Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa yang telah
memberikan Rahmat,berkat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan buku Filsafat pendidikan ini serta dapat si baca
oleh para pembaca.
Oleh karena itu, buku ini di susun berpedoman pada kurikulum yang di
gunakan pada fakultas Ilmu Sosial produksi pendidikan Antropologi di
universitas negeri Medan.
Buku ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi para dosen dan
mahasiswa fakultas ilmu sosial prodi pendidikan Antropologi di universitas
negeri Medan terutama kepada mahasiswa yang sedang menekuni mata kuliah
filsafat pendidikan.Kami sangat menyadari adanya kekurangan dan
ketidaksempurnaan materi bahasan dalam buku ini. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran-saran serta perbaikan dari pembaca sekalian.
Disamping itu, kami juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi setiap yang membacanya.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
BAB I .................................................................................................................. 5
Kesimpulan .................................................................................................. 8
BAB II ............................................................................................................... 10
BAB IV .............................................................................................................. 27
BAB V ............................................................................................................... 48
BAB VI .............................................................................................................. 51
BAB IX .............................................................................................................. 72
3
HAKIKAT MASYARAKAT PESERTA DIDIK, GURU PENDIDIK, DAN
PEMBELAJAR ................................................................................................ 72
BAB X ............................................................................................................... 80
4
BAB I
A. Pengertian Filsafat
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi
yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
5
yaitu filsafat dan bagian dari rumpun dari konsep ilmu pendidikan.
Sedangkan dasar alasan yang dimaksudkan disini adalah dasar alasan
mengapa guru harus mempelajari ilmu filsafat pendidikan, yang akan
merupakan pedoman pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajaran.
6
Filsafat berfungsi memberi arah terhadap teori pendidikan yang memiliki
relevansi dengan kehidupan yang nyata.
7
Jasa utama dari Jean Piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan
anak dalam hal tingkah-laku yang terdiri atas empat fase-yaitu : Fase
Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia 2 tahun
dimana cara berpikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan
pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berpikir
yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam
proses berpikir dan pikiran anak. Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira
antara 5-8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berpikir dengan mulai
menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional]. Fase Operasional yang
konkrit yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan persoalan secara konkrit
dan terhadap benda-benda yang konkrit pula. Fase Operasi Formal, pada
anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak, dengan
menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa
serta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problem
walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-
kemungkinan bagaimana realisasinya. Bisa disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain:
Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem Filsafat juga
memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan
dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan
itu. Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang
digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.Dasar yang diberikan oleh
filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Tidak
mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan
dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Filsafat juga
memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.
Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hubungan filsafat dengan filsafat
pendidikan , antara lain:
8
Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus,
mempersatukan dan mengkoordinasikannya
Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan
tetapi sudut pandangannya berlainan. Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Saran
9
BAB II
10
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan
materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah
tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan
tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara
fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai
itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari
alam semesta.
11
roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan
dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).
12
norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak.
Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual,
maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai
adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima
Causa dari kejadian alam semesta ini.
Memasuki abad ke-20, realisme muncul. Real berarti yang aktual atau
yang ada, kata tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-
kejadian yang sungguh-sungguh, artinya yang bukan sekadar khayalan atau
apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Pada dasarnya
realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis.
Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis.
Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan
dunia rahani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subyek
yang menyadari dan mengetahui disatu pihak, dan dipihak lainnya adalah
adanya realita diluar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek
pengetahuan manusia. Implikasinya Realisme dalam pendidikan adalah
kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban
penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak
dilahirkan dengan pendidikan yang baik.
13
ada. Contoh : Batu yang tersandung di jalan yang baru dialami memang ada.
Bunga mawar yang bau harumnya merangsang hidung sungguh-sungguh
nyata ada bertengger pada ranting pohonnya di taman bunga. Kucing yang
dilihat mencuri lauk di atas meja makan betul-betul ada dan hidup dalam
rumah keluarga itu.
Aristoteles
“Menurut Aristoteles (bahasa Yunani: ριστοτέλης, Aristoteles) adalah
seorang filosof Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung. Dia
menulis di banyak mata pelajaran, termasuk fisika, metafisika, puisi, teater,
musik, logika, retorika, politik, pemerintahan, etika, biologi dan zoologi.
Meskipun ia adalah murid Plato selama 20 tahun dan sangat terpengaruh
olehnya, ada dalam filsafatnya yang merupakan reaksi terhadap pemikiran
Plato dalam mendefinisikan Soul (jiwa), dia merasa perlu untuk
mempertimbangkan tingkat kehidupan yang berbeda:
14
Konsepsi menarik dari pemikiran Comenius adalah realistis yang jelas,
meski keyakinan religiusnya tidak menyelaraskan dengan hal tersebut.
Manusia bagaikan sebuah cermin yang terpenjara dalam sebuah ruangan,
yang merefleksikan gambaran-gambaran dari semua yang ada disekitarnya,
dan menjadi suatu figure hidup untuk menggambarkan karakter dari
pikiran. Kamar adalah duniayang eksternal.”
Jika Tuhan adalah roh, maka sesuatu akan terpisah dari-Nya. Jawaban
Saint Thomas pada masalah ini bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tanpa
batas dan abadi, tidak ada awal atau akhirnya. Oleh karena itu, benda ini
tidak hidup pada waktu sama dengan Tuhan di dalam kekekalan sebelum
alam semesta ini dibuat. Tuhan menciptakan sesuatu benda, dan pada
materi utama, Tuhan menciptakan benda tersebut yang merupakan unsure
pokok yang membedakan dengan benda yang lainnya dan berbeda dengan
objek individu dimana dunia itu dibuat. Materi bukanlah satu hal yang
otomatis atau keberadaan yang tanpa sebab.”
Rene Descartes
Francis Bacon
Wiliam Mc Gucken
15
John Locke
Galileo
David Hume
John Stuart Mill.
Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek mater yang
telah ditentukan. Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti
oleh guru. Secara luas lingkungan materiil dan sosial, manusia yang
menentukan bagaimana seharusnya ia hidup.
16
Materialisme adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para
filosof, seperti Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini
menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya. Ketika paham ini
pertama muncul, paham tersebut tidak mendapat banyak perhatian karena
banyak ahli filsafat yang menganggap bahwa paham ini aneh dan mustahil.
Namun pada sekitar abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat
karena sudah banyak para filosof yang menganut paham tersebut.
a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
17
e. Demokritus (460-360 SM) berpendapat bahwa hakikat alam adalah atom-
atom yang amat banyak dan halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal
kejadian alam semesta.
Prinsip materialisme yang didasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas yaitu :
a. Apa yang dikatakan jiwa ( mind ) dan segala kegiatannya ( berfikir, memahami
) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf,
atau organ-organ jasmani yang lainnya.
b. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,
keindahan dan kesenangan, serta kebebasan hanyalah sekedar nama-nama
atau semboyan.
18
kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak,kita
sebut berpikir,dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi,baik material
yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada diluar tubuh
manusia.
KESIMPULAN
SARAN
Menurut Saran Kami dari isi Makalah ini. Sebaiknya sebagai seorang pengajar
kita perlu mengetahui aliran apa yang cocok untuk pengajaran di sekolah yang
berlaku di Indonesia agar dapat diterapkan dengan baik.
19
BAB III
Pragmatisme adalah suatu aliran yang megajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis. Filsuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat
Pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
William James
20
Menurut William pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui,
dan menurut pendapatnya pragmatisme adalah filsafat praktis, karena ia
memberikan kontrol untuk bertindak bagi kebutuhan, harapan dan keyakinan
manusia untuk sebagian dari masa depannya.
