Di susun oleh :
M.Taisir
(1906103020068)
Rayhani (1906103020062)
Nurfadhilah (1906103020064)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Aliran
pragmatisme dan implikasi dalam pendidikan “.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, karena sejarah filsafat erat
kaitannya dengan sejarah manusia pada masa lampau. Filsafat yang dijadikan sebagai
pandangan hidup, erat kaitannya dnegan nilai-nilai tentang manusia yang dianggap benar
sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa untuk mewujudkannya yang
terkandung dalam filsafat tersebut. Oleh karena itu suatu filsafat yang diyakini oleh suatu
masyarakat atau bangsa akan berkaitan erat dengan sistem pendidikan yang diraaskan oleh
masyarakat dan bangsa tersebut.
Filsafat pendidikan ini sebagai usaha untuk mengenalkan filsafat pendidikan dan hal-
hal lain yang berhubungan dengan itu. Adapun filsafat pendidikan adalah disiplin ilmu yang
mempelajari dan berusaha mengungkap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis.
Agar pendidikan mempunyai arti jelas, karena pendidikan sangat pesar peranannya dalam
membna kemajuan suatu bangsa sesuai dengan filsafat yang diyakini.
BAB II
A. Sejarah Pramatisme
Aliran ini pertama kali tumbuh Di Amerika pada tahun 1878. Ketika itu Charles Sanders
Pierce (1839 – 1914) menerbitkan sebuah makalah yang berjudul “How to Make Our Ideas
Clear”.
Namun pragmatisme sendiri lahir ketika William James membahas makalahnya yang
berjudul ”Philosophycal Conceptions and Practical Result” (1898) dan mendaulat Pierce
sebagai Bapak Pragmatisme.
Selanjutnya aliran ini makin berkembang berkat kerja keras dari William James dengan
berbagai karya tulisnya. Karya tulisnya itu antara lain adalah, “A Pluralistic Essay”, “Essay in
Radical Empiricism”, “The Will to Believe”, dan “The Varieties of Religious Experience”.
John Dewey juga ikut mengambil bagian dalam mempopulerkan aliran ini. Karya – karyanya
antara lain adalah “Democracy and Education”, “Reconstruction in Philosophy”, “How We
Think”, dan “Experience in Education”. Namun ia dan para pengikutnya lebih suka menyebut
filsafatnya sebagai Instrumentalisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupannyata. Oleh sebab itu
kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin suatu konsep atau peraturan sama
sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi
masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran
yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang
pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta
lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi
kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-
pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah
salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada
pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat
dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-
pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala
penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-
konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap
Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan
kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok
dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih
baik dengan tenaga kita.
1 Pragmatisme yang berpegang teguh pada praktik Pada penganut pragmatisme menaruh
perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk
hidup yang berlangsung terus-menerus yang didalamnya hal yang terpenting ialah
konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat
praktis erat hubungannya dengan makna dan kebenaran, demikian eratnya sehingga oleh
seorang penganut pragmatisme dikatakan bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya merupakan
keunggulan.[7]
4.instrumentalisme
John Dewey lebih suka menamakan cara penggambarannya mengenai pragmatisme
dengan memakai istilah pragmatisme dengan instrumentalisme, untuk memberikan tekanan
pada hubungan antara ajarannya dengan tori biologi tentang evolusi. John Dewey
memandang tiap-tiap organisme berada dalam keadaan perjuangan yang berlangsung terus
menerus terhadap alam sekitarnya dan mengembangkan berbagai perabot yang memberikan
bantuan dalam perjuangan tersebut.[8]
Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua
sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara
dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian
seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal
ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ialah mengakui keberadaan Al Khaliq yang
menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dibahas, apakah Al
Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu lalu manusia diwajibkan untuk
melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah
mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang yang kedua, ialah
mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai suatu kesimpulan, bahwa
agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan harus dibuang dari kehidupan.
Kedua, pragmatisme menafikan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah
aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan
kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif.
Memang identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan
hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme berarti
telah menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau
dengan kata lain, pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang
dihasilkan dari identifikasi instinktif .
Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan
perubahan subjek penilai ide –baik individu, kelompok, dan masyarakat– dan perubahan
konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat
dibuktikan –menurut Pragmatisme itu sendiri– setelah melalui pengujian kepada seluruh
manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi.
Maka, pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan
menafikan dirinya sendiri.
B.Pandangan Aliran Pragmatisme Dalam Pendidikan
Sejak dahulu hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri terhadap
kemungkinan diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal untuk menjawab
permasalahan global. Banyak teori telah diadopsi untuk mencapai tujuan tersebut. Termasuk
teori pragmatis dari aliran Filsafat pragmatisme mencoba mengisi ruang dan waktu untuk
turut mencari solusi terbaik terhadap model pendidikan yang dianggap selangkah ketinggalan
dengan perkembangan pola pikir manusia itu sendiri.
Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara
berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah
dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab terhadap beban dan kewajiban
masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Model
pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih
berpikir secara logis.
3. Pendidikan
Dewey menekankan pendidikan formal berdasarkan minat anak-anak dan pelajaran yang
diberikan hendaknya disesuaikan dengan minat anak-anak. Dengan pandangan yang
demikian maka pelajaran yang berlangsung di sekolah tidak difokuskan karena minat setiap
anak itu berbeda-beda. Demikian juga dengan pelajaran-pelajaran pokok yang harus
diajarkan kepada anak-anak tidak dapat diterapkan dengan baik.
4. Moral
Penolakan dewey terhadap gagasan adanya final end berdasarkan finalis kodrat manusia dan
sebagai gantinya ia menekankan peran ends-in-view, membuat teorinya jatuh pada masalah
”infinite regress” (tidak adanya pandangan yang secara logis memberi pembenaran akhir bagi
proses penalaran. Karena adanya final end yang berlaku universal ditolak dan yang ada
adalah serangkaian ends-in-view maka pembenaran terhadap ends-in-view tidak pernah
dilakukan secara defenitif. Akibatnya tidak ada tolak ukur yang tegas untuk menilai tindakan
itu baik atau tidak
Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara
berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah
dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab terhadap beban dan kewajiban
masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Model
pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih
berpikir secara logis.
1. Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang
akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik. Tujuan-tujuan
pendidikan tersebut meliputi:
Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya
demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman
untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.
2. Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisis demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri
sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang aik pada masa
sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Adapun kurikulum tersebut akan berubah”
3. Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah
(problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery
method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat
pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias,
kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar
belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan
dapat tercapai.
BAB III
KESIMPULAN
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.
Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki kekeliruan
sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini. Kekeliruan pragmatisme dapat
dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideologi pragmatisme,
(2) kritik dari segi metode pemikiran, dan (3) kritik terhadap pragmatisme itu sendiri.
SARAN
Semoga para pembaca dapat lebih tau tentang aliran filsafat pragmatisme dan dapat
menerapkan dalam system pendidikan Indonesia.
DAFTAR PUSAKA
http://blog.unnes.ac.id/arismuhtarom/2015/11/21/aliran-filsafat-pragmatisme-dalam-
pendidikan/. https://karyailmu99.blogspot.com/2016/08/aliran-filsafat-pragmatisme.html
https://sataaswelputra.blogspot.com/2008/06/filsafat-pragmatisme-dan-implikasinya.html
http://novadst.blogspot.com/2016/12/pandangan-dan-implikasi-aliran_22.html.
https://www.academia.edu/9688299/ALIRAN_FILSAFAT_PRAGMATISME.