Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :Sulis Maryati M.Pd

Disusun Oleh:

Dwi Fitrianingsih Making (018111009)

Iffatul Mukaromah (018111015)

Ines Robiun Sani (018111017)

KEMENTERIAN AGAMA ISLAM NEGERI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) FATTAHUL


MULUK PAPUA

JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2019/2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.........................................................ii

A. Latar Belakang Masalah...................................................1


B. Rumusan Masalah............................................................1
C. Tujuan...............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................2

A. Konsep Aliran Progressivisme.........................................................2


B. Konsep Pendidikan Esensialisme....................................................6

BAB III PENUTUP.................................................................10

A. Kesimpulan.....................................................................10
B. Saran...............................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Aliran filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat atau para ahli filosof
sepanjang waktu dengan obyek permasalahan hidup di dunia, telah melahirkan
berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan para filosof itu ada kalanya
satu dengan yang lainnya hanya bersifat saling kuat menguatkan. Walaupun obyek
permasalahannya sama karena perbedaan dalam system pendekatan itu, maka
kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikit yang saling
berlawanan. Selain itu pula factor zaman dan pandangan hidup yang melatar
belakangi mereka, serta tempat dimana mereka bermukim juga ikut mewarnai
pemikiran mereka. Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan, bahwa dalam
sejarahnya telah melahirkan berbagai pandangan atau aliran.
Perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan dapat diketahui melalui
aliran filsafat pendidikan Progressivisme, Esensialisme, Perennialisme,
Rekonstruksionalisme. Dalam keempat aliran tersebut, masih ada kesamaan unsur-
unsur dan memungkinkan antara aliran satu dengan lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Aliran Progressivisme?
2. Bagaimana Konsep Pendidikan Esensialisme?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Konsep Aliran Progressivisme
2. Untuk Mengetahui Konsep Pendidikan Esensialisme

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Aliran Progressivisme


Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat
berpengaruh dalam abad ke 20 ini. Yang pengaruhnya terasa di seluruh dunia
terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan
pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme.
Biasanya aliran progressivisme ini di hubungkan dengan pandangan hidup
liberal –“ The liberal road to culture”. Yang di maksudkan dengan ini ialah
pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak
kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu ), curious
(ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open minded ( mempunyai hati
terbuka)1
Aliran progressivisme ini salah satu aliran filsafat pendidikan yang
berkembang pesat pada permulaan abad ke 20 dan sangat berpengaruh dalam
pembaharuan pendidikan. Perkembangan tersebut terutama di dorong terutama
oleh aliran naturalism dan eksperimentalitasme instrukmentalisme,
evironmentalisme, dan pragmatism sehingga progressivisme sering di sebut
sebagai salah satu dari aliran tadi. Progressivisme dalam pandangannya, selalu
berhubungan dengan pengertian The liberal road to cultural yakni liberal bersifal
fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin
mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman2.
Aliran ini betul-betul kelahiran bumi Amerika, sedangkan yang lainnya adalah
paham filsafat yang tumbuh dan berkembang di Eropa. Progressivisme lahir
sebagai pembaharuan dalam dunia (filsafat) pendidikan, terutama sebagai lawan
terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang di warisi dari abad ke
19.
Menurut Brubacher, “kemajuan” atau “progressive” merupakan sesuatu yang
bersifat alamiah, dan berarti “perubahan”. Perubahan member arti sesuatu yang

1
Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:PT Bumi Aksara, 1994),cet.3.,hlm.20.
2
Muhammad Anwar,Filsafat Pendidikan,(Jakarta:PT Kharisma Putra Utama,2015),cet.1.,hlm.155.

2
baru yang harus benar-benar merupakan kenyataan dan bukan sekedar
pemahaman terhadap realita yang sesungguhnya, sebelumnya memang sudah
demikian3.
1. Sifat-Sifat Aliran Progressivisme
Sifat-sifat umum aliran progressivisme dapat diklasifikasikan dalam 2
kelompok, yaitu: sifat-sifat negative dan sifat-sifat positif. Sifat itu dikatakan
negative dalam arti bahwa progressivisme menolak otoritarisme dan
absolutism dalam segala bentuk, seperti halnya terdapat dalam agama, politik,
etika, dan epistemology. Sifat itu dikatakan positif dalam arti bahwa
progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari
manusia, kekuatan-kekuatann yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia
lahir. Terutama yang di maksud ialah kekuatan manusia untuk terus-menerus
melawan dan mengatasi kekuatan-kekuatan, tahayul, dan kegawatan yang
timbul dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam.
Progressivisme yakin bahwa manusia mempunyai kesanggupan-
kesanggupan untuk mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup
merasapi rahasia-rahasia alam, sanggup menguasai alam4.
2. Perkembangan Aliran Progressivisme
Meskipun pragmatism-progressivisme sebagai aliran pikiran baru muncul
dengan menjelas pada pertengahan abad ke 19, akan tetapi garis
perkembangannya dapat di tarik jauh kebelakang sampai pada zaman yunani
purba. Misalnya Heracilitus (± 544-±484), Socrates (469-399), Protagoras
(480-410), dan Aristoteles mengemukakan pendapat yang dapat di anggap
sebagai unsure-unsur yang ikut menyebabkan tejadinya sikap jiwa yang di
sebut pragmatism-progressivisme5.
Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama dari realita ialah
perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetep di dunia ini, semuanya berubah-ubah
kecuali asas perubahan itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan

3
Muhammad As Said,Filsafat Pendidikan Islam,(Yogyakarta:Mitra Pustaka,2011),cet.1., hlm.87-
88.
4
Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:PT Bumi Aksara, 1994),cet.3.,hlm.21.

5
Ibid, hlm.22.

3
epistemologi dengan aksiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan adalah
kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat di pelajari dengan kekuatan intelek,
dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan
kebajikan (perbuatan yang baik). Ia percaya bahwa manusia sanggup
melakukan yang baik. Protagoras seorang sophis, mengajarkan bahwa
kebenaran dan norma atau nilai (value) tidak bersifat mutlak, melainkan relatif
yaitu bergantung kepada waktu dan tempat. Aristoteles menyarankan modeasi
dan kompromi (jalan tengah bukan jalan ekstrim dalam kehidupan).6
Dalam abad ke 19 dan ke 20 ini tokoh-tokoh pragmatism terutama terdapat
di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memeberikan
sumbangan pada pragmatism karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan
penolakan tehadap sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles
S.Peirce mengemukakan teori tentang pikiran dan hal berfikir: pikiran itu
hanya berguna atau berarti bagi manusia apabila pikiran itu” bekerja”, yaitu
memberikan pengalaman (hasil) baginya7. Fungsi berfikir tidak lain dari pada
membiasakan manusia untuk berbuat. Perasaan dan gerak jasmaniah
(perbuatan) adalah manifestasi-manifestasi yang khas dari aktivitas manusia
dan kedua hal itu tidak dapat dipisahkan dari kegiatan intelek atau berfikir.
Jika dipisahkan perasaan dan perbuatan menjadi abstrak dan dapat
menyesatkan manusia. Tokoh progmatisme yang lebih terkenal ialah William
James dan John Dewey8.
3. Keyakinan-Keyakinan Progressivisme Tentang Pendidikan
Istilah progressivisme akan di pakai dalam hubungannya dengan
pendidikan, dan menunjukkan sekelompok keyakinan-keyakinan yang
tersusun secara harmonis dan sistematis dalam hal mendidik. Keyakinan-
keyakinan yang di dasarkan pada sekelompok keyakinan-keyakinan filsafat
yang lazim di sebut orang pragmatism, instrumentalisme dan
eksperimentalisme.
Perlu di ketahui bahwa pragmatisme sebagai filsafat dan progressivisme
sebagai pendidikan erat sekali hubungannya dengan kepercayaan yang sangat

6
Ibid, hlm. 22-23.
7
Ibid, hlm. 23
8
Ibid, hlm.23-24

4
luas dari John Dewey dalam lapangan pendidikan. Hal ini dengan jelas dapat
di telusuri lewat bukunya” Democracy And Education” yang memperlihatkan
keyakinan-keyakinan dan wawasan-wawasannya tentang pendidikan, serta
mempraktekkannya di sekolah-sekolah yang ia dirikan. Menurut Dewey
tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi
pendidikannya lebih mengutamakan bidang-bidang studi, seperti: IPA,
sejarah, keterampilan,serta hal-hal yang berguna atau langsung dirasakan oleh
masyarakat.
Metode scientific lebih di pentingkan dan bukan metoode memorisasi
seperti pada aliran esensialisme. Praktek kerja di laboratorium, bengke, kebun
(lapangan) merupakan kegiatan yang di anjurkan dalam rangka terlaksananya
“ learning by doing”. Progressivisme tidak menghendaki adanya mata
pelajaran yang di berikan secara terpisah, melainkan harus di usahakan
terintegrasi dalm unit. Karena perubahan yang selalu terjadi maka di perlukan
fleksibilitas dalam pelaksanaannya, dalam arti tidak kaku, tidak menghindar
dari perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu, bersifat ingin tau, toleran,
dan berpandangan luas dan terbuka9.
4. Ciri-Ciri Utama Aliran Progressivisme
Aliran ini mempunyai konsep yang mempercayai manusia sebagai subjek
yang memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia dan lingkungan
hidupnya, mempunyai kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan
masalah yang akan mengancam manusia itu sendiri. Pendidikan dianggap
mampu mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan. Tujuan
pendidikan selalu diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus
menerus dan bersifat progresif. Dengan begitu, progresif merupakan sifat
positif dari aliran tersebut.
Sedangkan sifat negatifnya adalah aliran ini kurang menyetujui adanya
pendidikan yang bercorak otoritas dan absolute dalam segala bentuk seperti
terdapat dalam agama,moral,politik, dan ilmu pengetahuan. Jadi, jelas bahwa
progress atau kemajuan, lingkungan dan pengalaman menjadi perhatian dari
Progresivisme, tidak hanya angan-angan dala dunia ide,teori, dan cita-cita

