Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN

Disusun oleh:
KELOMPOK VII
Husnul Muawiyah Arif : 20200121042
Muh Yusuf al-Bukhary Muslim :20200121067

Dosen Pengampu:
Dr. Takdir Khair, S.Pd., M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia – Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aliran-
aliran dalam Filsafat Pendidikan” Tak lupa shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah mengukir sebaik-baik
sejarah sepanjang zaman.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Filsafat Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan agar
pembaca dapat mengetahui penjelasan lebih dalam mengenai aliran-aliran
dalam filsafat pendidikan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan
mendukung penulis dalam penyusunan makalah ini. Diharapkan agar
pembaca dapat memahami serta mempelajarinya dengan baik. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan berbagai masukan dan kritikan demi
perbaikan makalahĥ ini.

Gowa, 27 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................1
C. Tujuan Pembahasan .....................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................3

A. Aliran progressivisme ..................................................................3


B. Aliran esensialisme ......................................................................5
C. Aliran perennialisme ....................................................................8
D. Aliran rekonstruksionalisme ........................................................12
E. Aliran eksistensialisme.................................................................14

BAB III PENUTUP ...........................................................................20

A. Kesimpulan ..................................................................................20
B. Saran ............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karena telah banyaknya aliran filsafat pendidikan yang tumbuh dan
berkembang, maka jika kita mengamati secara mendalam ada perbedaan
dan segi teori dan praktik, yaitu berbeda dalam cara dan dasar
pandangannya mengenai pen-didikan.
Perbedaan-perbedaan itu hanya dapat diketahui setelah dilakukan
penelitian secara hati-hati dan mendalam berdasarkan klasifikasi yang
ada. Kemudian, Theodore Brameld menentukan klasifikasi lain dari
Brubacher. Perbedaan klasifikasi ini pun hanya berbeda dalam
penekanan satu sistem yang menjadi ciri khas dan suatu ajaran filsafat
pendidikan tersebut. Menurut Brameld, perkembangan pemikiran dunia
filsafat pendidikan dapat diketahui melalui aliran filsafat pendidikan
progressivisme, essentialisme, perennialisme, reconstructionisme dan
eksistensialisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa aliran progressivisme?
2. Apa aliran esensialisme?
3. Apa aliran perennialisme?
4. Apa aliran rekonstruksionalisme?
5. Apa aliram eksistensialisme?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui aliran progressivisme
2. Untuk mengetahui aliran esensialisme

1
2

3. Untuk mengetahui aliran perennialisme


4. Untuk mengetahui aliran rekonstruksionalisme
5. Untuk mengetahui aliran eksistensialisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran progressivisme
Aliran progressivisme berasal dari kata “progress” yang artinya
kemajuan. Menurut Brubacher, sebagaimana dikutip Muhammad as-
Said “kemajuan” atau “progressive” merupakan sesuatu yang bersifat
alamiah, dan berarti “perubahan”.
Progresivisme menurut bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Perubahan merupakan
sifat yang utama dan realitas. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini,
semuanya pasti berubah. Manusia harus selalu maju (progress)
bertindak konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab
manusia mempunyai naluri selalu menginginkan perubahan-
perubahan.1
Aliran Progresivisme merupakan salah satu aliran filsafat
pendidikan yang berkembang pesat pada awal abad ke - 20 dan sangat
berpengaruh dalam pembaruan pendidikan. Awal mula lahirnya aliran
progresivisme yaitu dilatar belakangi ketidak puasan terhadap
pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan
peserta didik hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran.

1
Nursikin. “Aliran-aliran Filsafat Pendidikan dan Implementasinya dalam
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam”. Yogyakarta: Attarbiyah 1, no. 2 (2016) h.
310

3
4

Disamping itu, ada yang berpendapat bahwa aliran progresivisme


telah muncul pada abad ke-19, namun perkembangannya secara
pesat.baru terlihat pada awal abad ke-20, khususnya di negara Amerika
Serikat.
Dalam konteks filsafat pendidikan, progressivisme adalah suatu
aliran filsafat pendidikan yang mengutamakan sebuah pendidikan
bukanlah sebuah pengetahuan, tetapi pendidikan berisi berbagai ragam
aktivitas yang mengarah pada kemampuan berpikir peserta didik secara
menyeluruh. Sehingga peserta didik dapat berpikir secara sistematis
dengan berbagai cara ilmiah seperti menyediakan ragam empiris dan
teoritis, sehingga dalam menganalisis suatu kesimpulan harus
menggunakan alternative dalam melakukan pemecahan masalah.
1. Tokoh-tokoh Aliran Progressivisme
a. John Dewey (1859 - 1952)
Teori Dewey lebih menekakan pada anak didik dan minatnya
daripada mata pelajarannya sendiri. Progresivisme mempersiapkan
anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
John Dewey, mempraktikkan pandangan-pandangannya dalam
dunia pendidikan. Pandangan tersebut mengenai kebebasan dan
kemerdekaan peserta didik agar dapat mencapai tujuan pendidikan
dalam pembentukan warga negara yang demokratis, berpikir bebas, dan
cerdas. Bagi Dewey pendidikan itu adalah proses kehidupan pada masa
yang akan datang.
b. William James (1842-1910)
5

James mengemukakan pendapatnya tentang aliran


progressivisme bahwa dia berkeyakinan otak dan pikiran harus
mempunyai fungsi biologis dan nilai kegunaan hidup.
Aliran ini berkaitan dengan akal dan kecerdasan, hal itu
ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan apabila
dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan
kreatif didukung oleh kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan
memecahkan masalah.
c. Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Vaihinger merupakan seorang filsuf dari Jerman. Ia berpendapat
satu-satunya yang menjadi ukuran bagi pikiran atau berpikir adalah
kegunaannya untuk mengetahui serta mempengaruhi kejadian-kejadian
dunia. Menurutnya, ‘tahu’ itu hanya mempunyai arti praktis. Orang-
orang dikatakan tahu jika telah menggunakan pengetahuannya sehingga
mengetahui ‘tahu’ manfaat yang dikerjakan. Misalnya, guru
merencanakan pelajaran yang membangkitkan minat dan rasa ingin tahu
siswa atau guru membangkitkan minat siswa melalui permainan yang
menantang siswa untuk berpikir.
B. Aliran Esensialisme
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa inggris yakni
‘essential’ yang berarti inti atau pokok dari sesuatu, dan isme berarti
aliran, mazhab, atau paham. Dikutip dari kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI) pengertian esensi adalah hakikat, inti, dan hal yang pokok.
Secara bahasa, istilah ini berasal dari bahasa latin yaitu ‘essentia’ yang
berarti ada.
6

Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi


terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka,
disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia
dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Realisme modern,
yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya
adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern
sebagai eksponen yang lain pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang
pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan
pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada
dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan
penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat
mental.2
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang
menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Aliran
ini beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah banyak melakukan
kebaikan-kebaikan untuk umat manusia. Yang dimaksud dengan
kebudayaan lama itu adalah yang telah ada semenjak peradaban
manusia yang pertama-tama dahulu. Akan tetapi, yang paling mereka
pedomani adalah peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang
tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi.
Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya
usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan
kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama di zaman Yunani dan

2
Thaib, Muhammad Ichsan. “Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam”. Banda Aceh: Jurnal Mudarrisuna 4, No. 2 (2015): h. 738
7

Romawi. Aliran ini juga disebut sebagai salah satu aliran filsafat
pendidikan modern.
Disamping itu, menurut Plato manusia secara kodrat memiliki
tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan, dan akal. Program pendidikan yang
ideal adalah berorientasi kepada ketiga potensi itu agar kebutuhan yang
ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Ide-ide Plato
tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh Aristoteles yang lebih
medekatkan kepada dunia realitas. Tujuan pendidikan menurut
Aristoteles adalah kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan pendidik ini,
aspek isik, intelektual, dan emosi harus dikembangkan secara seimbang,
bulat, dan totalitas.3
1. Tokoh-tokoh Aliran Esensialisme
a. William C Bagley
William C Bagley adalah seorang pendidik yang berasal dari
Amerika. Ia lahir tahun pada tahun 1876 lalu meninggal pada tahun
1946. Ia berpendapat bahwa filsafat pendidikan mempunyai beberapa
ciri diantaranya yaitu: Minat kuat pada seorang peserta didik sering
gugur pada tahap awal, pengawasan, bimbingan, pengarahan, dan
kemampuan mendisiplinkan diri untuk mencapai tujuan.
b. Johan Frieddrich Herbet
Johan Frieddrich Herbet berpendapat bahwa tujuan pendidikan yaitu
untuk menyesuaikan jiwa seseorang disertai dengan kebijaksanaan dari
tuhan. Sedangkan dalam mencapai sebuah proses tujuan pendidikan
yaitu melalui sebuah pengajaran.

3
Ainul Yakin dan Fahrizal Muhaini “Aliran-aliran Filsafat Pendidikan” h. 6
8

c. William T Haris
William T Haris berpendapat bahwa tugas pendidikan yaitu
terbentuknya realitas dengan tujuan yang tidak dapat dielakkan.
d. Johan Freederich Frobel
Johan Freederich Frobel lahir pada tahun 1782. Ia adalah seorang
tokoh trasendental. Menurutnya tugas pendidikan yaitu membimbing
peserta didik ke arah kesadaran diri yang murni. Ia juga berpendapat
bahwa esensialisme menawarkan sebuah teori yg kokoh dan kuat dalam
suatu pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya memberikan
teori yg lemah. Maksudnya adalah aliran esensialisme ini sudah
menyediakan banyak teori dalam pembelajaran yang kuat dan kokoh
untuk pendidikan, tetapi pada kenyataannya sekarang banyak sekolah-
sekolah yang progesivismenya atau cara penyampaiannya itu lemah.
C. Aliran Perenialisme
Munculnya aliran perenialisme mulanya berasal dari pemikiran-
pemikiran orang barat yang terus mencari jawaban akibat kekacauan-
kekacauan, kebingungan, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Mereka
berasumsi bahwa ide umum yang terkandung dalam pemikiran filsuf
zaman Yunani Kuno dan pada abad pertengahan itu adalah memiliki
nilai yang ideal dan masih tetap relevan sepanjang zaman untuk
menjawab problematika umat manusia dewasa ini
Perenialisme merupakan aliran pendidikan yang lahir pada abad
ke-20. Secara bahasa Perenialisme berasal dari kata "perenial" yang
bermakna abadi, kekal, dan tanpa akhir. Aliran perenialisme
beranggapan bahwa tradisi dipandang sebagai prinsip-prinsip yang
abadi dan akan terus mengalir sepanjang sejarah manusia.
9

Aliran perenialisme lebih menekankan pada kebenaran,


keabadian, dan keindahan warisan budaya. Pendidikan yang menganut
aliran ini menekankan pada kebenaran absolut, universal yang tidak
terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini bersifat masa lampau, dimana
aliran ini kembali pada nilai-nilai budaya.
Kehidupan hari ini terdapat berbagai macam krisis akibat dari
perkembangan zaman. Inilah yang menjadi pandangan aliran
perenialisme bahwa kehidupan ini sudah terjadi banyak krisis moral,
nilai, dan norma. Aliran perenialisme kemudian memberikan tawaran
untuk bisa keluar dari berbagai krisis tersebut. Tawarannya adalah
kembali ke masa yang lalu. Sikap kembali ini bukan berarti hanya
sebuah nostalgia, melainkan sebuah upaya untuk membanggakan
kesuksesan untuk dijadikan acuan pada saat ini.
Pada hakikatnya manusia memiliki potensi dasar yaitu kemauan,
nafsu, dan fikiran dimana ketiganya harus seimbang dan berjalan agar
menjadi manusia yang kritis. Pandangan perenialisme dibangun atas
dasar keyakinan ontologis, bahwasanya pengetahuan pendidikan itu
sudah ada sejak dulu dengan adanya subyek individu yang sedang
mencari ilmu dan bagaimana ia menggunakan ilmu tersebut.
Filsafat perenial termasuk filsafat yang masuk dalam kategori
filsafat tua yang disebut juga filsafat masa pra modern, namun banyak
yang beranggapan bahkan mengklaim bahwa filsafat perenialisme
merupakan aliran yang aktual atau sepanjang zaman. Berkaitan dengan
awal kemunculan filsafat perenial terdapat beberapa pandangan yang
menjelaskan tentang sejarah kemunculannya. Ada yang berpendapat
bahwa kemunculan filsafat perenial berawal dari Remundo yang
10

mendapatkan surat dari sahabatnya yang bernama Leibniz pada tanggal


26 Agustus 1714.4
Secara tidak langsung, aliran perenialisme ini telah memberikan
dampak pada dunia pendidikan dewasa ini. Apa yang terdapat dalam
diri manusia, menjadi bukti nyata bahwa manusia membutuhkan proses
pendidikan dalam menumbuh-kembangkan akal pikiran, kemauan, dan
nafsunya. Dalam pendidikanlah semuanya akan diatur, dikelola,
diarahkan menuju perkembangan yang baik, yang sesuai dengan kodrat
manusia hakiki yakni makhluk sosial yang beretika dan
mendayagunakan akal pikirannya untuk menundukkan nafsu
manusiawinya.
1. Tokoh-tokoh Aliran Perenialisme
a. Frithjof Schuon
Frithjof Schuon mendefinisikan filsafat perenial dengan tiga kata
yang kiranya perlu dikenal dalam membahas filsafat perenial. Pertama,
kata religio perennis yang artinya adalah esensi dari agama-agama baik
ritual, doktrin, bentuk doa, bentuk penyembahan maupun sistem
moralnya. Kedua, kata philosophia perennis atau filsafat perenial yang
berarti filsafat yang berdasar pada “Spirit” yang ditemukan dalam
intelek murni – yang bisa diaktualisasikan oleh Teks sakral tertentu.
Dan Ketiga, kata sophia perennis yang berarti esensi dari semua dogma
dan ekspresi dari kebijaksanaan. Kata philosophia perennis dan sophia
perennis sebenarnya memiliki arti yang kurang lebih sama. Namun

4
Eko Nursalim dan Khojir. “Aliran Perenialisme dan Implementasinya dalam Pendidikan
Islam”. Samarinda: Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris: Cross-border 4
No. 2 (2021): h. 676
11

Frithjof Schuon lebih memilih kata yang kedua karena kata yang
pertama memberikan kesan adanya kontruksi mental.
Di sini kiranya perlu ditekankan bahwa philosophia secara literal
mempunyai arti “cinta kebijaksanaan” atau dengan kata lain
kebijaksanaanlah yang menjadi inti dari philosophia, dan cinta
kebijaksanaan tersebut adalah way of life (jalan hidup).
Apa yang diinginkan oleh Schuon adalah pentingnya membangun
pemahaman bersama dengan lebih mengedepankan aspek persamaan
antara agama yang ada, bukan justru pada spek perbedaannya. Sebab, di
balik bentuk formal dari masing-masing agama, terdapat kesamaan
substansial. Eksistensi agama satu dengan agama yang lain adalah
saling menguatkan, bukan justru saling menghapuskan. Kerangka
pandang yang saling menghapuskan inilah yang justru melahirkan
perang identitas dalam sejarah kehidupan antar umat beragama, konflik,
dan segala bentuk kekerasan atas nama agama. Schuon sendiri
menyadari akan hal ini. Berbagai perbenturan dan segala bentuk konflik
memang sangat mungkin untuk terjadi. Schuon mengingatkan bahwa
segala bentuk keyakinan akan kebenaran yang dijadikan untuk klaim
atas nama kebenaran tersebut ditinjau dari ontologis, epistemologis dan
aksiologis sesungguhnya hal yang relatif.
b. Sayyed Hossein Nasr
Sayyed Hossein Nasr adalah salah satu seorang diantara sedikit
pemikir muslim abat ke-20 yang menaruh perhatian terhadap perlunya
kembali menghidupkan nilai-nilai tradisional (tasawuf) sebagai tawaran
alternatif penyembuhan krisis manusia modern.
12

Nasr menjelaskan manusia modern telah lupa siapakah ia


sesungguhnya. Karena manusia modern hidup di pinggir lingkaran
eksistensinya; ia hanya mampu memperoleh pengetahuan tentang dunia
yang secara kualitatif bersifat dangkal dan secara kuantitatif berubah-
ubah.
Dengan demikian, filsafat perennial Sayyed Hossein Nasr adalah
tentang pembebasan manusia modern dari perangkap dan
keterpasungan budaya dan peradaban yang diciptakan manusia sendiri.
Semakin disingkirkannya dimensi ke Ilahian dalam jiwa, maka mau
tidak mau pandangan serta sikap hidup keagamaan harus dihidupkan
kembali dalam kehidupan mereka. Karena inilah, Nasr memilih
tasawuf sebagai alternatif kepada manusia modern yang telah
dihinggapi kehampaan spiritual dalam jiwanya dengan melakukan
amalan-amalan tasawuf. Di dalam Islam, tasawuf ibarat jantung sebagai
bagian inti dari pewahyuan Islam (the heart of Islam). Hal ini
dikarenakan, tasawuf telah memberikan energi dan semangat ke dalam
seluruh aspek dalam Islam, baik dalam aspek sosial maupun intelektual.
Sehingga, akhirnya Nasr menyimpulkan bahwa berbagai isu
danpermasalahan dalam sejarah Islam tidak mungkin mampu
diselesaikan tanpa memandang peran yang telah dimainkan tasawuf.
D. Aliran Rekonstruksionisme
Secara harfiah rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris,
yang asal kata dasarnya adalah construct (membangun), construction
(pembangunan) reconstruct (menyusun kembali). Adapun reconstruct
tersusun dari dua kata "Re" yang artinya kembali dan "construct" yang
13

artinya menyusun, sehingga jika keduanya digabungkan maknanya


menjadi penyusunan/menyusun kembali.5
Dalam filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah
suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa
kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-
masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Aliran rekonstruksionime sepaham dengan aliran perenialisme
yaitu sama-sama hendak mengatasi krisis kehidupan modern. Keduanya
nemandang bahwa keadaan zaman sekarang mempunyai kebudayaan
yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpang siuran.
Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai
oleh perenialisme. Aliran perennialisme memiliki cara tersendiri, yakni
dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture)
yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina
suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan
utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia
1. Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksionisme
a. Caroline Pratt
Pendapat Pratt mengenai nilai. Nilai disini yang dimaksud adalah
mengenai nilai yang ada pada sekolah tersebut. Bahwa nilai ini

5
Nurul Qomariah. “Pendidikan Islam dan Alilran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme” Banjarbaru: Al Falah, Vol. XVII No. 32 (2017) h. 200
14

merupakan hasil berfikir efektif peserta didik. Nilai ini diharapkan agar
dapat merubah dunia pendidikan lebih berkembang menjadi baik. Nilai
juga perlu dilihat dari proses belajar dari peserta didik dan juga
perkembangannya yang didapat dari pelajaran tersebut dan juga pola
pikir dari peserta didik tersebut agar dapat selalu berfikir dengan baik.
b. Paulo Freire
Menurut Paulo mengenai pemikirannya yang berhubungan dengan
pendidikan ini, ia berkeinginan agar pemerintah merubah sistem
pendidikan. Menurut Paulo sistem pendidikan saat ini sangat menindas
masyarakat, dan menurutnya agar dapat diganti dengan sistem
pendidikan yang baru yaitu sebuah sistem pendidikan yang dalam
prosesnya terdapat kebebasan bagi masyarakat, dengan cara
memanusiakan manusia bukan dengan cara menekan ataupun
penindasan terhadap masyarakat.
E. Aliran Eksistensialisme
Secara etimologi eksistensi berasal dari bahasa Inggris yaitu
excitence; dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul,
memilih keberadaan aktual. Dari kata ex berarti keluar dan sistere yang
berarti muncul atau timbul. Beberapa pengertian secara terminologi
yaitu pertama apa yang ada, kedua apa yang memiliki aktualitas (ada)
dan ketiga adalah segala sesuatu (apa saja) yang di dalam menekankan
bahwa sesuatu itu ada.
Yang dimaksud eksistensialisme disini adalah segala sesuatu
yang ada dan yang dimiliki oleh manusia. Maksudnya, tujuan dari
hakekat ini mengembalikkan keadaan manusia seperti kehidupan yang
dimilikinya. Aliran ini mengungkapkan bahwa segala yang berasal dari
15

pengalamannya sendiri, kepercayaan yang ada dalam dirinya, dan


kemampuan yang dimiliki untuk mencapai keyakinan hidupnya.
Kebebasan yang dibangun adalah kebebasan dari keinginan dan
kehendak dirinya sendiri. Dengan demikian semua tindakan yang
dilakukan adalah resiko dan tanggung jawabnya sendiri, sehingga
filsafat ini kadang dipersepsikan sebagai filsafat kebebasan yang
mutlak.
Adapun prinsip aliran eksistensialisme tidak memperdulikan apa
itu Tuhan. Manusia memiliki kehidupannya sendiri, maka dari itu setiap
pilihan-pilihan yang dibuat harus dipertanggung jawabkan.
Eksistensialisme juga tidak memperdulikan jawaban terhadap masalah
yang ada dalam ilmu filsafat yang penting. Eksistensialisme hanya
fokus atau berusaha dalam mengembangkan minat manusia terhadap
masalah-masalah, tetapi tidak membekali manusia dengan jawaban-
jawabannya. Sebab, aliran eksistensialisme memandang bahwa manusia
sebagai orang asing dalam kehidupan ini. Maka dari itu, manusia
diminta untuk mencari jawaban-jawaban atas permasalahan yang
dimiliki dengan cara mengenali dirinya sendiri. Pada eksistensialisme,
manusia diminta untuk bersiap diri menghadapi kematian. Namun,
eksistensialisme tidak menjelaskan hal apa saja yang perlu dipersiapkan
manusia untuk menghadapi kematian tersebut. Jelas, apa yang ada di
dalam aliran-aliran ini diperlihatkan bahwa aliran ini telah gagal dalam
mewujudkan cita-citanya atas mempertanggung jawabkan perbuatan-
perbuatan yang dilakukan manusia.
Dalam bidang pendidikan, aliran eksistensialisme menganggap
perlunya setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara
16

maksimal tanpa ada batasan (mutlak). Hal ini menyebabkan manusia


berkelakuan bebas tanpa adanya keterikatan dengan pencipta mereka,
sehigga menyebabkan mereka berpikiran bahwa tidak ada yang
mengatur mereka termasuk Tuhan. Hal inilah yang bisa membawa
seseorang kepada atheism.
Manusia diberi oleh Allah akal, pikiran dan kemampuan untuk
memilih. Dengan 3 hal tersebut manusia diberi kebebasan dalam
menjalankan kehidupannya, diberi kebebasan dalam menentukan jalan
hidupnya, akan tetapi islam mensyaratkan harus sesuai dengan aturan-
aturan dalam islam. Dalam filsafat pendidikan islam disebutkan bahwa
manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dan akan diberikan tugas
yang mulia untuk menjadi khalifah di bumi. Berbeda dengan pandangan
eksistensi yang menganggap manusia tidak memiliki bentuk. Bahkan
manusia hanyalah gambaran dari beberpa kemungkinan-kemungkinan
yang pasti terjadi. Hal ini berdampak pada kegagalan karena tidak
merasakan sesuatu kecuali penderitaan atau masalah batin.
Dalam pendidikan Islam meletakkan hubungan manusia dengan
pendidikan atas dasar prinsip penciptaan, peran, dan tanggungjawab,
dalam hal ini manusia dapat dilihat sebagai mahluk ciptaan Allah yang
terkait oleh ketentuan-ketentuan, norma-norma, nilai-nilai yang telah
diatur oleh Allah. Dengan demikian manusia adalah makhluk yang
terkait oleh nilai-nilai ilahiyah yang mencakup hubungan dengan Allah,
manusia, dan alam sekitar. Sehingga aspek eksistensi menyangkut
kebebasan sebagaimana Sartre dan Kiergaard diupayakan untuk
diminimalisir.
17

Walaupun demikian tujuan pendidikan dalam filsafat ini


sebenarnya adalah bukan hanya penekanannya pada dialog (debate)
semata, namun pada bentuk penciptaan (creation), yaitu keberanian
menciptakan gagasan, pikiran ataupun maksud dari keinginan dan
ketertarikan masing-masing siswa. Karena kedudukan manusia sebagai
individu sangat penting sebagai pencipta (creator) dari pikiran ataupun
gagasan, maka pendidikan yang berlandaskan pada eksistensialisme
harus mempertahankan dan terfokus pada realitas kehidupan manusia.
Dengan demikian filsafat eksistensialisme sangat meyakini bahwa
pendidikan yang baik salah satunya adalah pendidikan yang
menekankan pada individu.
1. Tokoh-tokoh Aliran Eksistensialisme
a. Sooren Kierkegard (1813-1855)
Setelah masa kejayaan idealisme Jerman yang diakhiri pada masa
George Wilhelm Friedrich Hegel, yang kemudian Hegelian-hegelian
pecah menjadi dua yakni Hegelian kiri dan Hegelian kanan. Hegelian
kanan memiliki sikap konservatif (kolot) sedangkan Hegelian kiri lebih
progresif (ke arah kemajuan) dan memiliki pendirian yang agak ekstrim
terhadap agama dan politik.
Idealisme Jerman, Hegel, dikritik oleh Soren Aabye Kierkegaard
asal Denmark. Alasan utama kritik Kierkegaard adalah
abstraksionalisme Hegel yang seolah-olah meremehkan keberadaan
manusia konkret. Reaksi kiergaard terhadap idealisme Hegel juga
dipengaruhi oleh situasi kemasyarakatan Denmark saat itu yakin
sulitnya mencarikan solusi kehidupan sosial keagamaan saat itu, karena
agama Kristen bersifat secular yang banyak dipengaruhi oleh filsafat
18

idealisme Hegel. Sehingga menghasilkan aliran filsafat eksistensialisme


yang menekankan pada individualitas manusia dan manusia konkret.
Kategori filsafat Kiergaard adalah individualitas. Pandangannya
terhadap pendidikan, dia sangat menolak pendidikan/sekolah kejuruan
karena pendidikan jenis tersebut sangat mengarahkan siswa atau peserta
didik kearah pandangan kehidupan duniawi. Ada yang berpendapat
bahwa alasan Kiergaard menolak sekolah kejuruan adalah karena
dengan teknologi industry yang berkembang dengan pesat
menyebabkan benturan kemanusiaan, telah ditandai dengan banyakya
pengrusakan lingkungan dan alam serta terjadinya peperangan antar
manusia dengan menggunakan teknologi, sehingga manusia diperalat
oleh media tersebut. Kondisi inilah yang terjadi pada abad ke-20 an
dengan terjadinya perang dunia (world wars).
b. Jean-Paul Sartre (1905-1980)
Filsafat Sartre lebih menekankan pada kebebasan (freedom)
manusia dengan menekankan pada a fresh in each situation, ia
mengemukakan pendapatnya bahwa menjadi bebas adalah suatu
keharusan dan pilihan, kita dapat memilih dan melakukan apa yang kita
suka, jika jalan yang satu tersesat/buntu maka kita dapat mencari
cara/jalan lainnya, kita selalu bebas.6
Menurut Sartre, manusia yang sadar adalah manusia yang
bertanggung jawab dan memikirkan masa depan, inilah inti ajaran
utama dari filsafat eksistensialisme. Bila manusia bertanggung jawab

6
Dian Ekawati. “Eksistensialisme”. Lampung: Tarbawiyah 12, No. 01 (2015): h. 144
19

atas dirinya sendiri, bukan berarti ia hanya bertanggung jawab pada


dirinya sendiri, tetapi juga pada seluruh manusia.
Pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar hendak
menjelaskan situasi keberadaan manusia di tengah manusia dan bukan
manusia, lebih dari itu Sartre hendak menjelaskan tanggung jawab yang
seharusnya dipikul oleh semua manusia sebagai manusia. Sebab
eksistensi manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada
dirinya sendiri bahwa ia berhadapan dengan dunia, yang semakin hari
semakin menampakkan eksistensi modern.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang
mengutamakan sebuah pendidikan bukanlah sebuah pengetahuan,
tetapi pendidikan berisi berbagai ragam aktivitas yang mengarah
pada kemampuan berpikir peserta didik secara menyeluruh.
2. Aliran esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan
agar manusia kembali kepada kebudayaan lama.
3. Aliran perenialisme lebih menekankan pada kebenaran, keabadian,
dan keindahan warisan budaya. Pendidikan yang menganut aliran
ini menekankan pada kebenaran absolut, universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini bersifat masa lampau, dimana
aliran ini kembali pada nilai-nilai budaya.
4. Aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern.
5. Aliran ksistensialisme disini adalah segala sesuatu yang ada dan
yang dimiliki oleh manusia. Aliran ini mengungkapkan bahwa
segala yang berasal dari pengalamannya sendiri, kepercayaan yang
ada dalam dirinya, dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai
keyakinan hidupnya.

20
21

B. Saran
Demikianlah mengenai materi aliran-aliran filsafat
pendidikan, tentunya makalah ini masih memiliki kekurangan.
Penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini dan
penulisan makalah pada kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ekawati, Dian. “Eksistensialisme”. Lampung: Tarbawiyah 12, No.


01 (2015): h. 137-152.

Nursalim, Eko, dan Khojir. “Aliran Perenialisme dan


Implementasinya dalam Pendidikan Islam”. Samarinda:
Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris:
Cross-border 4 No. 2 (2021): h. 673-684.

Nursikin, Mukh. “Aliran-aliran Filsafat Pendidikan dan


Implementasinya dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam”. Yogyakarta: Attarbiyah 1, no. 2 (2016)
h. 303-334

Qomariah, Nurul. “Pendidikan Islam dan Alilran Filsafat


Pendidikan Rekonstruksionisme” Banjarbaru: Al Falah, Vol.
XVII No. 32 (2017) h. 197-218.

Thaib, Muhammad Ichsan. “Essensialisme dalam Perspektif


Filsafat Pendidikan Islam”. Banda Aceh: Jurnal
Mudarrisuna 4, No. 2 (2015): h. 731-762.

Yakin, Ainul, dan Fahrizal Muhaini “Aliran-aliran Filsafat


Pendidikan” h. 1-8

22

Anda mungkin juga menyukai