Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

FILSAFAT PROGRESIVISME

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Etika Keilmuan

DISUSUN OLEH :
TOMY ANDRE ANSYAH
200321866034

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

OKTOBER 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Progresivisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang di awal
abad ke 20, dan memiliki pengaruh besar dalam dunia pendidikan terutama di Amerika Serikat.
Progresivisme lahir sebagai pembaharuan dalam dunia filsafat pendidikan, terutama sebagai lawan
terhadap kebijakan konvensional yang diwarisi dari abad kesembilan belas.
Progresivisme menurut bahasa diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan-
kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat pendidikan progresivisme merupakan suatu aliran
filsafat yang menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan pengetahuan
kepada subjek didik saja, tetapi hendaklah berisi aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan
kemampuan berfikir, sehingga subjek didik bisa berfikir secara sistematis melalui cara-cara ini
seperti memberikan analisis, pertimbangan, dan menarik kesimpulan menuju pemilihan alternatif
yang paling memungkinkan untuk pemecahan suatu masalah yang sedang dihadapi.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana perkembangan filsafat aliran progressivisme?
2. Bagaimana konsep filsafat pendidikan progresivisme?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1. Mengetahui perkembangan filsafat aliran progressivisme.
2. Mengetahui konsep filsafat pendidikan progresivisme.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan Progressivisme


Semula, dalam menempuh perjalanan kehidupannya selama berabad-abad silam, manusia
menghadapi dunia hanya dengan kekuatan otot-ototnya. Dengan cara itu tidak banyak kemajuan
yang dihasilkan, sehingga berpengaruh kepada tingkat peradaban masyarakat. Namun, keadaan
mulai berubah setelah lahirnya ilmu pengetahuan yang teratur. Dengan ilmu pengetahuan banyak
ide ide baru yang muncul, banyak benda benda budaya yang dihasilkan, banyak corak dalam
menjalani kehidupan, bahkan seni pun terus berkembang.
Sejalan dengan hal itu, manusia secara berangsur mulai menyadari betapa hebatnya
kemampuan yang dimilikinya ketika menggunakan otak sejalan bersamaan dengan anggota badan
lainnya, maka terbayanglah harapan ke depan bahwa dunia ini dapat diperbaiki, lingkungan bisa
dirubah sesuai dengan kebutuhan terkini manusia.
Bukan hanya kesadaran manusia yang berangsur-angsur terhadap hebatnya pengetahuan
saja, bahkan ide tentang kemajuan pun pada akhirnya tumbuh berkembang dan disadari. Selain itu,
lambat laun menusia menyadari pula bahwa dunia ini adalah jalan bagi upaya pencapaian tujuan
hidup.
Secara istilah, pada dasarnya kata progress merupakan kata baru yang mulai bisa dipahami
serta dimengerti maksud dan arti sebenarnya sekitar abad ke-19. Namun, tidak bisa dipungkiri
bahwa maksud dari kata tersebut sekarang ini telah dipergunakan dan dikenal di dalam segala
pengalaman hidup yang mengandung ide perbaikan dalam segala aspek kehidupan, seperti bidang
politik, pendidikan, kemasyarakatan, hubungan kemanusiaan, ekonomi, kehidupan keluarga,
perawatan anak, kedokteran , dan termasuk juga bidang kehidupan beragama.
Aliran filsafat progresivisme senantiasa berupaya mengembangkan asas kemajuan dalam
semua realita, terutama dalam kehidupan untuk tetap survive terhadap semua tantangan hidup
manusia. Bagi yang menganut aliran ini dalam bertindak haruslah praktis, dalam melihat segala
sesuatu harus bisa menemukan manfaat dari segi keunggulan (Yunus, 2016). Menurut Muis (2004),
Progresivisme disebut pula instrumentalisme, eksperimental, atau environmentalisme. Disebut
instrumentalisme, karena aliran ini mempunyai anggapan bahwa potensi atau kemampuan
intelegensi manusia merupakan alat untuk hidup, kesejahteraan, dan mengembangkan kepribadian.
Dinamakan eksperimental atau empirik karena aliran tersebut mempraktikan asas eksperimen untuk
menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme dinamakan juga environmentalisme karena aliran ini
menganggap bahwa lingkungan hidup mempengaruhi kepribadian seseorang. (Muis, 2004).
Pendapat lain menyatakan bahwa aliran progresivisme sepaham dengan psikologi
pragmatisme yang beranggapan bahwa suatu keterangan itu benar jika kebenaran itu sesuai dengan
realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar jika kebenaran itu sesuai dengan kenyataan.
Aliran progresivisme mempunyai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi ilmu
hayat, antropologi, dan psikologi. Ilmu hayat digunakan manusia untuk mengetahui semua masalah
dirinya secara biologis dan kehidupan. Ilmu antropologi digunakan manusia agar mengenal dirinya,
bahwa manusia memiliki pengalaman dan kemampuan mencipta budaya, sehingga manusia dapat
mencari dan menemukan hal baru. Adapun psikologi berguna bagi manusia bahwa dirinya mampu
berpikir, bahkan berpikir tentang dirinya, lingkungan, pengalaman masa lalu, harapan di masa
depan, sifat-sifat dari alam, serta mampu mengatur alam dan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan.

