan di muka umum.

B. Sejarah Perkembangan IPS


Pada tahun 1935 terjadi polemic diantara kalangan intelektual Amerika Serikat ( AS
) mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih dikenal dengan Social Studies, kemudian
hal tersebut dipublikasikan oleh Organisasi yang bernama National Council for The
Sosial Studies. tapi hal itu tidak berlangsung lama karena menurut L.Tildsley hal itu
memberi tanda sejak awal
pertumbuhannya bidang social studies dihadapkan kepada tantangan untuk dapat
membangun dirinya sebagai suatu disiplin yang solid.
Definisi tentang social studies menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 (
Barr, Bart dan Shermis, 1977:2) yaitu : The social Studies are the social sciences simplified
for pedagogical purpose” Ilmu Sosial itu yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan.
Yang meliputi aspek–aspek, seperti sejarah, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi,
psikologi, geografi, dan filsafat, yang praktiknya digunakan dalam pembelajaran di sekolah
maupun perguruan tinggi.
Pada perkisaran tahun 1940 – 1950 NCSS mendapat serangan yang berkisar
tentang perlu atau tidaknya Sosial Studies untuk remaja bersikap demokratis dan kritis,
sehingga munculah sikap penekanan terhadap fakta – fakta sejarah dan budaya yang ada.3
Namun pada tahun 1960 timbul satu gerakan akademis yang lebih dikenal dengan
the new social studies yang dipelopori oleh sejarawan dan ahli – ahli ilmu social untuk
mengembangkan proyek yang menciptakan kurikulum dan memproduksi bahan belajar
yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Tapi sampai tahun 1970an hal itu
belum juga terwujud, tapi jika kembali pada penuturan Barr dkk 1977 yaitu dua visi yang
berbeda dalam social studies yaitu citizhenship education ( pendidikan kewarganegaraan )
atau social studies Education ( Ilmu pendidikan social ) hal itu juga dipengaruhi oleh PD II.
Pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar, berupa inovasi oleh Maurice Hunt
dan Lawrence metcalft yang mencoba cara baru dalam pengintegrasian pengetahuan dan
keterampilan ilmu social untuk tujuan citizhenship education, mengubah program Sosial
studies disekolah yang dahulunya Closed Area ( hal – hal yang tabu dalam masyarakat )
menjadi refleksi rasional dalam mengupayakan siswa dapat mengambil keputusan
mengenai masalah – masalah public. Sehingga bisa melatih keterampilan reflektif thinking

2
Ibid, hlm 8-10
3
Abu Ahmadi, Ilmu sosial dasar(Jakarta:Rineka Cipta1991)hlm 4

3
( berfikif reflek ) dan berfikir secara kritis.
Gerakan the new social studies pada tahun 1960 masih belum efektif dalam
mengajarkan substansi perubahan sikap siswa, sehingga para sejarawan dan ahli – ahli
ilmu social bersatu untuk meningkatkan social studies kepada higher level of intellectual
pursuit yang melahirkan social science education.
Menurut Barr dkk, mendefinisikan social studies dalam beberapa bagian yaitu
:social studies merupakan satu system pengetahuan yang terpadu, kedua misi utama social
studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang demokratis,
ketiga sumber utama konten social studies adalah social sciene dan humanitier, keempat
dalam upaya penyiapan warga Negara yang demokratis terbuka kemungkinan perbedaan
dalam orientasi, visi tujuan dan metode pembelajaran. diantaranya lahirlah visi, misi dan
strategi social studies itu adalah
1. Sosial studies taught as citizenship transmission
2. Sosial studies taught as social science
3. Sosial studies taught as reflective inquiry.
Jika dilihat dari definisi dan tujuan social studies maka terkandung beberapa hal,
pertama social studies merupakan mata pelajaran dasar diseluruh jenjang pendidikan
persekolahan, kedua tujuan utama mata pelajaran ini ialah mengembangkan siswa untuk
menjadi warga Negara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan untuk
berperan serta dalam kehidupan berdemokrasi. Ketiga konten pelajarannya digali dan
diseleksi dari sejarah dan ilmu – ilmu social. Keempat pembelajarannya menggunakan cara
– cara yang mencerminkan kesadaran pribadi, kemasyarakatan, pengalaman budaya,
perkembangan pribadi siswa.4
Di awal tahun 1994 the board of direction of the national council for the social
studies menerbitkan Dokumen resmi yang diberi nama Expectations of Exellence:
curriculum Standard for social studies. Dokumen ini yang sedang mewarnai pemikiran
praksis social studies di AS sampai saat ini. dalam dunia pendidikan NCSS juga
menggariskan bahwa dalam pendidikan mulai dari Taman kanak – kanak sampai
pendidikan menengah memiliki keterpaduan “ Knowledge,Skills, and attitudes within and
across disipliner “, pada kelas rendah ditekankan pada social studies yang tidak mengikat
atau bisa bertolak dari tema – tema tertentu.
Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di
Amerika Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan sebagai
nama sebuah lembaga yang diberi nama committee of social studies.
Lembaga ini merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu-
ilmu sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama.
Nama lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum yang mereka hasilkan,
yakni kurikulum social studies. Nama social studies makin terkenal ketika pemerintah
mulai memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Kurikulum tersebut
ahirnya dikembangkan dengan nama kurikulum social studies. Di Indonesia social studies
dikenal dengan nama studi sosial. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu sosial
kemudian ditetapkan dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan sebuah

4
Ibid hlm 5-7
4
mata pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi pada jurusan atau progrsam studi tertentu.
Istilah IPS pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education
tahun 1972 di Tawamangu, Solo. Ada 3 istlah yang muncul dari Seminar Nasional di
Tawamangu dan digunakan secara bertukar, yaitu:5
1. Pengetahuan Sosial / Social Science
2. Studi Sosial / Social Studies
3. Ilmu Pengetahuan Sosial / Social Education
Pembahasan mengenai latar belakang lahirnya IPS akan dilihat dari dua aspek, yakni
latar belakang sosiologis dan pedagogis dengan mempertimbangkan aspek kemasyarakatan
dan ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam IPS. Ilmu Pengetahuan Sosisal (IPS) adalah
terjemahan dari Social Studies. Perkembanagan IPS dapat kita lihat melalui sejarah Social
Studies yang dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS) dalam karya akademis dan
dipublikasikian oleh National Council for the Social Studies (NCSS) pada pertemuan
organisasi tersebut tahun 1935 sampai sekarang.
Definisi tentang “Social Studies” yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk
tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini dibakukan “Social Studies” meliputi aspek-
aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, pisikologi, ilmu
geografi, dan filsafat yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah
dan di perguruan tinggi.
Dalam pengertian awal “Social Studies” tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai
berikut:
1. Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial
2. Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan atau pembelajaran,
baik pada tingkat sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.
3. Aspek-asoek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai
dengan tujuan tersebut.
Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) yaitu terjadinya tarik
menarik antara dua visi Social Studies. Di satu pihak, adanya gerakan untuk
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education, yang
terus bergulir sampai mencapai tahap yang lebih canggih. Di pihak lain, terus bergulirnya
gerakan pemisahan sebagai disiplin ilmu-ilmu sosial yang cenderung memperlemah
konsepsi social studies education. Hal tersebut, merupakan dampak dari berbagai
penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang
berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa.
Benyaknya gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat
untuk mereformasi Social Studies. Mereka menganggap perlu adanya perubahan
pembelajaran Social Studies menjadi pembelajaran yang berorientasi the integrated,
reflected inquiry, and problem centered (Barr, dkk.; 41-82) dan memperkuat munculnya
gerakan The new Social Studies.
Atas pendapat para pakar, akhirnya para sejarawan, ahli ilmu sosial, dan pendidikan

5
Ida Bagus Made Astawa, Pengantar Ilmu Sosial. (Depok: Rajagrafindo Persada2017)hlm 20

5
sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan menggunakan cara yang
berbeda dari sebelum pendekatan tersebut adalah dengan melalui proses pengembangan
kurikulum sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan ahli ilmu sosial secara bersama-sama
mengembangkan bahan ajar berdasarkan temuan penelitian dan teori belajar, kemudian
diujicobakan di lapanagan, selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk
digunakan secara luas dalam dunia persekolahan.
Jika dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social Studies telah
dan dapat dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:
1. Social Studies Taught as citizenship Transmission
Merujuk pada suatu modus pembelajaran sosial yang bertujuan untuk
mengembangkan warga negara yang baik sesuai dengan norma yang telah
diterima secara baku dalam negaranya.
2. Social Studies Taught social Science
Merupakan modus pembelajaran sosial yang juga mengembangkan karakter
warga negara yang baik yang ditandai oleh penguasaan tradisi yang menitik
beratkan pada warga Negara yang dapat mengatasi masalah-masalah sosial dan
personal dengan menggunakan visi dan cara ilmuan sosial.
3. Social Studies Taught as Reflective Inquiry
Merupakan modus pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang sama
yakni pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria yang berbeda yaitu
dilihat dari kemampunnya dalam mengambil keputusan’
Tahun 1992, the board of direction of the national Council for the social studies
mengadopsi visi ternaru mengenai Social Studies, yang kemudian diterbitkan resmi oleh
NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectation of Excellence: Curriculum Standard for
Social Studies.
Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan strategi baru
Social Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
1. Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa
civic competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.
2. Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman
kanak-kanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan
“ …knowlwdge, skill, and attitudes within and across disciplines (NCSS, 1994:3).
3. Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam
construct a knowledge base and attitude drawn from academic discipline as
specialized ways of viewing reality (NCSS, 1994:4).
4. Program Social Studies mencerminkan “ …the changing nature of knowledge,
fostering entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of
significance to humanity” (NCSS, 1994:5).

C. Latar Belakang Lahirnya IPS

Ide IPS berasal dari literature pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di
Amerika Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan seebagai

6
nama sebuah lembaga yang diberi nama committe of social studies. Lembaga ini
merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu-ilmu social
6
ditingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu social yang mempunyai minat yang sama. Dalam
perkembangannyastudy social dimasukkan dalam kurikulum untuk dipelajari oleh peserta
didik mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Secara lebih sfesifik
study social mulai dimuat dalam kurikulum 1975 dengan nama ilmu pengetahuan social
(IPS). IPS merupakan sebuah mata pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar
sampai tingkta pendidikan tinggi pada jurusan atau program study tertentu.

Pembahasan mengenai latar belakang lahirnya IPS akan dilihat dari dua aspek:

a. Latar belakang sosiologis

Tinjauan terhadap latar belakang sosiologis difokuskan pada tempat lahirnya IPS
yang pada awalnya bernama social studies. IPS dengan nama social studies pertama kali
digunakan dalam kurikulum sekolah rugby di inggris pada tahun 1827. Dr. Thomas
Arnold, derektur sekolah tersebut adalah orang pertama yang berjasa memasukkan IPS
(social studies) kedalam kurikulum sekolah .

dimasukkannya IPS ke dalam kurikulum sekolah berangkat dari kondisi masyarakat


Inggris pada waktu itu yang tengah mengalami kekacauan akibat revolusi industri yang
melanda negara itu. Masyarakat dan peradaban Inggris terancam dekadensi, karena
mekanisasi industri telah menimbulkan kesulitan besar bagi masyarakat Inggris, terutama
kaum buruh.

mengakibatkan terjadinya pemerasan dan penindasan. Selain itu, di Inggris juga


terjadi persaingan di kalangan buruh sendiri, yang menyebabkan hidup kaum tidak punya
(the haves not) menjadi sangat menderita. Kehidupan antar kaum buruh dan antara buruh
dengan majikan digambarkan oleh filosuf Inggris Thomas Hobbes sebagai homo homoni
lopus bellum omnium contra omnes ( manusia adalah srigala bagi yang lain, mereka saling
berperang).Singkatnya,manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya
(dehumanisasi).Sebagai respon terhadap keadaan yang demikian ironis, Arnold
memasukkan IPS ke dalam kurikulum sekolahnya. Upayanya kemudian ditiru oleh banyak
sekolah lainnya, dan sekaligus menjadi awal berkembangnya IPS sebagai matapelajaran di
sekolah.Latar belakang munculnya IPS di Amerika Serikat berbeda dari Inggris. Setelah
Perang Budak atau Perang Saudara antara penduduk Utara-Selatan (1861- 1865), di
Amerika terjadi kekacauan sosial. Masyarakat Amerika Serikat yang sangat beragam
belum merasa menjadi satu bangsa. Segregasi sosial masih kental dan lekat dengan
kehidupan masyarakat Amerika pada saat itu. Sebagai respon atas keadaan masyarakat
tersebut, para ahli kemasyarakatan Amerika Serikat mencari upaya untuk membantu
proses pembentukan bangsa Amerika Serikat, antara lain dengan mengembangkan IPS
sebagai jawaban atas situasi sosial. IPS dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, yang

6
Ida Bagus Made Astawa, Pengantar Ilmu Sosial. (Depok: Rajagrafindo Persada2017)hlm 24

7
dipelopori oleh sekolah-sekolah di negara bagian Wisconsin sejak 1892. Setelah dipelajari
secara terus menerus sampai awal dasa warsa abad ke-20, pada tahun 1916 panitia nasional
untuk pendidikan menengah Amerika Serikat menyetujui pengembangan dan pemasukan
IPS ke dalam kurikulum sekolah.

Paparan tersebut menggambarkan bahwa situasi masyarakat di Inggris pada tahun


1827, yaitu awal industri modern, mirip dengan keadaan masyarakat Indonesia dewasa ini.
Industri sedang berkembang dan tanda-tanda dehumanisasi nampak pula di Indonesia. 7Di
antara indikator yang menunjukkan kemiripan tersebut adalah terjadinya berbagai tindak
kejahatan, seperti perampokan yang disertai pembunuhan, kurang terjaminnya kaum
buruh, individualisme yang mulai menggerayangi masyarakat perkotaan, tindakan
mengobyekkan para penganggur dan pencari pekerjaan melalui human trafficing,
terdesaknya alat-alat produksi tradisional oleh alat produksi buatan negara asing, dan
penumpukan kekayaan pada golongan minoritas. Setelah Perang Budak atau Perang
Saudara antara penduduk Utara-Selatan (1861- 1865), di Amerika terjadi kekacauan sosial.
Masyarakat Amerika Serikat yang sangat beragam belum merasa menjadi satu bangsa.
Segregasi sosial masih kental dan lekat dengan kehidupan masyarakat Amerika pada saat
itu.

