Anda di halaman 1dari 96

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa yang telah
memberikan Rahmat,berkat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan buku Filsafat pendidikan ini serta dapat si baca
oleh para pembaca.

Buku Filsafat pendidikan ini di tulis dengan harapan dapat memperkaya


dan memenuhi kebutuhan buku teks di bidang filsafat pendidikan yang sampai
saat ini menjadi salah satu bahan perkuliahan pada program sarjana Fakultas
ilmu sosial prodi pendidikan Antropologi di universitas negeri Medan.

Oleh karena itu, buku ini di susun berpedoman pada kurikulum yang di
gunakan pada fakultas Ilmu Sosial produksi pendidikan Antropologi di
universitas negeri Medan.

Buku ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi para dosen dan
mahasiswa fakultas ilmu sosial prodi pendidikan Antropologi di universitas
negeri Medan terutama kepada mahasiswa yang sedang menekuni mata kuliah
filsafat pendidikan.Kami sangat menyadari adanya kekurangan dan
ketidaksempurnaan materi bahasan dalam buku ini. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran-saran serta perbaikan dari pembaca sekalian.
Disamping itu, kami juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi setiap yang membacanya.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2

BAB I .................................................................................................................. 5

HUBUNGAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN ...................................... 5

A. Pengertian Filsafat .............................................................................. 5

B. Pengertian Filsafat Pendidikan ............................................................ 5

C. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan ................................... 6

D. Kedudukan Filsafat Dalam Ilmu Pendidikan ....................................... 7

Kesimpulan .................................................................................................. 8

BAB II ............................................................................................................... 10

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME, REALISME, dan MATERIALISME


...................................................................................................................... 10

A. ALIRAN FILSAFAT IDEALISME .......................................................... 10

BAB III .............................................................................................................. 20

ALIRAN FILSAFAT PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME, dan


PROGRESIVISME .......................................................................................... 20

BAB IV .............................................................................................................. 27

ALIRAN FILSAFAT PERENIALISME, EKSISTENSIALISME, dan


REKONSTRUKSIALISME................................................................................ 27

BAB V ............................................................................................................... 48

PANDANGAN FILSAFAT TENTANG MANUSIA, MASYARAKAT, PENDIDIKAN,


DAN NILAI ..................................................................................................... 48

BAB VI .............................................................................................................. 51

PANDANGAN FILSAFAT PANCASILA TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN


NASIONAL ..................................................................................................... 51

BAB VII ............................................................................................................. 56

HAKIKAT PENDIDIKAN .................................................................................. 56

BAB VIII ............................................................................................................ 60

HAKIKAT MANUSIA ....................................................................................... 60

BAB IX .............................................................................................................. 72

3
HAKIKAT MASYARAKAT PESERTA DIDIK, GURU PENDIDIK, DAN
PEMBELAJAR ................................................................................................ 72

BAB X ............................................................................................................... 80

LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PEMBELAJARAN


BERBASIS HYBRID AND BLANDED .............................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 93

4
BAB I

HUBUNGAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Pengertian Filsafat
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi
yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Menurut Hasan Shadily (1984: 9) Menyatakan bahwa Filsafat adalah


Cinta pada Ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada Hikmah dan
kebijaksanaan. Jadi ornag yang berfilsafat adalah orang yang mencintai
Kebenaran, Berilmu Pengetahuan,ahli hikmah dan bijaksana.

Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa


menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja
(kompleksitas,mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas
pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggung jawabkan secara
ilmiah dan intelektual).

B. Pengertian Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan merupakan pola-polapemikiran atau pendekatan
filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran. Filsafat
Pendidikan menunjukkan hubungan pertikal, naik keatas atau turun ke
bawah dengan cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar
pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan. Hubungan vertikal tingkat
penguasaan dan atau ke ahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu
pengetahuan yang sejenis.. Filsafat pendidikan sebagai salah satu ilmu
terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya
pada penterapan pendekatan filosfis pada bidang pendidikan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada
umumnya dan manusia yang berpredikat guru pada khususnya.

Dasar alasan timbulnya atau mungkin lahirnya cabang ilmu pengetahuan


yang disebut ilmu filsafat pendidikan, yang memisahkan diri dari induknya,

5
yaitu filsafat dan bagian dari rumpun dari konsep ilmu pendidikan.
Sedangkan dasar alasan yang dimaksudkan disini adalah dasar alasan
mengapa guru harus mempelajari ilmu filsafat pendidikan, yang akan
merupakan pedoman pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajaran.

Asumsi dasar lahirnya filsafat pendidikan. Dua asumsi dasar dari


lahirnya cabang ilmu, atau disiplin ilmu yang berdiri sendiri, yaitu filsafat
pendidikan adalah pertama bahwa assumsi ilmu pendidikan adalah ilmu
pengetahuan normatif, yang berarti ilmu pendidikan disiplin ilmu yang
merumuskan kaidah-kaidah norma, atau nilai yang akan dijadikan ukuran
tingkah laku yang seharusnya dilaksanakan manusia yang hidup dalam
masyarakat manusia.

Sesuai dengan assumsi di atas, maka ilmu pendidikan erat berkaitan


dengan ilmu-ilmu pengetahuan normatif, seperti agama , filsafat dan
kebudayaan serta ilmu Sosiologi.

Asumsi dasar kedua dari lahirnya filsafat pendidikan adalah bahwa


pendidikan merupakan ilmu pengetahuan praktis artinya bahwa budaya
daripada pendidikan sebagai aspek kebudayaan adalah menyalurkan dan
melestarikan nilai-nilai dari aspek kebudayaan dari generasi satu ke generasi
selanjutnya untuk dikembangkan ke arah tujuan yang lebih baik dan
sempurna.

C. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan


Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan sangatlah penting sebab
ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Menurut
Jalaludin dan Idi (2007: 32) filsafat pendidikan merupakan aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk
menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta
menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai. Menurut Jalaludin
dan Idi (2007: 32) hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan
adalah:

Filsafat merupakan suatu cara pendekatan yang dipakai untuk


memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan.

6
Filsafat berfungsi memberi arah terhadap teori pendidikan yang memiliki
relevansi dengan kehidupan yang nyata.

Filsafat, dalam hal ini fisafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk


memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan
menjadi ilmu pendidikan.

Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka


dikupaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-
konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan
dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam
menuntut pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan
berkenaan dengan realita. Semuanya itu dapat disampaikan kepada filsafat
untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk
memperkembangkan diri. Antara filsafat dan filsafat pendidikan terdapat
suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan
mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena
filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha
perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya
sistem pendidikan. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal.
Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat
pendidikasempurn

D. Kedudukan Filsafat Dalam Ilmu Pendidikan


Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal,
atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya
usaha manusia di bidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau
pengetahuan.Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah
merasa puas dengan meninjau suatu ha] dari sudut yang umum, melainkan
juga ingin memperhatikan hal-hal yang khusus. Kedudukan atau hubungan
antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berpikir filosofis dan berpikir
ilmiah tidak terlepas dari epistemologi genetis, yaitu fase-fase berpikir dan
pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari
tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh Jean
Piaget.

7
Jasa utama dari Jean Piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan
anak dalam hal tingkah-laku yang terdiri atas empat fase-yaitu : Fase
Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia 2 tahun
dimana cara berpikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan
pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berpikir
yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam
proses berpikir dan pikiran anak. Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira
antara 5-8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berpikir dengan mulai
menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional]. Fase Operasional yang
konkrit yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan persoalan secara konkrit
dan terhadap benda-benda yang konkrit pula. Fase Operasi Formal, pada
anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak, dengan
menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa
serta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problem
walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-
kemungkinan bagaimana realisasinya. Bisa disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain:

Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem Filsafat juga
memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan
dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan
itu. Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang
digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.Dasar yang diberikan oleh
filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Tidak
mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan
dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Filsafat juga
memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.

Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hubungan filsafat dengan filsafat
pendidikan , antara lain:

 Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman


yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak
begitu mendalam,

8
 Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus,
mempersatukan dan mengkoordinasikannya
 Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan
tetapi sudut pandangannya berlainan. Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan dalam penulisan
atau penguraian deskripsi di dalam makalah ini mohon dapat memaafkan
dan memakluminya, karena kami juga manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan lupa.

9
BAB II

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME, REALISME, dan


MATERIALISME

A. ALIRAN FILSAFAT IDEALISME


1. Definisi Aliran Filsafat Idealisme

Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal


dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya
mentalism atau imaterialisme. Istilah ini pertama kali digunakan
secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18. Idealisme diambil
dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan
sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia
fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Beberapa
pengertian Idealisme:

a) Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya


adalah suatu penjelmaan pikiran.
b) Untuk menyakan eksistensi realitas, tergantung pada
suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran.
c) Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis
seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pemikiran
mutlak dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan
materi.
d) Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis).
Materi dalam bentuk fisik tidak ada.
e) Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang
ada. Dunia eksternal tidak bersifat fisik.
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan,
pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada
objek-objek dan daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir
sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi dan bahkan menganggap
bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat
yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan
dengan materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata
ada, sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah fenomena pengiring.

10
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan
materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah
tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan
tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara
fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai
itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari
alam semesta.

2. Tokoh – Tokoh Aliran Filsafat Idealisme


 Plato (477 -347 SM)
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari
kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan
mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat
untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang
dialami sehari-hari. Menurut Plato juga tentang teori pengetahuan, idealisme
mengemukakan pandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh melallui
indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan
hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni
dan benda-benda diluar penjelmaan material.

 J. G. Fichte (1762-1914 M.)


Ia adalah seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M).
Pada tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya
disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara
sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda
dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha
mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk
membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirkannya.

 G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)


Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791
memperoleh gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh
atau spirit), suatu istilah yang di ilhami oleh agamanya. Ia berusaha
menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu

11
roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan
dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).

3. Prinsip – Prinsip Aliran Filsafat Idealisme

Prinsip yang mendasari pengetahuan idealisme adalah rasionalisme


mengemukakan bahwa indra kita hanya memberikan materi mentah bagi
pengetahuan. Pengetahuan tidak ditemukan dari pengalaman indra,
melainkan dari konsepsi, dalam prinsip-prinsip sebagai hasil
aktivitas Berpandangan bahwa nilai itu absolut. Tidak berubah
generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Contohnya:
hukum moral dan kewajiban manusia manusia untuk berlaku jujur, adil,
ikhlas, pemaaf, kasih sayang sesama manusia dimanapun berada. Diantara
lain prinsip-prisip Idealisme:

 Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas


substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide
(spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta
bagian-bagianya harus dipandang sebagai suatu sistem
yang masing-masing unsurnya saling berhubungan.
Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis
dan bersifat spiritual.
 Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini
bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya
gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa
manusia.
 Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh
atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada
materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya
dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya,
sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan
dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam
adalah ekspresi dari jiwa.
 Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo
sentris(berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa,
spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada

12
norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak.
Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual,
maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai
adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima
Causa dari kejadian alam semesta ini.

4. Hubungan Aliran Filsafat Idealisme dalam Pendidikan

Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia


pendidikan. William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan
idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme terpusat
tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan
oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus
eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai
kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.

B. ALIRAN FILSAFAT REALISME


1. Defenisi Aliran Filsafat Realisme

Memasuki abad ke-20, realisme muncul. Real berarti yang aktual atau
yang ada, kata tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-
kejadian yang sungguh-sungguh, artinya yang bukan sekadar khayalan atau
apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Pada dasarnya
realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis.
Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis.
Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan
dunia rahani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subyek
yang menyadari dan mengetahui disatu pihak, dan dipihak lainnya adalah
adanya realita diluar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek
pengetahuan manusia. Implikasinya Realisme dalam pendidikan adalah
kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban
penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak
dilahirkan dengan pendidikan yang baik.

Sebagai aliran filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada yang


ditangkap pancaindra dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata

13
ada. Contoh : Batu yang tersandung di jalan yang baru dialami memang ada.
Bunga mawar yang bau harumnya merangsang hidung sungguh-sungguh
nyata ada bertengger pada ranting pohonnya di taman bunga. Kucing yang
dilihat mencuri lauk di atas meja makan betul-betul ada dan hidup dalam
rumah keluarga itu.

2. Tokoh – Tokoh Aliran Filsafat Realisme

Beberapa tokoh yang beraliran realisme:

 Aristoteles
“Menurut Aristoteles (bahasa Yunani: ριστοτέλης, Aristoteles) adalah
seorang filosof Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung. Dia
menulis di banyak mata pelajaran, termasuk fisika, metafisika, puisi, teater,
musik, logika, retorika, politik, pemerintahan, etika, biologi dan zoologi.
Meskipun ia adalah murid Plato selama 20 tahun dan sangat terpengaruh
olehnya, ada dalam filsafatnya yang merupakan reaksi terhadap pemikiran
Plato dalam mendefinisikan Soul (jiwa), dia merasa perlu untuk
mempertimbangkan tingkat kehidupan yang berbeda:

a) Kehidupan Tanaman tingkat terendah dimana hanya


ditemukan kemampuan mencari gizi, kekuatan menerima
makanan.
b) Kehidupan Hewan kemapuan mencari gizi dan
kemampuan persepsi-menginginkan kemampuan dan
kekuatan penggerak.
c) Kehidupan Manusia-memiliki kemampuan berpikir-
hewan yang berpikir dan fungsi sejati adalah hidup
secara rasional.”
 Johan Amos Comenius
“Menurut John Amos Comenius (28 Maret 1592 -15 November 1670)
seorang guru Ceko, ilmuwan, pendidik, dan penulis. Dia adalah seorang
Moravia (uskup) Protestan, pengungsi religius, dan salah satu pencetus
paling awal pendidikan universal, sebuah konsep yang akhirnya ditetapkan
dalam bukunya Didactica Magna. Ia sering dianggap sebagai FATHER OF
MODERN EDUCATION.

14
Konsepsi menarik dari pemikiran Comenius adalah realistis yang jelas,
meski keyakinan religiusnya tidak menyelaraskan dengan hal tersebut.
Manusia bagaikan sebuah cermin yang terpenjara dalam sebuah ruangan,
yang merefleksikan gambaran-gambaran dari semua yang ada disekitarnya,
dan menjadi suatu figure hidup untuk menggambarkan karakter dari
pikiran. Kamar adalah duniayang eksternal.”

 Santo Thomas Aquinas


“Menurut Santo Thomas Aquinas Aliran Realiseme Berkaitan dengan
indra. Dimana, Indra adalah sumber pengetahuan. Bentuk Manusia
universal, atau kategori, dari berbagai persepsi tentang seperti benda.

a) Percaya pada pengetahuan melalui indra.


b) Percaya bahwa baik materi dan hakikat terikat di benda-
benda fisik.
c) Percaya bahwa pengetahuan dimulai dengan rasa
persepsi.
d) Pengetahuan dapat tumbuh di luar indra ketika alasan
dunia diterapkan pada pengalaman indrawi.
e) Percaya dalam menggunakan penalaran induktif untuk
sampai pada generalisasi atau universal.
Dia berpikir penyelidikan ilmiah yang didukung Thomas berjuang keras
untuk menjawab hubungan antara Tuhan dan substansi material darimana
dunia itu dibuat.

Jika Tuhan adalah roh, maka sesuatu akan terpisah dari-Nya. Jawaban
Saint Thomas pada masalah ini bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tanpa
batas dan abadi, tidak ada awal atau akhirnya. Oleh karena itu, benda ini
tidak hidup pada waktu sama dengan Tuhan di dalam kekekalan sebelum
alam semesta ini dibuat. Tuhan menciptakan sesuatu benda, dan pada
materi utama, Tuhan menciptakan benda tersebut yang merupakan unsure
pokok yang membedakan dengan benda yang lainnya dan berbeda dengan
objek individu dimana dunia itu dibuat. Materi bukanlah satu hal yang
otomatis atau keberadaan yang tanpa sebab.”

 Rene Descartes
 Francis Bacon
 Wiliam Mc Gucken

15
 John Locke
 Galileo
 David Hume
 John Stuart Mill.

a. Prinsip – Prinsip Aliran Filsafat Realisme

Pada prinsip dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang hakikat


wujud/realitas/ontologi secara dualitas, terdiri atas dunia fisik dan rohani. Para
pengikut realisme ada kesepakatan tentang prinsip dasar yang berhubungan
dengan pendidikan. Beberapa prinsip dasar pendidikan realisme adalah sebagai
berikut :

Belajar pada dasarnya mengutamakan perhatian pada peserta didik


seperti apa adanya.

Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada


anak.

Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek mater yang
telah ditentukan. Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti
oleh guru. Secara luas lingkungan materiil dan sosial, manusia yang
menentukan bagaimana seharusnya ia hidup.

b. Hubungan Aliran Realisme dan Pendidikan

Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john


locke bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang
kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan.
Oleh karena itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk
setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik.
Dengan demikian, pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai sebagi
upaya pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.

3. ALIRAN FILSAFAT MATERIALISME


a. Defenisi Aliran Filsafat Materialisme

16
Materialisme adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para
filosof, seperti Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini
menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya. Ketika paham ini
pertama muncul, paham tersebut tidak mendapat banyak perhatian karena
banyak ahli filsafat yang menganggap bahwa paham ini aneh dan mustahil.
Namun pada sekitar abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat
karena sudah banyak para filosof yang menganut paham tersebut.

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan


rohani, bukan spiritual, atau supranatural. Filsafat materialisme memandang
bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah
melihat materi. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi
menentukan ide, bukan ide menentukan materi. Contoh: karena meja atau kursi
secara objektif ada, maka orang berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah
seseorang memikirkan meja atau kursi sebelum benda yang berbentuk meja dan
kursi belum atau tidak ada.

Ciri-ciri filsafat materialisme

a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi

b. Tidak meyakini adanya alam ghaib

c. Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu

d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum

e. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.

b. Tokoh – Tokoh Aliran Filsafat Materialisme

Tokoh-tokoh aliran ini adalah:

a. Thales (625-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah air.

b. Anaximandros (610-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal


adalah apeiron, yaitu unsur yang tak terbatas.

c. Anaximenes (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah udara.

d. Heraklitos (540-475 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah api.

17
e. Demokritus (460-360 SM) berpendapat bahwa hakikat alam adalah atom-
atom yang amat banyak dan halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal
kejadian alam semesta.

c. Prinsip – Prinsip Aliran Filsafat Materialisme

Prinsip materialisme yang didasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas yaitu :

a. Apa yang dikatakan jiwa ( mind ) dan segala kegiatannya ( berfikir, memahami
) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf,
atau organ-organ jasmani yang lainnya.

b. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,
keindahan dan kesenangan, serta kebebasan hanyalah sekedar nama-nama
atau semboyan.

d. Hubungan Aliran Materialisme dan Pendidikan

Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Positivisme

Materilisme maupun positivisme,pada dasarnya tidak menyusun konsep


pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (1956). Materialisme
belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan.

Menurut Waini Rasyidin (1992),filsafat positivisme sebagai cabang dari


materialism lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang
mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara factual. Memilih aliran
positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan sains
pendidikan

Dikatakan positivisme,karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita


pelajari hanyalah yang mendasarkan fakta-fakta,berdasarkan data-data yang
nyata,yaitu yang mereka namakan positif.

Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Behaviorisme

Menurut behaviorisme,apa yang disebut dengan kegiatan mental


kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik,yang merupakan berbagai

18
kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak,kita
sebut berpikir,dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi,baik material
yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada diluar tubuh
manusia.

Pendidikan,dalam hal ini proses belajar,merupakan proses


kondisionaisasi lingkungan. Misalnya, dengan mengadakan percobaan terhadap
anak yang tidak pernah takut pada kucing,akhirnya ia menjadi takut pada
kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukan
melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anal dan kucing diatas).

KESIMPULAN

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memilirkan segala


sesuatunya secara mendalam dan sunguh-sungguh, serta radikal sehingga
mencapai hakikat segala situasi tersebut. Dalam rangka perwujudan
pendididkan yang baik maka filsafat berperan penting dalam penciptaan-
penciptaan kondisi-kondisi yang benar-benar mendukung bagi pelaksanaan
suatu kegiatan kependidikan. Dimana adapun aliran-aliran filsafat pendidikan
diantaranya adalah aliran filsafat idealisme, realisme dan materialisme.

SARAN

Menurut Saran Kami dari isi Makalah ini. Sebaiknya sebagai seorang pengajar
kita perlu mengetahui aliran apa yang cocok untuk pengajaran di sekolah yang
berlaku di Indonesia agar dapat diterapkan dengan baik.

19
BAB III

ALIRAN FILSAFAT PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME, dan


PROGRESIVISME

a. ALIRAN FILSAFAT PRAGMATISME


1. Definisi Aliran Filsafat Pragmatisme

Pragmatisme adalah Aliran Filsafat yang memiliki pandangan bahwa kriteria


kebenaran sesuatu adalah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi
kehidupan nyata. Pragmatisme dalam perkembangannya memiliki perbedaan
kesimpulan walaupun dari gagasan yang sama. Pragmatisme memiliki tiga
patokan yang disetujui: menolak segala intelektualism, absolutisme, dan
meremehkan logika formal.

Pragmatisme adalah suatu aliran yang megajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis. Filsuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat
Pragmatisme adalah William James dan John Dewey.

2. Tokoh-tokoh Aliran Filsafat Pragmatisme

Charles Sandre Peirce

Dalam konsepnya, Peirce menyatakan bahwa sesuatu dikatakan berpengaruh


bila memang memuat hasil yang praktis, ia juga menyatakan bahwa
pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan
teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam
memecahkan masalah. Dari kedua pernyataan itu tampaknya Peirce ingin
menegaskan bahwa Pragmatisme tidak hanya ilmu yang bersifat teori dan
dipelajari hanya untuk berfilsafat, serta mencari kebenaran, juga bukan
metafisika karena tidak pernah memikirkan hakikat di balik realitas, tetapi
konsep Pragmatisme lebih cenderung pada tatanan ilmu pragtis untuk
membantu persoalan yang dihadapi manusia.

William James

20
Menurut William pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui,
dan menurut pendapatnya pragmatisme adalah filsafat praktis, karena ia
memberikan kontrol untuk bertindak bagi kebutuhan, harapan dan keyakinan
manusia untuk sebagian dari masa depannya.

John Dewey

John Dewey mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan


bagi perbuatan nyata, Dewey suka menyebut sistemnya dengan istilah
intrumentalisme, dalam teori intinya Dewey mengembangkan filsafat sebagai
berikut: situasi dikeliling kita, itu sebagai pengalaman pertama merupakan
situasi indeterminate, maka dengan berfikir reflektif situasi tersebut menjadi
indeterminateatas refleksi kita. Karena filsafat harus berpijak pada pengalaman
dan pengolahannya secara aktif, kritis, dengan demikian filsafat akan dapat
menyusun sistem-sistem dan norma-norma.

3. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Pragmatisme

Prinsip dari Pragmatisme adalah logika pengamatan, dimana ada yang


ditampilkan manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, dan
terpisah satu sama lain. Dunia di tampilkan apa adanya dan perbedaan diterima
begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat
pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika
memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan.

4. Hubungan Aliran Filsafat Pragmatisme dalam Pendidikan

Pragmatisme sebagai aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat
kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara pragtis. Dengan
demikian,bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan
bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.

b. ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME


1. Definisi Aliran Filsafat Eksistensialisme

21
Eksistensialisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama diasosiasikan
dengan beberapa filsuf Eropa abad ke-19 dan ke-20 yang sepaham (meskipun
banyak perbedaan doktrinal yang mendalam) bahwa pemikiran filsafat bermula
bermula dengan subyek manusia, bukan hanya subyek manusia saja yang
berfikir, tetapi juga individu manusia yang melakukan, yang merasa, dan yang
hidup. Nilai utama pemikiran eksistensialis biasanya dianggap sebagai
kebebasan, tetapi sebenarnya nilai tertingginya adalah otentisitas (keaslian).

Dalam pemahaman secara umum, eksistensi berarti keadaan. Akan tetapi,


eksistensi dalam lingkup filsfat eksistensialisme memiliki arti sebagai cara
berada manusia, bukan lagi apa yang ada, tetapi apa yang memiliki aktualisasi
keberadaan. Cara manusia berada di dunia berbeda dengan cara benda-benda.
Benda-benda tidak sadar akan keberadaannya, tak ada hubungan antara benda
yang satu dengan benda yang lainnya, meskipun mereka saling berdampingan.
Keberadaan manusia di antara benda-benda itulah yang membuat manusia
berarti. Konsep pemikiran eksistensialisme bersifat aktual, bebas dan
mengandung kreatifitas si pemikir.

2. Tokoh-tokoh Aliran Filsafat Eksistensialisme

Kiekergaard

Ide tentang eksistensialisme muncul dari kiekergaard dan sebelumnya.


Sepaham dengan apa yang dikatakan oleh Paul Tillich, adalah sebuah gerakan
pemberentokan selama lebih dari seratus tahun terhadap dehumanisasi
manusia dalam masyarakat industri. Ia menyatakan bahwa eksistensi manusia
bersifat konkrit dan individual. Jadi, pertama yang penting bagi manusia adalah
keberadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Karena manusia yang dapat
bereksistensi. Namun harus ditekankan, bahwa eksistensi manusia bukanlah
suatu “ada” yang statis, melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung di
dalamnya suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke
“kenyataan” (Hadwijiono,1994)

Karl Jaspers

22
Menguraikan eksistensi manusia dalam karyanya philoshopie (1932), bahwa
eksistensi manusia pada dasarnya adalah suatu panggilan untuk mengisi
karunia kebebasannya.

Walter Kaufman

”Eksistensialisme adalah label yang diberikan kepada pemikiran-pemikiran yang


berevolusi terhadap filsafat tradisional sebelumnya. Kenyataannya,
eksistensialisme bukanlah sebuah aliran pemikiran yang mengurangi nilai-nilai
pemikiran sebelumnya.”

3. Prinsip Aliran Filsafat Eksistensialisme


 Memberi pemahaman kepada individual,kebebasan dan
penanggungjawabannya.
 Kebenaran lebih bersifat eksistensial karena manusia tidak tunduk
terhadap apa yang di luar darinya,maka nilai-nilai tidak dicari dari luar
diri manusia itu sendiri. Nilai hidup dalam diri manusia.Oleh karena
itu,apa yang di sebut baik atau buruk tergantung atas keyakinan
pribadinya.
 Eksistensialisme memandang individu dalam keadaan tunggal selama
hidupnya dan individu hanya mengenal diri nya dalam interaksi dirinya
sendiri dengan kehidupan.
 Eksistensialisme mengajarkan manusia harus mencari jawaban-jawaban
terhadap masalah-masalah dengan cara mengenal dirinya sendiri.
 Jiwa aliran ini mengutamakan manusia dalam mempertahankan
eksistensi pribadinya.

4. Hubungan Aliran Filsafat Eksistensialisme dalam Pendidikan

Eksistensialisme sebagai Filsafat sangat menekankan idividualitas dan


pemenuhan diri sendiri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai
makhluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, sikun pribadi (1971) mengemukakan
bahwa eksistensialisme berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena
keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang

23
sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antara manusia, hakikat kepribadian,
dan kebebasan. Pusat pembicara Eksistensi adalah “kebenaran”
manusia,sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.

c. ALIRAN FILSAFAT PROGRESIVISME


1. Definisi Aliran Filsafat Progresivisme

Progresivisme disebut instrumentalisme, eksperimental, atau environtalisme.


Disebut instrumentalisme karena aliran ini beranggapan bahwa potensi atau
kemampuan intelegensi manusia sebagai alat hidup, untuk kesejahteraan, dan
untuk mengembangkan kepribadian. Dinamakan eksperimental atau empirik
karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen untuk
menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme dinamakan juga emvironmentalis
karena aliran ini menganggap bahwa lingkungan hidup mempengaruhi
pembinaan seseorang.

Progresivisme dapat diartikan sebagai aliramn yang menginginkan kemajuan-


kemajuan secara cepat. Aliran atau teori pendidikan progresivisme adalah teori
pemdidikan yang memfokuskan pentingnya pendidikan sebagai sarana
“kemajuan”atau liberasi peserta didik.

2. Tokoh-tokoh Aliran Filafat Progresivisme

Hans Vaihinger

Menurut Hans tahu itu hanya mempunyai arti pragtis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin di buktikan. Satu-satunya ukuran berpikir ialah
gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.

William James

James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup, dan ia
menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian dari kata
pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.

John Dewey

24
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih menekankan
kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri,
progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibandingkan masa depan yang
belum jelas.

3. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Progresivisme

Prinsip pendidikan yang ditekankan dalam aliran progresivisme, diantaranya :

Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak

Subjek didik adalah aktif, bukan pasif

Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing atau pengarah

Sekolah harus kooperatif dan demokratis

Aktifitas lebih fokus pada pemecahan masalah, bukan untuk pengajaran materi
kajian

4. Hubungan Aliran Filsafat Progresivisme dalam Pendidikan

Bila dikaitkan dengan pendidikan indonesia saat ini, maka progresivisme


memiliki andil yang cukup besar, terutama dalam pemahaman dan pelaksanaan
pendidikan yang sesungguhnya. Dimana pendidikan sudah seharusnya di
selenggarakan dengan memperhatikan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik, serta berupaya untuk mempersiapkan peserta didik supaya
mampu menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi di
lingkungan sosialnya. Hal tersebut senada dengan pendidikan di indonesia,
yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam pengertian ini pendidikan tidak
hanya dimaknai sebagai transfer pengetahuan. Pendidikan berarti proses
pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia, seperti
kemampuan akademis, relasional, bakat-bakat, talenta, kemampuan fisik dan

25
daya-daya seni. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa aliran progresivisme
telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan di Indonesia.
Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik di berikan kebaikan, baik secara fisik maupun cara
berfikir guna mengembangkan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Tujuan pendidikan
progresivisme berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme
lebih menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik,
sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat
(Muhmidayeli,2012:156). Maksudnya pendidikan memberi banyak pengalaman
kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi
dilingkunag sehari-hari. Dalam hal ini pengalaman yang di pelajari harus
bersifat riil atau sesuai dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang
pendidik harus dapat melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan
permasalahan yang ada di dalam kehidupan.

Kesimpulan

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan yang memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga
mencapai hakikat dalam segala situasi tersebut. Dalam langkah perwujudan
pendidikan yang baik maka filsafat berperan penting dalam penciptaan-
penciptaan kondisi-kondisi yang benar-benar mendukung bagi pelaksanaan
suatu kegiatan pendidikan.

Saran

Menurut kelompok kami isi dari materi pada makalah ini sebaik nya perlu di
ketahui oleh pengajar yaitu tentang aliran-aliran apa yang cocok untiuk
pengajar disekolah yang berlaku di Indonesia agar dapat di terapkan dengan
baik.

26
BAB IV

ALIRAN FILSAFAT PERENIALISME, EKSISTENSIALISME, dan


REKONSTRUKSIALISME

A. PERENIALISME
1. Pengertian Perenialisme

Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi atau kekal atau
bersifat lestari. Perenialisme muncul atau berkembang sebagai reaksi dan solusi
yang diajukan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai krisis
kebudayaan dalam masyarakat modern. Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Seperti dikutip
Muhammad Noor Syam (1984) ia mengemukakan pandangan bahwa pendidikan
harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal
yang telah teruji dan tangguh. Tugas utama pendidikan adalah mencerdaskan
anak didik. Salah satu cara untuk mencerdaskan anak didik adalah dengan
mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari
pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung. Di samping
mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika
atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau
kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintahkan hidup
mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru
maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar
biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat
dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama
masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu
dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab
terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh
perenialisme. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan sekarang kepada masa lampau yang memiliki
kebudayaan ideal.

Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran


yang memberikan kemungkinan bagi seorang untuk bersikap tegas dan lurus.
Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah

27
tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat
pendidikan.

Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi,


karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif.
Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang
untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan
penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-
faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan
penyelesaian masalahnya. Diharapkan anak didik mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin
mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti
bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan
alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada
perkembangan zaman dulu.

Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempersiapkan anak didik


ke arah kematangan akal dengan memberikan mereka pengetahuan. Sedangkan
tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran
(pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam
bidang akalnya sangat tergantung kepada guru.

2. Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme

Di bidang pendidikan, Perenialisme sangat dipengaruhi oleh: Plato,


Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum universal.
Maka tujuan utama pendidikan adalah “ membina pemimpin yang sadar dan
mempraktekan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.” Menurut
Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu, kemauan, dan
pikiran. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk
mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus
dikembangkan secara seimbang. Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha

28
mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas aktif
dan nyata”. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan memberi bantuan
pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu :

a) Walaupun perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia


adalah sama. Robert M.Hutckin sebagai pelopor perenialisme di Amerika Serikat,
mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hewan rasional( ini
adalah pandangan Aristotelesan ). Tujuan pendidikan adalah adalah sama
dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijaksanaan dan kebaikan.

b) Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus


menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya. Manusia adalah
makhluk bebas, namun mereka harus

c) belajar untuk memperhalus pikiran dan mengontrol nafsunya. Apabila


anak gagal dalam belajar, guru tidak boleh dengan cepat meletakkan kesalahan
pada anak.guru harus mampu mengatasi semua gangguan tersebut, dengan
melakukan pendekatan secara intelektual yang sama bagi semua siswa.

d) Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentangan kebenaran


yang pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu
oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk
mengembangkan akal. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata
pelajaran “ general education”, yang meliputi bahasa, sejarah, matematika, IPA,
filsafat dan seni dan 3 R‟s (membaca, menulis dan berhitung). Mata-mata
pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.

e) Pendidikan merupakan bukan peniruan hidup, melainkan suatu persiapan


untuk hidup. Sekolah tidak pernah menjadi situasi krhidupan yang nyata.
Sekolah bagi anak merupakan peraturan-peraturan yang artificial di mana ia
berkenalan dengan hasil yang terbaik dari warisan social budaya.

f) Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literature yang


menyangkut sejarah, filsafat, seni, politik dan ekonomi.

Hutckins menyusun kurikulum untuk sekolah menengah dan universitas yang


berpusat pada buku-buku besar di atas. Keuntungan dari mempelajari buku-
buku klasik yang besar tersebut adalah siswa belajar apada apa yang telah

29
terjadi di masa lampau yang telah difikirkan oleh orang-orang besar terdahulu.
Siswa belajar berfikir untuk dirinya, karena dengan berkemampuan berfikir
siswa akan memiliki pedoman untuk mampu mengatasi segala masalah
kehidupan yang ia hadapi. Segala masalah akan mudah dipecahkn dengan
menggunakan prinsip-prinsip dan kebijakan yang dimiliki manusia.

Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan


intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara
cultural”, para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni atau
sains) yang merupakan karya terbaik yang diciptakan manusia. Berkenaan
dengan bidang kurikulum, ada satu pertanyaan yang harus diajukan: Apakah
para siswa memperoleh muatan yang mempresentasikan usaha-usaha yang
paling tinggi dalam bidang itu ? Jadi, seorang guru bahasa inggris SMU dapat
mengharuskan siswanya membaca Moby Dick-nya Melville atau sebagian dari
drama Shakespeare bukannya sebuah novel dalam terlaris saat ini. Sama halnya
dengan para siswa IPA akan mempelajari mengenai tiga hukum gerakan atau
tiga hukum termodinamika bukannya membangun suatu model penerbangan
ulang alik angkasa luar.

3. Tujuan Umum Pendidikan Perenialisme

Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran


hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka
kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan
yang murni. Tujuan dari pendidikan, menurut pemikiran perennialis, adalah
memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip
atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kaum perennialis juga percaya
bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah
selama berabad-abad. Jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang
paling besar untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di setia zaman.
Selain itu filsafat ini menekankan kemampuan-kemampuan berfikir rasional
manusia. Filsafat itu merupakan pengolahan intelektual yang membuat manusia
menjadi benar-benar manusia dan membedakan mereka dari binatang.

4. Proses Belajar Mengajar

30
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan
disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada
tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:

 Mental dicipline sebagai teori dasar.


 Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.

Leraning to Reason (belajar untuk berpikir). Bagaimana tugas berat ini dapat
dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya
dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak.
Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan
berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok
pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.

 Belajar sebagai persiapan hidup

Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral
dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar
untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik
etika, sosial politik, ilmu dan seni.

 Learning through teaching

Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia


dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses
belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensiself
discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia
seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan dengan
murid-muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih. Kurikulum
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan
intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara
cultural” para siswa harus berhadapan dengan bidang seni dan sains yang
merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh manusia.

 Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi mengenai


pendidikan :

Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung


terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga.
Kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.

31
Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada
gagasan-gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan-gagasan
pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.

Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam


mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran
yang benar dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus
mensyaratkan hal yang sama pada siswa.

B. ESENSIALISME
1. Pengertian Esensialisme

Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan


yang telah ada sejak peradaban umat manusia. Esensialisme memandang
bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai
tata yang jelas. Menurut esensialisme pendidikan harus bertumpu pada nilai-
nilai yang telah teruji ketangguhannya, dan kekuatannya sepanjang masa
sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau sosial adalah
nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja
keras dan susah payah selama beratus tahun, di dalam telah teruji dalam
gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan
waktu. Esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif
yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif
di sekolah-sekolah. [1] Bagi aliran ini "Education as Cultural Conservation",
pendidikan sebagai pemeliharaan kebudayaan karena dalil ini maka aliran
esensialisme dianggap para ahli sebagai "Conservatif road to culture, "yakni
aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama warisan sejarah yang telah
membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih
yang mempunyai tata yang jelas. Pendapat ini dikemukakan oleh Jalaluddin dkk
yang dikutip dari pendapat Zuharnini Esensialisme percaya bahwa pendidikan
harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak zaman
awal peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita
hingga sekarang, telah teruji oleh zaman, kondisi dan sejarah kebudayaan

32
demikian ialah esensial yang mampu pula pengembangan hari ini dan masa
depan umat manusia. Dengan artian esensialisme ingin kembali ke masa
dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul
dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-
nilai ilmu mereka kekal.

2. Sejarah Lahirnya Aliran Esensialisme

Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya,
seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel.
Pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The
esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai
pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia
University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan
budaya dan sejarah kepada generasi muda.

3. Konsep Pendidikan Essensialisme


 Gerakan Back to Basics

Gerakan back to basic yang dimulai dipertengahan tahun 1970an adalah


dorongan skala besar yang mutakhir untuk menerapkan program-program
esensialis di sekolah-sekolah. Menurut mereka, sekolah-sekolah harus
melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis.
Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca,
menulis, berbicara, berhitung serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk
memperhatikan kerempilan-keterampilan tersebut. Ahli pendidikan esensialis
tidak memandang anak sebagai orang jahat, dan tidak pula memandang anak
sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-anak tersebut tidak akan menjadi
anggota yang masyarakat yang berguna jika mereka tidak diajarkan nilai
disiplin, kerja keras, dan rasa hormat pada pihak yang berwenang. Kemudian,
para guru adalah membentuk para siswa menanggani insting-insting alamiah
dan nonprodukrif mereka (agresif, kepuasan indera tanpa nalar,dll.) di bawah
pengawasan sampai pendidikan mereka selesai.

Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat


praktis dan memberi anak-anak pengajaran yang logis yang mempersiapkan
33
mereka untuk hidup. Selain itu sekolah tidak boleh mempengaruhi atau
menetapkan kebijakan-kebijakan social. Walaupun demikian kritik-kritik
terhadap esensialisme mendakwa bahwa orientasi yang terikat tradisi pada
pendidikan sekolah akan mendoktrinasi siswa dan mengesampingkan
kemungkinan perubahan. Kaum essensialis menjawab bahwa dengan tanpa
suatu pendekatan esensialis, para siswa akan terindoktrinasi pada kurikulum
humanistic atau behavioral yang menjalankan perlawanan pada standar-standar
kebutuhan yang diperlukan masyarakat untuk ditata.

kurikulum esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta. Kurikulum ini kurang


memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan instropektif yang
diangkat oleh kaum progresivisme. Penguasaan terhadap materi kurikulum
tersebut merupakan dasar yang essensial bagi general education (filsafat,
matematika, IPA, sejarah, bahasa, seni dan satra) yang diperlukan dalam hidup.
Belajar dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu
mengembangkan pikiran(kemampuan nalar) siswa dan sekaligus membuatnya
sadar akan dunia fisik sekitarnya. Menguasai fakta dan konsep dasar disiplin
yang esensial merupakan suatu keharusan.

4. Tujuan Pendidikan Esensialisme

Tujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan


sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, dasar bertahan
sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti
oleh keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-
unsur yang inti (esensialisme) sebuah pendidikan sehingga pendidikan
bertujuan mencapai standart akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau
kecerdasan.

 Peranan sekolah dan guru

Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan


sejarah pada generasi pelajar dewasa ini. Melalui hikmat dan pengalaman yang
terakumulasi dari disiplin tradisioanal. Di sekolah tiap siswa belajar
pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi
manusia sebagai anggota masyarakat. Belajar efektif di sekolah adalah proses
belajar yang keras dalam penanaman fakta-fakta dengan penggunaan waktu

34
secara relative singkat, tidak ada tempat bagi pelajaran pilihan. Kurikulum dan
lingkungan kelas disusun oleh guru. Waktu, tenaga, dan dana semuanya
ditujukan untuk belajar yang esensial.

Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaannya dengan


perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan
subjek khusus, dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru.
Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan, dan kelas berada di
bawah pengaruh dan pengawasan guru. Pendidikan berpusat pada guru (teacher
centered) Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan menguasai kegiatan –
kegiatan di kelas. Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan
nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan.

Siswa adalah mahluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-


keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berfikir
Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang
diinginkan, dan mereka harus dipaksa belajar. Metode utama adalah latihan
mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas, penguasaan
pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.

5. Prinsip-prinsip pendidikan Essensialisme

Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pendidikan harus dilakukan melalui usaha yang keras, tidak begitu saja timbul
dari siswa.

Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peranan
guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak.
Secara moral ia merupakan orang yang dapat dipercaya, dan secara teknis
harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan proses belajar.

Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yeng telah
ditentukan. Kurikulum organisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang
dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafar relisme bahwa secara luas
lingkungan material dan social, adalah manusia yang menentukan bagaimana
seharusnya ia hidup. Essensialisme mengakui bahwa pendidikan akan
mendorong individu merealisasikan potensialitasnya. Namun, ealisasinya harus

35
berlangsung dalam dunia yang bebas dari perorangan. Oleh karena itu, sekolah
yang baik adalah sekolah yang berpusat kepada masyarakat “ society centered
school,” sebab kebutuhan dan minat social diutamakan. Minat individu dihargai,
namun diarahkan agar siswa tidak menjadi orang yang mementingkan dirinya
sendiri.

Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan


dengan disiplin mental. Essensialisme mengakui bahwa metode pemecahan
masalah ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur untuk dilaksanakan bagi
seluruh proses belajar.

Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum


yang merupakan tuntukan demokrasi yang nyata.

6. Tokoh-Tokoh Esensialisme dan Pandangannya

Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang


pertama:

Johan Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui
indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.

Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) mengatakan bahwa tujuan pendidikan


adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya
adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan
pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.

William T. Harris (1835-1909) tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya


realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke
kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang
turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.

George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) Mengemukakan adanya sintesa


antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang
menggunakan landasan spiritual.

C. REKONSTRUKSIONISME

36
1. Pengertian Rekonstruksionisme

Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris rekonstruct yang berarti


menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran
rekonstruksionisme atau rekonstruksivisme adalah suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern.

Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada


rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di
samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan


progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George
Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat
baru dan masyarakat yang pantas dan adil.

Karena adanya perkembangan pemikiran-pemikiran manusia dari waktu ke


waktu sehingga menimbulkan pemikiran baru pengembangan dari aliran
Progresivisme. Yang tentunya mempunyai persamaan-persamaan juga
menimbulkan perbedaan-perbedaan yang merupakan hasil pemikiran yang telah
disempurnakan.

2. Belakang Sejarah Rekonstruktivisme

Plato adalah salah satu tokoh dari aliran rekonstruksivisme. Dia membuat
sebuah garis besar tentang perencanaan bagi kondisi dimana pendidikan akan
menjadi sebuah bahan untuk membentuk masyarakat baru dan lebih baik. Plato
yakin sekali kondisi ini sangat diinginkan masyarakat. Walaupun usaha Plato
untuk mewujudkan masyarakat seperti itu gagal. Paling tidak dia telah maju
selangkah pada masanya.

37
Bila kita melihat pemikiran Plato sampai dengan Skinner, kita dapat tahu bahwa
mereka merekomendasikan pendidikan sebagai alat utama bagi perubahan
sosial. Plato, sebagai contoh, pemikirannya tentang pendidikan adalah
sebagai sine qua non dari masyarakat yang baik. Marx melihat pendidikan
sebagai cara untuk menolong kaum proletariat mengembangkan sebuah
pengertian kesadaran sosial (social conciousness), penulis kristen berpendapat
penggunaan pendidikan sebagai alat penanaman kesetian agama, tehnokrat
moderen melihat pendidikan sebagai cara untuk mengembangkan perubahan
teknis dan memberikan individu keterampilan yang perlu bagi kehidupan dalam
masyarakat teknologi maju. Di Amerika serikat, sejumlah orang memandang
pendidikan sebagai alat bagi reformasi sosial. Salah satu tokohnya, John Dewey.
Dewey memandang pendidikan sebagai alat bagi perubahan baik kemanusian
dan sosial. Aliran filsafat pragmativisme yang menjadi pemikiran Dewey
dihubungkan dengan penolakan terhadap hal-hal yang absolut dan menerima
hal-hal yang bersifat relatif saja. Selain Plato Seorang filsuf dan pendidik
terkemuka yang mendukung filsafat pendidikan reconstructionism sosial adalah
Theodore Brameld. Selama bertahun-tahun mengajar, ia terus ide-ide penelitian
rekonstruksionisme nya dengan menerapkan mereka ke dalam pengaturan
sekolah di Floodwood High School di Minnesota. Dalam proyek ini, ia bekerja
dengan administrator untuk mengembangkan program pendidikan bagi junior
dan senior yang melibatkan belajar dengan berpikir kritis. Dia mencoba
meyakinkan para siswa dan guru bahwa isu-isu kontroversial dan masalah
harus memainkan peran besar dalam pendidikan. Tidak masalah dianggap off-
batas bagi siswa untuk membahas dan menganalisis. Dia benar-benar baik-baik
saja dengan argumennya baik di dalam maupun di luar kelas. Selama karirnya
yang panjang sebagai seorang filsuf dan pendidik, Brameld diadakan ceramah di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ia menjadi penulis lebih dari selusin
buku yang berkaitan dengan filosofi reconstructionisme.

D. Teori Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme

Teori Perenialisme

Perenialisme berasal dari kata perennial diartikan sebagai continuing


throughout the whole year atau lasting for e very long time, yakni abadi atau
kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. (SIREGAR, 2016)
38
 Perenialisme adalah bahwa dalam setiap agama dan tradisi-tradisi
esoteric, ada suatu pengetahuan dan pesan keagamaan yang sama-sama,
yang muncul melalui beragam nama dan bungkus dalam berbagai bentuk
dan simbol.
 Perenialisme adalah membantu peserta didik menemukan dan
meginternalisasikan kebenaran abadi, karena memang kebenarannya
mengandung sifat universal dan tetap.
 Perenialisme adalah berorientasi pada potensi dasar agar kebutuhan yang
ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi.
 Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada
abad ke-20, sebagai reaksi terhadap pendidikan progresivisme.
 Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada
abad kedua puluh. Dia lahir sebagi reaksi terhadap filsafat pendidikan
progressivisme yang menekankan pada jiwa perubahan, relativitas, dan
liberal. (Kaderi, 2017)
 Perenialisme merupakan aliran filsafat yang medasarkan pada kesatuan,
bukan mencerai-beraikan; menemukan persamaan-persamaan, bukan
membanding-bandingkan; serta memahami isi, bukan melihat luar atas
berbagai aliran dan pemikiran. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa
perenialisme merupakan filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan.

Menariknya lagi istilah filsafat perenial ini populer sekali dikalangan banyak
intelektual terutama yang peduli terhadap studi agama-agama dan filsafat.
Sehingga banyak kontribusi pemikiran para ahli tentang filsafat perenialisme ini.

Jadi filsafat Perennial pada dasarnya mengkaji sesuatu yang ada dan akan
selalu ada dan menawarkan pandangan alternatif agar manusia kembali kepada
akar-akar spiritualitas dirinya tanpa tenggelam dalam gemerlap kehidupan
materi yang sering kali membuat kita silau dan menimbulkan berbagai tindakan
yang tidak sesuai dengan kemanusiaan kita. Sehingga dengan kembali pada
pusat spiritulitas dirinya, manusia akan memiliki pandangan dunia holistic
tentang dirinya, tentang alam, dan tentang dunianya.

Teori Esensialisme

39
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok
besar, yaitu filsafat pendidikan “progresif yang didukung oleh filsafat
pragmatisme John Dewey, dan romantik naturalisme Roousseau dan filsafat
pendidikan “Konservatif” yang didasari oleh filsafat idealisme, realisme
humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,
perenialisme,dan sebagainya.

 Esensialisme adalah aliran filsafat pendidikan yang merupakan kombinasi


filsafat idealisme dan realisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing Aliran ini mendasarkan
pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat
manusia, di samping mendasarkan pada lingkungan sosial.
 Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada
mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend
progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa
pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan
moral di antara kaum muda. Menurut para esensialis, dalam dunia
pendidikan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menimbulkan
pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan
tidak menentu. Sehingga menyebabkan pendidikan kehilangan arah.
Dengan demikian pendidikan harus bersendikan pada nilai-nilai yang
dapat mendatangkan stabilitas yaitu nilai yang memiliki tata yang
jelas dan telah teruji oleh waktu. Prinsip esensialisme menghendaki
agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai yang esensial dan bersifat
menuntun.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa aliran filsafat esensialisme percaya


bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
mereka wariskan kepada kita hingga sekarang telah teruji oleh segala
zaman kondisi dan sejarah. Kebudayaan demikian ialah esensia yang mampu
pula mengemban hari kini masa depan dan umat manusia.

Pada dasarnya di dalam aliran esensialisme terdapat friksi-friksi. Friksi-friksi


tersebut diakibatkan oleh perbedaan filsafat yang dianut. Mereka berbeda
pandangan dalam melihat alam semesta dan nilai-nilai pendidikan. Akan tetapi,

40
mereka memiliki persamaan dalam empat prinsip pokok. Keempat hal yang
dimaksud adalah pertama. Belajar. Mereka sepakat bahwa belajar adalah
melibatkan kerja dan memaksa. Kedua, inisiatif dalam pendidikan berada pada
guru.Ketiga, Pusat proses pendidikan terletak mata pelajaran yang disesuaikan
dengan kondisi lingkungan social.Keempat, Sekolah harus melestarikan metode
disiplin tradisional yaitu mengajarkan konsep-konsep dasar, meskipun konsep
itu harus disesuaikan dengan tingkat intelektual dan psikologi anak.

Pengertian teori belajar menurut Asri Budiningsih (2012: 11) adalah


pemikiran yang menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel
yang menentukan hasil belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada
bagaimana seseorang belajar. Pendapat lainnyamendefinisikan teori belajar
adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan dalam
belajar/pendidikan (Tirtarahardja, 2005: 191).Menurut Syaiful Sagala (2007:
11), teori belajar adalah tinjauan tentang interaksi baik yang bersifat eksplisit
maupun implisit (tersembunyi).

Teori Rekonstruksionalisme

Rekonstruksionisme berarti kehidupan yang merancang dan baru. Dalam


konteks filsafat pendidikan, aliran reconstructivism merupakan suatu aliran
yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata
kebudayaan yang menjawab tantangan zaman modern. Aliran reconstructivism
pada dasarnya berangkat dari titik tolak yang sama dengan aliran perenialisme,
yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. (Siti, 2018)

Rekonstruksi berarti kehidupan yang merancang dan baru. Dalam konteks


filsafat pendidikan, aliran reconstructivism merupakan suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata kebudayaan
yang menjawab tantangan zaman modern. Aliran reconstructivism pada
dasarnya berangkat dari titik tolak yang sama dengan aliran perenialisme, yaitu
berawal dari krisis kebudayaan modern.

Muhammad Iqbal menuturkan bahwa pendidikan rekonstruksionisme


menginginkan pedidikan yang sesuai dengan watak manusia yakni suatu
pendidikan yang mengaksentuasikan aktivitasnya pada pemberian pengetahuan

41
kepada subjek didik melalui metode problem solving, suatu cara yang efektif
untuk melatih berpikir kreatif, kritis, dan inovatif.

 Aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak


tata susunan lama dan membangun tata hidup kebudayaan yang
menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern. Aliran
rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu hendak melampaui krisis kebudayaan modern. Kedua
aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang
bahwa zaman modern merupakan zaman yang tatanan sosialnya
terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.

Rekonstruksionisme timbul sebagai akibat dari pengamatan tokoh- tokoh


pendidikan terhadap masyarakat Amerika khususnya, dan masyarakat Barat
umumnya, yang menjelang periode tahun tiga puluhan mengalami goncangan
kebudayaan sebagai efek dari Great Depression. Keadaan riil masyarakat
modern ternyata tidak selaras dengan harapan ideal modernitas, yakni
terwujudnya kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan. Untuk mengembalikan
kondisi sosial menuju pada keadaan semula yang harmonis, pendidikan
diharapkan dapat berperan sebagai instrumen rekonstruksi masyarakat.
Artinya, bahwa tujuan pendidikan, kurikulum, metode, peranan guru dan
peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan hendaklah searah dengan situasi
dan kebutuhan masyarakat. Peserta didik dalam sekolah yang bercorak
rekonstruksionisme ini diarahkan untuk mampu beradaptasi dan berinteraksi
dengan masyarakat di mana ia tinggal. Jadi, orientasi pendidikannya adalah
masyarakat.

E. Pendapat Ahli Tentang Perenialisme, Esensialisme, dan


Rekonstruksionalisme

Perenialisme

Menurut AK Coomaraswarny filsafat Perenialisme dimaksudkan sebagai


pengetahuan yang selalu ada dan akan selalu ada, yang bersifat universal.
(Latifah , 2016)

42
Menurut Huxley, prinsip-prinsip dasar Filsafat Perennial dapat ditemukan di 2
antara legenda dan mitos kuno yang berkembang dalam masyarakat primitif di
seluruh penjuru dunia. Suatu versi dan kesamaan tertinggi dalam teologi-
teologi, dulu dan kini, ini pertama kali ditulis lebih dari dua puluh lima abad
yang lalu, dan sejak itu tema yang tak pernah bisa tuntas ini dibahas
terusmenerus, dari sudut pandang setiap tradisi gama.

Menurut Plato ilmu pengetahuan dan nilai sebagai manifestasi dari hukum
universal yang abadi dan ideal sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin
di capai bila ide itu menjadi tolak ukur yang memiliki asas normative dalam
semua aspek kehidupan. Maka tujuan utama pendidikan adalah membina
pemimpin yang sadar dan mepraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua
aspek kehidupan. (M.Pd.I, 2016)

Menurut psikologi Plato manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu
nafsu, kemauan dan akal. Ketiga potensi ini merupkan asas bagi bangunan
kepribadian dan watak manusia. Ketiga potensi itu akan tumbuh dan
berkembang melalui pendidikan, sehingga ketiganya berjalan secara berimbang
dan harmonis. Pendidikan dalam hal ini hendaklah berorientasi pada potensi
psikologis msyarakat, sehingga dapat mewujudkan pemebuhan kelas-kelas
sosial dalam masyarakat tersebut.

Menurut Aristoteles orientasi pendidikan ditujukan kepada kebahagiaan, melalui


pengembangan kemampuan-kemampuan kerohanian seperti emosi, kognisi
serta jasmaniah manusia.

Menurut Thomas Aquino bahwa tujuan pendidikan sebagai usaha untuk


merealisasikan kapasitas dalam tiap individu manusia sehingga menjadi
aktualitas. Out-put yang diharapkan menurut perenialisme adalah manusia
mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan
pengembangan disiplin mental.

Menurut Raghib al-Isfahani terdiri dari dua unsur, yakni tubuh dan jiwa. Bila
tubuh dapat dikenal dengan indra mata, maka jiwa hanya dapat dikenal dengan
akal. Jiwa itu sendiri sangat menentukan bagi tubuh. Selain dapat menciptakan
kehidupan, ia juga dapat menggerakkan tubuh untuk bekarja, merasa, berilmu
dan berfikir.

43
Esensialisme

Johan Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui
indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.

Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) mengatakan bahwa tujuan pendidikan


adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya
adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan
pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.

William T. Harris (1835-1909) tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya


realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke
kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang
turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.

George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) Mengemukakan adanya sintesa


antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang
menggunakan landasan spiritual.

Locke (1632 -1704) yang berpendapat bahwa pendidikan harus selalu dekat
dengan situasi dan kondisi, memiliki sekolah kerja untuk anak-anak miskin.

Rekonstruksionalisme

Imam Bernadib mengartikan rekonstruksionisme sebagai filsafat pendidikan


yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk
secara rekonstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan
perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Arthur K. Ellis menganggap rekonstruksionisme merupakan perkembangan dari


progresivisme dalam pendidikan yang kadang kala diartikan sebagai
rekonstruksi sosial. Pengikut aliran rekonstruksionisme, lanjutnya, pada
umumnya menganggap bahwa progresivisme hanya memerhatikan problematika
masyarakat pada saat itu saja (sedang dihadapi), padahal yang diperlukan di
abad kemajuan teknologi yang bergerak demikian cepat ini adalah upaya
rekonstruksi masyarakat dan penciptaan tatanan dunia baru secara
menyeluruh.

44
F. Konsep Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme

Perenialisme

Perkembangan konsep-konsep perenialisme banyak dipengaruhi oleh tokoh-


tokoh seperti Plato, Aritoteles, dan thomas Aquinas. Dalam pokok pikirannya,
Plato menguraikan ilmu pengetahuan dan nilai sebagai manifestasi dan hukum
universal yang abadi dan ideal. Sehingga, ketertiban sosial hanya akan mungkin
terwujud bila ide itu menjadi tolok ukur yang memiliki asas normatif dalam
semua aspek kehidupan. (A.H, 2020)

 Hakikat pendidikan

Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang education as cultur


regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan
keadaaan manusia sekarang seperti dalam masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
nilai-nilai kebenaran yang pasti ,absolut, dan abadi yang terdapat dalam
kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal diats, penganut perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip
pendidikan juga bersifat universal dan abadi.

 Hakikat Guru

Guru mempunyai peran yang dominan dalam penyelengaraan kegiatan belajar-


mengajar di dalam kelas.

Guru hendaknya adalah orang yang menguasai cabang ilmu, yang bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa dalam menyimpulkan
kebenaran, yang tepat ,tanpa cela , dan dipandang sebagai orang yang memiliki
otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan kehlianya tidak diragukan.

 Hakikat Murid

Murid dalam aliran perenialisme merupakan mahkluk yang di bimbing oleh


prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia
biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai
pada subyek didik. Mencangkup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, dan
sikap dan tindakan kritis, terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.

45
Esensialisme

Konsep dasar pendidikan esensialisme adalah bagaimana menyusun dan


menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah. Tujuan utama dari
program-program teresebut di antaranya 1) Sekolah-sekolah esensialis melatih
dan mendidik subjek didik untuk berkomunikasi dengan logis. 2) Sekolah-
sekolah mengajarkan dan melatih anak-anak secara aktif tentang nilai-nilai
kedisiplinan, kerja keras dan rasa hormat kepeda pihak yang berwenang atau
orang yang memiliki otoritas. 3) Sekolah-sekolah memprogramkan pendidikan
yang bersifat praktis dan memberi anak-anak pengajaran yang
mempersipkannya untuk hidup.

Berdasarkan konsep dasar tersebut, maka di antara tujuan pendidikan


esensialisme adalah:

Untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan


inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurum waktu yang lama serta
merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh
semua orang. Pengetahuan yang dimaksud adalah skill, sikap dan nilai-nilai
yang mamadai.

Untuk mempersiapkan manusia untuk hidup. Persiapan yang dimaksud adalah


bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa sehingga
hasilnya mampu mempersiapkan anak didik untuk menghadapi hidup di masa
yang akan datang.

Dalam mempersipkan subjek didik tersebut, tanpaknya sekolah hanya bertugas


bagaimana merancang sasaran tujuan pembelajaran, pelaksanaanya diperlukan
adanya kerja sama dengan unsure-unsur luar sekolah. Oleh karena itu, Kaum
esensialis menolak pandangan konstruktivisme yang berpandangan bahwa
sekolah harus menjadi lembaga yang aktif untuk melakukan perubahan social,
apalagi harus bertanggungjawab terhadap seluruh pendidikan generasi muda.
Sadulloh,( 2007: 161).

Rekonstruksionalisme

Aharianto menjelaskan pokok-pokok konsep rekonstruksionisme sebagai


berikut:

46
 Pendidikan harus menciptakan tatanan social yang baru sesuai dengan
nilai-nilai dan kondisi social yang baru.
 Masyarakat baru.
 Anak, sekolah, dan endidikan dipengaruhi oleh kekuatan social budaya.
 Guru meyakinkan murid tentang kebenaran dan memecahkan masalah
melalui rekonstruksi social secara demokratis.
 Memperbaharui tujuan dan cara-cara yang dipakai pendidikan
 Menurut Brameld (kneller,1971) konsep pendidikan rekonstruksionisme
ada 5 yaitu:
 Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka
menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya
kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi,
dan sosial masyarakat modern.
 Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana
sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
sendiri.
 Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
budaya dan sosial.
 Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara
bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis.
 Cara dan tujuan pendidikan harus dirubah kembali seluruhnya dengan
tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan
sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai dimana
manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
 Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang
dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.

47
BAB V

PANDANGAN FILSAFAT TENTANG MANUSIA, MASYARAKAT, PENDIDIKAN,


DAN NILAI

A. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia

Pandangan Filsafat Pancasila mengenai manusia yaitu haruslah sejajar dengan


sila-sila yang di kandung. Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat, bangsa dan negara Indonesia memandang bahwa
manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha
Mulia yang dianugerahi kemampuan atau potensi tumbuh dan berkembang,
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial.

Kedudukan manusia dihadapan Tuhan adalah sama dan sama-sama memiliki


harkat dan martabat sebagai manusia mulia. Paulus Wahana (dalam H.A.R
Taar. 2002:191) mengemukakan gambaran manusia Pancasila sebagai berikut:

 Manusia adalah makhluk monoplularitas yang memungkinkan manusia


itu dapat melaksanakan sila-sila yang tercantum didalam Pancasila.
 Sila pertama menunjukkan bahwa manusia perlu menyadari akan
kedudukannya sebagai ciptaan tuhan yang mahakuasa oleh sebab itu
harus mampu menentukan sikapnya terhadap hubungannya dengan
pencipta-Nya.
 Manusia adalah otonom dan memiliki harkat dan martabat yang luhur.
 Sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut akan
kesadaran kesadaran keluhuran harkat dan martabatnya yaitu dengan
menghargai akan martabat sesama manusia.
 Sila persatuan Indonesia berarti manusia adalah makhluk sosial yang
berada di dalam dunia Indonesia bersama-sama dengan manusia
Indonesia lainnya.
 Manusia haruslah hidup bersama, menghargai satu dengan yang lain dan
tetap membina rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh.
 Manusia adalah makhluk yang dinamis dan melakukan kegiatannya
bersama-sama dengan manusia Indonesia yang lain.

48
 Sila ke-4 atau sila demokrasi dituntut manusia Indonesia yang saling
menghargai, memiliki kebutuhan bersama di dalam menjalankan dan
mengembangkan kehidupannya.
 Dalam sila ke-5 manusia Indonesia dituntut saling memiliki kewajiban
menghargai orang lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi
peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik.

B. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Masyarakat

Nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai ciri kepribadian masyarakat


bangsa dan negara Indonesia. Hakikat rakyat Indonesia adalah pilar negara dan
yang berdaulat, segala sesuatu yang merupakan hak dalam hidup ,kemanusiaan
yang mencakup hubungan antara negara dengan warga negara, hubungan
negara dengan negara dan hubungan antar sesama warga negara yang
dinamakan adil (Surajiyo, 2008).

C. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Pendidikan

Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya masyarakat bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

D. Tujuan Pendidikan

Berdasarkan pandangan Pancasila tentang hakikat realitas manusia,


pengetahuan dan hakikat nilai. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita
sadari secara betul sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya
untuk mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang berilmu saja bukan hanya untuk keterampilan kerja saja, dan sebagainya;
melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta.

49
E. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Nilai

Menurut kaelan pada tahun 2000 dalam surat jiwa 2008 menjelaskan bahwa
Pancasila merupakan suatu kesatuan dari sila silanya harus merupakan
sumber, nilai kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Isi dan nilai kandungan Pancasila sebagai berikut:

 Ketuhanan yang maha esa

Bangsa Indonesia menyatakan kepercayanya dan ketaqwannya kepada Tuhan


Yang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

 Kemanusiaan yang adil dan beradab

Mengakui dan memperlakukan manusia sesuni dengan harkat dan martabatnya


sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa .Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban setiap manusia, tampa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit
dan sebagainya.

 Persatuan Indonesia

Sanggup dan rela berkorban umtuk kepetingan negara dan bangsa apabila
diperlukan. Mengembngkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa serta
Mengembangkan rasa kehanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan

Perwakilan sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia


Indonesia manpunyai hak dan kewajiban yang sama kedudukannya, tidak boleh
memaksakan kehendak, mengutumakan musyawarah dalam mengammbil
keputusan untuk kepentingan.

 Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegotongroyongan dam mengembangkan sikap adil terhadap
sesama.

50
BAB VI

PANDANGAN FILSAFAT PANCASILA TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN


NASIONAL

a. Pengertian Filsafat Pancasila

Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal
dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, bersumber dari dua akar kata Philos
(cinta), dan Sophos (kebijaksanaa, pengetahuan, keterampilan, pengalaman).
Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love
of wisdom). Sedangkan dalam bahasa Arab orang filosof disebut dengan failasuf
(Amsal Bakhtiar, 2013). Bila merujuk definisi filsafat menurut para tokoh-tokoh
filsafat seperti: Pertama, Plato (427-347 SM) menjelaskan bahwa filsafat adalah
pengetahuan segala yang ada. Kedua, Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan
murid Plato menyakan filsafat adalah proses penyelidikan atas segala benda.

Terkait dengan Pancasila, Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup sudah


tentu memiliki nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalamnya, dan bahkan
Pancasila telah memiliki ilmu pengetahuan. Secara filsafati, Pancasila
merupakan sistem nilai-nilai ideologis yang berderajat. Artinya di dalamnya
terkandung nilai luhur, nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis, dan nilai
teknis. Agar ia dapat menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia yang lestari
tetapi juga dinamis berkembang, nilai luhur dan nilai dasarnya harus dapat
bersifat tetap, sementara nilai instrumentalnya harus semakin dapat direformasi
dengan perkembangan tuntutan zaman. Di samping itu, Pancasila mampu
dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
(science of knowledge) yang dalam karya-karya berikutnya ditunjukkan segisegi
ontologik, epistemologi, dan aksiologinya sebagai raison d‟etre bagi Pancasila
sebagai suatu faham atau aliran filsafati (Wibisono, 1995:126).

Pancasila merupakan sebuah pandangan dunia atau world view yang juga dapat
ditanamkan nilai-nilai filsafat. Pancasila adalah filsafat bangsa yang
sesungguhnya berhimpit dengan jiwa bangsa. Di sini yang muncul adalah
kapasitas pengetahuan bangsa, misalnya yang berkaitan dengan hakikat
kenyataan dan kebenaran. Hakikat kenyataan dan kebenaran serta nilai-nilai
filsafat tersebut sebenarnya adalah bagian dari aspek ontologi, epistemologi dan

51
aksiologi yang harus dieksplorasi oleh filsafat ilmu dalam upaya
mengembangkan Pancasila.

Sebagai pandangan dunia atau filsafat, Pancasila merupakan acuan intelektual


kognitif bagi cara berpikir bangsa, yang dalam usaha keilmuan dapat terbangun
ke dalam sistem filsafat yang kredibel. Bahan materialnya adalah berbagai butir
dan ajaran kebijaksanaan dalam budaya etnik maupun agama. Penguasaan
ilmu pengetahuan di Indonesia harus berpedoman pada keilmuan Pancasila.
Pancasila berfungsi sebagai sudut pandang. Hal ini adalah konsekuensi logis
dari pendirian teleologis dalam ilmu. Ilmu pengetahuan tidak bebas nilai: ilmu
pengetahuan “masuk” ke dalam matriks Pancasila yang berbasis Ketuhanan
Yang Maha Esa dan berpuncak pada Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia (Sutrisno, 2006:74-75).

b. Peran Filsafat Pancasila Terhadap Pendidikan

Pancasila merupakan dasar pandangan hidup rakyat Indonesia yang di dalam


nya memuat lima dasar tentang bagaimana jati diri bangsa Indonesia. Sila-sila
nya menggambarkan tentang pedoman hidup berbangsa dan bernegara bagi
manusia Indonesia seluruhnya dan seutuhnya.

Suatu kelompok sosial baik sekelas bangsa menjadikan filsafat sebagai pedoman
dan cara pandang yang pandangan tersebut di hidupkan di berbagai aspek
sosial, tanpa terkeculali di bidang pendidikan, filsafat yang di kembangkan
haruslah sejalan dengan pemikiran orang-orang yang ada di kelompok sosial
tersebut agar tujuan yang di harapkan kelompok sosial tersebut bisa terwujud
tanpa mengalami kecacatan sedikit pun, sedangkan pendidikan merupakan
suatu langkah untuk menanamkan dan menerapkan nilai-nilai filsafat tersebut.

Peranan terhadap pendidikan Indonesia ialah:

Pancasila sebagai dasar negara yang mampu memberikan acuan untuk menjadi
manusia yang berkarakter dan bermoral tinggi sehingga pancasila di percaya
sebagai landasan teori untuk menghasilkan putra bangsa yang sebagaimana
mestinya sesuai dengan apa saja yang diharap di setiap nilai-nilai dari pancasila
tersebut. Dengan kata lain Pancasila mengharapkan agar putra-putri bangsa

52
menjadikan pancasila sebagai pandangan hidup, kalau lah hal ini tercapai maka
dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa kita .

Pancasila sebagai filsafat pendidikan haruslah di pahami bahwasanya Pancasila


memang betul-betul ruh nya bangsa Indonesia mengapa demikian karena atas
dasar pemahaman inilah Indonesia berjalan hingga saat ini, maka dari itu untuk
merealisasikan hal ini diciptakan lah suatu proses yang telah kita bahas tadi di
atas yaitu pendidikan

Pancasila menjadi sumber nilai untuk mengarahkan proses pendidikan yang


menyangkut secara jelas output pendidikannya agar mampu menghasilkan
manusia Indonesia yang dapat di idealkan sebagaimana yang di kehendaki ,
yakni manusia yang mampu mengenali potensi ke diriannya sehingga mampu
menjalankan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam semua aspek
atau dimensi kehidupannya.

c. Pandangan Fisafat Pancasila Terhadap Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan dilakukan oleh manusia melalui kegiatan pembelajaran. Dalam


praktik pendidikan yang universal banyak ditemukan beragam komunitas dari
manusia yang memberikan makna yang beragam dari pendidikan. Di Indonesia
pendidikan di tekankan pada penguasaan landasan terbentuknya masyarakat
meritorik, artinya memberikan waktu jam pelajaran yang luas dalam
penguasaan mata pelajaran tertentu.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang sengaja dan terencana untuk


membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfat bagi
kepentingan hidupnya sebagai individu dan sebagai warga masyarakat.
Pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai
keberhasilan dalam perkembangan anak. Dalam sejarah pendidikan dapat
dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai perkembangan manusia dan
hasil pendidikan, seperti :

 Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung


pada pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidpnya. Pengalaman
itu diperolehnya di luar dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia
baginya, John Locke berpendapat bahwa anak yang dilahirkan di dunia

53
ini bagaikan kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa)
yang belum ada tulisan diatasnya.
 Nativisme, teori yang dianut oleh Schopenhauer yang berpendapat bahwa
bayi lahir dengan pembawan baik dan pembawan yang buruk. Dalam
hubungannya dengan pendidikan, ia berpendapat bahwa hasil akhir
pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperolehnya sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan
tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan berhubungan dengan
perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan
aliran Pesimisme dalam pendidikan, berhasil tidaknya perkembangan
anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang
dimilikinya.

Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa
yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa Indonesia yang
mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang
pendidikan berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila
dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila
pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari.
Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajarapabila dijiwai, didasari
dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia
diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan nasioanl yang
bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi
tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan
tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem
dari sistem negara Pnacasila. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam
membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan
kepribadian bangsa yang ada padaakhirnya menentukan eksistensi dan
martabat bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan
pancasila seyogyanya terbina secar optimal supaya terjamin tegaknya martabat
dan kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek
rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem pendidikan
nasioanal tanpa filsafat pendidikan.

54
Kesimpulan

Pancasila merupakan dasar pandangan hidup rakyat indonesia yang di


dalamnya memuat lima dasar yang didalam isinya merupakan jati diri bangsa
Indonesia. Sila-sila dalam pancasila menggambarkan tentang pedoman hidup
berbangsa dan bernegara bagi manusia Indonesia seluruhnya dan seutuhnya.
Pancasila adalah falsafah yang merupakan pedoman berperilaku bagi bangsa
indonesia yang sesuai dengan kultur kita bangsa indonesia. Dan dengan
memperhatikan pengertian dan penjelasan atau batas-batas yang di jelaskan di
atas yang memang pada sebenarnya masih banyak lagi yang belum di
cantumkan, dapat di ambil kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu yang da secara mendalam sampai pada
hakikatnya dengan menggunakan akal atau pikiran. Dan pandangan filsafat
pancasila sangantlah menjadi landasan bagi sistem pendidikan nasional di
Indonesia. Dalam arti pendidikan indonesia berdasar akan pancasial.

Saran

Menurut pendapat kami pandangan pancasila terhadap sistem


pendidikan nasional haruslah tetap di jaga, karena pancasila merupakan dasar
yang teguh dalam menjalankan pendidikan di Indonesia. Dengan melestarikan
pendidikan di Indonesia maka pola pikir masayarakat Indonesia semakin maju
serta cara kerja Indonesai juga akan semakin berkembang

55
BAB VII

HAKIKAT PENDIDIKAN

Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang


berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah
segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Pendidikan
adalahsuatu proses interaksi manusiawi antara pendidikan dengan subjek didik
untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu berlangsung dalam lingkungan
tertentu dengan menggunakan bermacam-macam tindakan yang disebut alat
pendidikan. Istilah pendidikan adalah berasal dari Bahasa Yunani “paedagogie”
yang akar katanya “pais” berarti anak dan “again” berarti bimbingan. Jadi
“paedagogie” berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam Bahasa
Inggris pendidikan diterjemahkan menjadi “Education”. Education berasal dari
Bahasa yunani “educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam
jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.

Menurut para ahli, pendidikan didefinisikan sebagai berikut:

1. Langeveld, adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda, yang


pendidikannya berorientasi ke Eropa dan lebih menekankan kepada teori-teori
(ilmu). Dapat dikenal dari bukunya yaitu Sistematis. Menurut ahli pendidikan
ini adalah: “bimbingan atau pertolongan yang diberikan orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaanya dengan tujuan agar anak
cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan
bantuan orang lain”.

2. Jhon Dewey, seorang ahli filsafat pendidkan dari Amerika. Mengartikan


pendidkan sabagai berikut: “proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama
manusia”.

Ki Hajar Dewantara, Sebagai Tokoh Pendidikan Nasional, pengertian pendidikan


sebagai berikut: “pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan,batin,karakter), pikiran (intelek dan
tubuh anak), dalam siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu
supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan
anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya”.

56
GBHN ( Tap MPR No.II/MPR/1988 ), menyatakan bahwa “pendidikan pada
hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dengan
kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan dalam lingkungan keluarga,sekolah,dan masyarakat. Karena itu
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga,masyarakat,dan pemerintah”.

Undang-undang Sistem pendidikan Nasional ( UUSPN ) No. 20 tahun 2003 Bab


I, pasal 1, menggariskan pengertian: “pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri,kepribadian,kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara”.

Hakikat pendidikan tidak akan terlepas dari hakikat manusia, sebab urusan
utama pendidikan adalah manusia. Beberapa asumsi dasar yang berkenaan
dengan hakikat pendidikan tersebut dinyatakan oleh Raka Joni, sebagai berikut:

1. Pendidikan merupakan proses interaksi manusia yang ditandai oleh


keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan tenaga didik atau guru.

2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi


lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat.

3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.

4. Pendidikan berlangsung seumur hidup.

5. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu


pengetahuan dan teknologi dalam pembentukan manusia seutuhnya.

Pada dasarnya pendidikan harus dilihat sebagai proses dan sekaligus sebagai
tujuan. Pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat mempunyai
arti penting baik bagi individu maupun masyarakat. Sebab antara masyarakat
dan invidu saling berkaitan

A. Pengertian Ilmu Pendidikan

57
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang di usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan: Proses, cara, pembuatan
mendidik.

Ilmu pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni Ilmu dan pendidikan
yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka disebutkan, bahwa ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
dibidang ( pengetahuan) itu. SedangkanEndang Saifuddin Anshari,
mengemukakan bahwa Ilmu berasal dari kata bahasa Arab “Alima” yang
memiliki pengetian “Tahu” dan dalam bahasa Inggris dan Prancis disebut
dengan “Science”, dalam bahasa Jerman “Wissenscaft” dan dalam bahasa
Belanda “Wetenschap”. Yang kesemuanya memuliki arti “tahu”.

Science” berasal dari “scio,scire ( bahasa Latin ) yang berati “tahu”. Jadi, baik
“ilmu” maupun “science” secara etimologis berarti “pengetahuan”. Namun,
secara terminologis “ilmu” dan “science” itu semacam pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas. Jadi, ilmu adalah
semacam pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, dan syarat tertentu, yaitu
sistematik, raisonal, empiris, umum, dan kumulatif.Sedangkan pendidikan telah
dikemukakan didalam pembahasan dalam uraian “Hakikat Pendidikan” diatas.
Pendidikan itu adalah suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, dan sebagai
usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.
Atau juga bisa diartikan suatu usaha yang dilakukan orang dewasa dalam
situasi pergaulan dengan anak-anak melalui proses perubahan yang dialami
anak-anak dalam bentuk pembelajaran atau pelatihan dan perubahan itu
meliputi pemikiran ( kognitif ), perasaan ( afektif ) dan keterampilan (
psikomotorik ). Jadi, Ilmu Pendidikan dapat diartikan suatu kumpulan
pengetahuan atau konsep yang tersusun secara sistematis dan mempunyai
metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik atau suatu proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka
mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.

58
B. Perbedaan Antar Pendidikan dan Ilmu Pendidikan

Jadi perbedaan antar pendidikan dan ilmu pendidikan terletak pada:

 Teori yang lebih menitik beratkan pada ilmu pendidikan.


 Penerapan ilmu pendidikan sebagai teori dan sebagai ilmu praktis
 Pendidikan merupakan suatu pemikiran yang praktis dan membutuhkan
teori dalam menciptakan sistem pendidikan yang ideal.

Oleh sebab itu pendidikan harus berangkat dari filsafat yang khusus dan
condong membahas tentang pendidikan. Apalagi jika ada beberapa pertanyaan
radikal tentang pendidikan yang berhubungan dengan ilmu sosial dan alam.
Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya
merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang, menyikapi, serta
melaksanakan tugas.

Kesimpulan

Pendidikan merupakan suatu proses mentransfer ilmu yang pada umumnya


dilakukan melalui tiga cara yaitu: lisan, tulisan, dan perbuatan. Pada dasarnya
pendidikan erat hubungannta dengan ilmu karena objek utama dari pendidikan
adalah ilmu. Pada dasarnya, pendidikan dan ilmu pendidikan saling berkaitan
erat namun yang mebedakan hanya komponen yang ada didalamnya.

Saran

Pada umumnya pendidikan di Indonesia ini masih kurang pemahaman tentang


arti dari hakikat pendidikan. Karena tenaga ahli dalam pendidikan masih
kurang dan keinginan untuk memperoleh pendidikan masih minim. Pemerintah
diharapakan memeratakan pendidikan di negeri ini, karena tanpa adanya
pendidikan tidak akan menghasilkan masyarakat yang beradap dan berkarakter.
Terlebih lagi pada saat ini sistem pendidikan di Indonesia belum siap untuk
menghasilkan kurikulum yang tetap dan bisa digunakan secara terus menerus.
Bisa di ambil contoh seperti kurukulum 2013 yang kebijakannya sering kali
membuat pro dan kontra di masyarakat.

59
BAB VIII

HAKIKAT MANUSIA

A. SIFAT HAKIKAT MANUSIA


1. Pengertian Hakikat Manusia

Pengertian Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:3-4) sifat hakikat


manusia adalah ciri-ciri karakteristik, yang prinsipiil, yang membedakan
manusia dari hewan. Ada berbagai ungkapan tentang manusia: Zoon Politicon
hewan yang bermasyarakat (Socrates)animal rational (hewan yang berpikir),
animal simbolocum (binatang yang memahami lambang-lambang), homofaber
(manusia yang menciptakan alat- alat), homo educandun (manusia yang
terdidik), homo politicus (manusia yang berpolitik), homo economicus(manusia
ekonomik), Das Kranke Tier= hewan yarg sakit (Max Scheller), hewan yang
bermoral, dan lain-lain. Ungkapan yang mengibaratkan manusia dengan hewan
tidaklah tepat; seolah-olah manusia dan hewan tidak berbeda secara hakiki
(gradual saja). Ingat, teori evolusi Charles Darwin yang mengatakan manusia
berasal dari primal (kera) tidak terbukti (ada: the missing link, rantai yang
terputus) Dengan demikian ada suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan.
Jelasnya, tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia
muncul sebagai bentuk ubah dari primat atau kera melalui proses evolusi yang
bersifat gradual.

2. Wujud hakikat manusia

Wujud hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan adalah: kemampuan
menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, memiliki moral,
kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan (kemerdekaan), menyadari hak
dan kewajiban, dan kemampuan menghayati kebahagiaan (Kusdaryani,2009).
Berikut ini penjelasan ringkasnya :

a. Kemampuan menyadari diri Manusia menyadari tentang "aku" yang


membedakan (mengambil jarak) dari engkau" (aku-aku lain, bukan aku; ia,
mereka) dan lingkungannya. Kemampuan mengambil jarak tersebut, ke luar
menganggap di luar akunya sebagai objek, menimbulkan egoisme; dan ke
dalam, menganggap di luar akunya sebagai subjek, menimbulkan
60
pengabdian, pengorbanan, tenggang rasa (aku keluar dari dirinva dan
menempatkan aku pada diri orang lain). Manusia juga dianugerahi
kemampuan mengambiljarak dari dirinya sendiri (sebagai subjek sekaligus
objek meng-Aku). Implikasi dalam pendidikan:(1) Pendidikan hendaknya
mengembangkan secara seimbang antara aku (egois, individualitas) dan
sosialitas; antara subjek dan objek, (2) hendaknya mengembangkan “meng-
Aku” (Drijarkara, 1978:138) pada peserta didik dan kemampuan mendidik
diri sendiri = self forming.
b. Kemampuan bereksistensi Manusia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu,
yang disebut kemampuan bereksistensi. Manusia bukan "ber-ada"
melainkan "meng-ada" atau "bereksistensi". Implikasi dalam pendidikan:
Peserta didik diajar untuk belajar: dari pengalaman, mengantisipasi sesuatu
keadaan/peristiwa, melihat prospek masa depan, mengembangkan daya
imajinasi kreatif.
c. Kata hati (Concience of man) Kata hati sering disebut dengan istilah hati
nurani, pelita hati, suara hati, lubuk hati adalah kemampuan memahami
apa yang telah, sedang, dan akan terjadi serta akibat bagi dirinya, yang
memberikan penerangan tentang baik- buruknya tindakan sebagai manusia.
Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan yang baik/benar
secara cerdas; menjadi petunjuk moral/perbuatan (Tirtarahardja dan La
Sulo, 2005:6). Implikasi dalam pendidikan: Pendidikan (kata hati) bertugas
mempertajam kata hati dengan melatih akal budi, kecerdasan, dan
kepekaan emosi; bertujuan memiliki keberanian moral (berbuat)
berdasarsuara hatinya.
d. Memiliki moral Moral adalah norma (ukuran) tentang baik-buruknya
tindakan; filsafat moral disebut etika, yang tidak identik dengan etiket
(sopan santun). Moral terkait erat (sinkron, sesuai) dengan kata hati. Orang
yang moralnya tidak sesuai dengan kata hatinya = bermoral rendah (asor),
tidak bermoral. Ingat, orang yang etiketnya (sopan-santunnya) tinggi
(penipu) belum tentu bermoral tinggi. Itulah sebabnya pendidikan moral juga
sering disebut pendidikan kemauan yang oleh (Langeveld 1955:28)
dinamakan De opvoedeling omzichzelfs wil. Tentu saja yang dimaksud
adalah kemauan yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Implikasi
dalam pendidikan: perlu dikembangkan pendidikan moral (pendidikar nilai).
e. Tanggung jawab Tanggung jawab dapat terhadap: diri sendiri (tuntutan hati
nurani) sesamanya (tuntutan masyarakat, norma social), dan Tuhan

61
(tuntutan norma agama). Tanggung jawab terkait dengan tindakan moral
dan suara hati, berdasar kodrat manusia. Tanggung jawab menjadi hilang
bila tindakan yang dilakukan bukan karena keputusan moral sesuai suara
hatinya (dipaksakan). Bertanggung jawab berarti sadar dan rela menerima
akibat dari tindakannya sesuai tuntutan hati nurani, norma sosial, norma
agama. Implikasi pedagogis: perlu pendidikan nilai sebagai pribadi dan
aiggota masyarakat.
f. Kebebasan /kemerdekaan Kebebasan tidak terlepas dari tuntutan kodrat
manusia (hati nurani, moral), artinya: bebas untuk bertindak sejauh tidak
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia (bebas dalam keterikatan).
Kebebasan yang tidak sesuai dengan tuntutan kodrat manusia
sesungguhnya tidak bebas, karena terikat oleh akibatnya yang tidak
menyenangkan. Sebaliknya, keterikatan yang sesuai dengan moral, suara
hati, dan kodrat manusia bukanlah suatu keterikatan. Implikasi pedagogis:
Perlunya pendidikan nilai umtuk menginternalisasi (menyaturagakan,
pembatinan) nilai-nilai, aturan-aturan, ke dalam dirinya, hingga dirasakan
sebagai miliknya.
g. Hak dan kewajiban Dalam realitas hidup sehari-hari, umumnya hak
diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban
dipandang sebagai suatu beban. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Benarkah
kewajiban menjadi beban manusia? Ternyata bukan beban, melainkan
keniscayaan (Drijarkara, 1969:24- 27). Mengingkari kewajiban berarti
mengingkari kemanusiannya. Memenuhi kewajiban merupakan keluhuran,
bermartabat sebagai mamusia. Kewajiban bukan keterikatan melainkan
keniscayaan. Namun demikian, hak dan kewajiban dapat menjadi relative,
sesuai dengan kondisi dani situasinya. Hak bersifat netral, tidak harus
dituntut, bahkan juga yang terkait dengan hak asasi sekalipun. Hak dan
kewajiban harus dilaksanakan berdasar keadilan. Implikasi pedagogis: (1)
Pendidikan bertugas mengembangkan rasa wajib hingga dihayati sebagai
keniscayaan, yang dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin, dan (2)
kedisiplinan dan rasa tanggung jawab hendaknya ditanamkan sejak anak
usia dini melalui pembiasaan (habit forming). Ada empat aspek disiplin,
yaitu: (1) disiplin rasional, yang pelanggarannya menimbulkan rasa salah,
(2) disiplin sosial, yang pelanggarannya menimbulkan rasa malu, (3) disiplin
afektif, yang pelanggarannya menimbulkan rasa gelisah, dan (4) disiplin
agama, yang pelanggarannya menimbulkan rasa berdosa.

62
h.Kemampuan menghayati kebahagiaan Kebahagiaan dapat dirasakan, tetapi
sulit dirasionalkan. Kebahagiaan merupakan integrasi dari kesenangan,
kegembiraan, kepuasan, pengalaman pahit dan penderitaan. Kebahagian
mencakup dua aspek, yaitu usaha dan takdir Tuhan, dan dapat
ditingkatkan. Kebahagiaan terletak pada kesanggupan menghayati
pengalaman senang-tidak senang secara keheningan jiwa, sebagai realita
hidup, dan penyerahan total kepada Sang Pencipta. Implikasi pedagogis: (1)
pendidikan bertugas meningkatkan kemampuan berusaha dan menghayati
hasil usaha dalam kaitaninya dengan takdir, (2) perlunya pendidikan
keagamaan sebagai wahana mencapai kebahagiaan, yang intinya ada pada
pendidikan keluarga.

B. DIMENSI HAKIKAT MANUSIA


1. Beberapa aliran tentang dimensi hakikat manusia

Ada beberapa sudut pandang dalam melihat dimensi hakikat manusia. Masing-
masing sudut pandang menimbulkan aliran, yaitu: monisme, spiritualisme,
materialisme, atomisme, dualisme, pluralisme, dan evolusionisme. Berikut
penjelasannya. Monisme (mono =satu, isme -= paham, aliran), ialah aliran yang
berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari satu asas saja. Dalam kaitannya
dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa pada hakikatnya
manusia berasal dari satu asas saja. Tentang asas yang satu itu menimbulkan
beberapa aliran, yaitu: spiritualisme, materialisme, dan atomisme. Spiritualisme
(spirit =jiwa), berpendapat bahwa manusia berasal dari satu asas, yaitu jiwa.
Materialisime (materi = benda), berpendapat bahwa hakikat manusia berasal
dari satu asas, yaitu materi (kebendaan, tubuh) saja. Atomisme |(atom = bagian
atau unsur dari materi), berpendapat bahwa hakikat manusia adalah satu asas,
yaitu atom (Syam, 1986:14- 19). Aliran monisme (spiritualisme, materialisme
dan atomisme) tersebut tidak dapat diterima oleh sementara ahli, maka timbul
aliran-aliran lain, yaitu: dualisme, pluralisme dan evolusionisme. Dualisme,
ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari dua asas, yang
masing-masing berdiri sendiri. Dalam kaitannya dengan hakikat manusia, aliran
ini berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua asas yang terpisah, tidak saling
terkait, yaitu jiwa ataurohani dan raga atau jasmani. Pendapat ini juga tidak
memuaskan, maka terjadi koreksi yang menimbulkan aliran baru, yaitu
monodualisme (dwitunggal). Aliran monodualisme, berpendapat bahwa hakikat

63
manusia terdiri atas dua asas yang saling berhubungan dan saling melengkapi.
Manusia adalah badan yang berjiwa (menjiwa) atau jiwa yang berbadan
(membadan); manusia adalah makhluk individu yang sosial atausosial yang
individual, manusia adalah makhlukmandiri yang tunduk pada kuasa Tuhan
(mengakui sebagai ciptaan Tuhan) atau makhluk ciptaan Tuhan yang mandiri;
manusia adalah makhluk biologis (bernafsu) yang bermoral. Pluralisme (plural =
jamak, banyak), ialah aliran yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal
dari banyak asas. Dalam kaitannya dengan hakikat manusia aliran ini
berpendapat bahwa manusia terdiri dari banyak asas yang tidak saling
berhubungan, misalnya kognitif (akal, rasio, pikiran,), afektif (perasaan = emosi,
sikap = konasi, keinginan, kehendak), psikomotorik (kecakapan, tindakan).
Aliran ini pun mendapat tanggapan dan koreksi hingga timbul aliran baru, yaitu
monopluralisme (sarwatunggal). Monopluralisme, berpendapatbahwa hakikat
manusia terdiri dari banyak asas yang saling terkait dan saling melengkapi.
Manusia adalah makluk yang berakal, berperasaan.dan berkehendak sekaligus;
manusiaialalı makhluk cipta-rasa-karsa- karya. Evolusionisme (evolusi =
perubahan secara perlahan, sedikit demi sedikit, lambat laun, lawan dari
revolusi = perubahan cepat dan mendadak), ialah aliran yeng berpendapat
baltwa segala sesuau itu adalah hasil suatu perubahan secara lambat laun.
Dalam kaitannya dengan hakikat manusia, aliran ini berpendapat bahwa
manusia merupakan hasil evolusi dari tingkat yang lebih rendah menjadi tingkat
yang makin lebih tinggi; dari binatang tanpa sel, menjadi binatang satu sel,
banyak sel seperti ikan, ampibi, kera, dan akhirnya manusia. Dari kera ke
manusia terdapat rantai yang terputus (missing link). Yang termasuk kelompok
missing link itu adalah: Meganthropus Palaeo Javanicus (mega = besar,
anthropus= manusia, palaeo = tua, Javanicus= manusia Jawa). Pithecanthropus
Erectus (phitecos= kera), anthropos= manusia, erectus= = tegak; jadi: manusia
kera yang berjalan tegak), Sinanthropus Pekinensis (sina = cina, anthropus =
manusia, Pekin=Peking; jadi: manusia cina dari Peking), Homo Neandertalensis
(manusia Neandertal).

2. Beberapa pilihan tentang dimensi hakikat manusia

Sebagaimana tersirat dalam paparan di depan, bahwatidak semua aliran tentang


hakikat manusia tersebut dapat diterima. Pilihan terhadap aliran-aliran tersebut

64
di atas mempunyai implikasi dalam kaitarınya dengan upaya pendidikan.
Berikut ini penjelasan ringkasnya.

a. Hakikat manusia jiwa-raga (jasmani-rohani) Menurut kodratnya, manusia


terdiri atas jiwa dan raga, rohani dan jasmani yang saling berhubungan,
saling melengkapi, tidak terpisahkan, bahkan, merupakan; maka juga
disebut dengan monodualisme atau dwitunggal. Paham ini mengoreksi
pendapat aliran monisme yang berpendapat bahwa hakikat manusia
adalah jiwa dan raga tetapi tidak saling berhubungan. Baik monisme
maupun dualisme tidak dapat diterima. Implikasi pedagogisnya,
pendidikan hendaknya mengembangkan kedua- duanya, baik aspek
kejiwaan (akal, rasa, sikap, dan kehendak) maupun aspek keragaan
(keterampilan jasmani).
b. Hakikat manusia individu dan sosial Manusia memiliki sifat individu dan
sosial. Pada hakikatnya tidak ada orang yang murni individualistik,
artinya hanya memperhatikan kepentingan dirinya sendiri, dan sama
sekali tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Sebaliknya juga
tidak ada orang yang murni bersifat sosialistik (altruistik), artinya hanya
memperhatikan kepentingan orang lain saja, sama sekali mengabaikan
kepentingan dirinya. Berikut ini masing-masing diuraikan lebih rinci.
1) Dimensi keindividualan Manusia bersifat unik (tidak ada duanya, tidak
ada taranya). Individualitas itu tercermin dalam kehendak, perasaan, cita-
cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda untuk
setiap manusia (orang-seorang). Tidak ada orang yang identik dengan
orang lain. Individualitas juga tercermin dalam kesanggupan manusia
untuk memikul tanggungjawab sendiri, bersifat mandiri. Implikasi
pedagogis:
a) Pendidikan membantu peserta didik untuk membentuk kepribadian
atau menemukan jati dirinya,
b) Pola pendidikan yang cocok adalah pendidikan demokratis, dengan
prinsip: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani, sedang pendidikan patologis (otoriter) perlu ditinggalkan.
2) Dimensi kesosialan Potensi sosial dimiliki manusia sejak lahir (Langeveld,
1955:54). Hal itu juga tercermin dalam ungkapan: Zoon politicon (hewan
yang bermasyarakat);Homo hominissocius (manusia adalah makhluk
sosial). Itu berarti bahwa setiap anak dikaruniai kemampuan untuk

65
bergaul, berkomunikasi, saling memberi dan menerima.Dorongan untuk
menerima dan memberi itu berubah menjadi kesadaran akan hak dan
kewajiban. Tidak ada orang yang mampu hidup wajar tanpa bantuan
orang lain. Manusia hanya menjadi manusia jika berada di antara
manusia (Immanuel Kant). Orang hanya mampu mengembangkan
individualitasnya di dalam pergaulan sosial. Anak yang sejak kecil diasuh
oleh serigala, maka bertingkah seperti serigala. Implikasi pedagogis
pendidikan memerlukan lingkungan hidup sosial yang sehat. c. Hakikat
manusia makhluk Tuhan Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah
manusia yang susila dan religius (keagamaan). Keduanya harus
mendapatkan perhatian di dalam upaya-upaya pendidikan. 1) Dimensi
kesusilaan Susila dapat diartikan sebagai kepantasan atau
kebaikan.Kesusilaan terkait dengan etiket (sopan saritun) maupun etika
(moral), walaupun perlu diwaspadai bahwa orang yang sopan-santun
(etiket baik) tidak selalu beretika (moral) baik. Manusia susila adalah yang
memiliki nilai-nilai, meghayati dan mengamalkan nilai-nilal tersebut
dalam perbuatan (Drijarkara, 1969: 37). Dibedakan adanya tiga nilai,
yaitu: (a) nilai otonom, bersifat individual menurut pendapat seseorang, (b)
nilai heteronom, bersifat kolektif, menurut kelompok, dan (c) nilai
keagamaan (theonom), yang bersumber dari Tuhan. Manusia susila
mencakup aspek kognitif (penalaran, pemahaman), afektif (perasaan atau
emosional; konatif atau sikap dan kehendak), dan psikomotorik (tindakan
atau melakukannya). Implikasi pedagogisnya: perlu penanaman kesadaran
dan kesediaan melakukan kewajiban disamping menerima haknya. 2)
Dimensi keagamaan Pada dasarnya manusia bersifat religius, percaya
adanya Tuhan (dalam berbagai bentuknya), bahkan sebelum ada agama.
Implikasi pedagogis: (a) perlu adanya pendidikan agama utamanya pada
keluarga: pendidikan agama yang diberikan secara massal kurang baik, (b)
sekolah berguna bagi pengembangan dan pengkajian lebih lanjut
pendidikan agama yang telah diberikan oleh orangtua/keluarga, (c)
pendidikan agama hendaknya dilaksanakan dalam pendidikan formal dan
non-formal maupun informal.

C. PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

66
Berbagai dimensi hakikat manusia (keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keagamaan) sebagaimana telah disebut di muka, dianugerahkan Tuhan sebagai
potensi (bakat, pembawaan, naluri), tidak dengan sendirinya menjadi
aktualisasi. Manusia tidak dapat berkembang berdasar nalurinya saja
sebagaimana hewan. Aktualisasi potensi manusia tersebut memerlukan proses,
sebagai fungsi atau jasa pendidikan. Melalui pendidikan, potensi dikembangkan
menjadi aktualisasi, status hewani dikembangkan menjadi manusiawi.
Pengembangan potensi menjadi aktualisasi dapat terjadi secara utuh atau
secara tidak utuh. Pengembangan potensi secara utuh disebut pendidikan yang
baik; sedang yang tidak secara utuh disebut "salah didik". Keutuhan
pengembangan potensi tergantung pada beberapa faktor, yaitu kualitas potensi
dan kualitas pendidikan serta faktor lingkungan. Pendidikan yang berhasil
adalah yang sanggup menghantar subjek didik menjadi dirinya sendiri sebagai
anggota masyarakat. Dilihat dari wujudnya, pengembangan secara utuh berarti
keseimbangan, keselarasan, dan keharmonisan antara: (1) dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keagamaan, (2) aspek kognitif,
afektif (emotif dan konatif), serta psikomotorik, (3) aspek jasmaniah dan
rohaniah. Dilihat arahnya, terjadilah pengembangan horizontal (sosial) dan
vertical (dalam kaitannya dengarn Tuhan), sebagai makhluk monodualis dan
monopluralis. Hal itu terwujud dalam terbentuknya manusia (Indonesia)
seutuhnya. Ketidak-serasian, keselarasan, dan keharmonisan pengembangan
potensi manusia sebagaimana tersebut di atas (terjadi dominasi salah satu
aspek, terabaikannya aspek yang lain), disebut pengembangan yang tidak utuh
atau "salah didik", atau patologis. Hal itu dapat terwujud dalam bentuk
kepribadian yang tidak mantap, pincang. kurang kedewasaan.

D. TEORI HAKIKAT MANUSIA

Ada empat teori atau pandangan tentang hakikat manusia, yaitu pandangan:
kelompok psikoanalitik, kelompok humanistik, Martin Buber, dan kelompok
behavioristik.

1. Pandangan Psikoanalitik Kaum psikoanalisis berpendapat bahwa


manusia digerakkan, dikontrol dorongan-dorongan instrinsik (dari dalam
dirinya, tenaga dalam), untuk memuaskan biologisnya. Freud
mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu terdiri dari tiga

67
komponen, yaitu: Id, Ego, dan Superego (Suryabrata, 2005:124-125). Id
meliputi berbagai instink; yang paling penting adalah instink seksual dan
instink agresi. Id berfungsi mendorong individu untuk memuaskan
kebutuhan dirinya setian saat sepanjang hidupnya. Dorongan Id tersebut
harus berhadapan dengan lingkungan dan harus mampu menerobos
ligkungan bila ingin berhasil. Untuk itu muncul Ego yaitu fungsi
kepribadian yang menjembatani Id dengan dunia di luar individu.
Interaksi antara individu dan lingkungannya (aturan, perintah, larangan,
ganjaran, hukuman nilai, moral, adat, tradisi) menimbulkan fungsi ketiga,
yaitu Superego. Dalam individu bertingkah laku, berfungsilah Id sebagai
penggerak, Ego sebagai pengatur dan pengarah, dan Superego sebagai
pengawas atau pengontrol. Superego mengontrol agar tingkah laku sesuai
dengan aturan, nilai, moral, dan tradisi. Individu yang didominasi oleh ld-
nya, tingkah lakunya menjadi impulsive; yang didominas oleh Superego-
Nya tingkahlakunya menjadi terlalu moralistik. Ego, berperan menjaga
agar individu tidak menjadi ekstrem, tetapi berada di antara keduanya.
Pandangan psikoanalitik yang ditokohi oleh Freud itu telah berkembang
seabad yang lalu. Selanjutnya berkembang paham Neo-analitik (Analitik
baru). Panam ini berpendapat bahwa manusia hendaknya tidak secara
mudah saja dianggap sebagai binatang yang digerakkan oleh tenaga
dalam (innate energy) pada dirinya, melainkan juga memperhatikan
rangsangan dari lingkungannya. Ketika masih muda tingkah laku
didominasi oleh instink, tetapi makin dewasa lingkungan lebih
berpengaruh. Kaum Neo-analis masih mengakui peran Id, Ego, dan
Superego, tetapi lebi ditekankan pada peran Ego. Peran Ego bukan hanya
sebagai pengarah Id, melainkan bersifat rasional, bertanggungjawab atas
tingkahlaku intelektual dan social individu.
2. Pandangan Humanistik Rogers, tokoh humanistik, berpendapat bahwa
manusia itu memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan
positif, manusia itu rasional, tersosialisasikan, dan dalam beberapa hal
dapat menentukan nasibnya sendiri. Menurut Rogers, manusia pada
hakikatnya dalam proses menyadari menjadi (on becoming), tidak pernah
berhenti, tidak pernah selesai atau sempurna. Jadi, pandangan
humanistik menolak pandangan Freud bahwa manusia pada dasamya
tidak rasional, tidak tersosialisasikan, dan tidak memiliki kontrol
terhadap nasib dirinya (Suryabrata, 2005:247). Adler (humanis)

68
berpendapat bahwa manusia digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial
dan kebutuhan untuk mencapat sesuatu; bukan semata-mata untuk
memuaskan dirinya. Individu melibatkan dirinya dalam bentuk usaha
untuk mewujudkan diri sendiri, dalam membantu orang lain, dan dalam
membuat dunia menjadi lebih baik untuk dihuni (Suryabrata, 2005:185)
3. Pandangan Martin Buber Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat
dikatakan pada dasamya dosa dan dalam genggaman dosa, melainkan
manusia merupakan suatu keberadaan (eksistensi) yang berpotensi.
Potensi manusia itu terbatas secara faktual, bukan esensial.
Perkembangan manusia tidak dapat diramalkan, dan menjadi pusat
ketakterdugaan dunia. Manusia tidak pada dasarnya baik atau jahat,
tetapi mengandung kemungkinan secara kuat untuk baik atau jahat.
4. Pandangan Behavioristik Kaum behavioristik (Skinner) menganggap
bahwa manusia sepenuhnya makhiuk reaktif, yang tingkah lakunya
dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Lingkungan menjadi penentu
tunggal tingkah laku manusia. Manusia tidak pada dasarnya baik atau
jelek, tetapi netral; menjadi baik atau jelek tergantung lingkunganrnya.
Kepribadian manusia terbentuk dari hubungan individu dengan
lingkungannya, yang diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori
pembiasaan (conditioning) dan peniruan (Koswara 1991:69-77).
Pandangan behavioristik dikritik sebagai pandangan yang merendahkan
derajat manusia (dehumanisasi), karena mengingkari ciri-ciri penting
manusia seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta.
Skinner menjawab kritik itu, bahwa kemampuan manusia tersebut
sebenarnya terwujud dalam tingkah laku, yarng berkembangnya
dipengaruhi oleh lingkungannya. Dari empat teori atau pandangan
tentang hakikat manusia tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut: a. Manusia memiliki "tenaga dalam”, instink, yang menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan. b. Dalam diri manusia terdapat
fungsi yang bersifat rasional, yang bertanggungjawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial. c. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan
positif, mengatur dan mengontrol dirinya, dan menentukan nasibnya
sendiri d. Manusia pada hakikatnya dalam proses "menjadi" (on
becoming), terus berkembang, tidak pernah selesai, tidak pernah
sempurna. e. Manusia melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri membantu orang lain, dan membuat dunia

69
lebih nyaman ditempati. f. Manusia berpotensi terbatas, terwujud dalam
ketidakterdugaan. g. Manusia adalah makhluk Tuhan, memiliki
kemungkinan baik atau jahat. h. Lingkungan turut menentukan tingkah
laku manusia, dan tingkah laku itu merupakan kemampuan yang
dipelajari.

KESIMPULAN

Pengertian Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:3-4) sifat hakikat manusia


adalah ciri-ciri karakteristik, yang prinsipiil, yang membedakan manusia dari
hewan.Ada berbagai ungkapan tentang manusia: Zoon Politicon hewan yang
bermasyarakat (Socrates)animal rational (hewan yang berpikir), animal
simbolocum (binatang yang memahami lambang-lambang), homofaber (manusia
yang menciptakan alat- alat), homo educandun (manusia yang terdidik), homo
politicus (manusia yang berpolitik), homo economicus(manusia ekonomik), Das
Kranke Tier= hewan yarg sakit (Max Scheller), hewan yang bermoral, dan lain-
lain.

Wujud hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan adalah: kemampuan
menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, memiliki moral,
kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan (kemerdekaan), menyadari hak
dan kewajiban, dan kemampuan menghayati kebahagiaan (Kusdaryani,2009).

Implikasi dalam pendidikan:(1) Pendidikan hendaknya mengembangkan secara


seimbang antara aku (egois, individualitas) dan sosialitas; antara subjek dan
objek, (2) hendaknya mengembangkan “meng- Aku” (Drijarkara, 1978:138) pada
peserta didik dan kemampuan mendidik diri sendiri = self forming.

Implikasi pedagogis: (a) perlu adanya pendidikan agama utamanya pada


keluarga: pendidikan agama yang diberikan secara massal kurang baik, (b)
sekolah berguna bagi pengembangan dan pengkajian lebih lanjut pendidikan
agama yang telah diberikan oleh orangtua/keluarga, (c) pendidikan agama
hendaknya dilaksanakan dalam pendidikan formal dan non-formal maupun
informal.Dilihat dari wujudnya, pengembangan secara utuh berarti
keseimbangan, keselarasan, dan keharmonisan antara: (1) dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keagamaan, (2) aspek kognitif,

70
afektif (emotif dan konatif), serta psikomotorik, (3) aspek jasmaniah dan
rohaniah.

Pandangan Humanistik Rogers, tokoh humanistik, berpendapat bahwa manusia


itu memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan positif, manusia
itu rasional, tersosialisasikan, dan dalam beberapa hal dapat menentukan
nasibnya sendiri.

71
BAB IX

HAKIKAT MASYARAKAT PESERTA DIDIK, GURU PENDIDIK, DAN


PEMBELAJAR

A. HAKIKAT MASYARAKAT
1. Pengertian Masyarakat

Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab
yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut Society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang berinteraksi dan terjalin erat karena sistem tertentu,
tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama dan hidup bersama
dalam suatu hubungan sosia, dan masyarakat juga merupakan suatu
perwujudan kehidupan bersama manusia, atau suatu kelompok manusia yang
hidup bersama dalam suatu wilayah dengan tatacara berfikir dan bertindak
relatif.

Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas. Dalam


masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan
antar aksi. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau
medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu.

Di sisi lain Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) diartikan


sebagai sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau
semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu
yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari
kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama
lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok
orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Secara umum masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat


tinggal dalam suatu wilayah dan saling berinteraksi dengan sesama untuk
mencapai tujuan. Anggota masyarakat terdiri dari berbagai ragam pendidikan,
profesi, keahlian, suku, bangsa, agama, maupun lapisan sosial sehingga menjadi
masyarakat yang majemuk. Secara langsung dan tidak langsung setiap anggota

72
masyarakat tersebut telah menjalin komunikasi mengadakan kerja sama dan
saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan.

2. Pengertian Masyarakat Menurut Para Ahli

Peter I. Berger

Definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia


yang luas sifatnya.Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa
keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.

Marx

Masyarakat ialah keseluruhan hubungan - hubungan ekonomis, baik produksi


maupun konsumsi, yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi ekonomis,
yakni teknik dan karya.

Gillin & Gillin

Masyarakat adalah kelompok manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi,


sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Harold j. Laski

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama


untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama

Robert Maciver

Masyarakat adalah suatu sistim hubungan-hubungan yang ditertibkan (society


means a system of ordered relations).

Selo Soemardjan

Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan


kebudayaan.

3. Unsur-Unsur Masyarakat
 Kumpulan Orang

73
Didalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak atau angka yang pasti untuk
menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara
teoritis, angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama.

 Sudah terbentuk dengan lama.

Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati


seperti kursi, meja dsb. Karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan
timbul manusia-manusia baru.

 Sudah memiliki sistem dan struktur sosial terssendiri


 Memiliki kepercayaan (nilai), siap dan perilaku yang dimiliki bersama.
 Adanya kesinambungan dan pertahanan diri.
 Memiliki kebudayaan, sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat
satu dengan lainnya.

4. Teori-Teori tentang Masyarakat

Teori-teori tentang hakekat masyarakat yang berkembang dan dianut dunia


pada umumnya hingga dewasa ini adalah:

i. Teori Atomic

Pribadi manusia sebagai individu memiliki kebebasan, kemerdekaan dan


persamaan diantara manusia lainnya, karena didorong oleh kesadaran tertentu,
mereka secara sukarela membentuk masyarakat dan masyarakat dalam bentuk
yang formal ialah negara. Tiap-tiap pribadi sebagai individu adalah sederajat dan
didalam kebersamaan mereka itulah untuk tujuan tertentu terbentuk apa yang
dikenal sebagai masyarakat.

ii. Teori Organisme

Prinsip pelaksanaan pola-pola kehidupan di dalam masyarakat menurut teori


organisme ialah:

bahwa kekuasaan dan kehendak masyarakat sebagai lembaga monolistis dan


vertikal hak, kepentingan, keinginan, cita-cita dan kekuasaan individu, lembaga
masyarakat yang meliputi seluruh bangsa, secara nasional, bersifat totaliter,

74
pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara ideal, dan bukan manusia
sebagai individu ideal.

iii. Teori integralistik

Menurut teori ini meskipun masyarakat sebagai satu lembaga yang


mencerminkan kebersamaan sebagai satu totalitas, namun tak dapat diingkari
realita manusia sebagai pribadi. Sebaliknya manusia sebagai pribadi selalu ada
dan hidup didalam kebersamaan, didalam masyarakat.

iv. Hubungan Masyarakat dan Pendidikan

Hubungan masyarakat dan pendidikan sangat bersifat korelatif, masyarakat


maju karena pendidikan dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan
dalam masyarakat yang maju pula. Masyarakat harus secara aktif menetapkan
asas-asas pendidikan yang tersimpul didalam filsafat pendidikan masyarakat
(bangsa dan negara). Menurut Thompson, pendidikan berhubungan dengan
masalah manusia pribadi dan masyarakat, dan oleh beberapa ahli diberi
batasan sebagai proses penyesuain oleh pribadi untuk melaksanakan fungsinya
didalam masyarakat. Untuk pedoman pelaksanaan pendidikan termaktub
didalam undang-undnag pendidikan.

B. HAKIKAT DAN KEPRIBADIAN PESERTA DIDIK


1. Pengertian

Peserta didik merupakan „raw material‟ atau bisa disebut (bahan mentah) dalam
proses transmormasi didalam pendidikan. Peserta didik adalah mereka yang
mengikuti program pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan
tertentu, peserta didik ini juga mempunyai sebutan lain seperti murid, anak
didik, dan pelajar. Didalam peserta didik ada yang namanya murid dan
pendidik, Jadi kita akan mengenal lebih luas hakikat tentang murid dan
pendidik.

2. Kepribadian Peserta Didik

Kepribadian adalah suatu jumlah total kecenderungan bawaan dengan berbagai


pengaruh lingkungan serta pendidikan yang membentuk kondisi seseorang

75
mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan. Adapun kepribadian berasal dari
bahasa inggris personialityyang berasal dari bahasa latin pesona yaitu topeng
yang digunakan oleh aktor dalam suatu pertunjukan. Esyenck berpendapat sifat
kepribadian berasal dari keturunan atau semua tingkah laku dipelajari dari
lingkungan melalui interaksi fungsional yang mengorganisir perilaku sektor
kognetif, konatif, afektif dan sektor somative.

3. Etika dan Kebutuhan Peserta Didik

Etika adalah ilmu tentang apa saja yang baik dan buruk tentang hak dan
keajiban moral tatau akhlaq, yang dinilai benar atau salah dan dianut oleh
suatu golongan atau masyarakat. Didalam istilah lain dari sebuah perkataan
lahirlah lahirlah moralitas atau perkataan moral, karena terkadang istilah moral
sering digunakan untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang dinilai dari
tingkah laku atau perbuatan nyata. Dalam perkembanganya etika dapat dibagi
menjadi dua yaitu etika perangai dan etika moral, etika perangai disini ialah
adat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai watau atak manusia pada
waktu tertentu dan diakui atau disepakati berdasarkan hasil penelitian, salah
satu contohnya ialah berbusana adat, perkawinan dan pergaulan muda mudi.

4. Kebutuhan Peserta Didik

Semua hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing peserta didik adalah
kebutuhan mereka. Al qussy membagi kebutuhan manusia dalam dua
kebutuhan. Kebutuhan primer: kebutuhan jasmani dan kebutuhan sekunder
(kebutuhan rohani) Selanjutnya ia membagi lagi kebutuhan rohani pada enam
macam:

 Kebutuhan kasih sayang,


 Kebutuhan akan rasa aman,
 Kebutuhan akan harga diri,
 Kebutuhan akan rasa bebas,
 Kebutuhan akan sukses, dan
 Kebutuhan akan pembimbing.

C. HAKIKAT GURU ATAU PENDIDIK

76
Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa di dunia ini hanya ada dua
jabatan yaitu: jabatan guru dan jabatan non guru. Yang membedakan jabatan
keduanya adalah mengajar. Mengajar merupakan langkah seorang guru untuk
memandaikan bangsa tanpa memikirkan efek atau ruginya secara material-
personal, melainkan memikirkan bagaimana nistanya jika generasi selanjutnya
tidak lebih berkualitas dalam semua aspek kehidupan.

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
pada jalur pendidikan formal maupun non formal. Tugas utama itu akan efektif
jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dan
kompetensi, kemahiran dan kecakapan atau keterampilan yang memenuhi
standar mutu dan norma etik tertentu.

Guru sebagai tenaga profesional telah di persiapkan dengan sadar dan sengaja
untuk mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pembelajaran yang dilakukan terhadap peserta didik di sekolah. Profesi guru
merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan kemampuan dan
keterampilan khusus sesuai dengan bidangnya.

D. HAKIKAT PEMBELAJAR
1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata pembelajar adalah
orang yang membelajarkan. Arti lainnya dari pembelajar adalah pengajar.
Pembelajar berarti orang yang mempelajari atau selama ini akrab disebut
dengan siswa atau murid.

Tantangan menjadi seorang pembelajar adalah perasaan telah mengetahui


banyak hal dan merasa memiliki kemampuan melebihi orang lain. Egoisme
itulah yang membuat aku akan berhenti menjadi seorang pembelajar. Menjadi
seorang pembelajar sejati terutama belajar kepada setiap hal yang ditemui atau
terkhusus belajar kepada setiap orang yang ditemui adalah suatu nikmat yang
benar-benar nyata.

Tujuan pembelajaran merupakan arah yang ingin dituju dari rangkaian aktivitas
yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Hal ini biasanya dirumuskan dalam

77
bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur sesuai yang
diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran tertentu. Kehidupan ini merupakan suatu proses pembelajaran.

2. Pembelajaran dalam kehidupan Pendidikan

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan
pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Salah satu pengertian
pembelajararan dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu pembelajaran adalah
seperangkat peristiwa -peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung
beberapa proses belajar yang bersifat internal. Lebih lanjut, Gagne (1985)
mengemukakan teorinya lebih lengkap dengan mengatakan bahwa pembelajaran
dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang
sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan
proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar.

3. Metode pembentukan perilaku pada pembelajar

Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya


selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang
melakukan pembentukan perilaku.Pembentukan perilaku adalah secara
sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang
individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan. Terdapat empat cara
pembentukan perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman,
dan peniadaan.

Ada empat tahapan belajar manusia, yaitu:

1) Inkompetensi bawah sadar, yaitu tidak sadar bahwa ia tidak tahu.


2) Inkompetensi sadar, yaitu sadar bahwa ia tidak tahu.
3) Kompetensi sadar, yaitu sadar bahwa ia tahu.
4) Kompetensi bawah sadar, yaitu tidak sadar bahwa ia tahu.

78
Kesimpulan

Masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya


antar aksi warga masyarakat itu. Peserta didik adalah makhluk yang berada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-
masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. pendidik adalah orang yang
mendidik. Pembelajar adalah orang yang membelajarkan atau pengajar,
sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sinkronisasi dari keempat
defini tersebut adalah bahwa Pendidik tak mungkin melaksanakan pekerjaannya
secara efektif, jika ia tidak mengenal masyarakat seutuhnya dan secara lengkap.

Harus dipahami dengan baik tentang pola kehidupan, kebudayaan, minat dan
kebutuhan masyarakat, karena perkembangan sikap, minat, aspirasi anak
sangat banyak dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Ini berarti bahwa
dengan mengenal masyarakat, pendidik dapat mengenal peserta didik dan
menyesuaikan pelajarannya secara efektif. Pendidik sebaiknya turut aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang ada dalam masyarakat. Apabila hal ini dikerjakan maka
pendidik akan mendapat peluang yang baik untuk menjelaskan tentang keadaan
sekolah kepada masyarakat itu, sehingga mendorong masyarakat untuk turut
memikirkan kemajuan pendidikan anak-anak mereka.

Saran

Menurut kelompok kami, pada hakikatnya perkembangan dunia Pendidikan


tidaklah dapat tercapai tanpa sinergitas dari semua pihak, bukan hanya
pendidik atau peserta didik, melainkan harus diupayakan bersama-sama.

79
BAB X

LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PEMBELAJARAN


BERBASIS HYBRID AND BLANDED

A. PENGERTIAN LANDASAN PENDIDIKAN

Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu
landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik
tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat
terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan).
Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat
dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi.

Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari
sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua
dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.

Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau


lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai
tujuan pedidikan.Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa
pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan
pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).Studi pendidikan adalah
kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami
pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan


pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

B. MACAM-MACAM LANDASAN PENDIDIKAN


1. Landasan Filosofis.

Landasan Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau


hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti:
Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang
seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya.
80
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat
(falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari
bahasaYunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti
hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal,
menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi mengenai
kehidupan dan dunia. Konsepsi-konsepsi silosofis tentang kehidupan manusia
dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:

o Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan

o Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada dianatara


keduanya: Kawasannya seluas religi, namun lebih dekat dengan ilmu
pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan
akal manusia (Redja Mudyahardjo, et.al., 1992: 126-134.)

Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas


serta merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu.
Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:

Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu
pengetahuannya itu.

Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology
(tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang
indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu
sendiri), serta social dan politik (filsafat pemerintahan).

Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemology,


etika, dan estetika, metafisika dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap
pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian
tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat
dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain
tentang:

Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini, seperti yang
disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum, dan
sebagainya.

Masyarakat dan kebudayaannya.

81
Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi
tantangan; dan

Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat


pendidikan (Wayan Ardhana, 1986: Modul1/9).

Hasil-hasil kajian filsafat tersebut, utamnya tentang konsepsi manusia dan


dunianya, sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan. Beberapa aliran
filsafat yaitu sebagai berikut:

 Naturalisme
 Idealisme
 Pragmatisme

Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang


bisa ditangkap oleh panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini
biasa pula diberi nama yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan
konsepsinya tentang manusia dan dunianya.

Berbeda dengan aliran diatas, Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan


adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap kebenaran realitas
hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spiritual
atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai
sejati yang absolute dan abadi.

Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala


sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis; dengan kata lain, paham
ini menyatakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran
didasarkan pda kemanfaatan dari sesuatu itu harus benar. Atau ukuran
kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia
(Abu Hanifah, 1950: 136). John Dewey (dari Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992:
144), salah seorang tokoh pragmatisme, mengemukakan bahwa penerapan
konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:

Situasi tak tentu (indeterminate situation), yakni timbulnya situasi ketegangan


didalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.

Diagnosi, yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan factor penyebabnya.

82
Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkiarakan dapat mengatasi
masalah.

Pengujian hipotesis, yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan


membandingkan hasilnya serta implikasinya masing-masing jika dipraktekkan.

Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik


dilaksanakan.

Oleh karena itu, bagi paragtisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental
dan metode mengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah.
Pengaruh aliran paragtisme tersebut bahkan terwujud dalam gerakan
pendidikan progresif atau progresivisme sebagai bagian dari suatu gerakan
reformasi sosiopolitik pada akhir abad XIX dan awal abad XX di Amerika Serikat.
Progresivisme menentang pendidikan tradisionalis serta mengembangkan teori
pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:

 Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar.


 Menumbuhkan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang
belajar.
 Guru harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
 Harus ada kerja sama sekolah dan rumah.
 Sekolah progresif harus merupakan suatu laboraturium untuk
melakukan eksperimentasi (Wayan Ardhana, 1986: 16-17)
 Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat
pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan
penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu
(Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan Ardhana, 1986 :14-18)
adalah:

Esensialisme

Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip


idealisme dan realisme secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme tersebut
tersebut maka esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan prinsip
idealisme atau realisme dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat
idealisme memberikan dasara tinjauan yang realistic. Matematika yang sangat
diutmakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat realism, karena

83
matematika adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil
dan nyata

Menurut Mazhab ensesialisme, yang termasuk the liberalarts, yaitu:

1). Penguasaan bahasa termasuk rerorika

2). Gramatika

3). Kesusateraan

4). Filsafat

5). Ilmu kealaman

6). Matematika

7). Sejarah

8). Seni keindahan (fine arts)

Perenialisme

Ada persama antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela


kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang poko-pokok
(subject centered). Perbedaannya ialah perenialisme menekankan keabadian
teori kehikamatan, yaitu:

1). Pengetahuan yang benar (truth)

2). Keindahan (beauty)

3). Kecintaan kepada kebaikan (goodness)

Oleh karena itu dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi


yang konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antaralain:

1). Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak
pernah berubah.

2). Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia


yang unik, yaitu kemampuan berpikir.

3). Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.

84
4). Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.

5). Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic


subjects)

Pragmatisme dan Progresivisme

Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai
kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme
yang menentang pendidikan tradisional.

Progresivisme yaitu perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami


perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan
pemikiran. Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan
teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain
sebagai berikut:

1). Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar

2). Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat


belajar.

3). Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.

4). Sekolah progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk


melakukan reformasi pedagogis dan ekperimentasi.

Rekonstruksionisme

Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir


progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-
pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah, tapi haruslah
memelopori masyarakat kearah masyarakatbaru yang diinginkan. Dan dalam
pengertian lain. Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang
menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan
masyarakat.

85
2. Landasan Sosiologis

Manusia yang hidup berkelompok, sesuatu yang terjadi dengan yang lain sama
halnya hewan,tetapi pengelompokan pada manusia lebih rumit dari pada
hewan.pada wayan Ardhan hidup berkelompok pada hewan memiliki ciri:

 Pembagian pada anggotanya


 Ketergantungan pada anggota
 Ada kerjasama anggota
 Komunikasi antar anggota
 Dan adanya diskrimunasi antara individu satu denan yang lain dalam
kelompok

a. Pengertian tentang landasan sosiologi

Dimana suatu proses interaksi antar dua individu,bahakan dua generasi dan
memungkinkan generasi muda untuk mengembangkan diri.sehingga melahirkan
cabang cabang sosiologi antara lain sosiologi pendidikan dan ruang lingkup yang
di pelajari antara lain:

1) Hubungan pendidikan dengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari:

 Fungsi pendidikan dalam kebudayaan


 Hubungan sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem
kekuasaan lain
 Fungsi pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan
perubahan kebudayaan
 Hubungan antar kelas sosial
 Fungsional pendidikan formal yang mencakup hubungan dengan
ras,kebudayaam dan kelompok kelompok dalam masyarakat.

2) Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:

 Sifat kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan


kebudayaan di luar sekolah
 Pola interaksi dan struktur masyarakat sekolah.

3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya,yang mempelajari:

 Peranan sosial guru


 Sifat kepribadian guru

86
 Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
 Fungsi sosial sekolah pada sosialisasi anak-

4) Sekolah dalam komunitas,mempelajari pola interaksi antara sekolah


dalam komunitasnya yang meliputi:

 Pelukisan komunitas sekolah sepertti tampaknya dalam prganisasi


sekolah
 Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak
terpelajar
 Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya
 Faktor faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah

Dalam keempat nidang di atas yang di pelajari untuk memahami pendidikan


dalam masyarakat menurut Wayan ardhan.

b. Masyarakat indonesia sebagai landasan sosiologi sistem pendidikan nasional


(sisdiknas)

Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama anatara lain:

 Adanya interaksi antar warga warganya


 Pola tingkah laku yang diatur adat istiadat,hukum dan norma yang
berlaku
 Adanya rasa identitas yang mengikat pada warganya.

3. Landasan Kultural

Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbale balik, sehingga


kebudayaan dapat dilestarikan/dikembang dengan jalan mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik
secara informal maupan formal.

a. Pengertian tentang Landasan Kultural

Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya
itu akan selalu terkait dengan pendidikan, dan dalam belajar arti luas dapat
berwujud:

Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya.

87
Kegiatan yang berpola dari manusia dalam masyarakat, dan

Fisik yakni benda hasil karya manusia

b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sisitem Pendidikan Nasional

Seperti yang di kemukakakan sisdiknas, yaitu pendidikan yang berakar pada


kebudayaan bangsa indonesia, dimana kehidupan masyarakat indonesia yang
majemuk dan akan kaya kebudayaannya dan keberadaan semua itu semakin
kukuh. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar
perkembangan yang dinamis, seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan asas Bhinneka Tunggal Ika.

4. Landasan Psikologis

Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan


psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang
pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dari pendidikan tersebut
terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses
perkembangan dan proses belajar.

a. Pengertian Landasan Psiklogis

Pemahaman peserta didik utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan,


merupakan faktor keberhasilan untuk pendididkan. Dalam maksud itu,
Psikologi menyediakan sejumlah informasi/kebutuhan tentang kehidupan
pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan
aspek pribadi.

Seperti di kemukakakn teori A.maslow kategori kebutuhan menjadi enam


kategori meliputi:

 Kebutuhan fisiologis: kebutuhan memmpertahankan hidup (makan, tidur,


istrahat dan sebagainya)
 Kebutuhan rasa aman: kebutuhan terus nenerus merasa aman dan
bebasdari ketakutan

88
 Kebutuhan akan cinta dan pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang
dalam kelompok
 Kebutuhan akan alkuturasi diri:kebutuhan akan potensi potensi yang di
miliki
 Kebutuhan untuk mengetahui dan di pahami:kebutuhan akan berkaitan
dengan penguasaan iptek

b. Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikologis

Perkembangan manusia berlangsung sejak konsepsi (pertemuan ovum dan


sperma) sampai saat kematian, sebagai perubahan maju (progresif) ataupun
kadang-kadang kemunduran (regresif).

Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan
dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan
kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat,
namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut
sebagai prinsip prinsip umum karena:

 Prinsip tersebut yang dikemukakan dengan variasi tertentu dalam


berbagai teori kepribadian.
 Prinsip itu akan tampak bervariasi pada kepribadian manusia tertentu
(sebab: kepribadian itu unik)
 Terdapat dua hal kepribadian yang penting di tinjau dari konteks
perkembangan kepribadian, yakni:
 Terintegrasinya seluruh komponen ke dalam struktur yang teroganisir
secara sistematik.
 Terjadi tingkah laku yang konsisiten dalam menghadapi lingkungan.

5. Landasan Ilmiah dan Teknologis

Seperti yang kita ketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran;
dengan kata lain, pendidikan sangat berperan penting dalam pewarisan dan
pengembangan iptek.

Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

89
Terdapat beberapa istilah yang perlu dikaji agar jelas makna dan kedudukan
masing-masing yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi. Pengetahuan
(knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara
pengindraan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu.

Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah

Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan
manusia. Bukti historis menunjukkan bahwa usaha mula bidang keilmuan yang
tercatat adalah oleh bangsa Mesir purba, dimana banjir tahunan sungai Nil
menyebabkan berkembangnya system almanac, geometri dan kegiatan survey.

a. Pengertian Asas-asas Pendidikan

Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau


tumpukan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan
pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu
dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Diantara asas-asas tersebut
adalah Asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hidup, dan asas
kemandirian dalam belajar.

b. Macam-macam Asas Pendidikan

Asas Tut Wuri Handayani

Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian
dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua
semboyan lagi, yaitu Ing Ngarsa Sung Sung Tulada dan Ing Madya Mangun
Karsa.

Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:

 Ing Ngarsa Sung Tulada ( jika di depan menjadi contoh).


 Ing Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan
membangkitkan semangat).

90
 Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti
dengan awas).

Asas Belajar Sepanjang Hayat

Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari
sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum
yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua
dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.

Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan


kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan
kehidupan peserta didik di masa depan.

Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman


belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

Asas Kemandirian dalam Belajar

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung
erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri
handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk
mandiri, termasuk mandiri dalam belajar.

Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa bila
didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya
apabila selalu tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.

Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru


dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran
lain: informator, organisator dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga
memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut.
Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta
didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.

91
1. Pendapat para ahli mengenai Landasan dan Asas Pendidikan :

• Menurut Emil Salim adalah bahwa tidak ada kemandirian pada seseorang
ditandai oleh 5 komponen yaitu bebas,progresif,berinisiatif,kemantapan diri dan
pengendalian.

• Menurut Lengeveld adalah bahwa landasan dan asas pendidikan adalah


usaha mempengaruhi melindungi serta memberikan bantuan yang tertuju
kepada kedwasaan anak didik.

• Menurut dewey adalah suatu proses pengalaman karena kehidupan


adalah pertumbuhan batin tanpa dibatasi usia.

2. Teori nya adalah :

• Pendidikan klasik adalah memandang bahwa pendidikan berfungsi


sebagai upaya memelihara, megawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori
ini lebih menekankan peranan isi pendidikan

• Pendidikan pribadi adalah mengembangkan potensi yang dimiliki peserta


didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik.

• Teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penugasan kompetensi


atau kemampuan praktis bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.

Kesimpulan

Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak.
Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh
karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada
umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut
agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan
memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.

92
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Diambil kembali dari Hakikat Manusia:


https://lmsspada.kemdikbud.go.id

Mirnawati. (2015, juni Kamis). Mirna's Journey Blogg. Diambil kembali dari
Filsafat Pendidikan Materialisme dan Filsafat Pendidikan Pragmatisme:
senjaplb.blogspot.com

Wilardjo , S. B. (t.thn.). Aliran-aliran Dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan


Ekonomi. Jurnal Unimus. Diambil kembali dari https://media.neliti.com/

Nuru, R. F. (2013). Progresivisme pendidikan Relevansinya di indonesia. Jurnal


UNIERA.

Tambunan, S. F. (2016). Kebebasan Individu Abad Dua Puluh: Filsafat


Eksistensialisme. Sartre: Jurnal Masyarakat & Budaya, 215-232.

Wibisono, G. (2019). Hidup adalah komedi: Analisis Filsafat Eksistensialisme


pada Teks Film „Joker‟. Habitus: Jurnal Pendidikan Sosiologi dan
Antropologi, 69-78.

Rosalina, M. (2017, February 21). Hakikat Guru dan Hakikat Belajar. Retrieved
December 27, 2020, from blogspot.com:
http://milarosalinasiregar.blogspot.com/2017/02/hakikat-guru-dan-
hakikat-belajar.html?m=1

Widyaningsih, S. W. (2013, August 18). Hakikat Masyarakat. Retrieved December


27, 2020, from blogspot.com:
http://sriwahyuwidyaningsih.blogspot.com/2013/08/hakikat-
masyarakat.html?m=1

Panjaitan, H. P. (2013, Oktober 10). Pandangan Filsafat Pancasila Tentang


Manusia, Masyarakat, Pendidikan, dan Nilai. Retrieved Oktober 11, 2020,
from Slideshare:
https://www.slideshare.net/mobile/HerryPurwantoPanjaitan/pandangan-
filsafat-pancasila-tentang-manusia-masyarakat-pendidikan-dan-nilai

93
Munandar, A. (2010, Maret 20). Landasan Sosiologi Pendidikan. Retrieved
Oktober 11, 2020, from Psikologi Pendidikaan dan Bimbingan:
https://arasmunandar.wordpress.com/landasan-sosiologi/

Nefi. (2013, November 11). Landasan Hukum Kelompok 1. Retrieved Oktober 11,
2020, from Slideshare: https://www.slideshare.net/nefi_23/landasan-
hukum-kelompok-
1#:~:text=PENGERTIAN%20LANDASAN%20HUKUM%20PENDIDIKAN%20
Kata,atau%20mendasari%20atau%20titik%20tolak.&text=Jadi%2C%20la
ndasan%20hukum%20adalah%20suatu,Pidarta%20%2C%202007%3A43)
.

Panjaitan, H. P. (2013, Maret 10). Pandangan Filsafat Pancasila Tentang


Manusia, Masyarakat, Pendidikan dan Nilai. Retrieved Oktober 11, 2020,
from Slideshare:
https://www.slideshare.net/mobile/HerryPurwantoPanjaitan/pandangan-
filsafat-pancasila-tentang-manusia-masyarakat-pendidikan-dan-nilai

Zainuddin. (2013, November 11). Relasi Filsafat, Ilmu dan Agama. Retrieved
Oktober 11, 2020, from UIN: https://www.uin-
malang.ac.id/r/131101/relasi-filsafat-ilmu-dan-agama.html

Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa
Timur, Jilid I.
Conny Seniawan, et. al. 1951. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
Mengaktifkan. Jakarta: Balai Pustaka.
Prof. Dr. Umar Tirtarahardja, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia.
Suriansyah , A. (2011). Landasan pendidikan. Landasan dan Asas Pendidikan,
2(2), 33.
Umar, T., Parsono, & Abdurrahman, A. (2017). Landasan dan Asas Pendidikan.
Landasan dan Teori-Teori Pendidikan, 3(1), 8.
A.H, S. (2020). PEMIKIRAN ESSENSIALISME, EKSISTENSIALISME,. Jurnal al-
Asas, 16-28.

94
Kaderi, M. A. (2017). PERENIALISME DI ERA GLOBALISASI. Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 59-74.

Latifah , T. (2016). Perenialisme. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 85-93.

M.Pd.I, M. A. (2016). IMPLIKASI ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM.


Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan, 67-92.

SIREGAR, R. L. (2016). Teori Belajar Perenialisme. Jurnal Al-hikmah, 172-183.

Abas, E. (2015). ASAS FILOSOFI TEORI BELAJAR ESSENSIALISMEDAN


IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN. 2.

Hidayat, A. (2008, Sepetember). Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat


Esensialisme. Jurnal Komunikasi Pendidikan Islam, 4(3).

Sadulloh. (2007). Pengantar Filsafat Pendiidikan,Alfabeta : Bandung.

Kirom, S. (2011). Filsafat Ilmu Dan Arah Pengembangan Pancasila:. Jurnal


Filsafat, 21, 100 117.

Ilmimubarak, B. (2019, Oktober 28). Pancasila Terhadap Dunia Pendidikan.


Retrieved Oktober 2019, 2019, from Kompasnia:
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/badrulilmi1
2/5db7053bd541df35636236e2/pancasila-terhadap-dunia-
pendidikan?espv=1

semadi, y. (2019). filsafat pancasila dalam pendidiksn di indonesia menuju


bangsa berkarakter. jurnal filsafat indonesia , 82-89.

Umar. (2018). filsafat ilmu: suatu tinjauan pengertian dan objek dalam filsafat
pengetahuan. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar, 2, 160-
170.

Kecil, L. (2019, Februari 8). Hubungan Filsafat dan Pendidikan. Retrieved


Februari 8, 2019, from Lentera Kecil: https://lenterakecil.com/hubungan-
filsafat-dan-pendidikan/

95
Titrahardja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

96

Anda mungkin juga menyukai