Anda di halaman 1dari 10

POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW DI INDONESIA

Kartono
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
E-mail: kartonogs@ymail.com

Abstract

Although Indonesia judicial review system is not opens the possibility of regulations review under
the act against the constitution, das sollen pracitically these conditions may still occur. From
political of law the legal authority of constitutional court should be able to put the interests of
citizens rights that are based on the principles of recognition, guarantees, protection and legal
certainty of a fair and equal treatment before the law. Given that changes in the constitution can
not be done easily, then the judicial review in UUD 1945 should not be formulated too limitedly that
restricting the organic law to complete and explore the authority that is adaptable to any concrete
problem.

Keywords: politics of law, constitutional court, UUD 1945, limitedly.

Abstrak

Meskipun secara das sein sistem judicial review Indonesia tidak membuka kemungkinan pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap konstitusi, das sollen kondisi
tersebut bisa saja terjadi dalam praktik. Karena itu dari sisi politik hukum kewenangan Mahkamah
Konsitusi harus mampu diletakan pada kepentingan hak asasi warga negara yang berlandaskan pada
asas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di
depan hukum. Mengingat bahwa perubahan UUD tidak dapat dilakukan secara mudah, maka judicial
review dalam UUD 1945 hendaknya tidak dirumuskan terlalu limitatif yang membatasi undang-undang
organik untuk melengkapi dan mengeksplorasi kewenangan yang bersifat antisipatif terhadap
persoalan konkrit.

Kata Kunci: politik hukum, mahkamah konstitusi, UUD 1945, limitatif.

Pendahuluan politik hukum dalam pembentukan lembaga


Pembentukan lembaga hukum tanpa di- yang ada.
barengi visi dan konsepsi menyeluruh dalam pe- Mahkamah Konstitusi (MK) terbentuk ka-
negakan hukum memberikan peluang negatif rena implementasi paham konstitusionalisme.
dalam pembangunan hukum itu sendiri. Dalam Paham yang menghendaki pembatasan kekua-
upayanya membangun kerangka negara hukum, saan. MK mendapat amanah untuk menyele-
terben-tuknya visi baru hasil amandemen UUD saikan problem hukum yang relevan dengan
menun-tut pemahaman dan kebijakanaaan yang konstitusi kenegaraan dan diharapkan memberi
berlan-daskan prinsip negara hukum. Formulasi koreksi atas praktik pradilan yang terjadi sebe-
pikir ini menghendaki agar pembangunan hu- lumnya, yang dalam perjalanan waktu lebih da-
kum di Indonesia paling tidak menyiratkan dua ri tiga dasawarsa terbukti jika “kekuasaan ke-
hal. Pertama, hukum diharapkan berfungsi se- hakiman yang merdeka” ternyata tidak sepe-
bagai landasan kehidupan bernegara. Kedua, nuhnya dilaksanakan dengan baik. Banyak indi-
dengan hukum dapat berfungsi maka pemba- kasi penyimpangan dari berbagai perundangan
ngunan hukum pun lebih mudah direalisasikan. di bidang peradilan.1
Namun pembentukan lembaga hukum baru
acapkali tidak sejalan dengan harapan. Pemicu-
nya antara lain tidak masuknya pertimbangan 1
Hadi Supriyanto, “Pemisahan Fungsi Kekuasaan Ekse-
kutif dan yudikatif”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume
1 Nomor 1 Juli 2004, hlm. 1
16 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

