Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ILMU FILSAFAT ALIRAN ALIRAN

ISLAM, ILMU, KEBUDAYAAN DAN KEARIFAN LOKAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Dosen Pengampu
Rani Setiawaty S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh:

Alfina Tahta Azmina (202333147)


Ridwan Fadhlullah (202333133)
Joko Suprianto (202333120)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2023
MAKALAH ILMU FILSAFAT ALIRAN ALIRAN
ISLAM, ILMU, KEBUDAYAAN DAN KEARIFAN LOKAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Dosen Pengampu
Rani Setiawaty S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh:

Alfina Tahta Azmina (202333147)


Ridwan Fadhlullah (202333133)
Joko Suprianto (202333120)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang tidak ternilai harganya. Sholawat
serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya. Atas izinNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:
“ALIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME”.Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak melibatkan pihak yang telah rela
meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, saran, bimbingan serta informasi-
informasi yang diperlukan. Untuk itu, dengan kerendahan hati kami mengucapkan
terima kasih.Dengan menyadari terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang
kami miliki, maka kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya dan senantiasa mendapat ridho
Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kudus, 21 September 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ⅱ
DAFTAR ISI.................................................................................................... ⅲ
BAB I...............................................................................................................
PENDAHULUAN............................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Pembelajaran.............................................................................1
BAB II..............................................................................................................
PEMBAHASAN..............................................................................................
A. pragmatisme menurut para tokoh......................................................... 2
B. pandangan aliran pragmatisme............................................................. 7
C. hubungan pragmatisme tentang pendidikan......................................... 8
D.implikasi aliran pragmatisme bagi pendidikan...................................... 10
E.implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan..................................... 13
BAB III............................................................................................................
PENUTUP.......................................................................................................
A. Kesimpulan........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16

iii
BAB Ⅰ
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran pragmatisme merupakan aliran yang mementingkan asas
kebermanfaatan suatu teori. Dalam hal ini, teori itu teruji kebenarannya
jika sudah nyata kebermanfaatannya. Sehingga kebenaran bersifat relatif
atau tidak mutlak.

Dalam dunia pendidikan, aliran ini lebih mementingkan bagaimana


siswa bisa menyelesaikan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
siswa tidak harus menghafal. Tetapi, siswa harus kreatif dan berpikir
kritis dalam menghadapi masalah, baik itu di sekolah maupun di luar
sekolah. Sudah selayaknya manusia untuk menyelesaikan masalahnya
dengan berpikir kritis. Karena manusia telah diberikan akal oleh yang
maha kuasa untuk berpikir.

Sebagai pendidik, sudah semestinya guru menuntun siswa untuk


mempraktekkan langsung suatu teori. Agar siswa dapat menyimpulkan
sendiri, apakah teori tersebut bermanfaat atau tidak. Dan dalam kehidupan
sosial, aliran pragmatisme menekankan bahwa pentingnya kerjasama antar
individu dalam menyelesaikan suatu masalah.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pragmatisme menurut para tokoh?
2. Apa saja pandangan aliran pragmatisme?
3. Bagaimana hubungan pragmatisme tentang pendidikan?
4. Bagaimana implikasi aliran pragmatisme bagi pendidikan?
5. Bagaimana implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui apa arti pragmatisme menurut para tokoh
2. Untuk memahami pandangan aliran pragmatisme

1
3. Untuk memahami hubungan pragmatisme tentang pendidikan
4. Untuk memahami implikasi aliran pragmatisme bagi pendidikan
5. Untuk memahami implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan

BAB Ⅱ
PEMBAHASAN
A.Pengertian pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa yunani yaitu pragmatikos, kemudian
dalam bahasa latin jadi pragmaticus. Sementara itu dalam harfiah, pragmatikos
yakni cakap dan berpengalaman dalam masalah, dagang, masalah negara, serta
hukum. Serta dalam bahasa Inggris jadi kata pragmatic, yang maksudnya hal- hal
instan yang berkaitan dengan permasalahan hidup tiap hari. Dalam perihal ini
pragmatisme lebih menekankan hasil yang bisa dimanfaatkan dari suatu teori
sebab berhubungan langsung dengan aksi, bukan cuma hanya spekulasi.

Sebaliknya, kata pragmatisme diambil dari bahasa Yunani pragma yang


berarti aksi ataupun perbuatan, menurut febrian. Dengan demikian nilai sebuah
kebenaran dilihat dari khasiat ataupun keuntungannya secara nyata. Jadi, bila
hanya suatu teori tidak mempunyai khasiat ataupun khasiat, dikira tidak benar.

Dalam kamus filsafat, pragmatisme ialah inti filsafat dalam memastikan


nilai pengetahuan bersumber pada khasiat praktisnya. Khasiat praktis bukan
pengakuan kebenaran objektif dengan kriterium penerapan, namun apa yang
penuhi kepentingan- kepentingan subjektif orang. Sebaliknya dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pragmatisme yakni keyakinan kalau kebenaran ataupun nilai
sesuatu ajaran( paham, doktrin, gagasan, statment, perkataan, dsb), tergantung
pada pelaksanaannya untuk kepentingan manusia.

Pragmatisme John Dewey

2
Pragmatisme sangat berpengaruh di  Amerika. Salah satu tokohnya
yang populer yakni John Dewey( 1859- 1952). Tentang Dewey, Charles Patterson
berkomentar kalau dia merupakan seseorang yang sangat mempengaruhi dalam
kehidupan filsafat Amerika serta jadi seseorang pejuang dalam“ pembelajaran
progresif” secara luas. John Dewey merupakan seseorang filsuf asal Amerika,
yang lahir di Burlington, Vermont, pada tahun 1859. John Dewey bukan cuma
aktif selaku seseorang penulis ataupun filsuf, namun aktif pula selaku seseorang
pendidik serta kritikus.

Dia pada mulanya banyak menekuni filsafat Hegel. Tetapi setelah itu dia
bertabiat kritis terhadap filsafat Hegel sebab memandang kalau aliran idealisme
ini sangat menutup area hidup manusia pada ukuran kognitif intelektual sekedar.
John Dewey sangat prihatin dengan masalah- masalah sosial, ekonomi serta
pemerintahan. Dia begitu tertarik buat melaksanakan pemecahan terhadap
masalah- masalah perkembangan sosial lewat eksperimentasi ilmiah.

Pragmatisme John Dewey menekankan kalau manusia merupakan


makhluk yang leluasa, merdeka, kreatif dan dinamis. Manusia mempunyai
keahlian buat bekerja sama buat masyarakatnya. Pragmatisme memiliki
kepercayaan kalau manusia memiliki kemampuan- kemampuan yang normal.
Sebab itu, dia bisa mengalami dan menanggulangi masalah- masalah yang
bertabiat memencet ataupun mengecam diri serta lingkungannya sendiri.

Bagi Hardono Hadi, Dewey sangat menekankan ikatan erat antara


seseorang individu serta peranannya di dalam warga. John Dewey dalam perihal
ini memandang kalau seseorang orang cuma dapat diucap selaku individu jika dia
mengemban serta menunjukkan nilai- nilai sosial masyarakatnya. Tiap gagasan
menimpa orang haruslah memasukkan nilai- nilai warga, bukan kebalikannya
memandang warga selaku penghalang untuk kebebasan serta pertumbuhan orang.
Dewey disini memandang kalau karakter manusia tidak menempel pada kodrat
manusianya. Baginya, karakter itu diperoleh berkat peranan yang dimainkan
seorang di dalam warga. Pragmatisme tidak memakai sebutan alam semesta,

3
melainkan dunia. Bagi para tokoh pragmatisme, dunia merupakan proses ataupun
tata, di mana manusia hidup di dalamnya. Sebutan dunia di mari bisa dikira selaku
perihal yang persamaan kata(sinonim) dengan kosmos serta kenyataan.

Kemajuan( progresi) jadi inti atensi pragmatisme yang sangat besar. Oleh
sebab itu, pragmatisme memandang sebagian bidang ilmu pengetahuan selaku
bagian- bagian utama dari kebudayaan. Baginya, bidang- bidang ilmu
pengetahuan inilah yang sanggup meningkatkan kemajuan kebudayaan.
Kelompok ilmu ini meliputi ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Ilmu- ilmu ini ditatap sudah meningkatkan perihal yang hakiki untuk kemajuan
kebudayaan pada biasanya serta untuk pragmatisme pada spesialnya. Dengan
demikian jelaslah kalau tidak hanya kemajuan area, pengalaman pula menemukan
atensi berarti dalam pragmatisme.

John Dewey mengartikan pengalaman selaku dinamika hidup. Baginya


hidup merupakan perjuangan, aksi, serta perbuatan. Dampaknya, pragmatisme
dalam perihal ini pula memandang kalau hakikat pengalaman merupakan
perjuangan pula. Ide- ide, teori- teori, ataupun cita- cita, bukanlah lumayan cuma
diakui selaku hal- hal yang terdapat. Terdapatnya teori ataupun cita- cita ini
haruslah dicari maksudnya untuk sesuatu kemajuan ataupun maksud- maksud baik
yang lain. Manusia wajib bisa mengfungsikan jiwanya buat membina hidup yang
memiliki banyak perkara yang silih berubah. Pragmatisme dengan ini memandang
hidup serta kehidupan selaku sesuatu perjuangan yang berlangsung terus menerus.
Tiap konsep ataupun teori wajib bisa didetetapkan oleh konsekuensi- konsekuensi
praktisnya. Pragmatisme John Dewey memandang kalau manusia terletak dalam
kondisi perjuangan yang berlangsung terus menerus terhadap alam dekat. Kondisi
ini mendesak manusia buat meningkatkan bermacam perlengkapan kehidupan
yang dimilikinya semacam kecerdasan, dinamika, kreativitas, intelektual, jiwa,
dan keahlian. Seluruh inilah yang memberinya dorongan dalam rangka perjuangan
hidup tersebut.

4
John Dewey merupakan seseorang pragmatis. Baginya, filsafat bertujuan
buat membetulkan kehidupan manusia dan lingkungannya ataupun
mengendalikan kehidupan manusia dan aktivitasnya buat penuhi kebutuhan
manusiawi.

Dengan demikian, bila terdapat gagasan yang tidak membagikan nilai


khasiat untuk manusia, hingga dia dikira tidak sejalan dengan tujuan filsafat itu
sendiri.

Tugas filsafat yakni membagikan garis- garis pengarahan untuk perbuatan


dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam
pemikiran metafisika yang tiada faedahnya. Filsafat wajib berpijak pada
pengalaman serta menyelidiki dan mencerna pengalaman itu secara aktif- kritis.
Dengan demikian filsafat bisa menyusun sesuatu sistem norma serta nilai. Bagi
Dewey, pemikiran berpangkal dari pengalaman- pengalaman serta bergerak
kembali mengarah ke pengalaman- pengalaman. Gerak tersebut dibangkitkan
lekas kala dihadapkan dengan sesuatu kondisi yang memunculkan perkara dalam
dunia sekitarnya. Serta, gerak tersebut berakhir dalam sebagian pergantian dalam
dunia ataupun dalam diri manusia itu sendiri.

Meski Dewey seseorang pragmatis, tetapi dia lebih suka menyebut


sistemnya dengan sebutan instrumentalisme. Experience( pengalaman) merupakan
salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat wajib berpijak pada
pengalaman penyelidikan dan mencerna pengalaman itu secara aktif- kritis.
Dengan demikian, filsafat bisa menyusun sistem norma- norma serta tata nilai.

Pragmatisme menampilkan kalau benak ataupun pengetahuan yang ialah


keahlian khas manusia bisa tumbuh selaku perlengkapan buat mengadakan
eksperimen terhadap alam dekat. Eksperimen tersebut dimaksudkan buat
memahami serta membentuk alam dekat supaya terpenuhi kebutuhan hidup
manusia. Eksperimen pula bisa menolong menuntaskan masalah- masalah dalam
lingkup pengalaman manusia. Pengetahuan manusia juga berkembang di dalam

5
pengalaman itu pula, hingga apa yang diucap selaku“ penyelidikan”( inquiry)
merupakan sangat berarti.

Berpikir secara lurus ialah rangkaian upaya buat menghubungkan ide- ide
sedemikian rupa sehingga ide- ide itu mengetuai buat mendapatkan hasil yang
memuaskan. Ide- ide hendak berguna dalam penyelesaian permasalahan yang
dialami manusia. Kecerdasan manusia ialah suatu yang bertabiat kreatif serta
berbentuk pengalaman yang terus diwujudkan dalam aksi instan. Seluruh
kecerdasan ini ialah faktor pokok dalam seluruh pengetahuan manusia. John
Dewey menarangkan kalau dengan eksperimen, manusia setelah itu ditunjukan
pada pengambilan keputusan sehingga secara demikian manusia memastikan hari
depannya. Kecerdasan manusia menghasilkan hari depannya bisa
diimplementasikan dengan jalur melaksanakan tindakan- tindakan.

Pengalaman yang langsung tidaklah soal pengetahuan yang di dalamnya


memiliki pembelahan antara subjek serta objek ataupun pembelahan antara
pelakon serta sasarannya. Di dalam pengalaman langsung itu, subjek serta objek
tidaklah dipisahkan, melainkan dipersatukan. Apa yang dirasakan tidak
dipisahkan dari yang mengalaminya selaku sesuatu perihal yang berarti ataupun
yang berarti. Apabila ada pembelahan antara subjek serta objek, hingga perihal itu
tidaklah pengalaman, melainkan pemikiran kembali atas pengalaman. Pemikiran
seperti itu yang menyusun sasaran pengetahuan.

Instrumentalisme ialah sesuatu usaha buat menyusun sesuatu teori yang


logis serta pas dari konsep- konsep, pertimbangan- pertimbangan, penyimpulan-
penyimpulan dalam wujudnya yang beragam. Wujud yang beragam itu berperan
dalam penemuan- penemuan bersumber pada pengalaman yang mempunyai
konsekuensi di masa depan. Dalam pemikiran ini, yang benar merupakan apa
yang pada kesimpulannya disetujui oleh seluruh orang yang menyelidikinya.
Kebenaran ditegaskan dalam istilah- istilah penyelidikan. Kebenaran sama sekali
bukan yang sekali didetetapkan setelah itu tidak boleh diganggu gugat, karena

6
dalam praktiknya kebenaran itu mempunyai nilai fungsional senantiasa. Seluruh
statment yang kita anggap benar pada dasarnya bisa berganti.

Bagi Dewey, manusia hidup di dunia ini yang belum berakhir penciptaannya.
Perilaku Dewey bisa dimengerti dengan sebaik- baiknya dengan mempelajari 3
aspek dari instrumentalisme. Awal, kata“ temporalisme” yang berarti kalau
terdapat gerak serta kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata“ futurisme”,
mendesak manusia buat memandang hari besok serta tidak pada hari kemarin.
Ketiga,“ milionarisme”, berarti kalau dunia bisa terbuat lebih baik dengan tenaga
manusia. Pemikiran ini setelah itu dianut oleh William James.

B. Pandangan Aliran Pragmatisme

Aliran pragmatisme merupakan suatu pendekatan filsafat yang menekankan


berartinya hasil praktis serta konsekuensi dari sesuatu ide, aksi, ataupun teori.
Pragmatisme menekankan kalau kebenaran serta nilai sesuatu gagasan wajib
dinilai bersumber pada daya gunanya dalam membongkar permasalahan konkret
serta menggapai tujuan instan. Pragmatisme kerap berhubungan dengan sebagian
tokoh utama semacam Charles Sanders Peirce, William James, serta John Dewey.

Berikut merupakan sebagian pemikiran utama aliran pragmatisme:

1. Kebenaran merupakan alat praktis: Pragmatisme berkomentar kalau kebenaran


merupakan alat ataupun konsep praktis yang digunakan buat menanggulangi
permasalahan serta menggapai tujuan. Dalam konteks pragmatisme, sesuatu ilham
ataupun teori dikira benar bila sukses dalam menggapai hasil yang di idamkan
ataupun membongkar permasalahan yang dialami.

2. Penolakan terhadap kebenaran mutlak: Pragmatisme menolak ide kebenaran


mutlak ataupun umum yang berlaku buat seluruh waktu serta tempat. Mereka
menyangka kalau kebenaran bertabiat kontekstual serta bisa berganti bersamaan
waktu cocok dengan kebutuhan serta tujuan manusia.

7
3. Fokus pada pengalaman serta eksperimen: Pragmatisme menekankan berartinya
pengalaman empiris serta eksperimen dalam menguji gagasan serta teori. Mereka
yakin kalau lewat pengalaman instan serta eksperimen, kita bisa menguasai apa
yang bekerja serta apa yang tidak, sehingga bisa membuat keputusan yang lebih
bijaksana.

4. Akomodasi terhadap pergantian: Pragmatisme mendesak fleksibilitas dalam


berpikir serta aksi. Mereka yakin kalau ilham serta teori wajib dapat
menyesuaikan diri dengan pergantian area serta tuntutan instan yang berganti.

5. Konsekuensialisme: Pragmatisme mempunyai elemen konsekuensialisme, yang


berarti kalau aksi ataupun kebijakan dinilai bersumber pada konsekuensi
praktisnya. Aksi yang menciptakan hasil yang di idamkan dikira lebih baik
daripada aksi yang tidak sukses menggapai tujuan instan.

6. Penekanan pada demokrasi serta pembelajaran: Salah satu donasi berarti aliran
pragmatisme merupakan penekanannya pada pembelajaran serta demokrasi. John
Dewey, seseorang tokoh pragmatis populer, memandang pembelajaran selaku
fasilitas buat menghasilkan warga yang lebih baik serta lebih demokratis.

Pemikiran pragmatisme bisa bermacam- macam di antara tokohnya, namun


intinya ialah jika pragmatisme menekankan berartinya pengalaman praktis,
eksperimen, serta konsekuensi dalam memperhitungkan gagasan serta aksi. Ini
merupakan pendekatan yang sangat relevan dalam dunia yang terus berganti, di
mana pemecahan instan buat masalah- masalah aktual kerapkali sangat
dibutuhkan.

C. Pragmatisme Tentang Pendidikan

Pragmatisme merupakan salah satu aliran filsafat yang berpendapat kalau


nilai dari sesuatu ide ataupun teori dinilai berdasarkan manfaat praktisnya. Pada
saat diterapkan dalam konteks pembelajaran, pragmatisme menekankan berartinya

8
fokus pada hasil instan, pengalaman, serta relevansi dalam proses pendidikan.
Sebagian poin utama tentang pembelajaran dalam kerangka pemikiran
pragmatisme merupakan selaku berikut:

1. Pengalaman selaku Guru: Pragmatisme menekankan pentingnya pengalaman


sebagai sarana utama pendidikan. Siswa belajar lewat pengalaman instan,
eksperimen, serta kegiatan yang mereka jalani. Guru dianggap sebagai fasilitator
yang menolong siswa menghubungkan pengalaman mereka dengan pengetahuan.

2. Pendidikan Kontekstual: Pragmatisme menekankan berartinya konteks dalam


pendidikan. Pengetahuan wajib relevan dengan kehidupan tiap hari siswa serta
suasana yang mereka hadapi. Guru wajib menghasilkan area di mana siswa bisa
mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan pengalaman mereka sendiri.

3. Tujuan Instan: Pembelajaran pragmatis bertujuan untuk mempersiapkan siswa


guna mengalami tantangan dunia nyata. Fokusnya ialah pada pengembangan
keahlian, kemampuan, serta pengetahuan yang bisa diterapkan dalam suasana
kehidupan nyata. Pragmatisme menolak pendekatan teoritis yang hanya berfokus
pada pengetahuan abstrak.

4. Pengambilan Keputusan serta Problem Solving: Pragmatisme mendorong


pengembangan keahlian pengambilan keputusan serta pemecahan permasalahan.
Siswa diajarkan buat berpikir kritis, mengenali permasalahan, mencari pemecahan
yang instan, serta mengambil aksi berdasarkan pengetahuan serta pengalaman
mereka.

5. Tata cara Sosial: Pendidikan dalam pembelajaran pragmatis kerap dicoba lewat
interaksi sosial. Siswa diajarkan buat bekerja sama, berkolaborasi, serta berbicara
dalam kelompok, sebab keahlian ini penting dalam kehidupan sosial serta handal.

6. Pengukuran Hasil: Pragmatisme mengukur keberhasilan pembelajaran


bersumber pada keahlian siswa buat mengaplikasikan pengetahuan serta keahlian

9
yang mereka pelajari dalam suasana nyata. Tes dan evaluasi harus relevan dengan
tujuan instan pembelajaran.

Dalam praktiknya, pendekatan pragmatis dalam pembelajaran bisa


menghasilkan area belajar yang lebih terlibat, relevan, serta berorientasi pada hasil
instan. Tetapi, kritik terhadap pendekatan ini mencakup kekhawatiran kalau fokus
yang sangat kokoh pada manfaat instan bisa mengorbankan pemahaman teoritis
yang mendalam serta nilai- nilai yang lebih luas dalam pembelajaran.

D. Implikasi Pragmatisme Bagi Pendidikan

1. Pengalaman sebagai Basis Pembelajaran Untuk Dewey


pengalaman senantiasa memuat kutub subyek( dengan seluruh kemauan,
kepentingan, perasaan, sejarah, budaya, serta latar balik pengetahuannya) ataupun
objek( dengan seluruh kompleksitasnya), mental ataupun raga, rasional maupun
empirik.

Bagi Dewey, pengalaman merupakan basis pembelajaran, ataupun dalam


terminologi Dewey sendiri“ pengalaman” selaku“ fasilitas serta tujuan
pembelajaran”.( Dewey, 2004)). Oleh sebab itu, untuk John Dewey, pembelajaran
pada hakikatnya ialah suatu proses penggalian serta pengolahan pengalaman
secara terus- menerus.

Inti pembelajaran tidak terletak dalam usaha membiasakan dengan standar


kebaikan, kebenaran serta keindahan yang abadi, melainkan dalam usaha untuk
selalu menyusun kembali( reconstruction) serta menata ulang( reorganization)
pengalaman hidup subjek didik. Semacam diformulasikan oleh John Dewey
sendiri dalam bukunya, kalau perumusan teknis tentang pembelajaran, ialah“
menyusun kembali serta menata ulang pengalaman yang meningkatkan makna
pada pengalaman tersebut, serta yang menambahkan keahlian buat memusatkan
jalan untuk pengalaman selanjutnya”. Dengan kata lain, pembelajaran haruslah

10
memampukan subjek didik buat menafsirkan serta memaknai rangkaian
pengalamannya sedemikian rupa, sehingga dia terus bertumbuh serta diperkaya
oleh pengalaman tersebut.

Pengalaman baru peserta didik diperoleh dari sekolah, baik yang dirancang
ataupun tidak. Penentuan pengalaman yang diperoleh di sekolah wajib
memandang ke depan, ialah tuntutan warga di masa depan, sebab pergantian yang
dicoba dikala ini hendak diperoleh hasilnya di masa depan. Penumpukan
pengetahuan baru untuk peserta didik memastikan keahlian partisipan didik.
Keahlian ini kerap dibaca dengan kompetensi, ialah keahlian yang bisa dicoba
oleh partisipan didik. Kompetensi ini sangat berarti dalam masa globalisasi, sebab
persaingan yang terjalin terletak pada kompetensi lulusan lembaga pembelajaran
ataupun pelatihan. Kompetensi lulusan ini ditetapkan oleh pengalaman belajar
peserta didik, sedang pengalaman belajar ini ialah bagian dari kurikulum sekolah.

2. Pemikiran tentang Kedudukan Guru


Guru bagi pragmatisme tidaklah guru dalam penafsiran tradisionil. Ialah,
dia bukan seorang yang ketahui apa yang diperlukan siswa di masa depan serta
oleh karenanya memiliki guna berikan/ menanamkan seperangkat pengetahuan
esensial kepada siswa. Buat satu perihal, kalangan pragmatis mengaku, tidak
seorangpun ketahui apa yang siswa butuhkan semenjak dia hidup di dunia yang
berganti secara selalu.

Pendidik ataupun guru berfungsi mengaktifkan partisipan didiknya supaya


mempunyai keahlian berbicara, berdialog dengan orang lain, utamanya di kelas,
baik dengan pendidiknya, maupun dengan sesama partisipan didik tentang
bermacam perihal selaku sesuatu metode mengekspresikan ide- idenya yang
diharapkan berguna buat menanggulangi perkara keseharian. Telah benda pasti,
titik tolak pembicaraan dalam pendidikan merupakan modul pelajaran/ bahan ajar
yang dibicarakan pada dikala itu, yang setelah itu dibesarkan jadi persoalan-
persoalan keseharian yang terjalin di sekitarnya yang ialah kenyataan yang terjalin
di warga.

11
3. Pemikiran tentang Partisipan Didik
Dalam pengamatan Dewey, dia menciptakan kalau metode kanak- kanak
belajar banyak perihal merupakan sama dengan orang berusia, yang berbeda
cumalah data yang mereka butuhkan buat membongkar masalah- masalah yang
mereka paham dalam sudut pandang mereka sendiri. Oleh sebab itu, pembelajaran
baginya tidaklah tujuan pada dirinya sendiri, namun hendak bermakna dalam
rangka pemecahan masalah- masalah. Siswa yang sangat muda‘ bermain’ rumah-
rumahan, belajar bermacam tugas semacam memasak, menjahit, menggergaji
serta memaku kayu serta membuat perabotan. Namun selagi bermain, mereka juga
belajar matematika dengan mengukur, menaikkan serta mengurangi. Mereka juga
belajar membaca dengan melihat resep masakan, serta belajar pola dan rencana
dalam proses menjahit.

4. Pemikiran tentang Kurikulum


Pragmatisme berkeyakinan mengenai perlunya menempatkan siswa,
kebutuhan serta minatnya selaku suatu yang sentral. Mata pelajaran, mereka
claim, sepatutnya diseleksi dengan mengacu pada kebutuhan siswa. Tidak hanya
itu, kurikulum sepatutnya tidak dipecah ke dalam bidang mata pelajaran yang
bersifat membatasi serta tidak normal. Kurikulum mestinya lebih dibentuk di unit-
unit yang normal yang muncul dari pertanyaan- pertanyaan yang mendesak dan
pengalaman- pengalaman siswa. Unit- unit studi yang khusus bisa jadi bermacam-
macam dari kelas 4 serta selanjutnya, tetapi ideanya merupakan kalau mata
pelajaran sekolah yang tradisionil( seni, sejarah, matematika, membaca, serta lain-
lain) bisa disusun ke dalam metode problem solving yang bermanfaat buat
meningkatkan rasa mau tahu siswa buat belajar materi- materi tradisionil
sebagaimana mereka bekerja pada problem-problem ataupun isu-isu yang telah
menarik mereka di dalam pengalaman tiap hari.

5. Pemikiran tentang Metode


Tata cara pembelajaran sepatutnya berpusat pada berikan siswa banyak
kebebasan memilih dalam mencari- cari situasi- situasi belajar berpengalaman
yang hendak jadi sangat bermakna menurutnya. Kelas( yang dipandang tidak

12
cuma selaku setting sekolah, namun tempat dimana pengalaman diperoleh) dilihat
di dalam hubungannya dengan suatu laboratorium keilmuan dimana gagasan
diletakkan buat diuji serta dikritisi. Riset lapangan, dalam catatan kalangan
pragmatis, jelas berikan keuntungan- keuntungan lebih, sebab berikan peluang
berhubungan langsung dengan area.

Ialah benar kalau riset lapangan serta pengalaman aktual yang lain banyak
menyita waktu. Tetapi, dengan tata cara itu mereka tampak lebih termotivasi.
Selaku contoh, seorang belajar lebih tentang industri susu dan sapi dengan
langsung ke gudang serta pemerahan, membaur serta mendengar suara seekor sapi
daripada dengan seminggu membaca serta memandang proses pada layar film.
Dengan demikian, metodologi pragmatisme merupakan langsung dengan
pengalaman mereka.

Dengan kata lain, anak- anak, menurut Dewey, seharusnya secara bertahap
berganti dari belajar bersumber pada pengalaman langsung ke tata cara belajar
yang seakan mengalami sendiri/ dialami oleh orang lain.

E. Implikasi Pragmatisme Bagi Kebudayaan

Aliran pragmatisme memiliki beberapa implikasi penting bagi kebudayaan.


Pragmatisme merupakan sesuatu aliran filosofis yang menekankan pentingnya
pengalaman serta praktik dalam menentukan nilai dan makna. Berikut merupakan
sebagian implikasi aliran pragmatisme untuk kebudayaan:

1. Penekanan pada Konsekuensi Instan: Aliran pragmatisme mengarahkan kalau


nilai dari sesuatu gagasan ataupun aksi wajib dinilai berdasarkan konsekuensi
praktisnya. Ini berarti kalau dalam kebudayaan, keputusan terkait seni, etika,
agama, serta nilai- nilai lainnya harus dievaluasi berdasarkan dampaknya pada
penduduk serta individu. Perihal ini bisa pengaruhi penjelasan tentang seni,
moralitas, serta agama dalam budaya.

13
2. Fleksibilitas dan Evolusi: Pragmatisme menekankan kalau ide- ide dan nilai-
nilai tidak bersifat tetap maupun dogmatis. Mereka bisa berganti seiring waktu
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan praktis. Dalam konteks budaya, ini berarti
kalau nilai- nilai budaya juga bisa berganti seiring waktu sesuai dengan perubahan
dalam masyarakat dan lingkungan.

3. Pentingnya Eksperimen dan Inovasi: Aliran pragmatisme mendorong


eksperimen dan inovasi dalam bermacam aspek kehidupan, termasuk budaya. Ini
bisa mendorong timbulnya seni, teknologi, serta ide- ide baru yang mencerminkan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat pada sesuatu waktu tertentu.

4. Peran Individu: Pragmatisme menekankan peran individu dalam menciptakan


dan menginterpretasikan makna. Dalam konteks kebudayaan, perihal ini bisa
berarti bahwa individu mempunyai kebebasan untuk memberikan makna pada
bermacam aspek budaya, seperti seni, musik, dan tradisi.

5. Pluralisme Nilai: Pragmatisme mendorong pengakuan terhadap bermacam-


macam pandangan dan nilai- nilai yang bisa jadi berbeda. Ini dapat berkontribusi
pada masyarakat yang lebih inklusif dan bermacam- macam, di mana berbagai
kelompok budaya dan etnis mempunyai suara dan pengaruh yang setara.

6. Penekanan pada Praktik dan Pengalaman: Pragmatisme menekankan


pentingnya pengalaman nyata dalam memastikan apa yang bekerja dan apa yang
tidak. Dalam konteks kebudayaan, perihal ini dapat mengarah pada penekanan
pada pengalaman budaya langsung, seperti perayaan, ritual, dan praktik
tradisional.

7. Penilaian Menurut Hasil: Pragmatisme mengajarkan kalau penilaian sepatutnya


didasarkan pada hasil yang dihasilkan oleh suatu tindakan ataupun gagasan.
Dalam budaya, ini dapat berarti kalau seni dan karya budaya dinilai berdasarkan
bagaimana mereka mempengaruhi dan menciptakan perubahan dalam masyarakat.

14
Dalam totalitas, aliran pragmatisme dapat mengubah metode kita memahami,
menghargai, dan berinteraksi dengan budaya. Perihal ini mendorong kita untuk
fokus pada aspek praktis dan hasil dari budaya, sambil tetap mengakui
kepentingan pengalaman individu dan keragaman nilai.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dapat disimpulan bahwah pragmatisme adalah suatu aliran yang menitik
beratkan nilai kebenaran pada sebuah kegunaan atau manfaat secara
praktis. Jadi, jika hanya sebatas ide yang tidak memberikan nilai guna,
dianggap tidak benar.
2. Jadi kesimpulan menurut para ahli
a. john dewey, menurutnya aliran pragmatisme bertujuan memperbaiki
kehidupan manusia dan lingkungannya dan juga mengatur kehidupan
manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhannya.
b. wiliam james dalam bukunya yang berjudul “arti kebenaran”
berpendapat bahwa tidak ada kebenaran mutlak yang berdiri sendiri
tanpa ada akal yang mengenal yang ada hanya kebenaran-kebenaran.
Karena kebenaran bisa kita koreksi bersamaan dengan pengalaman-
pengalaman yang kita lalui
3. Jadi Pandangan pragmatisme adalah kebenaran adalah praktis,penolakan
terhadap kebenaran absolut, fokus pada pengalaman dan

15
eksperimen,akomodasi terhadap perubahan,konsekuensialisme,penekanan
pada demokrasi dan pendidikan
4. Implikasi pragmatisme pada bidang pendidikan
a)Pengalaman sebagai guru
b)Pembelajaran Kontekstual
c)Tujuan praktis
d)Problem solving
e)Metode sosial
f)Pengukuran hasil
5. implikasi aliran pragmatisme pada kebudayaan
Penekanan pada Konsekuensi Praktis,Fleksibilitas dan Evolusi,Pentingnya
Eksperimen dan Inovasi,Peran Individu,Pluralisme Nilai,Penekanan pada
Praktik dan Penilaian Berdasarkan Hasil

DAFTAR PUSTAKA

- Peirce, C. S. (1877). "The Fixation of Belief." Popular Science Monthly, Vol.


12, pp. 1-15.
- James, W. (1907). Pragmatism: A New Name for Some Old Ways of Thinking.
New York: Longmans, Green, and Co.
- Dewey, J. (1938). Logic: The Theory of Inquiry. New York: Henry Holt and
Company.
- Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
- Muhammad, Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
- Praja, Juhaya S., Aliran- Aliran Filsafat & Etika, Jakarta: Prenada Media, 2003.

16
- Wasitohadi. (2012). Pragmatisme, Humanisme dan Implikasinya bagi Dunia
Pendidikan di Indonesia. Satya Widya, 28(2), 175-189.
- Anamofa, J.N. (2018). Pragmatisme Pendidikan: Belajar dari John Dewey. INA-
Rxiv
Papers, 1-5. https://doi.org/10.31227/osf.io/7hs34
- Dardiri, A. (2007). Implikasi Implikasi Pandangan Filsafat Pragmatisme Richard
Rorty tentang Epistemologi dalam Bidang Pendidikan. Cakrawala
Pendidikan, 2(2), 213-234.

17

Anda mungkin juga menyukai