John Dewey
Pragmatisme sebagai aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat
kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara pragtis. Dengan
demikian,bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan
bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.
21
Eksistensialisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama diasosiasikan
dengan beberapa filsuf Eropa abad ke-19 dan ke-20 yang sepaham (meskipun
banyak perbedaan doktrinal yang mendalam) bahwa pemikiran filsafat bermula
bermula dengan subyek manusia, bukan hanya subyek manusia saja yang
berfikir, tetapi juga individu manusia yang melakukan, yang merasa, dan yang
hidup. Nilai utama pemikiran eksistensialis biasanya dianggap sebagai
kebebasan, tetapi sebenarnya nilai tertingginya adalah otentisitas (keaslian).
Kiekergaard
Karl Jaspers
22
Menguraikan eksistensi manusia dalam karyanya philoshopie (1932), bahwa
eksistensi manusia pada dasarnya adalah suatu panggilan untuk mengisi
karunia kebebasannya.
Walter Kaufman
23
sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antara manusia, hakikat kepribadian,
dan kebebasan. Pusat pembicara Eksistensi adalah “kebenaran”
manusia,sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
Hans Vaihinger
Menurut Hans tahu itu hanya mempunyai arti pragtis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin di buktikan. Satu-satunya ukuran berpikir ialah
gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.
William James
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup, dan ia
menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian dari kata
pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
John Dewey
24
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih menekankan
kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri,
progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibandingkan masa depan yang
belum jelas.
Aktifitas lebih fokus pada pemecahan masalah, bukan untuk pengajaran materi
kajian
25
daya-daya seni. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa aliran progresivisme
telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan di Indonesia.
Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik di berikan kebaikan, baik secara fisik maupun cara
berfikir guna mengembangkan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Tujuan pendidikan
progresivisme berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme
lebih menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik,
sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat
(Muhmidayeli,2012:156). Maksudnya pendidikan memberi banyak pengalaman
kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi
dilingkunag sehari-hari. Dalam hal ini pengalaman yang di pelajari harus
bersifat riil atau sesuai dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang
pendidik harus dapat melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan
permasalahan yang ada di dalam kehidupan.
Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan yang memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga
mencapai hakikat dalam segala situasi tersebut. Dalam langkah perwujudan
pendidikan yang baik maka filsafat berperan penting dalam penciptaan-
penciptaan kondisi-kondisi yang benar-benar mendukung bagi pelaksanaan
suatu kegiatan pendidikan.
Saran
Menurut kelompok kami isi dari materi pada makalah ini sebaik nya perlu di
ketahui oleh pengajar yaitu tentang aliran-aliran apa yang cocok untiuk
pengajar disekolah yang berlaku di Indonesia agar dapat di terapkan dengan
baik.
26
BAB IV
A. PERENIALISME
1. Pengertian Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi atau kekal atau
bersifat lestari. Perenialisme muncul atau berkembang sebagai reaksi dan solusi
yang diajukan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai krisis
kebudayaan dalam masyarakat modern. Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Seperti dikutip
Muhammad Noor Syam (1984) ia mengemukakan pandangan bahwa pendidikan
harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal
yang telah teruji dan tangguh. Tugas utama pendidikan adalah mencerdaskan
anak didik. Salah satu cara untuk mencerdaskan anak didik adalah dengan
mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari
pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung. Di samping
mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika
atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau
kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintahkan hidup
mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru
maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar
biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat
dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama
masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu
dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab
terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh
perenialisme. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan sekarang kepada masa lampau yang memiliki
kebudayaan ideal.
27
tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat
pendidikan.
28
mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas aktif
dan nyata”. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan memberi bantuan
pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.
29
terjadi di masa lampau yang telah difikirkan oleh orang-orang besar terdahulu.
Siswa belajar berfikir untuk dirinya, karena dengan berkemampuan berfikir
siswa akan memiliki pedoman untuk mampu mengatasi segala masalah
kehidupan yang ia hadapi. Segala masalah akan mudah dipecahkn dengan
menggunakan prinsip-prinsip dan kebijakan yang dimiliki manusia.
30
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan
disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada
tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
Leraning to Reason (belajar untuk berpikir). Bagaimana tugas berat ini dapat
dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya
dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak.
Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan
berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok
pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral
dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar
untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik
etika, sosial politik, ilmu dan seni.
31
Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada
gagasan-gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan-gagasan
pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.
B. ESENSIALISME
1. Pengertian Esensialisme
32
demikian ialah esensial yang mampu pula pengembangan hari ini dan masa
depan umat manusia. Dengan artian esensialisme ingin kembali ke masa
dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul
dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-
nilai ilmu mereka kekal.
Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya,
seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel.
Pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The
esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai
pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia
University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan
budaya dan sejarah kepada generasi muda.
34
secara relative singkat, tidak ada tempat bagi pelajaran pilihan. Kurikulum dan
lingkungan kelas disusun oleh guru. Waktu, tenaga, dan dana semuanya
ditujukan untuk belajar yang esensial.
Pendidikan harus dilakukan melalui usaha yang keras, tidak begitu saja timbul
dari siswa.
Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peranan
guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak.
Secara moral ia merupakan orang yang dapat dipercaya, dan secara teknis
harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan proses belajar.
Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yeng telah
ditentukan. Kurikulum organisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang
dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafar relisme bahwa secara luas
lingkungan material dan social, adalah manusia yang menentukan bagaimana
seharusnya ia hidup. Essensialisme mengakui bahwa pendidikan akan
mendorong individu merealisasikan potensialitasnya. Namun, ealisasinya harus
35
berlangsung dalam dunia yang bebas dari perorangan. Oleh karena itu, sekolah
yang baik adalah sekolah yang berpusat kepada masyarakat “ society centered
school,” sebab kebutuhan dan minat social diutamakan. Minat individu dihargai,
namun diarahkan agar siswa tidak menjadi orang yang mementingkan dirinya
sendiri.
Johan Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui
indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.
C. REKONSTRUKSIONISME
36
1. Pengertian Rekonstruksionisme
Plato adalah salah satu tokoh dari aliran rekonstruksivisme. Dia membuat
sebuah garis besar tentang perencanaan bagi kondisi dimana pendidikan akan
menjadi sebuah bahan untuk membentuk masyarakat baru dan lebih baik. Plato
yakin sekali kondisi ini sangat diinginkan masyarakat. Walaupun usaha Plato
untuk mewujudkan masyarakat seperti itu gagal. Paling tidak dia telah maju
selangkah pada masanya.
37
Bila kita melihat pemikiran Plato sampai dengan Skinner, kita dapat tahu bahwa
mereka merekomendasikan pendidikan sebagai alat utama bagi perubahan
sosial. Plato, sebagai contoh, pemikirannya tentang pendidikan adalah
sebagai sine qua non dari masyarakat yang baik. Marx melihat pendidikan
sebagai cara untuk menolong kaum proletariat mengembangkan sebuah
pengertian kesadaran sosial (social conciousness), penulis kristen berpendapat
penggunaan pendidikan sebagai alat penanaman kesetian agama, tehnokrat
moderen melihat pendidikan sebagai cara untuk mengembangkan perubahan
teknis dan memberikan individu keterampilan yang perlu bagi kehidupan dalam
masyarakat teknologi maju. Di Amerika serikat, sejumlah orang memandang
pendidikan sebagai alat bagi reformasi sosial. Salah satu tokohnya, John Dewey.