Sebagai respon atas keadaan masyarakat tersebut, para ahli kemasyarakatan Amerika
Serikat mencari upaya untuk membantu proses pembentukan bangsa Amerika Serikat,
antara lain dengan mengembangkan IPS sebagai jawaban atas situasi sosial. IPS
dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, yang dipelopori oleh sekolah-sekolah di negara
bagian Wisconsin sejak 1892. Setelah dipelajari secara terus menerus sampai awal dasa
warsa abad ke-20, pada tahun 1916 panitia nasional untuk pendidikan menengah Amerika
Serikat menyetujui pengembangan dan pemasukan IPS ke dalam kurikulum
sekolah.Paparan tersebut menggambarkan bahwa situasi masyarakat di Inggris pada tahun
Kaum kapitalis dan pemerintah yang kurang memperhatikan nasib kaum buruh 1827, yaitu
awal industri modern, mirip dengan keadaan masyarakat Indonesia dewasa ini. Industri
sedang berkembang dan tanda-tanda dehumanisasi nampak pula di Indonesia. Di antara
indikator yang menunjukkan kemiripan tersebut adalah terjadinya berbagai tindak
kejahatan, seperti perampokan yang disertai pembunuhan, kurang terjaminnya kaum
buruh, individualisme yang mulai menggerayangi masyarakat perkotaan, tindakan
mengobyekkan para penganggur dan pencari pekerjaan melalui human trafficing,
terdesaknya alat-alat produksi tradisional oleh alat produksi buatan negara asing, dan
penumpukan kekayaan pada golongan minoritas.Keadaan masyarakat yang demikian
mengingatkan pada betapa pentingnya pembentukan jiwa sosial yang humanis sedini
mungkin melalui pembelajaran IPS di sekolah-sekolah.
b. Latar belakang pedagogis

Di samping sebagai reaksi atas keadaan masyarakat, seperti di Inggris, Amerika,

7
Fatimah dan siti,Stategi Ilmu pengetahuan Sosial, (Padang:2015) hlm 15

8
dan Indonesia, lahirnya IPS juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menyiapkan
peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab, yakni dapat
mewujudkan kewajiban dan hak- haknya dalam kehidupan sehari-hari.Dengan
mempelajari IPS, peserta didik diharapkan akan menjadi warga masyarakat yang tidak
individualistik, yang hanya mementingkan kebutuhan sendiri, dan mengesampingkan
kebutuhan orang lain atau warga masyarakat lainnya. Sebaliknya, mereka diharapkan
menjadi warga masyarakat yang memiliki watak sosial yang selalu sadar bahwa hidupnya
hanya dapat berlangsung bersama dan bekerja sama dengan orang lain, dan orang lain
hanya mau hidup bersama dan bekerja sama bila mendapat perlakuan yang baik dari
mereka.

Disiplin ilmu-ilmu sosial dipandang tidak mendukung prinsip pedagogis di atas,


karena berbagai disiplin itu membawa masyarakat dalam keadaan terpisahpisah.
Pengajaran IPS juga lebih dekat dengan keadaan sekarang yang ada dalam lingkungan
hidupnya. Dengan demikian tidaklah terlalu sukar bagi peserta didik untuk mengamati,
menggambarkan dan memikirkannya, karena masih berada dalam jangkauan mereka, baik
dari segi waktu maupun tempatnya.8

Itulah latar belakang pedagogis dikembangnya IPS. Mengingat berbagai kemiripan


dan kegunaanya bagi pembinaan masyarakat Indonesia, maka pengembangan IPS di
dunia pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan pedagogis sebagaimana halnya
pengalaman di Inggris dan Amerika Serikat sebagai wahana pembinaan sikap sosial bagi
pesertadidik.

D. Tiga Tradisi Pembelajaran IPS

Pembelajaran IPS memiliki tiga tradisi yang berbeda satu dengan


yang lain. Ketiga tradisi tersebut adalah: 9

 Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan,

 Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial, dan

 Pembelajaran IPS sebagai inkuiri yang reflektif.

Gambaran tentang ketiga tradisi pembelajaran IPS tersebut akan


dipaparkan dalam bahasan berikut.

Pembelajaran IPS sebagai Transmisi Kewarganegaraan Pembelajaran IPS sebagai


transmisi kewarganegaraan merupakan strategi pengajaran IPS yang berhubungan
dengan penanaman tingkah laku, pengetahuan, pandangan, dan nilai yang harus dimiliki
oleh peserta didik. Tingkah laku, pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan diajarkan

8
Ibid hlm 19-21
9
Hartomo dan Aziz Arnicum,Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: Bumi Aksara1990) hlm 56

9
harus sesuai dengan kekayaan nilai-nilai budaya yang berkembang di lingkungan
peserta didik dan guru yang mengajarkan IPS. Hal ini dimaksudkan agar nilai- nilai
budaya yang ada dalam masyarakat dapat ditransmisikan dari generasi ke generasi.

Embrio IPS untuk pertama kalinya muncul dalam seminar Civic Education di
Tawangmangu, Solo tahun 1972. Sedangkan konsep IPS untuk pertama kalinya masuk
ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini
digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata
pelajaran terpadu. Kemudian secara formal dan bersifat nasional, istilah IPS muncul
tahun 1975 untuk SD/SMP/SMA, dikenal dengan Kurikulum 1975, sedangkan untuk
Sekolah Keguruan disahkan pada tahun 1976, dikenal dengan Kurikulum 1976
(Supardan:2015).