Salah satu esensi utama paham konsti- Meskipun secara substansial tidak bertentangan
tusionalisme adalah konsep perlindungan hak- dengan peraturan di atasnya.
hak sipil warganegara.2 Kebebasan warga-nega- Pengujian konstitusional hanya terhadap
ra dijamin oleh konstitusi. Kekuasaan negara UU (formal) tanpa kemungkinan pengujian per-
pun dibatasi konstitusi, dan kekuasaan itu ha- aturan perundang-undangan di bawah UU ter-
nya memperoleh legitimasinya dari konstitusi.3 hadap konstitusi dapat terjadi, jika sistem nor-
Formulasi ini mengindikasi dianutnya gagasan ma berjenjang peraturan perundangun-dangan
supremasi konstitusi (supremacy of constitu- bersifat tertutup. Hal ini berarti produk peratu-
tion) di Indonesia. Bukan supremasi parlemen ran di bawah UU hanya merupakan pelaksanaan
(supremacy of parliament). Dalam alur pikir dari undang-undang atau peraturan di atasnya,
grundnorm theory dari Kelsen maka segala per- maka pengujian dapat dilakukan secara lang-
aturan yang berada di bawah konstitusi tidak sung terhadap peraturan di atasnya. Kenyata-
boleh bertentangan dengan konstitusi. Kepen- annya sistem penormaan tertutup hanya ber-
tingan atau motif politik tidak boleh bertabra- henti di tingkat peraturan pemerintah saja. Ini
kan dengan norma konstitusi (constitutional karena eksistensi peraturan pemerintah yang
norms). Konstitusi sebagai hukum tertinggi ne- hanya berfungsi menjalankan undang-undang
gara (the supreme law of the land) tidak boleh sebagaimana mestinya, sehingga tidak ada per-
disimpangi peraturan perundang-undangan di aturan pemerintah tanpa undang-undang ter-
bawahnya. lebih dahulu. Formulasi ini menunjukkan bahwa
Pengujian konstitusionalitas kewenangan peraturan pemerintah hanya dapat diuji secara
MK dalam UUD 1945 dibatasi hanya pada peng- materiil terhadap UU saja.
ujian undang-undangan terhadap UUD. Oleh Berbeda halnya yang terjadi pada pera-
karena itu, secara konstitusional peraturan per- turan daerah (perda). Kendatipun perda meru-
undang-undangan di bawah UU tidak dilogika- pakan jabaran yuridis dari peraturan yang lebih
kan bertentangan dengan konstitusi. Peraturan tinggi, pengujian perda ternyata tidak hanya
perundangan-undangan di bawah undang-un- peraturan yang lebih tinggi, tetapi juga tidak
dang hanya logis bertentangan dengan undang- boleh bertentangan dengan kepentingan umum.
undang atau peraturan perundang-undangan di Formulasi larangan bertentangan dengan ke-
atasnya. Tidak dengan konstititusi. Politik hu- pentingan umum esensinya membuka peluang
kum negara telah mengakomodasi sistem ini terbukanya substansi perda berbeda dengan apa
melalui prosedur hak uji materiil yang menjadi yang belum dirumuskan dalam peraturan yang
kompetensi Mahkamah Agung. lebih tinggi. Kondisi riil ini dapat diilus-trasi
Das sein sistem judicial review Indonesia terhadap munculnya tendensi perda pela-curan.
yang tidak membuka kemungkinan pengujian Sampai saat ini belum ada satupun UU yang
peraturan di bawah UU terhadap konstitusi di- melarang praktek pelacuran di Indonesia. Das
anggap sebagai kelemahan. Das sollen sangat sein seorang pelacur yang diadili dengan alasan
mungkin terjadi peraturan di bawah undang-un- perbuatannya bertentangan dengan per-da,
dang ternyata melanggar hak konstitusional dalam sidang yang bersangkutan dapat me-
(constitutional rights violation) warga negara. ngajukan dalil bahwa perda itu bertentangan
dengan Pasal 28A konstitusi. Pasal ini menjamin
bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta
2 berhak mempertahankan hidup dan kehidupan-
Lihat Imam Alfiannor, “Konsep Hak Asasi Manusia dan
Implikasi Penegakkannya di Indonesia”, Syariah: Jurnal nya.
Ilmu Hukum, Vol. 8 No. 1, Juni 2008, hlm. 112-115; Al-
Sistem konstitusionalisme di Indonesia
bert Hasibuan, “Politik Hak Asasi Manusia (HAM) dan
UUD 1945”, Law Review Vo. VIII No. 1, Juli 2008, hlm. yang mendasari terbentuknya berbagai peratu-
46-52; Lihat Sudi Fahmi, “Menuju Keseimbangan Hubu-
ran dibawahnya, selayaknya dapat berfungsi
ngan antar Legislatif dan eksekutif”, Jurnal Hukum
Respublica Vol. 2 No. 4, Tahun 2003, hlm. 211 sebagai aturan dasar dalam kehidupan bernega-
3
Soetandyo Wignjosoebroto, 2003, Hukum, Paradigma,
ra. Kenyataan, bahwa konstitusi dan UU orga-
Metode dan Masalahnya, Jakarta: Elsam-Huma, hlm. 405
Politik Hukum Judicial Review di Indonesia 17

