Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

WAWASAN PENDIDIKAN
Implementasi Pandangan Filsafat Positivisme, Progresivisme,
Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan

DOSEN PENGAMPU : P. Wayan Arta Suyasa, S.Pd, M.Pd

OLEH KELOMPOK 2 :
I GEDE PANDE DARMA SUARDIKA : 1815051023
GEDE PUTU JALADRI PRAWATA : 1815051106
GEDE EDO QUARDIANA : 1815051108
KADEK ANDILA KERTHA SUBAGIA : 1815051063
MADE DWIYANA DARMA WIRATA : 1815051071
I KOMANG HERRY SUSARIANTHA SANDJAYA : 1815051109

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya , sehingga kami dapat menyusun
makalah mengenai “Implementasi Pandangan Filsafat Positivisme,
Progresivisme, Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan”.

Kami menyadari bahwa di dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas


dari berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami pun menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kelompok dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.

Singaraja, 2 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Pendidikan dalam Perspektif Positivisme. .................................................... 3

2.2 Pendidikan dalam Perspektif Progresivisme. ................................................ 5

2.3 Pendidikan dalam Perspektif Humanisme ..................................................... 6

2.4 Pendidikan dalam Perspektif Pancasila ......................................................... 7

2.5 Implementasi Pandangan Filsafat Prositivme, Progresivisme, Humanistik,


dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan ............................................................ 9

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 19

3.2 Saran ............................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat pendidikan merupakan hasil pemikiran dan perunugan secara
mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal pendidikan. Para filsuf melalui
karya filsafat pendidikannya, berusaha menggali ide-ide baru tentang
pendidikan, yang menurut pendapatnya lebih tepat ditinjau dari kewajaran
keberadaan peserta didik dan pendidik maupun ditinjau dari sudut pandang
geografis, sosiologi, dan budaya suatu bangsa. Daru sudut pandang
keberadaan manusia akan menimbulkan banyak aliran tentang pendidikan
yang muncul.

Berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut, memberi dampak terciptanya


konsep-konsep atau teori pendidikan yang beragam. Masing-masing konsep-
konseo akan mendukung masing-masing filsafat pendidikan itu.

Oleh karena itu, kami tertarik membahas topik mengenai “Implementasi


Pandangan Filsafat Positivisme, Progresivisme, Humanistik, dan Pancasila
Dalam Praktik Pendidikan”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pendidikan dalam Perspektif Positivisme?
2. Apa itu Pendidikan dalam Perspektif Progresivisme?
3. Apa itu Pendidikan dalam Perspektif Humanisme?
4. Apa itu Pendidikan dalam Perspektif Pancasila?
5. Bagaimana Implementasi Pandangan Filsafat Positivisme,
Progresivisme, Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu
Pendidikan dalam Perspektif Positivisme, Pendidikan dalam Perspektif
Progresivisme, Pendidikan dalam Perspektif Humanisme, Pendidikan dalam

1
Perspektif Pancasila dan Bagaimana Implementasi Pandangan Filsafat Prositivme,
Progresivisme, Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan dalam Perspektif Positivisme.


Pengaruh positivisme dalam dunia pendidikan dimulai pada awal tahun
1950-an. Dua penulis besar Charles D. Hardie lewat karyanya Truth and Fallacy
in Education Theory dan D.J.O Connor’s An Introduction to The Philosophy of
Education adalah dua tokoh yang berpengaruh luas di dunia pendidikan modern.
Kedua penulis ini telah banyak mengkritisi teori-teori pendidikan sekarang
sebagai teori yang samar-samar dan tidak bersifat sains. Bahkan, hanya
merupakan ekspresi pendapat-pendapat semata. Keduanya mendesak para pakar
pendidikan untuk banyak terlibat dalam menganalisis bahasa dan konsep-konsep
lewat metode yang ditempuh positivisme. Kedua penulis ini juga
merekomendasikan agar penelitian dalam bidang-bidang pendidikan supaya lebih
berorientasi saintifik.