Pada tanggal 17 januari 1975, melalui Keputusan Pendidikan dan Kebudayaan


nomor 008c/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan
dinamakan kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum
tersebut. Dapat dikatakan bahwa kurikulum 1975 memberikan landasan baru bagi
kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975 merupakan
kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan
desain kurikulum modern. Dalam kurikulum 1975, unsur pendidikan kewarganegaraan
dalam IPS mulai dipisahkan dan dijadikan bidang studi tersendiri dengan nama
Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

Dalam kurikulum 1994, materi mulai disederhanakan dan diserahkan kepada


guru selaku pengembang kurikulum untuk memperluas dan memperdalam materi.
Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dasar tahun 2006 yang ditetapkan
berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 tahun 2006
mempunyan karakteristik tersendiri karena kurikulum IPS yang mulai berlaku tahun
pelajaran 2006 ini tidak menganut istilah pokok bahasan, namun cukup sederhana
yakni Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. 10Hal ini memberikan peluang yang
luas kepada guru sebagai pengembang kurikulum untuk berkreasi dalam
pengembangan kurikulum yang mengacu pada pembelajaran IPS yang PAKEM
(Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Pendidikan IPS SD dalam
kurikulum 2006 bersifat hanya memberi rambu-rambu untuk kedalaman dan keluasan
11
materi dalam mencapai kompetensi dasar yang diharapkan, dalam kurikulum 2006,
aspirasi setempat (muatan lokal) dapat dituangkan dalam proses pembelajaran IPS
Terpadu. Materi pelajaran IPS SD terdiri dari materi geografi, sejarah, sosiologi dan
ekonomi. Materi IPS SD tidak tampak secara nyata, namun tertata secara terpadu
dalam standar kompetensi yang dimulai sejak kelas 1 sampai kelas 3 dilaksanakan
melalui pendekatan tematik, seedangkan pada kelas 4 sampai kelas 6 dilaksanakan
melalui pendekatan pelajaran.

10
Sapriya, Pendidikan IPS,(Bandung:Remaja Rosdakarya 2017) hlm 53-57
11
Ibid hlm 80
10
1. Pembelajaran IPS sebagai Transmisi Kewarganegaraan

Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan strategi


pengajaran IPS yang berhubungan dengan penanaman tingkah laku, pengetahuan
pandangan, dan nilai yang harus dimiliki oleh peserta didik. Tingkah laku, pengetahuan,
pandangan dan nilai yang akan diajarkan harus sesuai dengan kekayaan nilai-nilai budaya
yang berkembang di lingkungan peserta didik dan guru yang mengajarkan IPS.

Hal ini dimaksudkan agar nilai- nilai budaya yang ada dalam masyarakat dapat
ditransmisikan dari generasi ke generasi. Pembelajaran IPS sebagai transmisi
kewarganegaraan merupakan proses pewarisan budaya dalam suatu masyarakat tertentu.
Pewarisan budaya ini merupakan budaya yang memilki nilai-nilai yang baik dan disepakati
oleh masyarakat. Pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaraan di Amerika Serikat
bertujuan membina warga negara agar dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab
yang baik, taat kepada hukum, membayar pajak, memenuhi kewajiban belajar, dan memiliki
dorongan diri yang kuat untuk mempertahankan negara (Sumaatmadja,1980).

Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan juga merupakan suatu proses


pewarisan budaya dalam suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini tentu merupakan
budaya yang memilki nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat, sehingga dapat
membentuk warga negara yang dapat memenuhi kewajiban, taat pada hukum, dan
bertanggung jawab dalam pembelaan negara. Tradisi pembelajaran IPS model transmisi
kewarganegaaraan ini, oleh sebagian ahli dipandang sebagai bentuk proses pendidikan yang
statis, bahkan konservatif.

Hal ini dikarenakan di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis di tengah


perkembangan dunia yang terus mengalami perubahan, setiap anak manusia dituntut untuk
memiliki kemampuan, pemikiran, dan keterampilan yang lebih luas dan kompleks. Jika
dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang berkembang, maka
pembelajaran model transmisi kewarganegaraan ini kurang relevan. Oleh karena itu, proses
pembelajaran IPS yang relevan untuk masyarakat Indonesia saat ini perlu terus
dikembangkan.

2. Pembelajaran IPS sebagai Ilmu Sosial

Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik
dapat berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan meneliti seperti apa yang dilakukan
oleh ahli ilmu sosial. Tujuan pengajaran IPS sebagai ilmu sosial adalah menciptakan warga
negara yang mampu belajar dan berpikir secara baik, seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu
sosial. Cara berpikir demikian harus menjadi landasan untuk menanggapi,
menginterpretasikan dan menggunakan pengetahuan sosial.

Peserta didik harus mampu berpikir sesuai dengan bidang keilmuan ilmu sosial yaitu
berpikir sesuai dengan struktur ilmu sosial. Cara berpikir demikian penting untuk menyusun
generalisasi pada suatu bidang ilmu sosial dalam rangka memperoleh dan menemukan
melakukan penelitian yang memerlukan pengujian suatu hipotesis.
11
Guru yang mengajarkan IPS sebagai ilmu sosial harus memiliki keyakinan bahwa
cara ini merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang dapat
berpikir seperti ahli ilmu sosial. Mereka dapat merumuskan hipotesis, mengumpulkan data,
melakukan analisa data, dan dapat menarik simpulan sesuai dengan berbagai bidang
keilmuan ilmu sosial. Dengan demikian, mereka diharapkan dapat menjadi warga negara
yang demokratis, dan dapat berpikir seperti apa yang dilakukan oleh para ahli ilmu sosial.

Kondisi tersebut sesuai dengan keinginan para ahli ilmu sosial bahwa anggota
masyarakat sejak usia muda dapat mengamati dunia sekitarnya melalui penglihatan seperti
ahli ilmu sosial, mengajukan berbagai pertanyaan, dan menerapkan metode analisis serta
konsep-konsep yang digunakan para ahli ilmu sosial. Dengan cara demikian, para peserta
didik dapat memahami struktur dan proses sosial di sekitarnya. Pembinaan warga negara
atau warga manyarakat tidak hanya ditekankan pada aspek kemampuan intelektuanya, tetapi
diseimbangkan dengan aspek kemampuan emosional dan keterampilannya. Pengajaran IPS
yang bersifat akademis terhadap ilmu sosial seperti digambarkan di atas seolah- olah tidak
memperhatikan aspek emosional, sementara kehidupan bermasyarakat sarat dengan
ungkapkan dan gejala-gejala sosial yang bersifat emosional. 12

3. Pembelajaran IPS sebagai Inkuiri Reflektif

Sebelum meninjau pembelajaran IPS sebagai inkuiri reflektif, terlebih dahulu akan
dibahas apa yang dimaksud dengan inkuairi reflektif agar mudah memahami bahasan
selanjutnya. Inkuiri dalam bahasa Indonesia berarti pertanyaan atau pemeriksaan, sedangkan
inkuiri pada konteks IPS tidak hanya berarti pertanyaan atau pemeriksaan, tetapi lebih luas
dari pada pengertian tersebut. Sehubungan dengan itu, John Jarolimek mengemukakan hal
berikut.

The Major goal of inquiry oriented teaching is to develop in pupils those attitudes
and skills that will enable them to be independent problem solvers. This involves more than
simply knowing where to go to get needed information. It requires an attitude of curiosity,
the ability to anylize a problem, the ability to make and test “hunches” (hypotheses), and the
ability to use information in validating conclusion, inquairy always involves a search for
information that is problem related, such problem being in part generated by the pupils
themselves. 13

Jadi, pengertian inkuiri tidak hanya terbatas pada pertanyaan atau pemeriksaan, tetapi
meliputi pula proses penelitan, keingintahuan, analisis sampai dengan penarikan simpulan
tentang hal-hal yan diperiksa atau diteliti. Dalam rangka pengajaran IPS, wawasan inkuiri
ini diarahkan kepada kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan menjadi orang
yang secara bebas dapat memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. Berkenaan dangan
inkuiri ini, James L. Barth & S.Samuel Shomis juga mengemukakan penjelasan sebagai

12
Sumaatmadja dan Nursid, Pengantar Studi Sosial (Bandung;Alumni 1986) hlm 49-52
13
Ibid hlm 79-83

12
berikut: Inquiry as a method means that a teacher & his student will identify a problem that
is of considerable concern to them and to our society and that relevant facts & values will be
examined in the light of criteria. Pada penjelasan ini, pengertian inkuiri juga meliputi
pengidentifikasian masalah sosial yang harus ditelaah.

Jadi, proses inkuiri merupakan proses bepikir yang lebih kritis dan lebih mendalam.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, yang dimaksudkan dengan inkuiri reflektif adalah
proses berpikir yang mendalam dan merefleksikan pengalaman, atau dengan perkataan lain
dapat dikatakan sebagai proses merenung. Oleh karena itu, proses inkuairi reflektif atau
berpikir dan merenung tidak hanya berpikir untuk memeriksa atau meneliti sesuatu
persoalan, tetapi berhubungan pula dengan sikap penilaian pengungkapan pengalaman.
Konsep inkuiri reflektif yang diterapkan pada IPS sebagai inkuiri reflektif diambil dari
filsafat John Dewey yang mulai berkembang pada permulaan abad ke-20.

Kunci proses inkuiri reflektif tardapat pada konsep-konsep, minat, nilai, berpikir
kritis, dan terlibat ke dalam ha-hal yang janggal di sekitar. Pembelajaran IPS sebagai
inkuiari reflektif berlangsung ketika peserta didik dilibatkan ke dalam suasana kehidupan
yang nyata, yang penuh dengan persoalan yang harus diteliti dan dipikirkan secara kritis.
Peserta didik dilatih untuk membuat suatu keputusan tentang hal-hal yang berkenaan
dengan kebijakan dan kehidupan demokrasi, mereka harus mampu mengelola dirinya
sendiri, serta mampu berlaku dan bertindak sebagai anggota masyarakat.

Pengajaran IPS sebagai inkuiri reflektif atau sebagai proses penelaahan dan pemikiran
yang mendalam, merupakan teknik atau strategi pembelajaran yang bermanfaat dalam
membina peserta didik menjadi kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya. Secara lebih jauh lagi, peserta didik dapat diarahkan mampu membuat
keputusan yang berkaitan dengan hal-hal yang dialaminya sehari-hari. Dengan demikian,
model pembelajaran inkuairi merupakan salah satu model yang tepat untuk menciptakan
manusia sebagai cendekia.

E. Ruang Lingkup IPS

Menurut seorang ahli, dijelaskan bahwa yang menjadi ruang lingkup IPS adalah
manusia sebagai anggota masyarakat atau manusia dalam konteks sosial. Oleh karenanya
pembelajaran IPS tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja, melainkan juga
pembinaan peserta didik untuk mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai pengetahuan
tersebut di tengah masyarakat. Nilai- nilai itu setenggang rasa dan tepo sliro, kepedulian
terhadap sesama dan lingkungan, disiplin, ketaatan, keteraturan, etos kerja, dan lain-lain.

Penerapaan nilai-nilai pengetahuan dimulai dari lingkup yang paling kecil, misalnya di
dalam keluarga sampai pada lingkup global. Setiap lingkungan akan mempengaruhi
terhadap pembentukan kepribadian peserta didik atau individu. Keanekaragaman kelompok
masyarakat dengan karakternya yang berbeda-beda adalah contoh konkret sebuah
lingkungan yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Oleh sebab itu seseorang harus
mampu menerapkan nilai-nilai IPS dalam segala macam lingkungan di mana individu

13
tersebut berada. Dalam lingkup yang lebih luas, peserta didik diharapkan dapat menjadi
warga negara yang baik, bertanggung jawab terhadap lingkungan. joker888 Dari uraian
tersebut dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup IPS adalah semua aspek hidup dan
kehidupan seseorang di tengah-tengah masyarakatnya.

Di samping menguasai pengetahuan tenatang materi IPS, seseorang harus mampu


menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pengetahuan yang telah mereka kuasai. Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di
SMP/MTs. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Mapel IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
Ekonomi. Membelajarkan IPS secara terpadu hendaknya mempertimbangkan keempat
kajian tersebut. Materi esensial dari keempatnya di dapat dari14

F. Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan yang dikemukakan di sini adalah tujuan yan mungkin dapat dicapai
pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis
keilmuan dan kependidikan. Tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dibahas disini pada
hakikatnya adalah pendidikan suatu disiplin ilmu. Dapat dikatakan tujuan pendidikan ilmu-
ilmu pengetahuan sosial adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menguasai
disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan yang lebih tinggi terkandung makna bahwa tujuan yang harus dicapai pendidikan
ilmu-ilmu pengetahuan soaial lebih luas. Keluasan tujuan itu dapat dicapai mengingat
pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah wahana pendidikan. Sebagai wahana pendidikan maka
kepedulian yang paling utama adalah kepentingan bangsa, masyarakat, dan pribadi siswa
dan oleh karena itu tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya haruslah
dikaitkan dengan fungsinya sebagai wahana pendidikan. 15

Atas dasar pemikiran tersebut maka tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial


dikelompokan dalam tiga kategri yaitu pengembangan kemampuan intelektual siswa,
pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan
bangsa, serta pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada
pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan
kepentingan ilmu, tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan
kepentingan masyarakat, sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan
pribadi siswa baik untuk kepentinagan dirinya, masyarakat maupun ilmu.

Pengembangan kemampuan intelektual adalah tujuan yang mengembangkan kemampuan


siswa dalam memahami disiplin ilmu sosial, kemampuan berpikir dalam disiplin ilmu-ilmu
sosial, serta kemampuan prosesual dalam mencari informasi, mengolah informasi, dan
mengkomunikasikan hasil temuan. Walaupun tujuan ini tidak dapat dilepaskan dari
pengembangan pribadi siswa, kepedulian utama dari tujuan dalam kategori ini ialah

14
Rusdi dan Muhammad, Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial (Surabaya:Tim IPS FPI IKIP 1983) hlm 28
15
Ibid 50-55
14
kepentingan disiplin ilmu-ilmu sosial.

Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial dapat disebut secara
singkat sebagai kemampuan sossial. Tujuan ini mengembangkan kemampuan dan tingkat
tanggung jawab siswa sebagai anggota masyarakat.oleh karena itu dalam tujuan ini
dikembangka pula kemampuannya, seperti berkomunikasi dengan anggota masyarakat
lainnya, rasa tanggung jawab sebagai warganegara dan warga dunia, kemampuan
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan bangsa. Termasuk dalam
tujuan ini ialah pengembangan pemahaman dan sikap positif siswa terhadap nilai, norma,
dan moral yang berlaku dalam masyarakat.

Tujuan yan mengembangkan kepribadian siswa berkenaan dengan pengembangan


sikap, nilai, norma, dan moral yang menjadi antara siswa. Kemauan untuk terus menerus
mengembangkan diri melalui belajar di jenjang pendidikan lebih lanjut maupun di luar
jalur pendidikan persekolahan, pembentukan kebiasaan positif untuk kehidupan
pribadinya, serta sikap positif terhadap diri untuk memacu perkembangan diri sebagai
pribadi, kemajuan masyarakat atau bangsa, dan juga ilmu pengetahuan, adalah tujuan yang
termasuk ke dalam kelompok tujuan pengembangan diri pribadi siswa.

IPS merupakan perpaduan mata pelajaran geografi, ekonomi, sejarah, antropologi,


sosiologi, politik, psikologi yang diberikan kepada anak-anak usia Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Lanjut Menengah Pertama (SLTP), Sekolah Lanjut Tingkat Akhir (SLTA), dan
Perguruan Tinggi dengan perpaduan mata pelajaran IPS yang berbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan dan tingikat usia peserta didik menjadi warganegara dan warga masyarakat
yang tahu akan hak dan kewajibannya, yang juga memiliki tanggung jawab atas
kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya.

Sejarah munculnya IPS pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1916 dengan
tujuan mempersatukan negara bagain utara dan selatan menjadi satu Amerika. Masalah
perpecahan ini muncul karena adanya pembedaan ras kulit putih dan ras kulit hitam, selain
itu ras kulit hitam lebih sering dianggap budak oleh ras kulit putih, namun pada
kenyataannya ras kulit hitamlah yang telah memajuakan kondisi ekonomi disana. Karena
konflik tak kunjung reda, maka para sarjana di sana mendirikan sebuah lembaga yang
diberi nama NCSS (The National Council for The Social Studies) yang bertujuan untuk
memberikan pendidikan bagi warganegara sehingga membentuk good citizenship dan
warga negara yang cinta tanah air Di Indonesia sendiri IPS pertama kali muncul dalam
seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa
Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bentukar
pakai yaitu:

1. Pengetahuan Sosial

2. Studi Sosial

3. Ilmu Pengetahuan Sosial

15
Pendidikan ilmu pengetahuan sosial juga memiliki tujuan yang lebih tinggi
terkandung makna bahwa tujuan yang harus dicapai pendidikan ilmu-ilmu pengetahuan
soaial lebih luas. Keluasan tujuan itu dapat dicapai mengingat pendidikan ilmu-ilmu sosial
adalah wahana pendidikan. Sebagai wahana pendidikan maka kepedulian yang paling
utama adalah kepentingan bangsa, masyarakat, dan pribadi siswa dan oleh karena itu tujuan
pendidikan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya haruslah dikaitkan dengan fungsinya
sebagai wahana pendidikan. Atas dasar pemikiran tersebut maka tujuan pendidikan ilmu-
ilmu sosial dikelompokan dalam tiga kategri yaitu pengembangan kemampuan intelektual
siswa, pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat
dan bangsa, serta pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi
pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan
kepentingan ilmu, tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan
kepentingan masyarakat, sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan
pribadi siswa baik untuk kepentinagan dirinya, masyarakat maupun ilmu.

Ranah kognitif didasarkan pada taksonomi bloom. Tujuan kognitifadalah, tujuan


yang berkenaan dengan ingatan dan pengenalan kembali pengetahuan, perkembangan
kemampuan intelektual dan keterampilan intelektua. Dengan demikian tujuan kognitif
pembelajaran IPS lebih mengarah kepada tujuan memperoleh pengetahuan, pemahaman,
intelegensi, dan keterampilan berpikir siswa.

Sedangakan tujuan ranah afektif pembelajaran IPS adalah menekankan pada


perasaan emosi, dan derajatpenerimaan atau penolakan siswa terhadap materi pembelajaran
IPS yang diberikan. Yang termasuk tujuan afektif: penerimaan, jawaban dan sambutan,
penghargaan, pengorganisasian, karakteristik nilai.

Tujuan ranah psikomotorik dapat dikelompokan pada tujuh kelompok besar,


yakni: Penginderaan, Kesiapan bertindak, Respon atau sambutan terbimbing, Mekanisme
atau tindakan yang otomatis, Keterampilan yang dilakukan secara hati-hati, Adaptasi16

16
Sapriya,Sadjaruddin &Susilawati, Konsep Dasar IPS (Bandung: LaboratoriumPendidikan 2007) hlm 34-39

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di
Amerika Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan sebagai
nama sebuah lembaga yang diberi nama committee of social studies.
Lembaga ini merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu-ilmu
sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama. Nama
lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum yang mereka hasilkan, yakni
kurikulum social studies. Nama social studies makin terkenal ketika pemerintah mulai
memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Kurikulum tersebut ahirnya
dikembangkan dengan nama kurikulum social studies. Di Indonesia social studies dikenal
dengan nama studi sosial. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu sosial kemudian
ditetapkan dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan sebuah mata
pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi
pada jurusan atau progrsam studi tertentu.
Istilah IPS pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education
tahun 1972 di Tawamangu, Solo.

B. Saran

Mata kuliah ini sangat penting untuk calon guru, sehingga penulis berharap agar
dosen juga mengarahkan apabila dalam pemaparan isi dan lainnya kami melakukan
kesalahan

17
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Rifki. (2011). Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah
Dasar. Jurnal Pedagogia, Vol. 1 (1),

Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Astawa, Ida Bagus Made. 2017. Pengantar Ilmu Sosial. Depok: Rajagrafindo Persada

Cheppy HC. tt. Strategi Ilmu Pengetahuan Sosial. Surabaya: Karya Anda. Fatimah, Siti.
2015. Pembelajaran IPS. Padang: UNP.

Hartomo dan Arnicum Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Sapriya. 2017. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumaatmadja, Nursid. 1986. Pengantar Studi Sosial. Bandung: Alumni.


Supardi. 2011. Dasar-dasar Ilmu Sosial. Ombak: Yogyakarta.
Rusdi, Muhammad. Dkk. 1983. Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial.
Sapriya, Sadjaruddin & Susilawati. (2007). Konsep Dasar IPS. Bandung: Laboratorium
Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan PKn FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia

18

Anda mungkin juga menyukai