Dewey memandang pendidikan sebagai alat bagi perubahan baik kemanusian
dan sosial. Aliran filsafat pragmativisme yang menjadi pemikiran Dewey
dihubungkan dengan penolakan terhadap hal-hal yang absolut dan menerima
hal-hal yang bersifat relatif saja. Selain Plato Seorang filsuf dan pendidik
terkemuka yang mendukung filsafat pendidikan reconstructionism sosial adalah
Theodore Brameld. Selama bertahun-tahun mengajar, ia terus ide-ide penelitian
rekonstruksionisme nya dengan menerapkan mereka ke dalam pengaturan
sekolah di Floodwood High School di Minnesota. Dalam proyek ini, ia bekerja
dengan administrator untuk mengembangkan program pendidikan bagi junior
dan senior yang melibatkan belajar dengan berpikir kritis. Dia mencoba
meyakinkan para siswa dan guru bahwa isu-isu kontroversial dan masalah
harus memainkan peran besar dalam pendidikan. Tidak masalah dianggap off-
batas bagi siswa untuk membahas dan menganalisis. Dia benar-benar baik-baik
saja dengan argumennya baik di dalam maupun di luar kelas. Selama karirnya
yang panjang sebagai seorang filsuf dan pendidik, Brameld diadakan ceramah di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ia menjadi penulis lebih dari selusin
buku yang berkaitan dengan filosofi reconstructionisme.
Teori Perenialisme
Menariknya lagi istilah filsafat perenial ini populer sekali dikalangan banyak
intelektual terutama yang peduli terhadap studi agama-agama dan filsafat.
Sehingga banyak kontribusi pemikiran para ahli tentang filsafat perenialisme ini.
Jadi filsafat Perennial pada dasarnya mengkaji sesuatu yang ada dan akan
selalu ada dan menawarkan pandangan alternatif agar manusia kembali kepada
akar-akar spiritualitas dirinya tanpa tenggelam dalam gemerlap kehidupan
materi yang sering kali membuat kita silau dan menimbulkan berbagai tindakan
yang tidak sesuai dengan kemanusiaan kita. Sehingga dengan kembali pada
pusat spiritulitas dirinya, manusia akan memiliki pandangan dunia holistic
tentang dirinya, tentang alam, dan tentang dunianya.
Teori Esensialisme
39
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok
besar, yaitu filsafat pendidikan “progresif yang didukung oleh filsafat
pragmatisme John Dewey, dan romantik naturalisme Roousseau dan filsafat
pendidikan “Konservatif” yang didasari oleh filsafat idealisme, realisme
humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,
perenialisme,dan sebagainya.
40
mereka memiliki persamaan dalam empat prinsip pokok. Keempat hal yang
dimaksud adalah pertama. Belajar. Mereka sepakat bahwa belajar adalah
melibatkan kerja dan memaksa. Kedua, inisiatif dalam pendidikan berada pada
guru.Ketiga, Pusat proses pendidikan terletak mata pelajaran yang disesuaikan
dengan kondisi lingkungan social.Keempat, Sekolah harus melestarikan metode
disiplin tradisional yaitu mengajarkan konsep-konsep dasar, meskipun konsep
itu harus disesuaikan dengan tingkat intelektual dan psikologi anak.
Teori Rekonstruksionalisme
41
kepada subjek didik melalui metode problem solving, suatu cara yang efektif
untuk melatih berpikir kreatif, kritis, dan inovatif.
Perenialisme
42
Menurut Huxley, prinsip-prinsip dasar Filsafat Perennial dapat ditemukan di 2
antara legenda dan mitos kuno yang berkembang dalam masyarakat primitif di
seluruh penjuru dunia. Suatu versi dan kesamaan tertinggi dalam teologi-
teologi, dulu dan kini, ini pertama kali ditulis lebih dari dua puluh lima abad
yang lalu, dan sejak itu tema yang tak pernah bisa tuntas ini dibahas
terusmenerus, dari sudut pandang setiap tradisi gama.
Menurut Plato ilmu pengetahuan dan nilai sebagai manifestasi dari hukum
universal yang abadi dan ideal sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin
di capai bila ide itu menjadi tolak ukur yang memiliki asas normative dalam
semua aspek kehidupan. Maka tujuan utama pendidikan adalah membina
pemimpin yang sadar dan mepraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua
aspek kehidupan. (M.Pd.I, 2016)
Menurut psikologi Plato manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu
nafsu, kemauan dan akal. Ketiga potensi ini merupkan asas bagi bangunan
kepribadian dan watak manusia. Ketiga potensi itu akan tumbuh dan
berkembang melalui pendidikan, sehingga ketiganya berjalan secara berimbang
dan harmonis. Pendidikan dalam hal ini hendaklah berorientasi pada potensi
psikologis msyarakat, sehingga dapat mewujudkan pemebuhan kelas-kelas
sosial dalam masyarakat tersebut.
Menurut Raghib al-Isfahani terdiri dari dua unsur, yakni tubuh dan jiwa. Bila
tubuh dapat dikenal dengan indra mata, maka jiwa hanya dapat dikenal dengan
akal. Jiwa itu sendiri sangat menentukan bagi tubuh. Selain dapat menciptakan
kehidupan, ia juga dapat menggerakkan tubuh untuk bekarja, merasa, berilmu
dan berfikir.
43
Esensialisme
Johan Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui
indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.
Locke (1632 -1704) yang berpendapat bahwa pendidikan harus selalu dekat
dengan situasi dan kondisi, memiliki sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
Rekonstruksionalisme
44
F. Konsep Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme
Perenialisme
Hakikat pendidikan
Hakikat Guru
Guru hendaknya adalah orang yang menguasai cabang ilmu, yang bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa dalam menyimpulkan
kebenaran, yang tepat ,tanpa cela , dan dipandang sebagai orang yang memiliki
otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan kehlianya tidak diragukan.
Hakikat Murid
45
Esensialisme
Rekonstruksionalisme
46
Pendidikan harus menciptakan tatanan social yang baru sesuai dengan
nilai-nilai dan kondisi social yang baru.
Masyarakat baru.
Anak, sekolah, dan endidikan dipengaruhi oleh kekuatan social budaya.
Guru meyakinkan murid tentang kebenaran dan memecahkan masalah
melalui rekonstruksi social secara demokratis.
Memperbaharui tujuan dan cara-cara yang dipakai pendidikan
Menurut Brameld (kneller,1971) konsep pendidikan rekonstruksionisme
ada 5 yaitu:
Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka
menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya
kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi,
dan sosial masyarakat modern.
Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana
sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
sendiri.
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
budaya dan sosial.
Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara
bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis.
Cara dan tujuan pendidikan harus dirubah kembali seluruhnya dengan
tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan
sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai dimana
manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang
dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
47
BAB V
48
Sila ke-4 atau sila demokrasi dituntut manusia Indonesia yang saling
menghargai, memiliki kebutuhan bersama di dalam menjalankan dan
mengembangkan kehidupannya.
Dalam sila ke-5 manusia Indonesia dituntut saling memiliki kewajiban
menghargai orang lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi
peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik.