Menurut pandangan aliran positivistik, teori pendidikan yang orisinil


semestinya mengikuti struktur logis teori-teori sains. Oleh karena itu, teori yang
demikian harus meliputi premis-premis, hipotesis logik dan ungkapan (statement)
sebagai kata kunci dalam premis tersebut. Apa yang harus dimiliki oleh sebuah
teori, menurut Charles D. Hardie, adalah “selama proses pendidikan berlangsung,
lingkungan berperan atas hakikat orisinalitas manusia untuk membentuk nilai
yang akan merubah tingkah lakunya”.5 Ia mengatakan bahwa hakikat manusia
terdiri dari karakteristik yang dapat diperbaiki (modifiable) dan karakteristik yang
tidak bisa dirubah karena sudah merupakan watak (unmodifiable).6 Dengan kata
lain, sebuah teori semestinya meliputi statement tentang karakter manusia yang
bisa berubah dan statement tentang karaktekter yang tidak bisa dirubah, baik ia
diperlukan atau tidak. Tetapi Hardie juga mengatakan bahwa merupakan sebuah
kesalahan bila teori-teori pendidikan banyak mengadopsi ilmu-ilmu kealaman.7
Sebab, teori-teori ini lebih banyak berdasarkan hubungan formal (eksak), dan
berkaitan erat dengan entitas yang tidak bisa diobservasi karena hanya merupakan
postulat (dalil) semata.

3
Dalam teori-teori pendidikan, postulat-postulat dan entitas yang tak bisa
diobservasi, tidak berhubungan sama sekali. Teori-teori ini dipandang steril.
Kemudian apa yang seharusnya dilakukan oleh para pendidik? Menurut Hardie,
mereka harus menganalisa dan mengklarifikasi konsep-konsep pendidikan dan
menunjukkan bahwa semua konsep itu dapat diberi arti dengan terma-terma yang
bisa diobservasi di depan umum.8 Entitas mental, misalnya, adalah sesuatu yang
biasanya tidak bisa diobservasi, jadi tidak mendapat tempat di dalam teori-teori
pendidikan. Demikian, teori-teori pendidikan harus memperagakan (modeled)
cara-cara yang ditempuh ilmu-ilmu sains dan mengajukan perkiraan-perkiraan
atau prediksi yang bisa diujicoba, selanjutnya dikonstruk untuk menjelaskan
aspek-aspek pemikiran (mind).

Dalam kaca mata filsafat pada umumnya, pendidikan tidak berarti apa-apa
jika pernyataan-pernyatannya selalu berorientasi kepada sesuatu yang tidak
empiris (tidak bisa diverifikasi),9 dan tidak pula terdiri dari terma-terma yang
mudah dimengerti dan dipahami demi tujuan sebuah kebenaran. Filsafat
pendidikan harus ditempatkan sejajar dengan “filsafat kurikulum” yang
terkandung di dalamnya analisis filosofis, seperti konsep bahasa, matematika,
sains dan sejarah. Hardie menekankan pentingnya teori arti (meaning) dari logika
kaum positivistik yang hingga saat ini banyak ditinggalkan dunia pendidikan.

Dalam upaya untuk menerima kebenaran teori “arti” ini, Hardie sekaligus
mengeluarkan (mengenyampingkan) aspek etik dari filsafat pendidikan. Bagi
logika positivistik, pernyataan yang terkait dengan etika hanyalah semata ekspresi
perasaan personal (individu) dan bukan kepentingan yang dipandang sebagai
sebuah kebijakan. Tetapi di sini dikatakan bahwa pengenyampingan
etikmerupakan sesuatu yang tidak rasional sejak pemikiran dan praktek
pendidikan telah banyak dipengaruhi oleh isu-isu dan problem nilai di satu pihak
dan kebijakan-kebijakan yang kurang menguntungkan di pihak lain. Penentu
kebijakan dalam sebuah lembaga pendidikan harus memilih atau menentang
kebijakan yang bersifat birokratis/otoriter di sekolah-sekolah. Badan ini harus
memepertimbangkan dasar moral sebagai pegangan anak didik, kebebasan dalam
proses belajar mengajar, otoritas dan pengawasan dalam proses pendidikan. Para

4
pakar pendidikan diwajibkan untuk merefleksikan arti dari prinsip-prinsip ini,
sebab tanpa usaha klarifikasi dan didasari oleh sebuah perspektif yang baik dari
para ahli (pendidikan), diskusi tentang isu-isu moral pada semua jenjang
pendidikan akan cenderung menjadi bias dan picik.

2.2 Pendidikan dalam Perspektif Progresivisme.


Dalam pandangan progresivisme pendidikan merupakan suatu sarana atau
alat yang dipersiapkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik supaya
tetap survive terhadap semua tantangan kehidupannya yang secra praktis akan
senantiasa mengalami kemajuan (Muhmidayeli, 2011:156). Selain itu, proses
pendidikan dilaksanakan berdasarkan pada asas pragmatis. Artinya, pendidikan
harus dapat memberikan kebermanfaatan bagi peserta didik, terutama dalam
menghadapi persoalan yang ada di lingkungan masyarakat.

Dalam buku Philosofical Alternatives in Education, Gutek (1974:140)


menyebutkan bahwa pendidikan progresif menekankan pada beberapa hal; 1)
pendidikan progresif hendaknya memberikan kebebasan yang mendorong anak
untuk berkembang dan tumbuh secara alami melalui kegiatan yang dapat
menanamkan inisiatif, kreatifitas, dan ekspresi diri anak; 2) segala jenis
pengajaran hendaknya mengacu pada minat anak, yang dirangsang melalui kontak
dengan dunia nyata; 3) pengajar progresif berperan sebagai pembimbing anak
yang diarahkan sebagai pengendali kegiatan penelitian bukan sekedar melatih
ataupun memberikan banyak tugas; 4) prestasi peserta didik diukur dari segi
mental, fisik, moral dan juga perkembangan sosialnya; 5) dalam memenuhi
kebutuhan anak dalam fase perkembangan dan pertumbuhannya mutlak
diperlukan kerjasama antara guru, sekolah, rumah, dan keluarga anak tersebut; 6)
sekolah progresif yang sesungguhnya berperan sebagai laboratorium ynag berisi
gagasan pendidikan inovatif dan latihanlatihan.

Menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu


psikologis dan sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui
tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan.
Psikologinya seperti yang berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran
Behaviorisme dan Pragmatisme. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui

5
kemana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya. Di samping itu, progresivisme
memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan, sehingga seorang
pendidik harus selalu siap untuk memodifikasi berbagai metode dan strategi
dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-
perubahan yang menjadi kencenderungan dalam suatu masyarakat (Muhmidayeli,
2012:156). Dalam konteks ini, pendidikan harus lebih dipusatkan pada peserta
didik, dibandingkan berpusat pada pendidik maupun bahan ajar. Karena peserta
didik merupakan subjek belajar yang dituntut untuk mampu menghadapi berbagai
persoalan kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu, menurut Ahmad Ma’ruf
(2012) ada beberapa prinsip pendidikan yang ditekankan dalam aliran
progresivisme, di antaranya:

a) Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.


b) Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
c) Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing atau pengarah.
d) Sekolah harus kooperatif dan demokratis.
e) Aktifitas lebih fokus pada pemecahan masalah, buka untuk
pengajaraan materi kajian

2.3 Pendidikan dalam Perspektif Humanisme


Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, teori belajar
humanistic sifatnya lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori ini
lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada
pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang telah
dikaji oleh teori belajar lainnya.

Pemahaman terhadap belajar diidealkan menjadi teori humanistik dapat


memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar
tertentu, akan ada kelebihan dan kekurangannya.

6
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli didalam menyusun
teorinya hanya terpukau pada aspek tertentu yang menjadi pusat perhatiannya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu setiap ahli penelitiannya dari sudut
pandangnya masing-masing. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar
sesuai dengan pandangan maing-masing.

2.4 Pendidikan dalam Perspektif Pancasila


Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang
amat penting untukmenjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa.
Indonesia adalah Negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-
UndangDasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa pendidikan diusahakan dan di
selenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajarannasional.
Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan
didirikannya suatunegara (Rapar; 1988).

Demikian juga dengan Indonesia, pendidikan selain sebagai sarana


transfer ilmu pengetahuan,sosial budaya juga merupakan sarana untuk
mewariskan ideologi bangsa kepada generasiselanjutnya. Suatu bangsa menjadi
kuat serta menguasai bangsa-bangsa lainnya dengan sistem pendidikannya yang
kuat demikian juga sebaliknya sistem pendidikan yang lemah
akan menjadikansuatu bangsa tidak berdaya (Tadjab; 1994). Pendidikan suatu
bangsa akan secara otomatis mengikutiideologi suatu bangsa yang dianutnya.

Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk


mencari kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam
tentang pendidikan berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila
dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat
pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehid
upan sehari-hari. Karenanyasistem pendidikan nasional Indonesia wajar apabila
dijiwai, didasari dan mencerminkan identitasPancasila. Cita dan karsa bangsa
Indonesia diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan.
nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup danfo
losofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila

7
merupakan tuntutannasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub
sistem dari sistem negara Pancasila.

Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi


bangsa, khususnya dalammelestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang
ada pada akhirnya menentukan eksistensidan martabat bangsa, maka sistem
pendidikan nasional dan filsafat pendidikan pancasilaseyogyanya terbina
secara optimal supaya terjamin tegaknya martabat dan kepribadian bangsa.Filsafat
pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan
nasional,tiada sistem pendidikan nasioanal tanpa filsafat pendidikan.

Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan


pendidikan yangtumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu.
Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selaludipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Menteri Pengajarandan Kebudayaan
(PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama
danPancawadharna” yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas
Pendidikan nasional.Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti
ideologi bangsa yang dianut. Karenasystem pendidikan nasional Indonesia
dijiwai, disadari dan mencerminkan identitas Pancasila.Sementara cita dan karsa
bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpuldalam
pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan
karsa inidilembagakan dalam system pendidikan nasional yang bertumpu dan
dijiwai oleh suatu keyakinan,dan pandangan hidup Pancasila. Dengan kata lain,
sistem Negara pancasila tercermin dandilaksanakan didalam berbagai subsistem
kehidupan bangsa dan masyarakat.

Dalam kaitan Pancasila sebagai filsafat pendidikan maka harus dipahami


bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup yang diyakini dan menjiwai kehidupan
masyrakatnya. Untuk mengidealisasikan dalam proses berbangsa maka harus ada
upaya yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat
dilaksanakan melalui proses pendidikan. Pancasila meenjadi sumber nilai untuk
mengarahkan proses pendidikan yang menyangkut secara jelas out put
pendidikannya agar mampu menghasilkan manusia Indonesia yang diidealkan

8
sebagaimana yang dikehendaki, yakni manusiayang mampu mengenali seluruh
potensi kediriannya sehingga mampu menjalankan kehidupanya dengan penuh
tanggung jawab dalam semua aspek atau dimensi kehidupannya.

2.5 Implementasi Pandangan Filsafat Prositivme, Progresivisme,


Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan

1. Implementasi Prositivme
. Positivisme Aliran filsafat yang ditokohi oleh August Comte
(1798-1857) ini merupakan aliran sebagai pusat ilmu pengetahuan jika
dilihat dari sisi pendidikan atau manajemen pendidikan. Positivisme
adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu diluar
fakta atau kegiatan di kesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan.
Positivisme dalam ruang lingkup manajemen secara pandangan
luar terletak pada unsure-unsur manajemen yaitu control atau pengawasan.
Unsure-unsur manajemen ini merupakan hal yang harus dipersiapkan.
Pengawasan, Stoner dari Mockler mendefinisikan pengawasan atau
pengendalian sebagai upaya untuk menetapkan standart prestasi kerja
dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi
untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standart yang telah
ditetapkan.
Dengan adanya pengawasan, maka yang akan terjadi adalah
keefektifan dan efisien kerja dalam memanajemen. Disisi yang lain
Positivisme mempunyai cara pandang yang baru Bahwa segala sesuatu
harus berdasar fakta-fakta yang dapat diteropong oleh panca indra. Tiap
sesuatunya harus nyata. Namun demikian, manajemen pendidikan tidak
bebas nilai sebagaimana ajaran positivistik. Karena itulah manajemen
pendidikan menempati posisi yang cukup strategis dalam merespons
perkembangan ilmu-ilmu sosial. Begitu pula dalam pendidikan,
pengawasan terhadap pendidikan sangat dibutuhkan. Hal ini dilakukan
untuk tetap menstabilkan hasil kerja/belajar. Karena dengan pengawasan
out put atau hasil pendidikan akan sesuai dengan tujuan.

9
2. Implementasi Progresivisme
Pandangan mengenai belajar, filsafat progressivisme mempunyai
konsep bahwa anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi
yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lain. Maka filsafat progressivisme mengakui anak didik memiliki potensi
akal dan kecerdasan untuk berkembang dan mengakui individu atau anak-
anak pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam
menghadapi lingkungannya.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan
sosialisasi. Artinya disini sebagai proses pertumbuhan dan proses dimana
anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup
disekolah saja. Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi
pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Artinya sekolah
adalah bagian dari masyarakat. Untuk itu sekolah harus mengupayakan
pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar. Untuk
dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program
pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang
apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itu
filsafat progressivisme menghendaki isi pendidikan dengan bentuk belajar
“sekolah sambil berbuat (praktek)”.
John Locke mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya ditujukan
untuk kepentingan pendidikan anak. Kemudian Jean Jacques Rosseau
menyatakan anak harus dididik sesuai dengan alamnya, jangan dipandang
dari sudut orang dewasa. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi
anak adalah anak dengan dunianya sendiri, yaitu berlainan sekali dengan
alam orang dewasa.
Maka sekolah sebagai lingkungan pendidikan dan sebagai wadah
pembinaan dan pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh
kembangkan segenap potensi-potensinya agar berkembang kearah

10
maksiamal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas
pendidikannya. Seluruh aktivitas-aktivitas yang dijalankan guru harus
diperuntukkan untuk kepentingan anak didik. Metode mengajar dengan
dasar filsafat pendidikan progresivisme antara lain adalah:
• Memberikan soal latihan dalam bentuk teka-teki kepada anak didik.
• Membuat kelompok atau grup belajar, dengan mengelompokkan minat
masing-masing anak pada suatu topik.
• Membicarakan topik hangat yang sedang beredar di masyarakat secara
bersama-sama di dalam ruang kelas.
Asas belajar aliran ini dapat di ikhtisarkan dalam pokok-pokok yaitu :
1. Interest , minat anak
2. Effort, usaha berupa self-activity
3. Purpose, tujuan yang jelas untuk apa ia belajar atau apa gunanya belajar
4. Intellegensi, potensi untuk mengerti, memecahkan masalah, komunikasi
dan daya cipta
5. Habit, yakni kebiasaan yang sudah ada, dan pembinaan pola-pola
kebiasaan baru yang lebih efektif
6. Growth, pengalaman-pengalaman harus mendorong perkembangan
pribadi, demikian seterusnya.
7. Organism, anak adalah satu unity organism, ia belajar dengan seluruh
kepribadiannya, baik jiwa maupun badaniah
8. Culture, lingkungan alamiah, adalah realitas yang dalam batas-batas
tertentu dapat dibina manusia. Lingkungan sosial-budaya adalah produk
karya dan cipta manusia. Kebudayaan tetap merupakan wujud yang
mempunyai antar hubungan dengan perkembangan pribadi.
3. Implementasi Humanistik

Aplikasi teori humanisme lebih menonjolkan kebebasan setiap individu


siswa/i memahami materi pembelajaran untuk memperoleh
informasi/pengetahuan baru dengan caranya sendiri, selama proses
pembelajaran.dalam teori ini peserta didik berperan sebagai subjek didik, peran
guru dalam pembelajaran humanisme adalah fasilitator.

11
Peserta Didik Dalam pembelajaran yang humanis ditempatkan sebagai
pusat (central) dalam aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam
memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian , peserta didik
diharapkan mampu menemukan potensinya dan mengembangkan potensi tersebut
secara memaksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-cara belajarnya sendiri.
Peserta didik menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi yang
disampaikan oleh guru.

Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi


para peserta didiknya dengan cara memberikan motivasi dan memfasilitasi
pengalaman belajar, dengan , menerapkan strategi pembelajaran yang membuat
peserta didik aktif, serta menyampaikan materinya pembelajaran yang sistematis
(Sadulloh; 2008). Peran guru sebagai fasilitator adalah.

1) Member perhatian pada penciptaan suasana awal pembelajaran,


2) Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga
meningkatkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran
dengan cara menerapakan metode pembalajaran yang bervariasi,
3) Mengatur peserta didik agar bisa berkomunikasi secara langsung
secara aktif dengan antar teman selama proses pembelajaran,
4) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk
belajar yang palin luas dan mudah dimanfaatkan para peserta
didik untuk membantu mencapai tujuan mereka,
5) Menempatkan diri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan peserta didik baik secara individu maupun
kelompok (guru dijadikan tempat untuk bertanya peserta didik
tanpa peserta didik merasa takut),
6) Menanggapi dengan baik ungkapan-ungkapan didalam kelompok
kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual (tidak penuh
dengan kritikan sehingga memotifasi peserta didik untuk
mengekspresikan diri),

12
7) Bersikap hangat dan berusaha memahami perasaan peserta didik (
berempati) dan meluruskan dianggap kurang relevan dengan cara
yang santun,
8) Dalam pembelajaran secara kelompok , dia mengambil prakarsa
untuk ikut serta dalam kelompok dan mencoba mengungkapkan
perasaan serta pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh
saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik,
9) Sebagai seorang manusia yang tidak selalu sempurna , guru mau
mengenali, mengakui dan menerima keterbatasan-keterbatasan
diri dengan cara mau dan senang hati menerima pandangan yang
lebih baik dari peserta didik.

Aktifitas Selama Proses Pembelajaran Siswa berperan sebagai pelaku


utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri
(Salahudin; 2011). Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Menurut Sadulloh adapun proses yang umumnya dilalui dalam teori Humanisme
adalah.

a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas


b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar
yang bersifat jelas , jujur dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa
untuk belajar atas inisiatif sendiri
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan
menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan
pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong

13
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
g. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan
pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
h. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya
i. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan
prestasi siswa.

Bentuk aplikasi humanisme dalam pembelajaran berisi bagai mana cara


berupaya menggabungkan keterampilan dan informasi kognitif, dengan segi-segi
efektif, nilai-nilai dan prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu dibawah ini
akan diterangkan beberapa program dalam aplikasi humanisme dalam
pembelajaran

4. Implementasi Pancasila.

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia termasuk juga dasar pendikan di


Indonesia. Implementasi nilai-nilai sila pancasila dalam pendidikan antara lain
sebagai berikut.

1. Implementasi sila Ketuhanan dalam pendidikan

Di dalam suatu sekolah biasanya guru mengajarkan mengenai pendidikan


agama. Dari situ kita dapat memahami lebih dalam mengenai sila ini. Melalui
pembelajaran keagamaan seseorang hanya memiliki Tuhan yang Esa. Dari
pembelajaran keagamaan ini juga kita dapat lebih mendekatkan diri kita kepada
Tuhan kita. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Kafirun yaitu
untukmu agamamu dan untukku agamaku. Untuk itu melalui pembelajaran ini kita
belajar tentang agama kita masing-masing agar kita dapat bertaqwa kepada Tuhan
kita.

14
Selain melalui pembelajaran juga ada praktek langsung dalam kehidupan
sehari-hari dimana seorang guru mencontohkan pada muridnya bagaimana cara
beribadah kepada Tuhan kita. Namun bukan hanya sekedar contoh namun guru
mengajak secara langsung kegiatan praktiknya kepada murid-muridnya.

Selain itu implikasi sila tersebut dalam pendidikan di sekolah adalah


tersedianya fasilitas tempat beribadah yang kebanyakan adalah tempat beribadah
untuk umat Islam yang setiap hari digunakan untuk shalat.

2. Implikasi sila kemanusiaan dalam pendidikan

Implementasi nilai kemanusiaan dalam pendidikan ini adalah pemerintah


megusahakan pendidikan di Indonesia dengan tanpa adanya kekerasan dalam
pembelajarannya. Termasuk juga kekerasaan saat penerimaan murid baru yang
biasanya terjadi masa orientasi sekolah yang sering diwarnai dengan kekerasaan.
Sekarang kebanyakan sekolah-sekolah melarang hal yang demikian.

Di sekolah biasanya tidak hanya diajarkan mengenai materi pengetahuan saja


namun juga diajarkan bagaimana saling tolong menolong dengan teman kita.
Selain itu dalam suatu pembelajaran seorang guru harus memperhatikan nilai
kemanusiaan, yaitu dengan tidak menggunakan kekerasan dan menghargai
muridnya. Seorang guru dilarang menggunakan kekerasan pada muridnya saat
pengajaran.

Implementasi sila kemanusiaan dalam pendidikan juga dilakukan oleh murid-


muridnya. Seorang murid kini diajarkan oleh gurunya dalam pengaplikasian nilai-
nilai pancasila bahkan sejak anak duduk di bangku SD. Pengajaran nilai
kemanusiaan ini dapat membiasakan anak untuk memiliki rasa kemanusiaan
terhadap sesama manusia lainnya.

Dengan pengajaran yang demikian maka anak akan tergugah hatinya untuk
mencintai sesamanya. Hal ini terlihat dengan perwujudan dari anak yang mau
peduli dengan temannya, membantu temannya yang membutuhkan, menjenguk
temannya yang sakit, saling menyayangi dengan temannya, dan lain sebagainya.

15
Dari contoh yang sederhana demikian, maka kelak anak tersebut akan
memiliki jiwa kemanusiaan yang nantinya akan bermanfaat bagi orang lain.
Selain itu, ia tidak akan menjadi pribad yang egois yang hanya mementingkan diri
sendiri, namun ia akan memperhatikan dan ikut merasakan kesusahan orang lain,
terutama temannya sendiri.

3. Implikasi sila persatuan dalam pendidikan

Implementasi sila persatuan dalam pendidikan di Indonesia ini terwujud


melalaui tujuan pendidikan yang sama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dimana kurikulum yang disusun oleh pemerintahlah yang menyamakan sistem
pendidikan di Indonesia. Dengan adanya alat pemersatu pendidikan tersebut maka
diharapkan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan mudah.