2.2. Konsep Filsafat Pendidikan Progresivisme


Aliran progresivisme pernah berjaya di Amerika. Dalam bidang pendidikan,
progresivisme merupakan bagian dari gerakan reformis umum bidang sosial-politik yang
menandai kehidupan orang Amerika.
Progresivisme sebagai salah satu aliran filsafat pendidikan, muncul dari reaksi terhadap
pola-pola pendidikan yang bersifat tradisional yang selalu menekankan metode-metode formal
pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan sastra klasik peradaban Barat. Aliran filsafat
progresivisme mendukung pemikiran baru yang dinilai lebih baik bagi perkembangan
pendidikan dimasa mendatang. Progresivisme bukanlah suatau aliran filsafat pendidikan yang
berdiri sendiri, melainkan suatu gerakan atau perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918
(Uyoh 2007: 141). Pada dasarnya teori ini menekankan beberapa prinsip, antara lain;
1) Proses pendidikan berawal dan berakhir pada peserta didik;
2) Peserta didik adalah sesuatu yang aktif, bukan pasif;
3) Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah;
4) Sekolah harus menciptakan iklim yang bersifat kooperatif dan demokratif;
5) Aktifitas pembelajaran lebih fokus pada pemecahan masalah bukan untuk
mengajarkan materi kajian.
Menurut pandangan progresivisme, proses pendidikan memiliki dua bidang garapan,
yakni psikologis dan sosiologis. Ditinjau dari segi psikologis, pendidik harus mampu
mengetahui potensi dan daya peserta didik untuk dikembangkan.Pendidik dapat memilih cara
dan landasan yang tepat. Jika memperhatikan peran pandangan progresivisme di beberapa
negara maju, psikologi yang banyak dipakai adalah aliran behaviorisme dan pragmatisme. Hal
tersebut sejalan dengan teori bahwa aliran progresivisme disebut juga instrumentalisme,
eksperimental, atau environmentalisme yang berkaitan erat dengan alat, pengalaman,
lingkungan, serta kemajuan dan manfaat dari suatu aktivitas yang dilakukan, termasuk aktivitas
pendidikan.
Dilihat dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui ke mana potensi dan daya itu
harus dibimbing agar potensi yang dimiliki peserta didik dapat dirubah menjadi sesuatu yang
berguna baginya (Yunus, 2016).
Filsafat progresivisme menuntut kepada para penganutnya untuk selalu maju (progres):
bertindak secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab naluri manusia akan
selalu menginginkan perubahan-perubahan menuju arah lebih baik. Manusia tidak mau hanya
menerima satu macam keadaan saja tanpa ada kemajuan, tetapi manusia juga ingin hidupnya
tidak sama dengan masa sebelumnya (Jalaluddin & Idi 2012: 88). Untuk mendapatkan
perubahan-perubahan tersebut, manusia harus mempunyai pandangan hidup yang bertumpu
pada sifat-sifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan kemajuan, dan tidak terikat
doktrin-doktrin tertentu), toleran, curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), dan open-
minded (punya pikiran terbuka). Selain itu, filsafat progresivisme juga mempunyai dua sifat
mendasar lain dalam rangka mendapatkan perubahan-perubahan, di antaranya:
(1) sifat negatif, dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoriterianisme dan absolutime
dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika dan
epistemologi,
(2) sifat positif, dalam arti bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan
alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia sejak ia lahir –
man’s natural powers.
Maksud dari kekuatan tersebut adalah kekuatan–kekuatan manusia untuk terus melawan
dan mengatasi kekuatan-kekuatan, takhayul-takhayul, dan kegawatan-kegawatan yang timbul
dari lingkungan hidup yang mengancam. Filsafat progresivisme menaruh kepercayaan terhadap
kekuatan alamiah manusia, yaitu kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir.Jadi, manusia
sejak lahir telah membawa bakat dan kemampuan atau potensi dasar, terutama daya akalnya,
sehingga manusia dapat mengatasi seluruh problematika kehidupannya, baik itu tantangan,
hambatan, ancaman maupun gangguan yang timbul dari lingkungan hidupnya.
Sehubungan dengan itu, Soemanto (dalam Jalaludin & Idi, 2012: 89) menyatakan
bahwa daya akal sama dengan inteligensi-inteligensi yang menyangkut kemampuan untuk
belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam upaya penyesuaian terhadap situasi-
situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, potensi-potensi
yang dimiliki manusia mempunyai kekuatan-kekuatan yang perlu dikembangkan dan hal ini
menjadi perhatian aliran pendidikan progresivisme. Tampak bahwa aliran filsafat progresivisme
menempatkan manusia sebagai mahkluk biologis yang utuh dan menghormati harkat dan
martabat manusia sebagai pelaku hidup. Aliran filsafat progresivisme telah memberikan
sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan dewasa ini, dengan meletakan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik, baik secara fisik maupun dalam ranah
berpikir. Karena itu filsafat progresivisme tidak menyetujui sistem pendidikan yang otoriter.
Sebab pendidikan yang otoriter akan memusnahkan tunas-tunas pelajar untuk hidup sebagai
pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran dan memusnahkan daya kreasi baik secara
fisik maupun psikis peserta didik (Salu & Triyanto, 2017).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Aliran filsafat progresivisme senantiasa berupaya mengembangkan asas kemajuan dalam