9
Ibid, hlm.24.

5
saja. Progress dan kemajuan harus di cari dengan memfungsikan jiwa
sehingga menghasilkan dinamika yang lain dalam hidup ini10.
B. Konsep Pendidikan Esensialisme
Esensialisme merupakan falsafah pendidikan tradisional yang memanjang
bahwa nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai yang jelas
dan tahan lama sehingga menimbulkan kestabilan dan arah yang jelas pula.
Nilai-nilai humanism yang di pegangi oleh esensialisme dijadikan sebagai
tumpuan hidup untuk menetang kehidupan materialistic, sekuler, dan saintifik
yang gersang dari nilai-nilai kemanusiaan. Gerakan esensialisme modern
sebenarnya berkembang pada awal abad ke 20, dan muncul sebagai jawaban
atas aliran progressivisme.
Seperti halnya perennialisme yang mengambil sikap regressive road to
culture, esensialisme meletakkan dasar-dasar pemikirannya pada kebudayaan
dan falsafah yang korelatif setelah timbulnya renaissance. Puncak refleksi dari
gagasan ini adalah paroh kedua abad ke-19. Esesnsialisme pada mulanya
muncul sebagai reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatism abad
pertengahan. Maka, para esensialis menyusun konsepsi secara sistematis dan
menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang dapat memenuhi
tuntutan zaman modern.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan pada
tujuan pewaris nilai-nilai cultural-historis kepada peserta didik melalui
pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai
untuk di ketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini di laksanakan dengan
memberikan skill, sikap, dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan bagian
esensial dari unsur-unsur pendidikan11.
Esensialisme meletakkan dasar-dasar pemikirannya pada kebudayaan dan
falsafah yang korelatif setelah timbulnya renaissance. Puncak refleksi dari
gagasan ini adalah waktu ke 2 abad ke 19. Esensialisme pada mulanya muncul
sebagai reaksi terhadap simblisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan.

10
Muhammad Anwar,Filsafat Pendidikan,(Jakarta:PT Kharisma Putra
Utama,2015),cet.1.,hlm.156-157.

11
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam:Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik
Sampai Modern,(Jakarta:Rajawali Pres,2013), cet.2.,hlm.37-38.

6
Maka, para esensialis menyusun konsepsi secara sistematis dan menyeluruh
mengenai manusia dan alam semesta yang dapat memenuhi tuntutan zaman
modern. Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan
pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural-historis kepada peserta didik melalui
pendidikan yang akunmulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai
untuk di ketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini dilaksanakan dengan
memberikan skil,sikap,dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan bagian
esensial dari unsure-unsur pendidikan12.
Brubacher menegaskan, bahwa jiwa dari filsafat pendidikan esensialisme,
dapat di telusuri dari kata “essensialisme” itu sendiri adanya kegalauan di
tengah kebingungan perubahan, beraneka ragam kejadian dan keadaan,
seorang esensialis percaya ada beberapa pokok dari pedoman pendidikan yang
bersifat tetap13.
Esensialisme perpaduan antara ide-ide filsafat idealism dan realisme.
Aliran tersebut akan tampak lebih mantap dan kaya dengan ide-ide jika hanya
mengambil salah satu dari aliran atau posisi sepihak. Pertemuan dua aliran itu
bersifat ekletik, yakni keduanya sebagai pendukung, tidak melebur menjadi
satu atau tidak melepaskan identitas dan cirri masing-masing aliran.
1. Ciri-Ciri Utama Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman renaissans, dengan cirri-ciri
utamanya yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaan ini terutama
dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh
fleksibelitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada
keterikatan dengan doktrin tertentu. Bagi esensialisme, pendidikan yang
berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Oleh
karena itu, esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga
memberikan kesetabilan dan arah yang jelas14.
12
Abd. Rachman Assegaf. Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif,(Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2017),cet.4.,hlm.191-192.