Di sekolah, sekolah tidak mengajarkan persaingan pada setiap muridnya,


namun sekolah mengajarkan muridnya untuk bekerja sama dan mengajarkan
untuk selalu tetap kompak walaupun ada perbedaan dintara mereka. Perbedaan
diantara mereka akan mengantarkan mereka dalam kerukunan jika mereka saling
menghargai dan saling bersatu satu dan yang lainnya.

Implikasi sila persatuan dalam pendidikan ini terwujud juga dengan adanya
upacara yang dapat mempersatukan mereka. Selain itu kegiatan-kegiatan di
sekolah yang melatih mereka untuk saling bersatu juga akan mengajarkan mereka
tentang makna persatuan. Contoh kegiatan yang diadakan sekolah tersebut adalah
saat kegiatan pramuka, lomba-lomba saat class meeting, pertukaran pelajar antar
sekolah, perayaan ulang tahun sekolah, kemudian dalam ekstrakurikuler juga
dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya bekerja sama dan bersatu dalam
pembentukan kegiatan serta acara yang diadakan agar berjalan sukses. Dari
ekstrakurikuler tersebut juga siswa diajarkan untuk bersatu agar ekskul tersebut
dapat berjalan lancar dan sukses.

Selain penerapan dari siswanya, guru beserta staff sekolah yang lainnya juga
harus bekerja sama agar membentuk siswa yang unggul serta mencintai tanah
airnya. Agar kelak setelah dewasa nanti siswa diharapkan bekerja sama dengan
orang lain dalam menghadapi persaingan dan masalah yang akan timbul dalam

16
kehidupan nantinya. Selain itu penerapan nilai persatuan ini terwujud dengan
adanya Persatuan Guru Republik Indonesia yang disingkat PGRI.

4. Implikasi sila kerakyatan dalam pendidikan

Implementasi sila kerakyatan tersebut dalam pendidikan adalah dimana


adanya usulan-usulan pendidikan dari sekolah-sekolah kepada pemerintah untuk
memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Melalui usulan dari sekolah-sekolah
tersebut jika disetujui oleh pemerintah maka diharapkan sekolah mampu
menjalankan pembelajaran guna mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai apa yang
telah dicita-citakan bangsa Indonesia.

Implementasi yang demikian terwujud melalui permusyawarahan yang


dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Kemudian perwakilan dari guru di sekolah
tersebut bermusyawarah dengan sekolah lain dan seterusnya yang kemudian
perwakilan dari beberapa sekolah tersebut bermusyawarah dengan menteri
pendidikan dan pihak lain yang terkait untuk membentuk suatu kurikulum dan
kebijakan pendidikan yang nantinya digunakan untuk kepentingan dan kesuksesan
pendidikan di Indonesia.

Sedangkan implementasi kerakyatan bagi murid dalam pendidikan ini adalah


dimana terdapat contoh sederhana. Contoh tersebut adalah dimana anak diajarkan
untuk bertanya kepada gurunya apa yang tidak ia pahami. Selain itu anak juga
diperbolehkan untuk menanggapi apa yang diajarkan oleh guru.

Pendidikan sekarang ini bukanlah pendidikan yang hanya ketika seorang guru
mengajarkan kepada muridnya tentang suatu materi yang kemudian murid
menerima begitu saja apa yang diberikan oleh gurunya. Namun pendidikan yang
sekarang ini adalah dimana seorang murid berhak menerima atau menyanggah,
serta mengemukakan pendapatnya. Karena sekarang biasanya murid lebih pintar
dari guru, dan pengetahuan yang diterima siswa bukan hanya dari guru semata.
Saat ini guru bukanlah figur yang selalu benar, karena guru juga seorang manusia
biasa yang dapat juga berbuat salah.

5. Implikasi sila keadilan dalam pendidikan

17
Implikasi sila keadilan dalam pendidikan dari segi pemerintah adalah dimana
pemerintah memberikan bantuan operasional yang sama kepada setiap sekolah
sesuai dengan jenjang pendidikannya masing-masing. Pemerintah memberikan
bantuan yang sama rata dan adil agar sekolah dapat melengkapi sarana dan
prasarana serta fasilitas yang kurang guna kesejahteraan sekolah.

Di sekolah juga sekarang sekolah tidak membedakan muridnya dari kalangan


yang tidak mampu atau mampu. Sekolah menerima murid baru sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan karena uang sumbangan
yang lebih besar dari yang lainnya seorang murid diterima. Apabila seorang murid
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan namun ia kurang mampu, maka
sekolah akan membantu murid tersebut agar tetap dapat melanjutkan sekolah.

Kini di sekolah-sekolah juga dilengkapi dengan ruang BK dimana setiap siswa


yang bermasalah baik akademik, biaya atau lainnya boleh meminta bantuan
kepada sekolah. Hal ini menunjukkan betapa sekolah mencoba berlaku adil
kepada setiap muridnya.

Implikasi sila tersebut dalam pendidikan bagi muridnya sendiri adalah, dimana
tidak hanya seorang murid yang tidak memilih-milih teman, dia mau berteman
dengan siapa saja dan berlaku adil kepada semua temannya.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa
haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian
untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan
kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut
hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki
bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di
bawah ketiak bangsa asing.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu memiliki


peranan penting dalam keterlibatan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
terutama dalam bidang pendidikan dan implementasinya dalam pendidikan adalah
pelaksanaan pendidikan di dunia ini mengikuti aliran-aliran filsafat pendidikan
yang ada.

3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penulis banyak
berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah pada
kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agisa, A. (2017, April). MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT


PENDIDIKAN NASIONAL. Retrieved from Academia:
https://www.academia.edu/36350141/MAKALAH_PANCASILA_SEBA
GAI_FILSAFAT_PENDIDIKAN_NASIONAL

Amir, M. (2016, Juni 24). Aplikasi Teori Humanisme dalam Kegiatan


Pembelajaran. Retrieved from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/amirazhar/5528f7cbf17e6188258b4581/apli
kasi-teori-humanisme-dalam-kegiatan-pembelajaran

Burhanuddin, A. (2013, November 27). PENERAPAN FILSAFAT HUMANISTIK


DALAM PEMBELAJARAN. Retrieved from Afid Burhanuddin:
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/27/penerapan-filsafat-
humanistik-dalam-pembelajaran-5/

Dary, W. (n.d.). Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat: Nilai Nilai Pancasila.


Retrieved November 24, 2018, from LEARN IS EASY:
https://learniseasy.com/pancasila-dalam-pendekatan-filsafat-nilai-nilai-
pancasila.html

Fadlillah, M. (2017). ALIRAN PROGRESIVISME DALAM PENDIDIKAN DI


INDONESIA. umum, 20.

Henney, H. (2016, November 7). Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Indonesia.


Retrieved November 24, 2018, from GuruPpkn.com:
https://guruppkn.com/pancasila-sebagai-filsafat

Herawati, D. (2014, Desember 10). IMPLEMENTASI PROGRESSIVISME


DALAM PENDIDIKAN (filsafat 1). Retrieved from Filsafat: http://filsafat-
dh.blogspot.com/2014/12/implementasi-progressivisme-dalam.html

Kumara, E. (2014). Makalah Teori Humanistik dan Implementasinya dalam


Pembelajaran. Retrieved from Academia:
https://www.academia.edu/35293965/Makalah_Teori_Humanistik_dan_I
mplementasinya_dalam_Pembelajaran

Manusama, R. (2014, September 18). Pengaruh Positivisme dalam Dunia


Pendidikan di Indonesia. Retrieved from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/rezamario/54f9737da33311f4548b46c0/pen
garuh-positivisme-dalam-dunia-pendidikan-di-indonesia

20
Munandar, A. (2016). Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Pendidikan.
Retrieved from SCRIBD:
https://www.scribd.com/document/327760702/Implementasi-Nilai-Nilai-
Pancasila-Dalam-Pendidikan

Riska. (2013). IMPLEMENTASI ALIRAN POSITIVISME, INTERPRETIVISME,


TEORI KRITIS, POST MODERNISME, & PROPHETISME DALAM
RUANG LINGKUP MANAJEMEN PENDIDIKAN. Retrieved from FUN
EDUCATION:
http://muhayueducation.blogspot.com/2013/04/implementasi-aliran-
positivisme.html

Setiyaningsih, T. (2012, Desember 19). Implementasi Nilai Nilai Pancasila dalam


Pendidikan. Retrieved April 2, 2019, from Trisna Setiyaningsih:
http://trisna-setiyaningsih.blogspot.com/2012/12/implementasi-nilai-nilai-
pancasila.html?m=1

Siregar, F. (2014, Maret 18). Penerapan Filsafat Pendidikan Pancasila dalam


Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah. Retrieved from Badiarku
homework: http://farentysiregar.blogspot.com/2014/03/penerapan-filsafat-
pendidikan-pancasila.html

Trisngati, U. (2016). Teori dan Implikasi Progresivisme dalam Pendidikan Oleh


Urip Tisngati, STKIP PGRI Pacitan (2016. Retrieved from Academia.

21

Anda mungkin juga menyukai