semua realita, terutama dalam kehidupan untuk tetap survive terhadap semua tantangan
hidup manusia. Bagi yang menganut aliran ini dalam bertindak haruslah praktis, dalam
melihat segala sesuatu harus bisa menemukan manfaat dari segi keunggulan.
2. Progresivisme sebagai salah satu aliran filsafat pendidikan, muncul dari reaksi terhadap
pola-pola pendidikan yang bersifat tradisional yang selalu menekankan metode-metode
formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan sastra klasik peradaban Barat. Aliran
filsafat progresivisme mendukung pemikiran baru yang dinilai lebih baik bagi
perkembangan pendidikan dimasa mendatang.

3.2 Saran
Pada penulisan makalah ini masih ada berbagai hal yang perlu dikaji lebih luas dan mendalam
berdasarkan berbagai sudut pandang dan literatur yang berbeda.
Daftar Rujukan
Jalaluddin dan Idi, A. 2012. “Filsafat Pendidikan” Manusia, Filsafat dan Pendidikan”,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muis, I.S. (2004). Pendidikan Partisiptif Menimbang Konsep Fitrah dan Progesivisme Jhon
Dewey, Yogyakarta: Safaria Insania Press.
Salu, V. R., & Triyanto. (2017). Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Implikasinya dalam
Pendidikan Seni di Indonesia. Imajinasi, 11(1), 29–42.
Uyoh, S. 2017. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alafbeta.
Yunus, H. A. (2016). Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme Dan Esensialisme Dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1). https://doi.org/10.31949/jcp.v2i1.319

Anda mungkin juga menyukai