13
Muhammad As Said,Filsafat Pendidikan Islam,(Yogyakarta:Mitra Pustaka,2011),cet.1., hlm.73.

14
Muhammad Anwar,Filsafat Pendidikan,(Jakarta:PT Kharisma Putra Utama,2015),cet.1.,hlm.161.

7
2. Pola Dasar Pendidikan Esensialisme
Pola dasar pendidikan esensialisme yang didasari oleh pandangan
humanisme merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada
keduniaan, serba ilmiah, dan materialistik. Untuk mendapatkan
pemahaman pola dasar yang lebih rinci, kita harus mengenal dari referensi
pendidikan esensialisme. Imam barnadi (1985) mengemukakan beberapa
tokoh terkemuka yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme,
sekaligus memberikan pola dasar pemikiran pendidikan mereka.
a. Desiderius Erasmus
Humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke 15 dan permulaan
abad ke 16 adalah tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang
berpijak pada “dunia lain” ia berusaha agar kurikulum di sekolah
bersifat humanistis dan internasional sehingga dapat di ikuti oleh kaum
tengah dan aristokrat.
b. Johann Amos Comenius (1592-1670)
Tokoh renaissance pertama yang berusaha menyistematiskan proses
pengajaran yang memiliki pandangan realistis yang dogmatis. Karena
dunia ini dinamis dan bertujuan, maka tugas kewajiban pendidikan
adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan.
c. John Locke (1632-1704)
Tokoh dari ingris dan popular sebagai “pemikir dunia” mengatakan
bahwa pendidikan hendaknhya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
Ia juga memiliki sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
d. Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827)
Mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada
manusia sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan
yang wajar. Selain itu, ia percaya akan hal-hal yang teransendental,
menurutnya manusia mempunyai hubungan transendental langsung
dengan tuhan15.
e. Johann Friederich Froebel (1782-1852)

15
Ibid, hlm.161-162.

8
Seorang tokoh transendental yang corak pandangannya bersifat
kosmissintetis. Menurutnya manusia adalah makhluk ciptaan tuhan
sebagai bagian dari alam ini. Oleh karena itu, ia tunduk dan mengikuti
ketentuan dan hukum-hukum alam. Terhadap pendidikan, ia
memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif. Tuga
pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah kesadaran diri yang
murni sesuai sitra kejadiannya.
f. Johann Friedrich Herbart (1776-1841)
Salah seorang murid Immanuel kant yang berpandangan kritis. Ia
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa
seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak. Artinya, penyesuaian
dengan hukum-hukum kesusilaan yang di sebut “pengajaran yang
mendidik” dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.
g. William T. Harris (1835-1909)
Berusaha menerapkan idealisme objektif pada pendidikan umum. Tugas
pendidikannya adalah mengizinkan terbukanya realitas berdasarkan
susunan yang pasti berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan
sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah
turun- temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang
kepada masyarakat16.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi
bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan
kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan
semacam miniature dunia yang bisa di jadikan sebagai ukuran
kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka, dalam sejarah
perkembangannya kurikulum esensialisme menerapkan berbagi pola
kurikulum, seperti pola idealisme, realisme. Sehingga peranan sekolah
dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan
prinsip-prnsip dan kenyataan sosial yang ada di masyarakat17.
16
Ibid,hlm.163.
17
Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:PT Bumi Aksara, 1994),cet.3.,hlm.27.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

10
Aliran progressivisme salah satu aliran filsafat pendidikan yang sangat
berkembang pesat dalam abad ke-20. Dan sangat berpengaruh dalam
perkembangan pendidikan.
Aliran filsafat pendidikan Eesensialisme dapat di telusuri dari aliran filsafat
yang menginginkan agar manusia kembali kepada budaya lama, karena
kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia.
B. Saran
Sehubung dengan makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini masih
kurang sempurna karena di dalam makalah ini masih banyak kata-kata atau materi
yang kurang lengkap atau jelas. Kami meminta saran/bantuan teman-teman dan
ibu dosen untuk memberikan sanggahan atau masukan yang positif untuk kami,
agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi, dan semoga
makalah ini bermanfaat untuk kami khususnya untuk semua para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini,1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:PT. Bumi Akasara.

11
Anwar Muhammad,2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT. Kharisma Putra
Utama.
As Said Muhammad,2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Assegaf Rachman Abd, 2013.Aliran Pemikiran Pendidikan Islam:Hadharah
Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern,Jakarta:Rajawali Pres.

Assegaf Rachman Abd,2017. Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru


Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Depok: PT. Raja
Grafindo Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai