Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU FILSAFAT ALIRAN ALIRAN

ISLAM, ILMU, KEBUDAYAAN DAN KEARIFAN LOKAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Dosen Pengampu
Rani Setiawaty S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh:

Alfina Tahta Azmina (202333147)


Ridwan Fadhlullah (202333133)
Joko Suprianto (202333120)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang tidak ternilai harganya. Sholawat
serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya. Atas izin Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:
“ALIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME”.Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak melibatkan pihak yang telah rela
meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, saran, bimbingan serta informasi-
informasi yang diperlukan. Untuk itu, dengan kerendahan hati kami mengucapkan
terima kasih.Dengan menyadari terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang
kami miliki, maka kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya dan senantiasa mendapat ridho
Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kudus, 21 September 2023

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................
PENDAHULUAN............................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran ............................................................................1
BAB II..............................................................................................................
PEMBAHASAN...............................................................................................
A. pragmatisme menurut para tokoh.........................................................2
B. pandangan aliran pragmatisme..............................................................7
C. hubungan pragmatisme tentang pendidikan..........................................8
D.implikasi aliran pragmatisme bagi pendidikan......................................10
E.implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan.....................................13
BAB III ............................................................................................................
PENUTUP ........................................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16

ii
iii
BAB Ⅰ
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran pragmatisme merupakan aliran yang mementingkan asas
kebermanfaatan suatu teori. Dalam hal ini, teori itu teruji kebenerannya
jika sudah nyata kebermanfaatannya. Sehingga kebenaran bersifat relative
atau tidak mutlak.

Dalam dunia pendidikan, aliran ini lebih mementingkan bagaimana


siswa bisa menyelesaikan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
siswa tidak harus menghafal. Tetapi, siswa harus kreatif dan berpikir kritis
dalam menghadapi masalah, baik itu di sekolah maupun di luar sekolah.
Sudah selayaknya manusia untuk menyelesaikan masalahnya dengan
berpikir kritis. Karena manusia telah diberikan akal oleh yang maha kuasa
untuk berpikir.

Sebagai pendidik, sudah semestinya guru menuntun siswa untuk


mempraktikkan langsung suatu teori. Agar siswa dapat menyimpukan
sendiri, apakah teori tersebut bermanfaat atau tidak. Dan dalam kehidupan
sosial, aliran pragmatisme menekankan bahwa pentingnya kerjasama antar
individu dalam menyelesaikan suatu masalah.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pragmatisme menurut para tokoh?
2. Apa saja pandangan aliran pragmatisme?
3. Bagaimana hubungan pragmatisme tentang pendidikan?
4. Bagaimana implikasi aliran pragmatisme bagi pendidikan?
5. Bagaimana implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui apa arti pragmatisme menurut para tokoh
2. Untuk memahami pandangan aliran pragmatisme

1
3. Untuk memahami hubungan pragmatisme tentang pendidikan
4. Untuk memahami implikasi aliran pragmatisme bagi pendidikan
5. Untuk memahami implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan

BAB Ⅱ
PEMBAHASAN
A.Pengertian pragmatisme
Pragmatisme mempunyai akar kata dari bahasa yunani yaitu pragmatikos,
yang dalam bahasa latin menjadi pragmaticus. Arti harfiah pragmatikos adalah
cakap dan berpengalaman dalam urusan hukum, perkara negara, dan dagang. Kata
tersebut dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic, yang berarti berkaitan
dengan hal-hal praktis sekedar pendekatan terhadap masalah hidup apa adanya
dan secara praktis. Pragmatisme bukanlah sekedar wacana teoritis atau ideal tetapi
ia menekankan hasil yang dapat dimanfaatkan karena berhubungan langsung
dengan tindakan, bukan spekulasi atau abstraksi.

Sedangkan menurut Febrian, kata pragmatisme diambil dari bahasa Yunani


pragma yang memiliki arti tindakan atau perbuatan. Dengan demikian
pragmatisme adalah suatu aliran yang menitik beratkan nilai kebenaran pada
sebuah kegunaan atau manfaat secara praktis. Jadi, jika hanya sebatas ide yang
tidak memberikan nilai guna, dianggap tidak benar.

Dalam kamus filsafat, pragmatisme merupakan inti filsafat dalam


menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Kegunaan
praktis bukan pengakuan kebenaran objektif dengan kriterium praktik, tetapi apa
yang memenuhi kepentingan- kepentingan subjektif individu. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pragmatisme ialah kepercayaan bahwa kebenaran
atau nilai suatu ajaran (paham, doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan, dsb),
bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia.

2
Pragmatisme John Dewey
Pragmatisme sangat berpengaruh di Amerika. Salah satu tokohnya yang
terkenal ialah John Dewey (1859-1952). Tentang Dewey, Charles Patterson
berpendapat bahwa ia adalah seorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan
filsafat Amerika dan menjadi seorang pejuang dalam “pendidikan progresif”
secara luas. John Dewey adalah seorang filsuf asal Amerika, yang lahir di
Burlington, Vermont, pada tahun 1859. John Dewey bukan hanya aktif sebagai
seorang penulis atau filsuf, tetapi aktif juga sebagai seorang pendidik dan kritikus.
Ia pada mulanya banyak mempelajari filsafat Hegel. Namun kemudian ia bersifat
kritis terhadap filsafat Hegel karena melihat bahwa aliran idealisme ini terlalu
menutup lingkungan hidup manusia pada dimensi kognitif intelektual semata-
mata. John Dewey sangat prihatin dengan masalah-masalah sosial, ekonomi dan
pemerintahan. Ia begitu tertarik untuk melakukan pemecahan terhadap masalah-
masalah pertumbuhan sosial melalui eksperimentasi ilmiah.

Pragmatisme John Dewey menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang


bebas, merdeka, kreatif serta dinamis. Manusia memiliki kemampuan untuk
bekerja sama untuk masyarakatnya. Pragmatisme mempunyai keyakinan bahwa
manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar. Karena itu, ia dapat
menghadapi serta mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau
mengancam diri dan lingkungannya sendiri.

Menurut Hardono Hadi, Dewey sangat menekankan hubungan erat antara


seorang pribadi dan peranannya di dalam masyarakat. John Dewey dalam hal ini
memandang bahwa seorang individu hanya bisa disebut sebagai pribadi kalau ia
mengemban dan menampilkan nilai-nilai sosial masyarakatnya. Setiap gagasan
mengenai individu haruslah memasukkan nilai-nilai masyarakat, bukan sebaliknya
memandang masyarakat sebagai penghalang bagi kebebasan dan perkembangan
individu. Dewey di sini melihat bahwa kepribadian manusia tidak melekat pada
kodrat manusianya. Menurutnya, kepribadian itu diperoleh berkat peranan yang
dimainkan seseorang di dalam masyarakat. Pragmatisme tidak menggunakan
istilah alam semesta, melainkan dunia. Menurut para tokoh pragmatisme, dunia

3
adalah proses atau tata, di mana manusia hidup di dalamnya. Istilah dunia di sini
dapat dianggap sebagai hal yang sinonim dengan kosmos dan realitas.

Kemajuan (progresi) menjadi inti perhatian pragmatisme yang sangat besar.


Oleh karena itu, pragmatisme memandang beberapa bidang ilmu pengetahuan
sebagai bagian- bagian utama dari kebudayaan. Menurutnya, bidang-bidang ilmu
pengetahuan inilah yang mampu menumbuhkan kemajuan kebudayaan.
Kelompok ilmu ini meliputi ilmu hayat, antropologi, psikologi serta ilmu alam.
Ilmu-ilmu ini dipandang telah mengembangkan hal yang hakiki bagi kemajuan
kebudayaan pada umumnya dan bagi pragmatisme pada khususnya. Dengan
demikian jelaslah bahwa selain kemajuan lingkungan, pengalaman juga mendapat
perhatian penting dalam pragmatime.

John Dewey mengartikan pengalaman sebagai dinamika hidup. Menurutnya


hidup adalah perjuangan, tindakan, dan perbuatan. Akibatnya, pragmatisme dalam
hal ini juga memandang bahwa hakikat pengalaman adalah perjuangan pula. Ide-
ide, teori-teori, atau cita-cita, tidaklah cukup hanya diakui sebagai hal-hal yang
ada. Adanya teori atau cita-cita ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan
atau maksud-maksud baik yang lain. Manusia harus dapat mengfungsikan jiwanya
untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan yang silih berganti.
Pragmatisme dengan ini memandang hidup dan kehidupan sebagai suatu
perjuangan yang berlangsung terus menerus. Setiap konsep atau teori harus dapat
ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensi praktisnya. Pragmatisme John Dewey
memandang bahwa manusia berada dalam keadaan perjuangan yang berlangsung
terus menerus terhadap alam sekitar. Keadaan ini mendorong manusia untuk
mengembangkan pelbagai perabotan kehidupan yang dimilikinya seperti
kecerdasan, dinamika, kreativitas, intelektual, jiwa, serta ketrampilan. Semua
inilah yang memberinya bantuan dalam rangka perjuangan hidup tersebut.

John Dewey adalah seorang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk


memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan
manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Dengan

4
demikian, jika ada gagasan yang tidak memberikan nilai manfaat bagi manusia,
maka ia dianggap tidak sejalan dengan tujuan filsafat itu sendiri.

Tugas filsafat ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan


dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam
pemikiran metafisika yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada
pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif-kritis.
Dengan demikian filsafat dapat menyusun suatu sistem norma dan nilai. Menurut
Dewey, pemikiran berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali
menuju ke pengalaman-pengalaman. Gerak tersebut dibangkitkan segera ketika
dihadapkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan persoalan dalam dunia
sekitarnya. Dan, gerak tersebut berakhir dalam beberapa perubahan dalam dunia
atau dalam diri manusia itu sendiri.

Walaupun Dewey seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut


sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Experience (pengalaman) adalah salah
satu kunci dalam filsafat intrumentalisme. Filsafat harus berpijak pada
pengalaman penyelidikan serta mengolah pengalaman itu secara aktif-kritis.
Dengan demikian, filsafat dapat menyusun sistem norma-norma dan tata nilai.

Pragmatisme menunjukkan bahwa pikiran atau pengetahuan yang


merupakan kemampuan khas manusia dapat berkembang sebagai alat untuk
mengadakan eksperimen terhadap alam sekitar. Eksperimen tersebut dimaksudkan
untuk menguasai dan membentuk alam sekitar agar terpenuhi kebutuhan hidup
manusia. Eksperimen juga dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah
dalam lingkup pengalaman manusia. Pengetahuan manusia pun tumbuh di dalam
pengalaman itu pula, maka apa yang disebut sebagai “penyelidikan” (inquiry)
adalah sangat penting.

Berpikir secara lurus merupakan rangkaian upaya untuk menghubungkan


ide-ide sedemikian rupa sehingga ide-ide itu memimpin untuk memperoleh hasil

5
yang memuaskan. Ide-ide akan bermanfaat dalam penyelesaian masalah yang
dihadapi manusia. Kecerdasan manusia merupakan sesuatu yang bersifat kreatif
dan berupa pengalaman yang terus diwujudkan dalam tindakan praktis. Semua
kecerdasan ini merupakan unsur pokok dalam segala pengetahuan manusia. John
Dewey menjelaskan bahwa dengan eksperimen, manusia kemudian diarahkan
pada pengambilan keputusan sehingga secara demikian manusia menentukan hari
depannya. Kecerdasan manusia menciptakan hari depannya dapat
diimplementasikan dengan jalan melakukan tindakan-tindakan.

Pengalaman yang langsung bukanlah soal pengetahuan yang di dalamnya


mengandung pemisahan antara subjek dan objek atau pemisahan antara pelaku
dan sasarannya. Di dalam pengalaman langsung itu, subjek dan objek bukanlah
dipisahkan, melainkan dipersatukan. Apa yang dialami tidak dipisahkan dari yang
mengalaminya sebagai suatu hal yang penting atau yang berarti. Apabila terdapat
pemisahan antara subjek dan objek, maka hal itu bukanlah pengalaman,
melainkan pemikiran kembali atas pengalaman. Pemikiran itulah yang menyusun
sasaran pengetahuan.

Instrumentalisme merupakan suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang


logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-
penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam. Bentuk yang bermacam-
macam itu berfungsi dalam penemuan-penemuan berdasarkan pengalaman yang
memiliki konsekuensi di masa depan. Dalam pandangan ini, yang benar adalah
apa yang pada akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya.
Kebenaran ditegaskan dalam istilah-istilah penyelidikan. Kebenaran sama sekali
bukan yang sekali ditentukan kemudian tidak boleh diganggu gugat, sebab dalam
praktiknya kebenaran itu memiliki nilai fungsional tetap. Segala pernyataan yang
kita anggap benar pada dasarnya dapat berubah.

Menurut Dewey, manusia hidup di dunia ini yang belum selesai


penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan
meneliti tiga aspek dari instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang

6
berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata
“futurisme”, mendorong manusia untuk melihat hari esok dan tidak pada hari
kemarin. Ketiga, “milionarisme”, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik
dengan tenaga manusia. Pandangan ini kemudian dianut oleh William James.

B. Pandangan Aliran Pragmatisme

Aliran pragmatisme adalah sebuah pendekatan filsafat yang menekankan


pentingnya hasil praktis dan konsekuensi dari suatu ide, tindakan, atau teori.
Pragmatisme menekankan bahwa kebenaran dan nilai suatu gagasan harus dinilai
berdasarkan efektivitasnya dalam memecahkan masalah konkret dan mencapai
tujuan praktis. Pragmatisme sering dikaitkan dengan beberapa tokoh utama seperti
Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey.

Berikut adalah beberapa pandangan utama aliran pragmatisme:

1. Kebenaran adalah alat praktis: Pragmatisme berpendapat bahwa kebenaran


adalah alat atau konsep praktis yang digunakan untuk mengatasi masalah dan
mencapai tujuan. Dalam konteks pragmatisme, suatu ide atau teori dianggap benar
jika berhasil dalam mencapai hasil yang diinginkan atau memecahkan masalah
yang dihadapi.

2. Penolakan terhadap kebenaran absolut: Pragmatisme menolak ide kebenaran


absolut atau universal yang berlaku untuk semua waktu dan tempat. Mereka
menganggap bahwa kebenaran bersifat kontekstual dan dapat berubah seiring
waktu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan manusia.

3. Fokus pada pengalaman dan eksperimen: Pragmatisme menekankan pentingnya


pengalaman empiris dan eksperimen dalam menguji gagasan dan teori. Mereka
percaya bahwa melalui pengalaman praktis dan eksperimen, kita dapat memahami
apa yang bekerja dan apa yang tidak, sehingga dapat membuat keputusan yang
lebih bijaksana.

7
4. Akomodasi terhadap perubahan: Pragmatisme mendorong fleksibilitas dalam
berpikir dan tindakan. Mereka percaya bahwa ide dan teori harus bisa beradaptasi
dengan perubahan lingkungan dan tuntutan praktis yang berubah.

5. Konsekuensialisme: Pragmatisme memiliki elemen konsekuensialisme, yang


berarti bahwa tindakan atau kebijakan dinilai berdasarkan konsekuensi praktisnya.
Tindakan yang menghasilkan hasil yang diinginkan dianggap lebih baik daripada
tindakan yang tidak berhasil mencapai tujuan praktis.

6. Penekanan pada demokrasi dan pendidikan: Salah satu kontribusi penting aliran
pragmatisme adalah penekanannya pada pendidikan dan demokrasi. John Dewey,
seorang tokoh pragmatis terkenal, memandang pendidikan sebagai sarana untuk
menciptakan masyarakat yang lebih baik dan lebih demokratis.

Pandangan pragmatisme dapat bervariasi di antara tokohnya, tetapi intinya adalah


bahwa pragmatisme menekankan pentingnya pengalaman praktis, eksperimen,
dan konsekuensi dalam menilai gagasan dan tindakan. Ini adalah pendekatan yang
sangat relevan dalam dunia yang terus berubah, di mana solusi praktis untuk
masalah-masalah aktual sering kali sangat diperlukan.

C. Pragmatisme Tentang Pendidikan

Pragmatisme adalah salah satu aliran filsafat yang menganggap bahwa


nilai dari suatu ide atau teori dinilai berdasarkan manfaat praktisnya. Ketika
diterapkan dalam konteks pendidikan, pragmatisme menekankan pentingnya
fokus pada hasil praktis, pengalaman, dan relevansi dalam proses pembelajaran.
Beberapa poin utama tentang pendidikan dalam kerangka pemikiran pragmatisme
adalah sebagai berikut:

8
1. Pengalaman sebagai Guru: Pragmatisme menekankan pentingnya pengalaman
sebagai sarana utama pembelajaran. Siswa belajar melalui pengalaman praktis,
eksperimen, dan aktivitas yang mereka lakukan. Guru dianggap sebagai fasilitator
yang membantu siswa menghubungkan pengalaman mereka dengan pengetahuan.

2. Pembelajaran Kontekstual: Pragmatisme menekankan pentingnya konteks


dalam pembelajaran. Pengetahuan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari
siswa dan situasi yang mereka hadapi. Guru harus menciptakan lingkungan di
mana siswa dapat mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan pengalaman
mereka sendiri.

3. Tujuan Praktis: Pendidikan pragmatis bertujuan untuk mempersiapkan siswa


untuk menghadapi tantangan dunia nyata. Fokusnya adalah pada pengembangan
keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang dapat diterapkan dalam situasi
kehidupan nyata. Pragmatisme menolak pendekatan teoritis yang hanya berfokus
pada pengetahuan abstrak.

4. Pengambilan Keputusan dan Problem Solving: Pragmatisme mendorong


pengembangan kemampuan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Siswa diajarkan untuk berpikir kritis, mengidentifikasi masalah, mencari solusi
yang praktis, dan mengambil tindakan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
mereka.

5. Metode Sosial: Pembelajaran dalam pendidikan pragmatis sering dilakukan


melalui interaksi sosial. Siswa diajarkan untuk bekerja sama, berkolaborasi, dan
berkomunikasi dalam kelompok, karena keterampilan ini penting dalam
kehidupan sosial dan profesional.

6. Pengukuran Hasil: Pragmatisme mengukur keberhasilan pendidikan


berdasarkan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka pelajari dalam situasi nyata. Ujian dan penilaian harus
relevan dengan tujuan praktis pendidikan.

9
Dalam praktiknya, pendekatan pragmatis dalam pendidikan dapat
menciptakan lingkungan belajar yang lebih terlibat, relevan, dan berorientasi pada
hasil praktis. Namun, kritik terhadap pendekatan ini mencakup kekhawatiran
bahwa fokus yang terlalu kuat pada manfaat praktis dapat mengorbankan
pemahaman teoritis yang mendalam dan nilai-nilai yang lebih luas dalam
pendidikan.

D. Implikasi Pragmatisme Bagi Pendidikan

Implikasi Aliran Pragmatisme dalam Pendidikan a. Pengalaman sebagai


Basis Pendidikan Bagi Dewey, pengalaman selalu memuat kutub subyek (dengan
segala keinginan, kepentingan, perasaan, sejarah, budaya, dan latar belakang
pengetahuannya) maupun obyek (dengan segala kompleksitasnya), mental
maupun fisik, rasional maupun empirik.
Menurut Dewey, pengalaman adalah basis pendidikan, atau dalam
terminologi Dewey sendiri “pengalaman” sebagai “sarana dan tujuan pendidikan”.
(Dewey, 2004)). Oleh karena itu, bagi John Dewey, pendidikan pada hakekatnya
merupakan suatu proses penggalian dan pengolahan pengalaman secara terus-
menerus.
Inti pendidikan tidak terletak dalam usaha menyesuaikan dengan standar
kebaikan, kebenaran dan keindahan yang abadi, melainkan dalam usaha untuk
terus-menerus menyusun kembali (reconstruction) dan menata ulang
(reorganization) pengalaman hidup subjek didik. Seperti dirumuskan oleh John
Dewey sendiri dalam bukunya, bahwa perumusan teknis tentang pendidikan,
yakni “menyusun kembali dan menata ulang pengalaman yang menambahkan arti
pada pengalaman tersebut, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan
jalan bagi pengalaman berikutnya”. Dengan kata lain, pendidikan haruslah
memampukan subjek didik untuk menafsirkan dan memaknai rangkaian
pengalamannya sedemikian rupa, sehingga ia terus bertumbuh dan diperkaya oleh
pengalaman tersebut.
Pengalaman baru peserta didik diperoleh dari sekolah, baik yang dirancang
maupun tidak. Penentuan pengalaman yang diperoleh di sekolah harus melihat ke

10
depan, yaitu tuntutan masyarakat di masa depan, karena perubahan yang
dilakukan saat ini akan diperoleh hasilnya di masa depan. Akumulasi pengetahuan
baru bagi peserta didik menentukan kemampuan peserta didik. Kemampuan ini
sering disebut dengan kompetensi, yaitu kemampuan yang dapat dilakukan oleh
peserta didik. Kompetensi ini sangat penting dalam era globalisasi, karena
persaingan yang terjadi terletak pada kompetensi lulusan lembaga pendidikan atau
pelatihan. Kompetensi lulusan ini ditentukan oleh pengalaman belajar peserta
didik, sedang pengalaman belajar ini merupakan bagian dari kurikulum sekolah.
b. Pandangan tentang Peran Guru
Guru menurut pragmatisme bukanlah guru dalam pengertian tradisionil.
Yakni, ia bukan seseorang yang tahu apa yang dibutuhkan siswa di masa
depan dan oleh karenanya mempunyai fungsi memberi/menanamkan seperangkat
pengetahuan esensial kepada siswa. Untuk satu hal, kaum pragmatis mengaku, tak
seorangpun tahu apa yang siswa butuhkan sejak ia hidup di dunia yang berubah
secara terus-menerus.
Pendidik atau guru berperan mengaktifkan peserta didiknya agar memiliki
kemampuan berkomunikasi, berdialog dengan orang lain, utamanya di kelas, baik
dengan pendidiknya, maupun dengan sesama peserta didik tentang berbagai hal
sebagai suatu cara mengekspresikan ide-idenya yang diharapkan bermanfaat
untuk mengatasi persoalan keseharian. Sudah barang tentu, titik tolak
pembicaraan dalam pembelajaran adalah materi pelajaran/bahan ajar yang
dibicarakan pada saat itu, yang kemudian dikembangkan menjadi persoalan-
persoalan keseharian yang terjadi di sekitarnya yang merupakan realitas yang
terjadi di masyarakat. c. Pandangan tentang Peserta Didik
Dalam pengamatan Dewey, ia menemukan bahwa cara anak-anak belajar
banyak hal adalah sama dengan orang dewasa, yang berbeda hanyalah informasi
yang mereka butuhkan untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka
mengerti dalam sudut pandang mereka sendiri. Oleh karena itu, pendidikan
menurutnya bukanlah tujuan pada dirinya sendiri, tetapi akan bermakna dalam
rangka pemecahan masalah-masalah. Siswa yang paling muda ‘bermain’ rumah-
rumahan, belajar berbagai tugas seperti memasak, menjahit, menggergaji dan
memaku kayu dan membuat perabotan. Tetapi sementara bermain, mereka juga

11
belajar matematika dengan mengukur, menambah dan mengurangi. Mereka juga
belajar membaca dengan melihat resep masakan, juga belajar pola dan rencana
dalam proses menjahit. d. Pandangan tentang Kurikulum
Pragmatisme berkeyakinan mengenai perlunya menempatkan siswa,
kebutuhan dan minatnya sebagai sesuatu yang sentral. Mata pelajaran, mereka
claim, seharusnya dipilih dengan mengacu pada kebutuhan siswa. Selain itu,
kurikulum seharusnya tidak dibagi ke dalam bidang mata pelajaran yang bersifat
membatasi dan tak wajar. Kurikulum mestinya lebih dibangun di unit-unit yang
wajar yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mendesak dan pengalaman-
pengalaman siswa. Unit-unit studi yang spesifik mungkin bervariasi dari kelas 4
dan berikutnya, tapi ideanya adalah bahwa mata pelajaran sekolah yang tradisionil
(seni, sejarah, matematika, membaca, dan lain-lain) dapat disusun ke dalam teknik
problem solving yang berguna untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa untuk
belajar materi-materi tradisionil sebagaimana mereka bekerja pada
problemproblem atau isu-isu yang telah menarik mereka di dalam pengalaman
sehari-hari. e. Pandangan tentang Metode
Metode pendidikan seharusnya berpusat pada memberi siswa banyak
kebebasan memilih dalam mencari-cari situasi-situasi belajar berpengalaman yang
akan menjadi paling bermakna baginya. Kelas (yang dipandang tidak hanya
sebagai setting sekolah, tetapi tempat dimana pengalaman diperoleh) dilihat di
dalam hubungannya dengan sebuah laboratorium keilmuan dimana gagasan
diletakkan untuk diuji dan dikritisi. Studi lapangan, dalam catatan kaum
pragmatis, jelas memberi keuntungan-keuntungan lebih, karena memberi
kesempatan berinteraksi langsung dengan lingkungan.
Yaitu benar bahwa studi lapangan dan pengalaman aktual lainnya banyak
menyita waktu. Namun, dengan metode itu mereka tampak lebih termotivasi.
Sebagai contoh, seseorang belajar lebih tentang perusahaan susu dan sapi dengan
langsung ke gudang dan pemerahan, membau dan mendengar suara seekor sapi
daripada dengan seminggu membaca dan memandang proses pada layar film.
Dengan demikian, metodologi pragmatisme adalah langsung dengan pengalaman
mereka.

12
Dengan kata lain, anak-anak, menurut Dewey, seharusnya secara bertahap
berubah dari belajar berdasarkan pengalaman langsung ke metode belajar yang
seolah mengalami sendiri/dialami oleh orang lain.

E. Implikasi Pragmatisme Bagi Kebudayaan

Aliran pragmatisme memiliki beberapa implikasi penting bagi kebudayaan.


Pragmatisme adalah suatu aliran filosofis yang menekankan pentingnya
pengalaman dan praktik dalam menentukan nilai dan makna. Berikut adalah
beberapa implikasi aliran pragmatisme bagi kebudayaan:

1. Penekanan pada Konsekuensi Praktis: Aliran pragmatisme mengajarkan bahwa


nilai dari suatu gagasan atau tindakan harus dinilai berdasarkan konsekuensi
praktisnya. Ini berarti bahwa dalam kebudayaan, keputusan terkait seni, etika,
agama, dan nilai-nilai lainnya harus dievaluasi berdasarkan dampaknya pada
masyarakat dan individu. Hal ini dapat mempengaruhi pemahaman tentang seni,
moralitas, dan agama dalam budaya.

2. Fleksibilitas dan Evolusi: Pragmatisme menekankan bahwa ide-ide dan nilai-


nilai tidak bersifat tetap atau dogmatis. Mereka dapat berubah seiring waktu
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan praktis. Dalam konteks budaya, ini berarti
bahwa nilai-nilai budaya juga dapat berubah seiring waktu sesuai dengan
perubahan dalam masyarakat dan lingkungan.

3. Pentingnya Eksperimen dan Inovasi: Aliran pragmatisme mendorong


eksperimen dan inovasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya. Ini
dapat mendorong munculnya seni, teknologi, dan ide-ide baru yang
mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat pada suatu waktu tertentu.

4. Peran Individu: Pragmatisme menekankan peran individu dalam menciptakan


dan menginterpretasikan makna. Dalam konteks kebudayaan, hal ini dapat berarti
bahwa individu memiliki kebebasan untuk memberikan makna pada berbagai
aspek budaya, seperti seni, musik, dan tradisi.

13
5. Pluralisme Nilai: Pragmatisme mendorong pengakuan terhadap beragam
pandangan dan nilai-nilai yang mungkin berbeda. Ini dapat berkontribusi pada
masyarakat yang lebih inklusif dan beragam, di mana berbagai kelompok budaya
dan etnis memiliki suara dan pengaruh yang setara.

6. Penekanan pada Praktik dan Pengalaman: Pragmatisme menekankan


pentingnya pengalaman nyata dalam menentukan apa yang bekerja dan apa yang
tidak. Dalam konteks kebudayaan, hal ini dapat mengarah pada penekanan pada
pengalaman budaya langsung, seperti perayaan, ritual, dan praktik tradisional.

7. Penilaian Berdasarkan Hasil: Pragmatisme mengajarkan bahwa evaluasi


seharusnya didasarkan pada hasil yang dihasilkan oleh suatu tindakan atau
gagasan. Dalam budaya, ini dapat berarti bahwa seni dan karya budaya dinilai
berdasarkan bagaimana mereka memengaruhi dan menghasilkan perubahan dalam
masyarakat.

Dalam keseluruhan, aliran pragmatisme dapat mengubah cara kita


memahami, menghargai, dan berinteraksi dengan budaya. Hal ini mendorong kita
untuk fokus pada aspek praktis dan hasil dari budaya, sambil tetap mengakui
kepentingan pengalaman individu dan keragaman nilai.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dapat disimpulan bahwah pragmatisme adalah suatu aliran yang menitik
beratkan nilai kebenaran pada sebuah kegunaan atau manfaat secara
praktis. Jadi, jika hanya sebatas ide yang tidak memberikan nilai guna,
dianggap tidak benar.
2. Jadi kesimpulan menurut para ahli
a. john dewey, menurutnya aliran pragmatisme bertujuan memperbaiki
kehidupan manusia dan lingkungannya dan juga mengatur kehidupan
manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhannya.
b. wiliam james dalam bukunya yang berjudul “arti kebenaran”
berpendapat bahwa tidak ada kebenaran mutlak yang berdiri sendiri
tanpa ada akal yang mengenal yang ada hanya kebenaran-kebenaran.
Karena kebenaran bisa kita koreksi bersamaan dengan pengalaman-
pengalaman yang kita lalui
3. Jadi Pandangan pragmatisme adalah kebenaran adalah praktis,penolakan
terhadap kebenaran absolut, fokus pada pengalaman dan
eksperimen,akomodasi terhadap perubahan,konsekuensialisme,penekanan
pada demokrasi dan pendidikan
4. Implikasi pragmatisme pada bidang pendidikan
a)Pengalaman sebagai guru
b)Pembelajaran Kontekstual
c)Tujuan praktis
d)Problem solving
e)Metode sosial
f)Pengukuran hasil
5. implikasi aliran pragmatisme pada kebudayaan
Penekanan pada Konsekuensi Praktis,Fleksibilitas dan Evolusi,Pentingnya
Eksperimen dan Inovasi,Peran Individu,Pluralisme Nilai,Penekanan pada
Praktik dan Penilaian Berdasarkan Hasil

15
DAFTAR PUSTAKA

- Peirce, C. S. (1877). "The Fixation of Belief." Popular Science Monthly, Vol. 12,
pp. 1-15.
- James, W. (1907). Pragmatism: A New Name for Some Old Ways of Thinking.
New York: Longmans, Green, and Co.
- Dewey, J. (1938). Logic: The Theory of Inquiry. New York: Henry Holt and
Company.
- Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
- Muhammad, Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
- Praja, Juhaya S., Aliran- Aliran Filsafat & Etika, Jakarta: Prenada Media, 2003.
- Wasitohadi. (2012). Pragmatisme, Humanisme dan Implikasinya bagi Dunia
Pendidikan di Indonesia. Satya Widya, 28(2), 175-189.
- Anamofa, J.N. (2018). Pragmatisme Pendidikan: Belajar dari John Dewey. INA-
Rxiv
Papers, 1-5. https://doi.org/10.31227/osf.io/7hs34
- Dardiri, A. (2007). Implikasi Implikasi Pandangan Filsafat Pragmatisme Richard
Rorty tentang Epistemologi dalam Bidang Pendidikan. Cakrawala
Pendidikan, 2(2), 213-234.

16

Anda mungkin juga menyukai