Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329245598

ALIRAN PROGRESIVISME DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Article · November 2018

CITATIONS READS

0 2,496

1 author:

Yuli Susilowati
SMKN 1 PROPPO
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Tugas Filsafat Ilmu View project

All content following this page was uploaded by Yuli Susilowati on 14 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ALIRAN PROGRESIVISME DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yuli Susilowati
NIM Baru: 18380012042
NIM Lama: 18382012042

Abstrak
Progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa
pendidikan bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan
kepada subjek didik, tetapi hendaklah berisi beragam aktivitas yang
mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir mereka secara menyeluruh,
sehingga mereka dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah
separti penyediaan ragam data empiris dan informasi teoritis, memberikan
analisis, pertimbangan, dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan
alternatif yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang
tengah dihadapi. Aliran progresivisme ini mengutamakan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah berpusat pada anak dan menjadikan pendidik hanya
sebatas sebagai fasilitaor, pembimbing, dan pengarah bagi peserta didik.
Adapun tujuan dari aliran progresivisme dalam pendidikan ialah ingin
merubah praktik pendidikan yang selama ini terkesan otoriter menjadi
demokratis dan lebih menghargai potensi dan kemampuan anak, serta
mendorong untuk dilaksanakannya pembelajaran yang lebih banyak
melibatkan peserta didik. Dengan menerapkan aliran progresivisme dalam
pendidikan, harapannya dapat membahwa perubahan dan kemajuan
pendidikan di Indonesia menjadi lebih berkualitas, sehingga mampu
mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia.

Kata Kunci: Aliran Progresivisme, Pendidikan


PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk manusia menjadi
pribadi yang bermoral, cerdas, dan bertanggungjawab. Dengan pendidikan
manusia secara optimal dapat mengembangkan sikap, pengetahuan maupun
keterampilan. Pendidikan adalah usaha yang dilakukan untuk mengubah
tingkahlaku individu dalam kehidupan pribadinya dan kehidupan masyarakatnya,
termasuk juga kehidupan dalam lingkungan sekitarnya.1 Selain itu pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Menginggat pentingnya pendidikan, maka pendidikan
dirancang dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Berkaitan dengan persoalan
tersebut, terdapat salah satu aliran dalam filsafat yang mendukung terlaksananya
pendidikan yang efektif. Aliran filsafat yang dimaksud adalah progresivisme.

1
Muhmidayeli, Teori-Teori Pengembangan, Sumber Daya Manusia dalam Pendidikan, (Bandung:
Refika Aditama, 2014), 42.

1
Aliran progresivisme merupakan salah satu aliran filsafat yang
berkembang dengan pesat pada permulaan Abad ke-20 dan sangat berpengaruh
dalam pembaharuan pendidikan, progresivisme muncul sebagai reaksi terhadap
pola pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran.
Aliran progresivisme mendorong perubahan-perubahan yang ada dalam dunia
pendidikan. Aliran ini mampu mempengaruhi pandangan intelektual tokoh-tokoh
dunia sekaligus memicu perkembangan teori-teori pendidikan yaitu dunia
pendidikan yang memerlukan kemodernan di dalamnya, khususnya pendidikan di
Indonesia. Dunia pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman,
pertumbuhan dan teknologi yang semakin hari semakin cepat. Pendidikan
merupakan jalan yang bisa diambil untuk menjawab dari banyak hal yang
merintangi dalam roda kehidupan.

BAGIAN INTI
Pengertian Progresivisme dan Sejarahnya
Progresivisme berasal dari kata “progres” yang berarti krmajuan. Secara
harfiah progresivisme dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan
kemajuan-kemajuan secara cepat.2 Dalam konteks filsafat pendidikan,
progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa pendidikan
bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan kepada subjek didik,
tetapi hendaklah berisi beragam aktivitas yang mengarah pada pelatihan
kemampuan berpikir mereka secara menyeluruh, sehingga mereka dapat berpikir
secara sistematis melalui cara-cara ilmiah separti penyediaan ragam data empiris
dan informasi teoritis, memberikan analisis, pertimbangan, dan pembuatan
kesimpulan menuju pemilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk
pemecahan masalah yang tengah dihadapi. Dengan pemilikan kemampuan
berpikir dengan baik, subjek-subjek didik akan terampil membuat keputusan-
keputusan terbaik pula untuk dirinya dan masyarakatnya serta dengan mudah pula
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.3
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progresivisme dalam semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive
menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran
ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas
eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan
environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
mempengaruhi pembinaan kepribadian. 4
Sifat umum aliran progresivisme dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a)
sifat-sifat negatif, dan b) sifat-sifat positif. Dikatakan sifat negatif karena,
progresivisme menolak otoritasme dan absolutisme dalam segala bentuk,
misalnya terdapat dalam agama, politik, etika dan epistemologi. Positif dalam arti,

2
Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 40.
3
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2013), 151.
4
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), 78.

2
bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari
manusia.5
Secara historis, progresivisme ini telah muncul pada abad ke-19, namun
perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20, terutama di
negara Amerika Serikat.
Sebagai sebuah aliran filsafat pendidikan, progresivisme lahir sebagai
protes terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan konvensional yang bersifat
formalis tradisionalis yang telah diwariskan oleh filsafat abad ke-19 yang
dianggapnya kurang kondusif dalam melahirkan manusia-manusia yang sejati.
Aliran ini memandang bahwa metodelogi pendidikan melalui pendekatan mental
dicipline, passive learning yang telah menjadi karakteristik pendidikan selama ini
tidak sesuai dengan watak humanitas manusia yang sebenarnya.6
Progresivisme merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan
pada tahun 1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat
di Amerika serikat. Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, karena guru
telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat
lainnya. Kaum progesif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat
yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum
progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai
tujuan.
Gerakan progresif terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan
sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar
pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih
jauh gerakan ini dikenal karena imbauannya kepada guru-guru, “Kami
mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia
pertama”. Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan
progresivisme merupakan semacam kendaraan mutakhir, untuk digelarkan.7

Tokoh-tokoh Progresivisme
Dalam kesejarahannya, progresivisme muncul dari tokoh-tokoh filsafat
pragmatisme seperti Charles S. Peirce, William James, dan John Dewey, dan
eksperimentalisme, seperti Francis Bacon. Tokoh lain yang juga memicu lahirnya
aliran ini adalah John Locke dengan ajaran filsafatnya tentang kebebasan politik
dan J.J. Rousseau dengan ajarannya yang meyakini bahwa kebaikan berada dalam
diri manusia dan telah dibawanya sejak ia lahir dan oleh karena itu,ia pulalah yang
mesti mempertahankan kebaikan itu agar selalu ada dalam dirinya. Kebaikan
manusia memiliki hubungan signifikan dalam segala ruang gerak kehidupan
dalam diri manusia. Tuhan menganugerahkan manusia freedom sebagai suatu
kapasitas yang akan menggerakkan manusia itu untuk mampu memilih dan
menetapkan mana perbuatan yang baik dan bajik dan mana pula tindakan yang
tidak baik dan tidak bajik untuk dirinya.
Begitu juga Immanuel Kant yang melihat manusia sebagai makhluk yang
memiliki martabat yang tinggi dan Hegel yang mengajarkan bahwa alam bersifat
dinamis dan selalu berada dalam suatu gerak dalam proses perubahan dan
penyesuaian yang tidak ada hentinya. Hukum gerak manusia selalu dalam

5
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 21.
6
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, 152
7
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 142.

3
bentuknya yang natural dengan gerakan yang pasti akan mengarah pada
perubahan dan perbaikan taraaf hidup.8 Hans Vaihinger, menurutnya tahu itu
hanya mempunyai arti praktis, penyesuaian dengan objek tidak mungkin
dibuktikan. Satu-satunya ukuran bagi berpikir adalah gunanya (pragma = bahasa
Yunani) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.9
Secara gerakan, tokoh-tokoh progresivisme yang berpengaruh ternyata
banyak bermunculan di Amerika Serikat, antara lain Benjamin Franklin, Thomas
Paine, dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan terhadap perkembangan
aliran ini dengan cara sikat menentang dogmatisme, terutama dalam agama,
moral, dan sikap demokrasi.10 Dalam ruang politik, gerakan-gerakan
progresivisme ini di antaranya di pelopori dua tokoh, yaitu Robbert La Follete.11

Landasan Filosofis Progresivisme


Progresivisme beranggapan bahwa kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
oleh manusia tidak lain adalah karena kemampuan manusia dalam
mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan tata logis dan sistematis
berpikir ilmiah. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah melatih kemampuan-
kemampuan subjek didiknya dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan
yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi
kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan juga berfungsi sebagai pengembangan
sumber daya manusia yaitu proses peningkatan pengetahuan keterampilan dan
kemampuan anggota masyarakat. Jalan utama untuk meningkatkan kualitas
manusia adalah menambah pengetahuan.12
Ilmu pengetahuan diperoleh manusia dari proses interaksinya dengan
berbagai realitas, baik melalui pengalaman langsung ataupun tidak langsung.
Sebagai pragmatisme, aliran ini memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu
yang bermanfaat, karena pengetahuan itu adalah sarana bagi kemajuan manusia.
Kendatipun tokoh-tokoh pragmatis berbeda dalam epistimologi pengembangan
pemikirannya, namun mereka sepakat dalam aksentuasi pemikirannya pada fungsi
pengetahuan, bukan pada hakikat pengetahuan. Charles S. Peice salah stu tokoh
pragmatisme menyebutkan, bahwa pengetahuan adalah suatu gambaran yang
diperoleh dari akibat apa yang ditimbulkan. Nilainya sangat tergantung pada
penerapannya di tengah-tengah masyarakat.
Aliran ini memandang, bahwa yang riil adalah segala sesuatu yang dapat
dialami dan dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Manusia adalah makhluk fisik
yang berevolusi secara biologis, sosial, dan psikologis dan karena itu manusia
terus-menerus akan berkembang kearah yang lebih baik da sempurna. Manusia
hidup selalu menunjukkan proses pengembangan, karena memang ia adalah
organisme yang aktif, yang terus menerus merekonstruksi, menginterpretasi, dan
mereorganisasikan kembali berbagai pengalaman, sehingga manusia akan selalu
menemukan pengetahuan baru untuk kemajuan dirinya tanpa henti.
8
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, 152.
9
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, 80.
10
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 159.
11
Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan, Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), 152.
12
Eko Ariwidodo, “Relevansi Pengetahuan Masyarakat Tentang Lingkungan Dan Etika
Lingkungan Dengan Partisipasinya Dalam Pelestarian Lingkungan” Nuansa, Vol. 11, No. 1:
http://dx.doi.org/10.19105/nuansa.v11i1.179 (Januari-Juni 2014), 5.

4
Aliran ini bersikap anti pada sikap otoritarianisme dan absolutisme dalam
segala bentuknya. Hal ini mengingat bahwa baginya sikap ini sangat tidak
menghargai kemampuan dasar manusia yang secara natural akan selalu mampu
menghadapi dan memecahkan berbagai kesulitan hidup. Manusia selalu bersikap
aktif dan selalu ingin mencari tahu dan meneliti, sehingga ia tidak mudah
menerima begitu saja suatu pandangan atau pendapat sebelum ia benar-benar
membuktikan kebenaran secara empiris. Ilmu pengetahuan lahir berdasarkan pada
pembuktian-pembuktian eksperimentasi di dunia empiris.13

Aliran Progresivisme dalam Pendidikan di Indonesia


Asas pokok aliran ini adalah bahwa karena manusia selalu tetap survive
terhadap semua tantangan kehidupannya yang secara praktis akan senantiasa
mengalami kemajuan. Oleh karena itu aliran ini selalu memandang bahwa
pendidikan tidak lain adalah proses perkembangan, sehingga seorang pendidik
mesti selalu siap untuk senantiasa memodifikasi berbagai metode dan strategi
dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-
perubahan yang menjadi kecenderungan dalam suatu masyarakat. Kualitas
penddikan tidak dapat ditentukan semata-mata dari standarisasi suatu nilai
kebaikan, kebenaran ataupun keindahan yang bersifat perenial, tetapi ditentukan
oleh sejauh mana suatu pendidikan itu mampu untuk terus menerus merekontruksi
berbagai pengalaman.
Sebagai sebuah aliran pragmatis, aliran ini mengakui bahwa tidak ada
perubahan dalam setiap realitas yang bersifat permanen. Aliran ini memandang
bahwa pendidikan dalam hal ini mesti dipandang sebagai hidup itu sendiri, bukan
sebagai suatu aktivitas untuk yang mempersiapkan subjek-subjek didiknya untu
hidup. Mengingat kehidupan intelektual manusia selalu berada pada aktivitas
interpretasi dan rekonstruksi berbagai pengalaman, maka pendidikan mesti
diarahkan pada pembentukan situasi yang menumbuhkan kembangkan sikap
intelektual ini agar ia dapat melakukan sesuatu yang berguna bagi masa-masa
kehidupannya setelah ia dewasa.
Berdasarkan pada pandangan ini pula, maka aliran ini berpendapat bahwa
pendidikan mestilah dimaknai sebagai sebuah proses yang berlandaskan pada asas
pragmatis. Dengan asas ini, pendidikan bertujuan untuk memberikan pengalaman
empiris kepada anak didik sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan
berbuat. Belajar mesti pula terpusat pada anak didik, bukan pada pendidik.
Pendidik progresif selalu melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan
problem-problem yang ada dalam kehidupan. Seorang pendidik progresif mesti
menggiring pemahaman kepada anak didiknya, bahwa belajar adalah suatu
kebutuhan anak didik dan ialah yang ingin belajar. Oleh karena itu, anak didik
progresif mesti selalu mampu menghubungkan apa yang ia pelajari dengan
kehidupannya.
Inti proses pendidikan bagi aliran ini terdapat pada anak didik, karena anak
didik dalam konsepnya adalah manusia yang memiliki potensi rasio dan
intelektual yang akan berkembang melalui pengkondisian pendidikan. Anak didik
adalah manusia yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi berbagai
problem dalam lingkungannya. Oleh karena itu, semua aktivitas kependidikan pun

13
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, 154-155.

5
mesti pula diarahkan pada penyediaan kondisi yang dapat memungkinkan setiap
anak secara individu untuk mengembangkan potensinya. Ini bukan berarti, bahwa
anak didik mesti diarahkan untuk mengikuti keinginan-keinginannya, bila
kenyataanya bahwa ia tidak cukup matang dalam menentukan tujuan-tujuan yang
jelas. Kendatipun pada hakikatnya, anak didik mesti menentukan sendiri proses
belajarnya, namun ia bukanlah suatu penentu final. Eksistensinya memerlukan
bimbingan dan pengajaran dari para pendidik.
Aliran progresivisme beranggapan bahwa belajar adalah suatu proses yang
bertumpu pada kelebihan akal manusia yang bersifat kreatif dan dinamis sebagai
potensi dasar manusia dalam memecahkan berbagai problem kehidupannya.
Karena kehidupan anak selalu bergerak dari pengalaman-pengalaman di
lingkugan sekitar, maka pendidikan menurut aliran ini mestilah dipandang sebagai
suatu proses sosialisasi, yaitu suatu proses pertumbuhan dan pengembangan
potensi intelektual anak melalui berbagai pengalaman yang ada di lingkungan
sekitarnya. Proses ini mesti berlangsung terus menerus sepanjang hayat manusia,
karena memang manusia selalu berada dalam proses menjadi. Oleh karena itu
sekolah yang ideal menurut alirannya adalah sekolah mengaksentuasikan isi
pendidikannya pada persoalan-persoalan yang terdapat di lingkungan
masyarakat.14
Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut
ini:
a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari
disiplin akademik.
b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secara
menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam
hubugannya dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.
c. Pembelajaran pda pokoknya aktif bukannya pasif. Pengajar/guru yang
efektif memberi siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan
mereka belajar dengan melakukan kegiatan.
d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berpikir secara
rasional sehingga mereka menjadi cerdas, yang memberi kontribusi pada
anggota masyarakat.
e. Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai
sosial.
f. Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan
pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan
dengan masa lalu.15
Dalam buku Abd. Rachman Assegaf prinsip-prinsip dasar progresivisme
adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan itu seharusnya “kehidupan” itu sendiri, bukan persiapan untuk
hidup.
b. Belajar harus dikaitkan secara langsung dengan minat anak.
c. Belajar melalui pemecahan masalah (problem solving) harus didahulukan
dari pada pengulangan mata pelajaran secara ketat.
d. Peran guru bukan untuk menunjukkan, tapi membimbing.
e. Sekolah mesti meningkatkan upaya kerja sama, bukan bersaing.
14
Ibid, 156-157
15
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, 144.

6
f. Hanya perkenan secara demokratislah, sesungguhnya dapat meningkatkan
peranan ide dan personalitas anak secara bebas, padahal itu diperlukan
bagi kondisi pertumbuhan anak yang benar. Beranjak dari uraian di atas,
pemikiran edukatif Dewey berupa progressivisme itu menghendaki agar
pendidikan diselenggarakan secara integral dengan melibatkan seluruh
komponen pendidikan, inklusif peserta didik, agar mampu menghadapi
perkembangan dan perubahan zaman. Namun demikian, apa yang
dilakukan oleh progressivisme masih dipandang belum cukup jauh dalam
melakukan perubahan sosial. Progresivisme mengakui bahwa pendidikan
hendaknya mengikuti perkembangan dan perubahan zaman dan
masyarakat baru yang dibentuk oleh pendidikaan.16
Dalam pendidikan di Indonesia saat ini, progresivisme memiliki andil
yang cukup besar, terutama dalam pelaksanaan pendidikan yang diterakan di
Indonesia. Sudah selayaknya pendidikan dilaksanakan dengan memperhatikan
kemampuan peserta didik yang dan serta berupaya membantu untuk
mempersiapkan peserta didik supaya mampu menghadapi tantangan zaman
dan dapat menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi dalam lingkungan
sekitarnya. Hal tersebut senada dengan pengertian pendidikan di Indonesia,
yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Aliran progresivisme menganggap
pendidikan tidak hanya dimaknai sebagai transfer pengetahuan, melainkan
pendidikan juga berarti sebagai proses pengembangan berbagai macam
potensi yang ada dalam diri peserta didik. Dengan demikian dapat dipahami,
bahwa aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan di Indonesia. Aliran ini memerdekakan setiap peserta didik yang
beragam dan mengembengkan stiap potensi yang dimilikinya.

KESIMPULAN
Progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa
pendidikan bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan kepada
subjek didik, tetapi hendaklah berisi beragam aktivitas yang mengarah pada
pelatihan kemampuan berpikir mereka secara menyeluruh, sehingga mereka dapat
berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah separti penyediaan ragam data
empiris dan informasi teoritis, memberikan analisis, pertimbangan, dan
pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternatif yang paling memungkinkan
untuk pemecahan masalah yang tengah dihadapi.
Tokoh-tokohnya antara lain, Charles S. Peirce, William James, dan John
Dewey, dan eksperimentalisme, seperti Francis Bacon. Tokoh lain yang juga
memicu lahirnya aliran ini adalah John Locke dengan ajaran filsafatnya tentang

16
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik
Sampai Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 47.

7
kebebasan politik dan J.J. Rousseau dengan ajarannya yang meyakini bahwa
kebaikan berada dalam diri manusia dan telah dibawanya sejak ia lahir dan oleh
karena itu, ia pulalah yang mesti mempertahankan kebaikan itu agar selalu ada
dalam dirinya. Dalam ruang politik, gerakan-gerakan progresivisme ini di
antaranya di pelopori dua tokoh, yaitu Robbert La Follete. Dasar filosofisnya
adalah Realisme Spiritualistik dan Humanisme Baru.
Aliran ini selalu memandang bahwa pendidikan tidak lain adalah proses
perkembangan, sehingga seorang pendidik mesti selalu siap untuk senantiasa
memodifikasi berbagai metode dan strategi dalam pengupayaan ilmu-ilmu
pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-perubahan yang menjadi
kecenderungan dalam suatu masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Ariwidodo, Eko, “Relevansi Pengetahuan Masyarakat Tentang Lingkungan Dan
Etika Lingkungan Dengan Partisipasinya Dalam Pelestarian Lingkungan”
Nuansa, Vol. 11, No. 1: http://dx.doi.org/10.19105/nuansa.v11i1.179
Januari-Juni 2014
Anwar, Muhammad, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015
Assegaf, Abd. Rachman, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Hadharah
Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2013.
___________, Teori-Teori Pengembangan, Sumber Daya Manusia dalam
Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2014.
Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013
Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan
dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2009.
Wangsa, Gandhi, Teguh, Filsafat Pendidikan, Mazhab-Mazhab Filsafat
Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2012

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai