WAWASAN PENDIDIKAN
Implementasi Pandangan Filsafat Positivisme, Progresivisme,
Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan
OLEH KELOMPOK 2 :
I GEDE PANDE DARMA SUARDIKA : 1815051023
GEDE PUTU JALADRI PRAWATA : 1815051106
GEDE EDO QUARDIANA : 1815051108
KADEK ANDILA KERTHA SUBAGIA : 1815051063
MADE DWIYANA DARMA WIRATA : 1815051071
I KOMANG HERRY SUSARIANTHA SANDJAYA : 1815051109
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya , sehingga kami dapat menyusun
makalah mengenai “Implementasi Pandangan Filsafat Positivisme,
Progresivisme, Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu
Pendidikan dalam Perspektif Positivisme, Pendidikan dalam Perspektif
Progresivisme, Pendidikan dalam Perspektif Humanisme, Pendidikan dalam
1
Perspektif Pancasila dan Bagaimana Implementasi Pandangan Filsafat Prositivme,
Progresivisme, Humanistik, dan Pancasila Dalam Praktik Pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dalam teori-teori pendidikan, postulat-postulat dan entitas yang tak bisa
diobservasi, tidak berhubungan sama sekali. Teori-teori ini dipandang steril.
Kemudian apa yang seharusnya dilakukan oleh para pendidik? Menurut Hardie,
mereka harus menganalisa dan mengklarifikasi konsep-konsep pendidikan dan
menunjukkan bahwa semua konsep itu dapat diberi arti dengan terma-terma yang
bisa diobservasi di depan umum.8 Entitas mental, misalnya, adalah sesuatu yang
biasanya tidak bisa diobservasi, jadi tidak mendapat tempat di dalam teori-teori
pendidikan. Demikian, teori-teori pendidikan harus memperagakan (modeled)
cara-cara yang ditempuh ilmu-ilmu sains dan mengajukan perkiraan-perkiraan
atau prediksi yang bisa diujicoba, selanjutnya dikonstruk untuk menjelaskan
aspek-aspek pemikiran (mind).
Dalam kaca mata filsafat pada umumnya, pendidikan tidak berarti apa-apa
jika pernyataan-pernyatannya selalu berorientasi kepada sesuatu yang tidak
empiris (tidak bisa diverifikasi),9 dan tidak pula terdiri dari terma-terma yang
mudah dimengerti dan dipahami demi tujuan sebuah kebenaran. Filsafat
pendidikan harus ditempatkan sejajar dengan “filsafat kurikulum” yang
terkandung di dalamnya analisis filosofis, seperti konsep bahasa, matematika,
sains dan sejarah. Hardie menekankan pentingnya teori arti (meaning) dari logika
kaum positivistik yang hingga saat ini banyak ditinggalkan dunia pendidikan.
Dalam upaya untuk menerima kebenaran teori “arti” ini, Hardie sekaligus
mengeluarkan (mengenyampingkan) aspek etik dari filsafat pendidikan. Bagi
logika positivistik, pernyataan yang terkait dengan etika hanyalah semata ekspresi
perasaan personal (individu) dan bukan kepentingan yang dipandang sebagai
sebuah kebijakan. Tetapi di sini dikatakan bahwa pengenyampingan
etikmerupakan sesuatu yang tidak rasional sejak pemikiran dan praktek
pendidikan telah banyak dipengaruhi oleh isu-isu dan problem nilai di satu pihak
dan kebijakan-kebijakan yang kurang menguntungkan di pihak lain. Penentu
kebijakan dalam sebuah lembaga pendidikan harus memilih atau menentang
kebijakan yang bersifat birokratis/otoriter di sekolah-sekolah. Badan ini harus
memepertimbangkan dasar moral sebagai pegangan anak didik, kebebasan dalam
proses belajar mengajar, otoritas dan pengawasan dalam proses pendidikan. Para
4
pakar pendidikan diwajibkan untuk merefleksikan arti dari prinsip-prinsip ini,
sebab tanpa usaha klarifikasi dan didasari oleh sebuah perspektif yang baik dari
para ahli (pendidikan), diskusi tentang isu-isu moral pada semua jenjang
pendidikan akan cenderung menjadi bias dan picik.
5
kemana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya. Di samping itu, progresivisme
memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan, sehingga seorang
pendidik harus selalu siap untuk memodifikasi berbagai metode dan strategi
dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-
perubahan yang menjadi kencenderungan dalam suatu masyarakat (Muhmidayeli,
2012:156). Dalam konteks ini, pendidikan harus lebih dipusatkan pada peserta
didik, dibandingkan berpusat pada pendidik maupun bahan ajar. Karena peserta
didik merupakan subjek belajar yang dituntut untuk mampu menghadapi berbagai
persoalan kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu, menurut Ahmad Ma’ruf
(2012) ada beberapa prinsip pendidikan yang ditekankan dalam aliran
progresivisme, di antaranya:
6
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli didalam menyusun
teorinya hanya terpukau pada aspek tertentu yang menjadi pusat perhatiannya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu setiap ahli penelitiannya dari sudut
pandangnya masing-masing. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar
sesuai dengan pandangan maing-masing.
7
merupakan tuntutannasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub
sistem dari sistem negara Pancasila.
8
sebagaimana yang dikehendaki, yakni manusiayang mampu mengenali seluruh
potensi kediriannya sehingga mampu menjalankan kehidupanya dengan penuh
tanggung jawab dalam semua aspek atau dimensi kehidupannya.
1. Implementasi Prositivme
. Positivisme Aliran filsafat yang ditokohi oleh August Comte
(1798-1857) ini merupakan aliran sebagai pusat ilmu pengetahuan jika
dilihat dari sisi pendidikan atau manajemen pendidikan. Positivisme
adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu diluar
fakta atau kegiatan di kesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan.
Positivisme dalam ruang lingkup manajemen secara pandangan
luar terletak pada unsure-unsur manajemen yaitu control atau pengawasan.
Unsure-unsur manajemen ini merupakan hal yang harus dipersiapkan.
Pengawasan, Stoner dari Mockler mendefinisikan pengawasan atau
pengendalian sebagai upaya untuk menetapkan standart prestasi kerja
dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi
untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standart yang telah
ditetapkan.
Dengan adanya pengawasan, maka yang akan terjadi adalah
keefektifan dan efisien kerja dalam memanajemen. Disisi yang lain
Positivisme mempunyai cara pandang yang baru Bahwa segala sesuatu
harus berdasar fakta-fakta yang dapat diteropong oleh panca indra. Tiap
sesuatunya harus nyata. Namun demikian, manajemen pendidikan tidak
bebas nilai sebagaimana ajaran positivistik. Karena itulah manajemen
pendidikan menempati posisi yang cukup strategis dalam merespons
perkembangan ilmu-ilmu sosial. Begitu pula dalam pendidikan,
pengawasan terhadap pendidikan sangat dibutuhkan. Hal ini dilakukan
untuk tetap menstabilkan hasil kerja/belajar. Karena dengan pengawasan
out put atau hasil pendidikan akan sesuai dengan tujuan.
9
2. Implementasi Progresivisme
Pandangan mengenai belajar, filsafat progressivisme mempunyai
konsep bahwa anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi
yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lain. Maka filsafat progressivisme mengakui anak didik memiliki potensi
akal dan kecerdasan untuk berkembang dan mengakui individu atau anak-
anak pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam
menghadapi lingkungannya.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan
sosialisasi. Artinya disini sebagai proses pertumbuhan dan proses dimana
anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup
disekolah saja. Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi
pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Artinya sekolah
adalah bagian dari masyarakat. Untuk itu sekolah harus mengupayakan
pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar. Untuk
dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program
pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang
apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itu
filsafat progressivisme menghendaki isi pendidikan dengan bentuk belajar
“sekolah sambil berbuat (praktek)”.
John Locke mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya ditujukan
untuk kepentingan pendidikan anak. Kemudian Jean Jacques Rosseau
menyatakan anak harus dididik sesuai dengan alamnya, jangan dipandang
dari sudut orang dewasa. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi
anak adalah anak dengan dunianya sendiri, yaitu berlainan sekali dengan
alam orang dewasa.
Maka sekolah sebagai lingkungan pendidikan dan sebagai wadah
pembinaan dan pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh
kembangkan segenap potensi-potensinya agar berkembang kearah
10
maksiamal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas
pendidikannya. Seluruh aktivitas-aktivitas yang dijalankan guru harus
diperuntukkan untuk kepentingan anak didik. Metode mengajar dengan
dasar filsafat pendidikan progresivisme antara lain adalah:
• Memberikan soal latihan dalam bentuk teka-teki kepada anak didik.
• Membuat kelompok atau grup belajar, dengan mengelompokkan minat
masing-masing anak pada suatu topik.
• Membicarakan topik hangat yang sedang beredar di masyarakat secara
bersama-sama di dalam ruang kelas.
Asas belajar aliran ini dapat di ikhtisarkan dalam pokok-pokok yaitu :
1. Interest , minat anak
2. Effort, usaha berupa self-activity
3. Purpose, tujuan yang jelas untuk apa ia belajar atau apa gunanya belajar
4. Intellegensi, potensi untuk mengerti, memecahkan masalah, komunikasi
dan daya cipta
5. Habit, yakni kebiasaan yang sudah ada, dan pembinaan pola-pola
kebiasaan baru yang lebih efektif
6. Growth, pengalaman-pengalaman harus mendorong perkembangan
pribadi, demikian seterusnya.
7. Organism, anak adalah satu unity organism, ia belajar dengan seluruh
kepribadiannya, baik jiwa maupun badaniah
8. Culture, lingkungan alamiah, adalah realitas yang dalam batas-batas
tertentu dapat dibina manusia. Lingkungan sosial-budaya adalah produk
karya dan cipta manusia. Kebudayaan tetap merupakan wujud yang
mempunyai antar hubungan dengan perkembangan pribadi.
3. Implementasi Humanistik
11
Peserta Didik Dalam pembelajaran yang humanis ditempatkan sebagai
pusat (central) dalam aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam
memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian , peserta didik
diharapkan mampu menemukan potensinya dan mengembangkan potensi tersebut
secara memaksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-cara belajarnya sendiri.
Peserta didik menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi yang
disampaikan oleh guru.
12
7) Bersikap hangat dan berusaha memahami perasaan peserta didik (
berempati) dan meluruskan dianggap kurang relevan dengan cara
yang santun,
8) Dalam pembelajaran secara kelompok , dia mengambil prakarsa
untuk ikut serta dalam kelompok dan mencoba mengungkapkan
perasaan serta pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh
saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik,
9) Sebagai seorang manusia yang tidak selalu sempurna , guru mau
mengenali, mengakui dan menerima keterbatasan-keterbatasan
diri dengan cara mau dan senang hati menerima pandangan yang
lebih baik dari peserta didik.
13
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
g. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan
pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
h. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya
i. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan
prestasi siswa.
4. Implementasi Pancasila.
14
Selain melalui pembelajaran juga ada praktek langsung dalam kehidupan
sehari-hari dimana seorang guru mencontohkan pada muridnya bagaimana cara
beribadah kepada Tuhan kita. Namun bukan hanya sekedar contoh namun guru
mengajak secara langsung kegiatan praktiknya kepada murid-muridnya.
Dengan pengajaran yang demikian maka anak akan tergugah hatinya untuk
mencintai sesamanya. Hal ini terlihat dengan perwujudan dari anak yang mau
peduli dengan temannya, membantu temannya yang membutuhkan, menjenguk
temannya yang sakit, saling menyayangi dengan temannya, dan lain sebagainya.
15
Dari contoh yang sederhana demikian, maka kelak anak tersebut akan
memiliki jiwa kemanusiaan yang nantinya akan bermanfaat bagi orang lain.
Selain itu, ia tidak akan menjadi pribad yang egois yang hanya mementingkan diri
sendiri, namun ia akan memperhatikan dan ikut merasakan kesusahan orang lain,
terutama temannya sendiri.
Implikasi sila persatuan dalam pendidikan ini terwujud juga dengan adanya
upacara yang dapat mempersatukan mereka. Selain itu kegiatan-kegiatan di
sekolah yang melatih mereka untuk saling bersatu juga akan mengajarkan mereka
tentang makna persatuan. Contoh kegiatan yang diadakan sekolah tersebut adalah
saat kegiatan pramuka, lomba-lomba saat class meeting, pertukaran pelajar antar
sekolah, perayaan ulang tahun sekolah, kemudian dalam ekstrakurikuler juga
dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya bekerja sama dan bersatu dalam
pembentukan kegiatan serta acara yang diadakan agar berjalan sukses. Dari
ekstrakurikuler tersebut juga siswa diajarkan untuk bersatu agar ekskul tersebut
dapat berjalan lancar dan sukses.
Selain penerapan dari siswanya, guru beserta staff sekolah yang lainnya juga
harus bekerja sama agar membentuk siswa yang unggul serta mencintai tanah
airnya. Agar kelak setelah dewasa nanti siswa diharapkan bekerja sama dengan
orang lain dalam menghadapi persaingan dan masalah yang akan timbul dalam
16
kehidupan nantinya. Selain itu penerapan nilai persatuan ini terwujud dengan
adanya Persatuan Guru Republik Indonesia yang disingkat PGRI.
Pendidikan sekarang ini bukanlah pendidikan yang hanya ketika seorang guru
mengajarkan kepada muridnya tentang suatu materi yang kemudian murid
menerima begitu saja apa yang diberikan oleh gurunya. Namun pendidikan yang
sekarang ini adalah dimana seorang murid berhak menerima atau menyanggah,
serta mengemukakan pendapatnya. Karena sekarang biasanya murid lebih pintar
dari guru, dan pengetahuan yang diterima siswa bukan hanya dari guru semata.
Saat ini guru bukanlah figur yang selalu benar, karena guru juga seorang manusia
biasa yang dapat juga berbuat salah.
17
Implikasi sila keadilan dalam pendidikan dari segi pemerintah adalah dimana
pemerintah memberikan bantuan operasional yang sama kepada setiap sekolah
sesuai dengan jenjang pendidikannya masing-masing. Pemerintah memberikan
bantuan yang sama rata dan adil agar sekolah dapat melengkapi sarana dan
prasarana serta fasilitas yang kurang guna kesejahteraan sekolah.
Implikasi sila tersebut dalam pendidikan bagi muridnya sendiri adalah, dimana
tidak hanya seorang murid yang tidak memilih-milih teman, dia mau berteman
dengan siapa saja dan berlaku adil kepada semua temannya.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa
haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian
untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan
kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut
hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki
bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di
bawah ketiak bangsa asing.
3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penulis banyak
berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah pada
kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Munandar, A. (2016). Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Pendidikan.
Retrieved from SCRIBD:
https://www.scribd.com/document/327760702/Implementasi-Nilai-Nilai-
Pancasila-Dalam-Pendidikan
21