D. Tujuan Pendidikan
49
E. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Nilai
Menurut kaelan pada tahun 2000 dalam surat jiwa 2008 menjelaskan bahwa
Pancasila merupakan suatu kesatuan dari sila silanya harus merupakan
sumber, nilai kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Isi dan nilai kandungan Pancasila sebagai berikut:
Persatuan Indonesia
Sanggup dan rela berkorban umtuk kepetingan negara dan bangsa apabila
diperlukan. Mengembngkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa serta
Mengembangkan rasa kehanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
50
BAB VI
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal
dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, bersumber dari dua akar kata Philos
(cinta), dan Sophos (kebijaksanaa, pengetahuan, keterampilan, pengalaman).
Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love
of wisdom). Sedangkan dalam bahasa Arab orang filosof disebut dengan failasuf
(Amsal Bakhtiar, 2013). Bila merujuk definisi filsafat menurut para tokoh-tokoh
filsafat seperti: Pertama, Plato (427-347 SM) menjelaskan bahwa filsafat adalah
pengetahuan segala yang ada. Kedua, Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan
murid Plato menyakan filsafat adalah proses penyelidikan atas segala benda.
Pancasila merupakan sebuah pandangan dunia atau world view yang juga dapat
ditanamkan nilai-nilai filsafat. Pancasila adalah filsafat bangsa yang
sesungguhnya berhimpit dengan jiwa bangsa. Di sini yang muncul adalah
kapasitas pengetahuan bangsa, misalnya yang berkaitan dengan hakikat
kenyataan dan kebenaran. Hakikat kenyataan dan kebenaran serta nilai-nilai
filsafat tersebut sebenarnya adalah bagian dari aspek ontologi, epistemologi dan
51
aksiologi yang harus dieksplorasi oleh filsafat ilmu dalam upaya
mengembangkan Pancasila.
Suatu kelompok sosial baik sekelas bangsa menjadikan filsafat sebagai pedoman
dan cara pandang yang pandangan tersebut di hidupkan di berbagai aspek
sosial, tanpa terkeculali di bidang pendidikan, filsafat yang di kembangkan
haruslah sejalan dengan pemikiran orang-orang yang ada di kelompok sosial
tersebut agar tujuan yang di harapkan kelompok sosial tersebut bisa terwujud
tanpa mengalami kecacatan sedikit pun, sedangkan pendidikan merupakan
suatu langkah untuk menanamkan dan menerapkan nilai-nilai filsafat tersebut.
Pancasila sebagai dasar negara yang mampu memberikan acuan untuk menjadi
manusia yang berkarakter dan bermoral tinggi sehingga pancasila di percaya
sebagai landasan teori untuk menghasilkan putra bangsa yang sebagaimana
mestinya sesuai dengan apa saja yang diharap di setiap nilai-nilai dari pancasila
tersebut. Dengan kata lain Pancasila mengharapkan agar putra-putri bangsa
52
menjadikan pancasila sebagai pandangan hidup, kalau lah hal ini tercapai maka
dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa kita .
53
ini bagaikan kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa)
yang belum ada tulisan diatasnya.
Nativisme, teori yang dianut oleh Schopenhauer yang berpendapat bahwa
bayi lahir dengan pembawan baik dan pembawan yang buruk. Dalam
hubungannya dengan pendidikan, ia berpendapat bahwa hasil akhir
pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperolehnya sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan
tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan berhubungan dengan
perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan
aliran Pesimisme dalam pendidikan, berhasil tidaknya perkembangan
anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang
dimilikinya.
Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa
yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa Indonesia yang
mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang
pendidikan berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila
dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila
pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari.
Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajarapabila dijiwai, didasari
dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia
diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan nasioanl yang
bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi
tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan
tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem
dari sistem negara Pnacasila. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam
membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan
kepribadian bangsa yang ada padaakhirnya menentukan eksistensi dan
martabat bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan
pancasila seyogyanya terbina secar optimal supaya terjamin tegaknya martabat
dan kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek
rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem pendidikan
nasioanal tanpa filsafat pendidikan.
54
Kesimpulan
Saran
55
BAB VII
HAKIKAT PENDIDIKAN
56
GBHN ( Tap MPR No.II/MPR/1988 ), menyatakan bahwa “pendidikan pada
hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dengan
kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan dalam lingkungan keluarga,sekolah,dan masyarakat. Karena itu
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga,masyarakat,dan pemerintah”.
Hakikat pendidikan tidak akan terlepas dari hakikat manusia, sebab urusan
utama pendidikan adalah manusia. Beberapa asumsi dasar yang berkenaan
dengan hakikat pendidikan tersebut dinyatakan oleh Raka Joni, sebagai berikut:
Pada dasarnya pendidikan harus dilihat sebagai proses dan sekaligus sebagai
tujuan. Pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat mempunyai
arti penting baik bagi individu maupun masyarakat. Sebab antara masyarakat
dan invidu saling berkaitan
57
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang di usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan: Proses, cara, pembuatan
mendidik.
Ilmu pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni Ilmu dan pendidikan
yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka disebutkan, bahwa ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
dibidang ( pengetahuan) itu. SedangkanEndang Saifuddin Anshari,
mengemukakan bahwa Ilmu berasal dari kata bahasa Arab “Alima” yang
memiliki pengetian “Tahu” dan dalam bahasa Inggris dan Prancis disebut
dengan “Science”, dalam bahasa Jerman “Wissenscaft” dan dalam bahasa
Belanda “Wetenschap”. Yang kesemuanya memuliki arti “tahu”.
Science” berasal dari “scio,scire ( bahasa Latin ) yang berati “tahu”. Jadi, baik
“ilmu” maupun “science” secara etimologis berarti “pengetahuan”. Namun,
secara terminologis “ilmu” dan “science” itu semacam pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas. Jadi, ilmu adalah
semacam pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, dan syarat tertentu, yaitu
sistematik, raisonal, empiris, umum, dan kumulatif.Sedangkan pendidikan telah
dikemukakan didalam pembahasan dalam uraian “Hakikat Pendidikan” diatas.
Pendidikan itu adalah suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, dan sebagai
usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.
Atau juga bisa diartikan suatu usaha yang dilakukan orang dewasa dalam
situasi pergaulan dengan anak-anak melalui proses perubahan yang dialami
anak-anak dalam bentuk pembelajaran atau pelatihan dan perubahan itu
meliputi pemikiran ( kognitif ), perasaan ( afektif ) dan keterampilan (
psikomotorik ). Jadi, Ilmu Pendidikan dapat diartikan suatu kumpulan
pengetahuan atau konsep yang tersusun secara sistematis dan mempunyai
metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik atau suatu proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka
mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.
58
B. Perbedaan Antar Pendidikan dan Ilmu Pendidikan
Oleh sebab itu pendidikan harus berangkat dari filsafat yang khusus dan
condong membahas tentang pendidikan. Apalagi jika ada beberapa pertanyaan
radikal tentang pendidikan yang berhubungan dengan ilmu sosial dan alam.
Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya
merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang, menyikapi, serta
melaksanakan tugas.
Kesimpulan
Saran
59
BAB VIII
HAKIKAT MANUSIA
Wujud hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan adalah: kemampuan
menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, memiliki moral,
kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan (kemerdekaan), menyadari hak
dan kewajiban, dan kemampuan menghayati kebahagiaan (Kusdaryani,2009).
Berikut ini penjelasan ringkasnya :
61
(tuntutan norma agama). Tanggung jawab terkait dengan tindakan moral
dan suara hati, berdasar kodrat manusia. Tanggung jawab menjadi hilang
bila tindakan yang dilakukan bukan karena keputusan moral sesuai suara
hatinya (dipaksakan). Bertanggung jawab berarti sadar dan rela menerima
akibat dari tindakannya sesuai tuntutan hati nurani, norma sosial, norma
agama. Implikasi pedagogis: perlu pendidikan nilai sebagai pribadi dan
aiggota masyarakat.
f. Kebebasan /kemerdekaan Kebebasan tidak terlepas dari tuntutan kodrat
manusia (hati nurani, moral), artinya: bebas untuk bertindak sejauh tidak
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia (bebas dalam keterikatan).
Kebebasan yang tidak sesuai dengan tuntutan kodrat manusia
sesungguhnya tidak bebas, karena terikat oleh akibatnya yang tidak
menyenangkan. Sebaliknya, keterikatan yang sesuai dengan moral, suara
hati, dan kodrat manusia bukanlah suatu keterikatan. Implikasi pedagogis:
Perlunya pendidikan nilai umtuk menginternalisasi (menyaturagakan,
pembatinan) nilai-nilai, aturan-aturan, ke dalam dirinya, hingga dirasakan
sebagai miliknya.
g. Hak dan kewajiban Dalam realitas hidup sehari-hari, umumnya hak
diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban
dipandang sebagai suatu beban. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Benarkah
kewajiban menjadi beban manusia? Ternyata bukan beban, melainkan
keniscayaan (Drijarkara, 1969:24- 27). Mengingkari kewajiban berarti
mengingkari kemanusiannya. Memenuhi kewajiban merupakan keluhuran,
bermartabat sebagai mamusia. Kewajiban bukan keterikatan melainkan
keniscayaan. Namun demikian, hak dan kewajiban dapat menjadi relative,
sesuai dengan kondisi dani situasinya. Hak bersifat netral, tidak harus
dituntut, bahkan juga yang terkait dengan hak asasi sekalipun. Hak dan
kewajiban harus dilaksanakan berdasar keadilan. Implikasi pedagogis: (1)
Pendidikan bertugas mengembangkan rasa wajib hingga dihayati sebagai
keniscayaan, yang dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin, dan (2)
kedisiplinan dan rasa tanggung jawab hendaknya ditanamkan sejak anak
usia dini melalui pembiasaan (habit forming). Ada empat aspek disiplin,
yaitu: (1) disiplin rasional, yang pelanggarannya menimbulkan rasa salah,
(2) disiplin sosial, yang pelanggarannya menimbulkan rasa malu, (3) disiplin
afektif, yang pelanggarannya menimbulkan rasa gelisah, dan (4) disiplin
agama, yang pelanggarannya menimbulkan rasa berdosa.
62
h.Kemampuan menghayati kebahagiaan Kebahagiaan dapat dirasakan, tetapi
sulit dirasionalkan. Kebahagiaan merupakan integrasi dari kesenangan,
kegembiraan, kepuasan, pengalaman pahit dan penderitaan. Kebahagian
mencakup dua aspek, yaitu usaha dan takdir Tuhan, dan dapat
ditingkatkan. Kebahagiaan terletak pada kesanggupan menghayati
pengalaman senang-tidak senang secara keheningan jiwa, sebagai realita
hidup, dan penyerahan total kepada Sang Pencipta. Implikasi pedagogis: (1)
pendidikan bertugas meningkatkan kemampuan berusaha dan menghayati
hasil usaha dalam kaitaninya dengan takdir, (2) perlunya pendidikan
keagamaan sebagai wahana mencapai kebahagiaan, yang intinya ada pada
pendidikan keluarga.
Ada beberapa sudut pandang dalam melihat dimensi hakikat manusia. Masing-
masing sudut pandang menimbulkan aliran, yaitu: monisme, spiritualisme,
materialisme, atomisme, dualisme, pluralisme, dan evolusionisme. Berikut
penjelasannya. Monisme (mono =satu, isme -= paham, aliran), ialah aliran yang
berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari satu asas saja. Dalam kaitannya
dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa pada hakikatnya
manusia berasal dari satu asas saja. Tentang asas yang satu itu menimbulkan
beberapa aliran, yaitu: spiritualisme, materialisme, dan atomisme. Spiritualisme
(spirit =jiwa), berpendapat bahwa manusia berasal dari satu asas, yaitu jiwa.
Materialisime (materi = benda), berpendapat bahwa hakikat manusia berasal
dari satu asas, yaitu materi (kebendaan, tubuh) saja. Atomisme |(atom = bagian
atau unsur dari materi), berpendapat bahwa hakikat manusia adalah satu asas,
yaitu atom (Syam, 1986:14- 19). Aliran monisme (spiritualisme, materialisme
dan atomisme) tersebut tidak dapat diterima oleh sementara ahli, maka timbul
aliran-aliran lain, yaitu: dualisme, pluralisme dan evolusionisme. Dualisme,
ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari dua asas, yang
masing-masing berdiri sendiri. Dalam kaitannya dengan hakikat manusia, aliran
ini berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua asas yang terpisah, tidak saling
terkait, yaitu jiwa ataurohani dan raga atau jasmani. Pendapat ini juga tidak
memuaskan, maka terjadi koreksi yang menimbulkan aliran baru, yaitu
monodualisme (dwitunggal). Aliran monodualisme, berpendapat bahwa hakikat
63
manusia terdiri atas dua asas yang saling berhubungan dan saling melengkapi.
Manusia adalah badan yang berjiwa (menjiwa) atau jiwa yang berbadan
(membadan); manusia adalah makhluk individu yang sosial atausosial yang
individual, manusia adalah makhlukmandiri yang tunduk pada kuasa Tuhan
(mengakui sebagai ciptaan Tuhan) atau makhluk ciptaan Tuhan yang mandiri;
manusia adalah makhluk biologis (bernafsu) yang bermoral. Pluralisme (plural =
jamak, banyak), ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal
dari banyak asas. Dalam kaitannya dengan hakikat manusia aliran ini
berpendapat bahwa manusia terdiri dari banyak asas yang tidak saling
berhubungan, misalnya kognitif (akal, rasio, pikiran,), afektif (perasaan = emosi,
sikap = konasi, keinginan, kehendak), psikomotorik (kecakapan, tindakan).
Aliran ini pun mendapat tanggapan dan koreksi hingga timbul aliran baru, yaitu
monopluralisme (sarwatunggal). Monopluralisme, berpendapatbahwa hakikat
manusia terdiri dari banyak asas yang saling terkait dan saling melengkapi.
Manusia adalah makluk yang berakal, berperasaan.dan berkehendak sekaligus;
manusiaialalı makhluk cipta-rasa-karsa- karya. Evolusionisme (evolusi =
perubahan secara perlahan, sedikit demi sedikit, lambat laun, lawan dari
revolusi = perubahan cepat dan mendadak), ialah aliran yeng berpendapat
baltwa segala sesuau itu adalah hasil suatu perubahan secara lambat laun.
Dalam kaitannya dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa
manusia merupakan hasil evolusi dari tingkat yang lebih rendah menjadi tingkat
yang makin lebih tinggi; dari binatang tanpa sel, menjadi binatang satu sel,
banyak sel seperti ikan, ampibi, kera, dan akhirnya manusia. Dari kera ke
manusia terdapat rantai yang terputus (missing link). Yang termasuk kelompok
missing link itu adalah: Meganthropus Palaeo Javanicus (mega = besar,
anthropus= manusia, palaeo = tua, Javanicus= manusia Jawa). Pithecanthropus
Erectus (phitecos= kera), anthropos= manusia, erectus= = tegak; jadi: manusia
kera yang berjalan tegak), Sinanthropus Pekinensis (sina = cina, anthropus =
manusia, Pekin=Peking; jadi: manusia cina dari Peking), Homo Neandertalensis
(manusia Neandertal).
64
di atas mempunyai implikasi dalam kaitarınya dengan upaya pendidikan.
Berikut ini penjelasan ringkasnya.
65
bergaul, berkomunikasi, saling memberi dan menerima.Dorongan untuk
menerima dan memberi itu berubah menjadi kesadaran akan hak dan
kewajiban. Tidak ada orang yang mampu hidup wajar tanpa bantuan
orang lain. Manusia hanya menjadi manusia jika berada di antara
manusia (Immanuel Kant). Orang hanya mampu mengembangkan
individualitasnya di dalam pergaulan sosial. Anak yang sejak kecil diasuh
oleh serigala, maka bertingkah seperti serigala. Implikasi pedagogis
pendidikan memerlukan lingkungan hidup sosial yang sehat. c. Hakikat
manusia makhluk Tuhan Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah
manusia yang susila dan religius (keagamaan). Keduanya harus
mendapatkan perhatian di dalam upaya-upaya pendidikan. 1) Dimensi
kesusilaan Susila dapat diartikan sebagai kepantasan atau
kebaikan.Kesusilaan terkait dengan etiket (sopan saritun) maupun etika
(moral), walaupun perlu diwaspadai bahwa orang yang sopan-santun
(etiket baik) tidak selalu beretika (moral) baik. Manusia susila adalah yang
memiliki nilai-nilai, meghayati dan mengamalkan nilai-nilal tersebut
dalam perbuatan (Drijarkara, 1969: 37). Dibedakan adanya tiga nilai,
yaitu: (a) nilai otonom, bersifat individual menurut pendapat seseorang, (b)
nilai heteronom, bersifat kolektif, menurut kelompok, dan (c) nilai
keagamaan (theonom), yang bersumber dari Tuhan. Manusia susila
mencakup aspek kognitif (penalaran, pemahaman), afektif (perasaan atau
emosional; konatif atau sikap dan kehendak), dan psikomotorik (tindakan
atau melakukannya). Implikasi pedagogisnya: perlu penanaman kesadaran
dan kesediaan melakukan kewajiban disamping menerima haknya. 2)
Dimensi keagamaan Pada dasarnya manusia bersifat religius, percaya
adanya Tuhan (dalam berbagai bentuknya), bahkan sebelum ada agama.
Implikasi pedagogis: (a) perlu adanya pendidikan agama utamanya pada
keluarga: pendidikan agama yang diberikan secara massal kurang baik, (b)
sekolah berguna bagi pengembangan dan pengkajian lebih lanjut
pendidikan agama yang telah diberikan oleh orangtua/keluarga, (c)
pendidikan agama hendaknya dilaksanakan dalam pendidikan formal dan
non-formal maupun informal.
66
Berbagai dimensi hakikat manusia (keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keagamaan) sebagaimana telah disebut di muka, dianugerahkan Tuhan sebagai
potensi (bakat, pembawaan, naluri), tidak dengan sendirinya menjadi
aktualisasi. Manusia tidak dapat berkembang berdasar nalurinya saja
sebagaimana hewan. Aktualisasi potensi manusia tersebut memerlukan proses,
sebagai fungsi atau jasa pendidikan. Melalui pendidikan, potensi dikembangkan
menjadi aktualisasi, status hewani dikembangkan menjadi manusiawi.
Pengembangan potensi menjadi aktualisasi dapat terjadi secara utuh atau
secara tidak utuh. Pengembangan potensi secara utuh disebut pendidikan yang
baik; sedang yang tidak secara utuh disebut "salah didik". Keutuhan
pengembangan potensi tergantung pada beberapa faktor, yaitu kualitas potensi
dan kualitas pendidikan serta faktor lingkungan. Pendidikan yang berhasil
adalah yang sanggup menghantar subjek didik menjadi dirinya sendiri sebagai
anggota masyarakat. Dilihat dari wujudnya, pengembangan secara utuh berarti
keseimbangan, keselarasan, dan keharmonisan antara: (1) dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keagamaan, (2) aspek kognitif,
afektif (emotif dan konatif), serta psikomotorik, (3) aspek jasmaniah dan
rohaniah. Dilihat arahnya, terjadilah pengembangan horizontal (sosial) dan
vertical (dalam kaitannya dengarn Tuhan), sebagai makhluk monodualis dan
monopluralis. Hal itu terwujud dalam terbentuknya manusia (Indonesia)
seutuhnya. Ketidak-serasian, keselarasan, dan keharmonisan pengembangan
potensi manusia sebagaimana tersebut di atas (terjadi dominasi salah satu
aspek, terabaikannya aspek yang lain), disebut pengembangan yang tidak utuh
atau "salah didik", atau patologis. Hal itu dapat terwujud dalam bentuk
kepribadian yang tidak mantap, pincang. kurang kedewasaan.
Ada empat teori atau pandangan tentang hakikat manusia, yaitu pandangan:
kelompok psikoanalitik, kelompok humanistik, Martin Buber, dan kelompok
behavioristik.
67
komponen, yaitu: Id, Ego, dan Superego (Suryabrata, 2005:124-125). Id
meliputi berbagai instink; yang paling penting adalah instink seksual dan
instink agresi. Id berfungsi mendorong individu untuk memuaskan
kebutuhan dirinya setian saat sepanjang hidupnya. Dorongan Id tersebut
harus berhadapan dengan lingkungan dan harus mampu menerobos
ligkungan bila ingin berhasil. Untuk itu muncul Ego yaitu fungsi
kepribadian yang menjembatani Id dengan dunia di luar individu.
Interaksi antara individu dan lingkungannya (aturan, perintah, larangan,
ganjaran, hukuman nilai, moral, adat, tradisi) menimbulkan fungsi ketiga,
yaitu Superego. Dalam individu bertingkah laku, berfungsilah Id sebagai
penggerak, Ego sebagai pengatur dan pengarah, dan Superego sebagai
pengawas atau pengontrol. Superego mengontrol agar tingkah laku sesuai
dengan aturan, nilai, moral, dan tradisi. Individu yang didominasi oleh ld-
nya, tingkah lakunya menjadi impulsive; yang didominas oleh Superego-
Nya tingkahlakunya menjadi terlalu moralistik. Ego, berperan menjaga
agar individu tidak menjadi ekstrem, tetapi berada di antara keduanya.
Pandangan psikoanalitik yang ditokohi oleh Freud itu telah berkembang
seabad yang lalu. Selanjutnya berkembang paham Neo-analitik (Analitik
baru). Panam ini berpendapat bahwa manusia hendaknya tidak secara
mudah saja dianggap sebagai binatang yang digerakkan oleh tenaga
dalam (innate energy) pada dirinya, melainkan juga memperhatikan
rangsangan dari lingkungannya. Ketika masih muda tingkah laku
didominasi oleh instink, tetapi makin dewasa lingkungan lebih
berpengaruh. Kaum Neo-analis masih mengakui peran Id, Ego, dan
Superego, tetapi lebi ditekankan pada peran Ego. Peran Ego bukan hanya
sebagai pengarah Id, melainkan bersifat rasional, bertanggungjawab atas
tingkahlaku intelektual dan social individu.
2. Pandangan Humanistik Rogers, tokoh humanistik, berpendapat bahwa
manusia itu memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan
positif, manusia itu rasional, tersosialisasikan, dan dalam beberapa hal
dapat menentukan nasibnya sendiri. Menurut Rogers, manusia pada
hakikatnya dalam proses menyadari menjadi (on becoming), tidak pernah
berhenti, tidak pernah selesai atau sempurna. Jadi, pandangan
humanistik menolak pandangan Freud bahwa manusia pada dasamya
tidak rasional, tidak tersosialisasikan, dan tidak memiliki kontrol
terhadap nasib dirinya (Suryabrata, 2005:247). Adler (humanis)
68
berpendapat bahwa manusia digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial
dan kebutuhan untuk mencapat sesuatu; bukan semata-mata untuk
memuaskan dirinya. Individu melibatkan dirinya dalam bentuk usaha
untuk mewujudkan diri sendiri, dalam membantu orang lain, dan dalam
membuat dunia menjadi lebih baik untuk dihuni (Suryabrata, 2005:185)
3. Pandangan Martin Buber Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat
dikatakan pada dasamya dosa dan dalam genggaman dosa, melainkan
manusia merupakan suatu keberadaan (eksistensi) yang berpotensi.
Potensi manusia itu terbatas secara faktual, bukan esensial.
Perkembangan manusia tidak dapat diramalkan, dan menjadi pusat
ketakterdugaan dunia. Manusia tidak pada dasarnya baik atau jahat,
tetapi mengandung kemungkinan secara kuat untuk baik atau jahat.
4. Pandangan Behavioristik Kaum behavioristik (Skinner) menganggap
bahwa manusia sepenuhnya makhiuk reaktif, yang tingkah lakunya
dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Lingkungan menjadi penentu
tunggal tingkah laku manusia. Manusia tidak pada dasarnya baik atau
jelek, tetapi netral; menjadi baik atau jelek tergantung lingkunganrnya.
Kepribadian manusia terbentuk dari hubungan individu dengan
lingkungannya, yang diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori
pembiasaan (conditioning) dan peniruan (Koswara 1991:69-77).
Pandangan behavioristik dikritik sebagai pandangan yang merendahkan
derajat manusia (dehumanisasi), karena mengingkari ciri-ciri penting
manusia seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta.
Skinner menjawab kritik itu, bahwa kemampuan manusia tersebut
sebenarnya terwujud dalam tingkah laku, yarng berkembangnya
dipengaruhi oleh lingkungannya. Dari empat teori atau pandangan
tentang hakikat manusia tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut: a. Manusia memiliki "tenaga dalam”, instink, yang menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan. b. Dalam diri manusia terdapat
fungsi yang bersifat rasional, yang bertanggungjawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial. c. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan
positif, mengatur dan mengontrol dirinya, dan menentukan nasibnya
sendiri d. Manusia pada hakikatnya dalam proses "menjadi" (on
becoming), terus berkembang, tidak pernah selesai, tidak pernah
sempurna. e. Manusia melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri membantu orang lain, dan membuat dunia
69
lebih nyaman ditempati. f. Manusia berpotensi terbatas, terwujud dalam
ketidakterdugaan. g. Manusia adalah makhluk Tuhan, memiliki
kemungkinan baik atau jahat. h. Lingkungan turut menentukan tingkah
laku manusia, dan tingkah laku itu merupakan kemampuan yang
dipelajari.
KESIMPULAN
Wujud hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan adalah: kemampuan
menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, memiliki moral,
kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan (kemerdekaan), menyadari hak
dan kewajiban, dan kemampuan menghayati kebahagiaan (Kusdaryani,2009).
70
afektif (emotif dan konatif), serta psikomotorik, (3) aspek jasmaniah dan
rohaniah.
71
BAB IX
A. HAKIKAT MASYARAKAT
1. Pengertian Masyarakat
Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab
yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut Society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang berinteraksi dan terjalin erat karena sistem tertentu,
tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama dan hidup bersama
dalam suatu hubungan sosia, dan masyarakat juga merupakan suatu
perwujudan kehidupan bersama manusia, atau suatu kelompok manusia yang
hidup bersama dalam suatu wilayah dengan tatacara berfikir dan bertindak
relatif.
72
masyarakat tersebut telah menjalin komunikasi mengadakan kerja sama dan
saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan.
Peter I. Berger
Marx
Harold j. Laski
Robert Maciver
Selo Soemardjan
3. Unsur-Unsur Masyarakat
Kumpulan Orang
73
Didalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak atau angka yang pasti untuk
menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara
teoritis, angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama.
i. Teori Atomic
74
pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara ideal, dan bukan manusia
sebagai individu ideal.
Peserta didik merupakan „raw material‟ atau bisa disebut (bahan mentah) dalam
proses transmormasi didalam pendidikan. Peserta didik adalah mereka yang
mengikuti program pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan
tertentu, peserta didik ini juga mempunyai sebutan lain seperti murid, anak
didik, dan pelajar. Didalam peserta didik ada yang namanya murid dan
pendidik, Jadi kita akan mengenal lebih luas hakikat tentang murid dan
pendidik.
75
mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan. Adapun kepribadian berasal dari
bahasa inggris personialityyang berasal dari bahasa latin pesona yaitu topeng
yang digunakan oleh aktor dalam suatu pertunjukan. Esyenck berpendapat sifat
kepribadian berasal dari keturunan atau semua tingkah laku dipelajari dari
lingkungan melalui interaksi fungsional yang mengorganisir perilaku sektor
kognetif, konatif, afektif dan sektor somative.
Etika adalah ilmu tentang apa saja yang baik dan buruk tentang hak dan
keajiban moral tatau akhlaq, yang dinilai benar atau salah dan dianut oleh
suatu golongan atau masyarakat. Didalam istilah lain dari sebuah perkataan
lahirlah lahirlah moralitas atau perkataan moral, karena terkadang istilah moral
sering digunakan untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang dinilai dari
tingkah laku atau perbuatan nyata. Dalam perkembanganya etika dapat dibagi
menjadi dua yaitu etika perangai dan etika moral, etika perangai disini ialah
adat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai watau atak manusia pada
waktu tertentu dan diakui atau disepakati berdasarkan hasil penelitian, salah
satu contohnya ialah berbusana adat, perkawinan dan pergaulan muda mudi.
Semua hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing peserta didik adalah
kebutuhan mereka. Al qussy membagi kebutuhan manusia dalam dua
kebutuhan. Kebutuhan primer: kebutuhan jasmani dan kebutuhan sekunder
(kebutuhan rohani) Selanjutnya ia membagi lagi kebutuhan rohani pada enam
macam:
76
Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa di dunia ini hanya ada dua
jabatan yaitu: jabatan guru dan jabatan non guru. Yang membedakan jabatan
keduanya adalah mengajar. Mengajar merupakan langkah seorang guru untuk
memandaikan bangsa tanpa memikirkan efek atau ruginya secara material-
personal, melainkan memikirkan bagaimana nistanya jika generasi selanjutnya
tidak lebih berkualitas dalam semua aspek kehidupan.
Guru sebagai tenaga profesional telah di persiapkan dengan sadar dan sengaja
untuk mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pembelajaran yang dilakukan terhadap peserta didik di sekolah. Profesi guru
merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan kemampuan dan
keterampilan khusus sesuai dengan bidangnya.
D. HAKIKAT PEMBELAJAR
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata pembelajar adalah
orang yang membelajarkan. Arti lainnya dari pembelajar adalah pengajar.
Pembelajar berarti orang yang mempelajari atau selama ini akrab disebut
dengan siswa atau murid.
Tujuan pembelajaran merupakan arah yang ingin dituju dari rangkaian aktivitas
yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Hal ini biasanya dirumuskan dalam
77
bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur sesuai yang
diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran tertentu. Kehidupan ini merupakan suatu proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan
pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Salah satu pengertian
pembelajararan dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu pembelajaran adalah
seperangkat peristiwa -peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung
beberapa proses belajar yang bersifat internal. Lebih lanjut, Gagne (1985)
mengemukakan teorinya lebih lengkap dengan mengatakan bahwa pembelajaran
dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang
sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan
proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar.
78
Kesimpulan
Harus dipahami dengan baik tentang pola kehidupan, kebudayaan, minat dan
kebutuhan masyarakat, karena perkembangan sikap, minat, aspirasi anak
sangat banyak dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Ini berarti bahwa
dengan mengenal masyarakat, pendidik dapat mengenal peserta didik dan
menyesuaikan pelajarannya secara efektif. Pendidik sebaiknya turut aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang ada dalam masyarakat. Apabila hal ini dikerjakan maka
pendidik akan mendapat peluang yang baik untuk menjelaskan tentang keadaan
sekolah kepada masyarakat itu, sehingga mendorong masyarakat untuk turut
memikirkan kemajuan pendidikan anak-anak mereka.
Saran
79
BAB X
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu
landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik
tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat
terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan).
Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat
dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari
sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua
dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu
pengetahuannya itu.
Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology
(tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang
indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu
sendiri), serta social dan politik (filsafat pemerintahan).
Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini, seperti yang
disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum, dan
sebagainya.
81
Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi
tantangan; dan
Naturalisme
Idealisme
Pragmatisme
82
Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkiarakan dapat mengatasi
masalah.
Oleh karena itu, bagi paragtisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental
dan metode mengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah.
Pengaruh aliran paragtisme tersebut bahkan terwujud dalam gerakan
pendidikan progresif atau progresivisme sebagai bagian dari suatu gerakan
reformasi sosiopolitik pada akhir abad XIX dan awal abad XX di Amerika Serikat.
Progresivisme menentang pendidikan tradisionalis serta mengembangkan teori
pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:
Esensialisme
83
matematika adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil
dan nyata
2). Gramatika
3). Kesusateraan
4). Filsafat
6). Matematika
7). Sejarah
Perenialisme
1). Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak
pernah berubah.
84
4). Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai
kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme
yang menentang pendidikan tradisional.
3). Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
Rekonstruksionisme
85
2. Landasan Sosiologis
Manusia yang hidup berkelompok, sesuatu yang terjadi dengan yang lain sama
halnya hewan,tetapi pengelompokan pada manusia lebih rumit dari pada
hewan.pada wayan Ardhan hidup berkelompok pada hewan memiliki ciri:
Dimana suatu proses interaksi antar dua individu,bahakan dua generasi dan
memungkinkan generasi muda untuk mengembangkan diri.sehingga melahirkan
cabang cabang sosiologi antara lain sosiologi pendidikan dan ruang lingkup yang
di pelajari antara lain:
86
Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
Fungsi sosial sekolah pada sosialisasi anak-
3. Landasan Kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya
itu akan selalu terkait dengan pendidikan, dan dalam belajar arti luas dapat
berwujud:
87
Kegiatan yang berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
4. Landasan Psikologis
88
Kebutuhan akan cinta dan pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang
dalam kelompok
Kebutuhan akan alkuturasi diri:kebutuhan akan potensi potensi yang di
miliki
Kebutuhan untuk mengetahui dan di pahami:kebutuhan akan berkaitan
dengan penguasaan iptek
Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan
dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan
kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat,
namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut
sebagai prinsip prinsip umum karena:
Seperti yang kita ketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran;
dengan kata lain, pendidikan sangat berperan penting dalam pewarisan dan
pengembangan iptek.
89
Terdapat beberapa istilah yang perlu dikaji agar jelas makna dan kedudukan
masing-masing yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi. Pengetahuan
(knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara
pengindraan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu.
Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan
manusia. Bukti historis menunjukkan bahwa usaha mula bidang keilmuan yang
tercatat adalah oleh bangsa Mesir purba, dimana banjir tahunan sungai Nil
menyebabkan berkembangnya system almanac, geometri dan kegiatan survey.
Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian
dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua
semboyan lagi, yaitu Ing Ngarsa Sung Sung Tulada dan Ing Madya Mangun
Karsa.
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
90
Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti
dengan awas).
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari
sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum
yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua
dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung
erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri
handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk
mandiri, termasuk mandiri dalam belajar.
Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa bila
didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya
apabila selalu tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
91
1. Pendapat para ahli mengenai Landasan dan Asas Pendidikan :
• Menurut Emil Salim adalah bahwa tidak ada kemandirian pada seseorang
ditandai oleh 5 komponen yaitu bebas,progresif,berinisiatif,kemantapan diri dan
pengendalian.
Kesimpulan
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak.
Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh
karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada
umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut
agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan
memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.
92
DAFTAR PUSTAKA
Mirnawati. (2015, juni Kamis). Mirna's Journey Blogg. Diambil kembali dari
Filsafat Pendidikan Materialisme dan Filsafat Pendidikan Pragmatisme:
senjaplb.blogspot.com
Rosalina, M. (2017, February 21). Hakikat Guru dan Hakikat Belajar. Retrieved
December 27, 2020, from blogspot.com:
http://milarosalinasiregar.blogspot.com/2017/02/hakikat-guru-dan-
hakikat-belajar.html?m=1
93
Munandar, A. (2010, Maret 20). Landasan Sosiologi Pendidikan. Retrieved
Oktober 11, 2020, from Psikologi Pendidikaan dan Bimbingan:
https://arasmunandar.wordpress.com/landasan-sosiologi/
Nefi. (2013, November 11). Landasan Hukum Kelompok 1. Retrieved Oktober 11,
2020, from Slideshare: https://www.slideshare.net/nefi_23/landasan-
hukum-kelompok-
1#:~:text=PENGERTIAN%20LANDASAN%20HUKUM%20PENDIDIKAN%20
Kata,atau%20mendasari%20atau%20titik%20tolak.&text=Jadi%2C%20la
ndasan%20hukum%20adalah%20suatu,Pidarta%20%2C%202007%3A43)
.
Zainuddin. (2013, November 11). Relasi Filsafat, Ilmu dan Agama. Retrieved
Oktober 11, 2020, from UIN: https://www.uin-
malang.ac.id/r/131101/relasi-filsafat-ilmu-dan-agama.html
Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa
Timur, Jilid I.
Conny Seniawan, et. al. 1951. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
Mengaktifkan. Jakarta: Balai Pustaka.
Prof. Dr. Umar Tirtarahardja, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia.
Suriansyah , A. (2011). Landasan pendidikan. Landasan dan Asas Pendidikan,
2(2), 33.
Umar, T., Parsono, & Abdurrahman, A. (2017). Landasan dan Asas Pendidikan.
Landasan dan Teori-Teori Pendidikan, 3(1), 8.
A.H, S. (2020). PEMIKIRAN ESSENSIALISME, EKSISTENSIALISME,. Jurnal al-
Asas, 16-28.
94
Kaderi, M. A. (2017). PERENIALISME DI ERA GLOBALISASI. Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 59-74.
Umar. (2018). filsafat ilmu: suatu tinjauan pengertian dan objek dalam filsafat
pengetahuan. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar, 2, 160-
170.
95
Titrahardja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
96