niknya menimbulkan ketidakpastian dan keko- Pembahasan


songan hukum telah menciptakan kesulitan pe- Konsep Teoritis
negakan hukum di Indonesia. Istilah politik hukum, secara etimologis
Hukum adalah sebuah entitas yang sangat berasal dari istilah Belanda Rechtspolitiek. Isti-
kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan lah ini merupakan bentukan dari kata rechts
yang majemuk, meliputi banyak aspek, dimensi dan politiek. Dalam bahasa Indonesia rechts
dan fase.4 Pembentukan hukum melalui UU berarti hukum, dan politiek mengandung arti
bertujuan untuk pemositifan perlindungan hak beleid atau kebijakan. Berdasarkan penjelasan
asasi manusia yang menjadi esensi negara hu- tersebut politik hukum secara singkat diartikan
kum. Perlindungan ini tentu mensyaratkan me- sebagai kebijakan hukum. Kebijakan berarti
kanisme kontrol sebagai bagian dari kepen- rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
tingan hukum masyarakat. Baik kontrol sosial, besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
kontrol yuridis maupun kontrol politik.5 Melalui suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara ber-
hukum, kepentingan ini diintegrasikan agar per- tindak. Politik hukum secara umum dapat diru-
lindungan hak-hak subyektif masyarakat tidak muskan sebagai rangkaian konsep dan asas yang
dikurangi. Kepentingan hukum dilakukan de- menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
ngan memberi akses seluas-luasnya bagi masya- pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan,
rakat dalam mencari keadilan. Hukum melindu- dan cara bertindak dalam bidang hukum. Politik
ngi kepentingan masyarakat dengan mengaloka- hukum adalah kebijakan penyelenggara negara
sikan kekuasaan kepada hukum itu sendiri un- tentang apa yang dijadikan kriteria untuk
tuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. menghukumkan sesuatu. Kebijakan ini dapat
Alokasi kekuasaan ini dilakukan secara terukur. berkaitan dengan pembentukan hukum, pene-
Ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekua- rapan hukum, atau penegakan hukum itu sen-
saan itulah yang disebut hak. Dengan demikian, diri.6
tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa Salah satu arah politik hukum nasional
disebut sebagai hak. Hanya kekuasaan tertentu yang dicanangkan Indonesia setelah agenda pe-
saja yang diberikan hukum kepada seseorang rubahan konstitusi (constitutional reform) ada-
atau lembaga penegak hukum. lah melanjutkan agenda pembentukan dan pe-
Berpijak dari pemikiran di atas, adalah rubahan hukum (legal reform). Bidang hukum
keharusan bagi negara pada saat merumuskan yang memerlukan pembentukan dan pembaruan
ketentuan dalam peraturan perundang-undang- tersebut dikelompokkan menurut bidang-bidang
an harus senantiasa memperhatikan aspek ke- yang dibutuhkan. Bidang ini meliputi: pertama,
pastian hukum dan perlindungan hak warga- politik dan pemerintahan; kedua, ekonomi dan
negara. Oleh karena itu, untuk mencapainya di- dunia usaha; ketiga, kesejahteraan sosial dan
perlukan analisis politik hukum menyeluruh ter- budaya, dan keempat, penataan sistem dan
hadap persoalan judicial review. Analisis politik aparatur.7 Dengan pijakan ini maka bentuk hu-
hukum memegang peranan yang penting. Mela- kum yang perlu disusun dan diperbarui tidak
lui pendekatan ini hukum yang dibentuk seti- saja berupa UU tetapi juga peraturan pemerin-
daknya akan lebih banyak mempertimbangkan tah, peraturan presiden, peraturan menteri dan
keseluruhan kepentingan warganegara sebagai peraturan di lingkungan lembaga-lembaga ting-
pencari keadilan.
6
Eddy Asnawi, “Relevansi Politik Hukum dan Strategi
Pembangunan Hukum Dalam Rangka Menuju Sistem
Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Respublika Vol. 3 No.
4
Yahya, “Perancangan Undang-undang Sebagai Suatu 1, Tahun 2003, hlm. 98
7
Sintesis Politik dan Hukum”, Ijtihad: Jurnal Wacana Jimly Ashiddiqie, 2006, Pembangunan Hukum dan
Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 8 No. 1, Juni 2008, Penegakan Hukum Di Indonesia, Makalah, Lustrum XI FH
hlm. 93 UGM, 17 Februari 2006, hlm. 5; lihat juga Imam
5
Artidjo Alkostar, “Prospek Hak Asasi Manusia Abad XXI”, Syaukani, “Kareakteristik Politik Hukum Nasional”,
Jurnal Inovasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Harmoni: Jurnal Multikultural Multireligius Vol. 7 No. 8
No. 1 Tahun IX/2009, hal. 27 Tahun 2008
18 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

gi negara dan badan khusus independen lainnya Objek judicial review dalam praktek di-
seperti; Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitu- kenal tiga macam norma yang bisa diuji. Per-
si, Bank Indonesia, Komisi Pemilihan Umum dan tama, adalah keputusan normatif yang berisi
sebagainya. Termasuk lembaga-lembaga di dae- dan bersifat pengaturan (regeling). Kedua, ada-
rah. lah keputusan normatif yang berisi dan bersifat
Konsep judicial review di Indonesia ba- penetapan administratif (beschikking). Ketiga,
nyak berkembang setelah amandemen UUD keputusan normatif yang berisi dan bersifat
1945. Terutama dengan dibentuknya MK. Mulai penghakiman (judgement/vonnis).
dari istilah yang mengundang berbagai perde- Menurut ahli hukum, cakupan pengujian
batan. Seperti istilah judicial review, toetsing- judicial review oleh badan peradilan meliputi
recht, constitutional review, yang seringkali peradilan tata negara di MK (constitutional ad-
tumpang-tindih satu dengan lainnya. Berbeda judication), peradilan tata usaha negara (PT-
cakupan maknanya daripada istilah constitutio- UN) di MA (administrative adjudication) mau
nal review. Judicial Review dalam sistem com- pun badan peradilan tata usaha negara yang ada
mon law tidak hanya bermakna ‘the power of di bawah MA. Namun demikian, pengertian luas
the court to declare laws unconstitutional’. tersebut umumnya dipersempit dengan tidak
Namun demikian, istilah tersebut juga berkait- mengikutsertakan PTUN yang berada di bawah
an dengan kegiatan examination of administra- lingkungan MA. Maka pengertian peradi-lan
tion decisions by the court.8 Konsep judicial re- judicial review yang dimaksud dimaknai sebagai
view hadir dalam objek yang lebih luas jika di- fungsi MK dan fungsi tertentu dari MA. Dalam
bandingkan dengan konsep constitutional re- pembahasan ini ruang lingkup judicial review
view yang hanya sebatas pengujian konstitusio- akan mengikuti makna di atas. Yaitu makna
nal suatu aturan hukum terhadap konstitusi yang lebih luas, khusunya fungsi badan per-
(UUD). adilan dari MK yang diatur dalam Pasal 24 C UUD
Objek judicial review bisa menyangkut 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mah-
legalitas peraturan di bawah UU terhadap UU. kamah Konstitusi.
Tidak hanya sekedar UU terhadap konstitusi
saja. Dari subjek pengujinya makna judicial re- Perkembangan Judicial Review di Indonesia
view juga mengalami penyempitan. Judicial Istilah judicial review merupakan istilah
review hanya dapat dilakukan melalui mekanis- teknis khas hukum tata negara Amerika Serikat
me peradilan (judiciary) yang dilaksanakan ha- yang merujuk pada wewenang pengadilan untuk
kim. Sedangkan, constitutional review subjek membatalkan setiap perbuatan pemerintahan
pengujinya dapat dilakukan pengadilan (judi- yang bertentangan dengan konstitusi. Istilah ini
cial review), lembaga legislative (legislative re- pertama kali digunakan dalam kasus “Marbury
view), lembaga eksekutif (executive review) vs Madison” pada tahun 1803.9 Majelis Hakim
atau bahkan lembaga lain yang ditunjuk untuk
melaksanakan fungsi tersebut. Pemberian hak 9
Kasus ini dimulai dari peristiwa pengangkatan
sekelompok hakim baru di larut malam (the midnight
uji inilah yang menjadi pengertian dari ‘toet-
judges) oleh presiden lama John Adams menjelang serah
singsrecht’. Judicial review hanya berlaku jika terima jabatan kepada presiden terpilih Thomas
Jefferson. Pengangkatan itu memicu kemarahan seorang
pengujian dilakukan terhadap norma hukum
hakim baru, William Marbury yang merasa keberatan
yang bersifat abstrak dan umum (general and tatkala surat pengangkatannya selaku hakim tidak
diberikan oleh Secretary of State, James Madison
abstract norms) secara ‘a posterior’. Hal ini
berdasarkan perintah Presiden Thomas Jefferson.
berarti bahwa norma hukum tersebut telah di- Pemerintah bermaksud membatalkan pengangkatan
hakim-hakim baru di malam yang larut itu. William
undangkan oleh pembentuk UU.
Marbury memohon kepada Supreme Court agar
mengeluarkan Write of Mandamus guna memerintahkan
Secretary of State, James Madison menyerahkan surat
pengangkatan dirinya. Berdasarkan Judiciary Act 1789,
8
Clapp, James E., 1996, Random House Webster’s Pocket perkara yang diajukan Marbury termasuk original
Legal Dictionary, New York: Random House Reference, jurisdiction dari Supreme Court sehingga tidak perlu
hlm. 232. melalui pengadilan yang lebih rendah.
Politik Hukum Judicial Review di Indonesia 19

Agung di bawah Chief Justice John Marshall me- ini diberikan kepada MPR sambil menunggu
mutus perkara dimaksud dengan cara peng-ujian terbentuknya MK (constitutional court). Keten-
materil undang-undang. Yakni, mengada-kan tuan ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Tap MPR
judicial review terhadap UU yang dipan-dang No. III/MPR/2000. Ketetapan ini muncul sebagai
bertentangan dengan konstitusi. Sejak putusan akibat tekanan demokrasi dan tuntutan refor-
itu dunia peradilan Amerika dibekali masi.
kewenangan judicial review terhadap UU. Ter- Satu hal penting hasil amandemen UUD
masuk bagi perkara individual. 1945 adalah lahirnya MK sebagai lembaga yang
Belanda – dalam sejarahnya - sebagai pe- berwenang untuk melakukan pengujian mate-
nganut paham eropa kontinental menolak kon- riil. Masuknya MK dalam pengaturan konstitusi
sep constitutional review. Belanda cenderung tidak lepas dari kelemahan UUD yang dianggap
mengedepankan upaya administrasi melalui tidak mencukupi dan tidak memadai untuk me-
lembaga peradilan administrasi (administrative nyelesaikan persoalan yang muncul dalam prak-
court). Namun demikian di Belanda juga dike- tik kenegaraan. Prinsip kenegaraan dalam UUD
nal istilah hak menguji (toetsingsrecht). Walau tidak menyiapkan mekanisme check and balan-
pun antara toetsingsrecht dengan judicial re- ces yang seimbang antar cabang kekuasaan yang
view memiliki pengertian dasar yang berbeda, dibentuk. Akan tetapi menumpuk di satu cabang
kedua mekanisme ini memiliki substansi tujuan kekuasaan sehingga menimbulkan ke-kuasaan
yang sama, yakni perlindungan terhadap hak sentralistik dan otoriter.
konstitusional warga negara dan penghargaan Gagasan pembentukan MK tidak lain tim-
ter-hadap konstitusi sebagai norma dasar. bul dari dorongan dalam penyelenggaraan ke-
Ditolaknya konsep judicial review di kuasaan dan keegaraan yang lebih baik. Kebe-
Belanda berakibat ajaran ini awalnya juga tidak radaan MK dalam sistem kenegaraan Indonesia
begitu berkembang di Indonesia. Para pemikir setidaknya banyak memberi peran bagi pe-
hukum Indonesia sejak awal lebih mengenal nguatan hak-hak konstitusional warga negara.
prinsip hukum Eropa Kontinental yang men- Lebih dari itu keberadaannya juga sekaligus
junjung civil law. Maka sistem hukum peradilan mengawal pelaksanaan UUD 1945 secara murni
Indonesia di bawah UUD 1945 tidak mengikuti dan konse-kuen, tidak sekedar slogan seperti
jejak peradilan Amerika Serikat. Pasal 26 ayat masa orde baru. Meskipun beberapa putusannya
(1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 ten- menuai banyak kontroversi.10 Keberadaan MK
tang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman hanya patut diapresiasi sebagai upaya memberi per-
memberikan kewenangan MA untuk menyatakan lindungan dan jaminan hak konstitusional warga
tidak sah semua peraturan dari tingkat yang negara.
lebih rendah dari UU atas alasan bertentangan Sejak dibentuk pada 13 Agustus 2003, MK
dengan peraturan yang lebih tinggi. Kewenang- setidaknya telah mengadili 384 perkara. Pe-
an serupa juga dinyatakan pula dalam Pasal 31 rinciannya mencakup 228 perkara pengujian UU
ayat (1) dan (2) UU No. 14/1985 tentang Mah-
kamah Agung. Terakhir UU No. 4/2004 tentang 10
Di antara putusan Mahkamah Konstitusi yang menim-
Kekuasaan Kehakiman (Pasal 11 ayat (2) huruf bulkan kontroversi adalah berkait dengan kewenangan
Komisi Yudisial (KY). Putusan ini mengurangi kewenang-
b) dan UU No. 5/2004 (Pasal 31 ayat (1)). MA
an KY dalam hal pengawasan terhadap perilaku hakim.
hanya mem-punyai kewenangan menguji secara Dalam putusannya MK berpendapat, pasal-pasal dalam
UU KY yang mengatur fungsi pengawasan terbukti me-
materil hanya terhadap peraturan di bawah UU.
nimbulkan ketidakpastian hukum. Adalah pasal 13 huruf
Tahun 1999 reformasi hukum di Indonesia b junto pasal 20 UU KY mengenai wewenang lain se-
bagai penjabaran pasal 24B ayat 1 UUD 1945 yang dinilai
menyepakati terbentuknya pengujian konsti-
menggunakan rumusan kalimat berbeda sehingga me-
tusional. Pertama kali dalam sistem kenegaraan nimbulkan ketidakpastian hukum atau rechtzeker-heid.
Menurut MK, undang-undang KY terbukti tidak rinci
Indonesia terbentuk lembaga yang berwenang
mengatur mengenai prosedur pengawasan,tidak jelas
menguji UU terhadap UUD serta berfungsi se- dan tegas menentukan subjek yang mengawasi, apa
objek yang diawasi, instrumen apa yang digunakan serta
bagai penafsir UUD. Pada mulanya kewenangan
bagaimana proses pengawasannya dilaksanakan.
20 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

terhadap UUD (revewing laws against the cons- tidak atau belum diatur UU atau peraturan lain
titution). 11 perkara sengketa kewenangan di atasnya.11 Dari sisi hukum ini menimbul-kan
lembaga negara (dispute over the authorities of persoalan karena dapat dianggap mem-batasi
state institutions) dan perselisihan hasil pe- hak asasi pencari keadilan. Das sein, se-luruh
milihan umum (disputes of the general election peraturan perundang-undangan, mulai dari UU
results) sejumlah 45 perkara Pemilu 2004 dan hingga perda secara teoritik dapat bertentangan
71 perkara Pemilu 2009. Juga 27 perkara per- secara konstitusional terhadap UUD secara
selisihan hasil pemilihan umum kepala daerah langsung. Dalam peraturan perun-dang-
(disputes of the head regional election re- undangan sangat mungkin terjadi kondisi tidak
sults). MK juga menerima permohonan sengketa ada penyimpangan substansi terhadap pe-
pemilihan presiden dan wakil presiden pada ta- raturan diatasnya, tetapi melanggar hak kons-
hun 2004 dan 2009 dengan masing-masing satu titusional warga negara. Tatkala pembentuk UU
perkara. merumuskan peraturan harus senantiasa
memperhatikan aspek kepentingan hukum pen-
Politik Hukum Judicial Review Indonesia cari keadilan. Untuk mencapai hal ini faktor
Persoalan substansial menyangkut pengu- politik hukum sangat menentukan. Bagi bebe-
jian konstitusional (judicial review) peraturan rapa negara pola pikir ini menjadi sarana yang
di bawah UU terhadap UUD terutama berpijak efektif. Tetapi di Indonesia, politik hukum yang
pada teori Kelsen. Dalam pendekatan stufen- demikian belum dapat ditemukan. Keberadaan
bau des recht yang diajarkan Kelsen, hukum peraturan masih sebatas ketentuan normatif
positif dikonstruksi berjenjang dan berlapis- yang kering semangatnya dalam melindungi hak
lapis. Peraturan yang rendah bersumber dari asasi warganegara dalam mengakses keadilan.
dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan Analisis peran politik hukum dalam per-
yang lebih tinggi. Teori ini dalam ilmu hukum soalan judicial review memegang peranan pen-
kemudian melahirkan asas hukum lex superior ting. Melalui pendekatan ini hukum yang diben-
derogat legis inferiori. Semua peraturan yang tuk setidaknya harus lebih banyak memperhati-
bertentangan dengan konstitusi harus dinyata- kan asas kepastian dan keadilan.12 Konstruksi ini
kan tidak berlaku. merujuk Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa
Uji konstitusionalitas peraturan di bawah Negara Indonesia adalah negara hukum. Eks-
UU terha-dap UUD beberapa ahli bertumpu pa- plisit dipesankan bahwa hal itu ditujukan agar
da hirarki penyusunan peraturan secara berjen- sistem pemerintahan negara diselenggarakan
jang. Pengakuan hirarki ini dimulai saat disusun atas hukum dan bukan atas kekuasaan belaka.
draft rancangan peraturan. UU disusun dengan The founding fathers menyampaikan makna
merujuk kepada UUD. Peraturan Pemerintah tersebut dalam rumusan tujuan negara dan da-
(PP) merujuk kepada UU, karena peraturan pe-
11
merintah disusun untuk melaksanakan UU. Dalam Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang
Pelarangan Pelacuran pertimbangan yuridisnya men-
Maka peraturan pemerintah tidak langsung me- cakup: (1) UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-
rujuk kepada UUD. Konsekuensinya pengujian ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, (2) UU Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP, (3) UU Nomor 2 Tahun 1993
PP hanya dilakukan terhadap UU yang wewe- tentang Pembentukan Kotamadya Tangerang, (4) UU
nangnya ada pada MA. Pengakuan hirarki inilah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, (5) Undang-undang Nomor 32
yang tidak memungkinkan pengujian materil Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (6) PP No-
peraturan di bawah UU langsung kepada UUD. mor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP, (7) PP
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
Pemikiran di atas bertumpu pada alur pi- dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Dari
kir seolah pembentukan peraturan di bawah UU peraturan yang dikutip tersebut tidak ada satupun ke-
tentuan yang secara substansial mengatur tentang
bersifat tertutup. Hal ini berarti, tidak mungkin pelacuran.
12
terbentuk peraturan di bawah UU jika UU for- Sesuai dengan konstruksi hukum yang ditentukan dalam
Pasal 28D UUD 1945 sendiri yang menyatakan: “Setiap
milnya belum ada. Kenyataannya terdapat ber- orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
bagai peraturan di bawah UU yang substansi-nya dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum
yang sama di hadapan hukum”.
Politik Hukum Judicial Review di Indonesia 21

sar negara yang meliputi melindungi segenap Hukum dapat dikatakan terdiri dari dua
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah In- bagian. Hukum legislatif dan judge made law.
donesia, memajukan kesejahteraan umum, Berdasarkan landasan tersebut, tidak ada alas-
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta an apapun bagi hakim untuk menolak gugatan
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan ke- pengujian peraturan di bawah UU terhadap
merdekaan, perdamaian abadi dan keadilan so- UUD. Konstruksi hukum ini mengakibatkan kon-
sial. sepsi tentang kekosongan hukum dalam pengu-
Perlindungan terhadap segenap bangsa jian peraturan di bawah UU terhadap UUD tidak
Indonesia jelas tertuju pada perlindungan hak perlu terjadi. Tugas pokok hukum adalah men-
asasi. Termasuk perlindungan hak warganegara ciptakan ketertiban. Ketertiban merupakan
atas kepastian. Konstruksi pikir ini jika dikait- syarat pokok adanya masyarakat yang teratur.
kan dengan sistem pemerintahan negara yang Kepastian hu-kum harus diupayakan, agar ter-
berdasarkan atas hukum, secara normatif mem- capai ketertiban dalam masyarakat. Kepastian
perlihatkan persoalan tentang hak yang keten- disini harus diartikan sebagai kepastian hukum
tuan hukumnya tidak atau belum diatur dalam dan kepastian oleh karena hukum.
UU yang berimplikasi pada pembatasan. Kepentingan untuk mencari keadilan itu
Persoalan pengujian peraturan dibawah direpresentasikan dalam batasan mencegah
UU terhadap UUD terbuka bagi hakim untuk pembatasan hak-hak warganegara. Penyelamat-
menyelesaikannya. Hakim dalam hal ini diberi an hak warga-negara dalam mencari keadilan
wewenang memutus perkara dalam hal tata adalah kewajiban negara yang bersifat univer-
hukum tidak memuat norma umum. Hakim da- sal. Kewajiban ini bersifat tetap dalam rambu-
pat menambahkan hukum suatu norma khusus rambu yang diperbolehkan konstitusi. Oleh ka-
yang terhadap norma mana tidak ada norma rena itu, selayaknya tidak ada satupun negara
umum yang berhubungan. Hakim diotorisasi un- yang tidak memiliki peraturan tentang bagai-
tuk merubah hukum dalam kasus konkret. Dia mana negara menyelamatkan dan melindungi
memiliki kekuasaan untuk mengikat secara hu- hak asasi warganegaranya. Hak asasi merupa-
kum individu yang sebelumnya secara hukum kan tata nilai yang ada dalam semua aspek ke-
bebas. hidupan manusia, baik politik, hukum, ekono-
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka mi, sosial maupun budaya, termasuk dalam bi-
pembentukan hukum dalam kasus pengujian dang ilmu pengetahuan dan teknologi, keseha-
(toetsing) peraturan di bawah UU terhadap UUD tan, pendidikan, lingkungan dan berbagai aspek
tetap dapat dilakukan. Formulasi ini didu-kung kehidupan yang lain.13 Konstitusi sendiri memi-
dua asas hukum yang dapat menjadi pija-kan liki fungsi sebagai pengawal demokrasi (the
bagi hakim untuk menyatakan wewenang-nya guardian of the democracy by protecting mino-
menguji peraturan di bawah UU terhadap UUD. rity rights), pelindung hak konstitusional warga
Pertama, berlakunya asas ius curia novit yang negara (the protector of the citizen’s consti-
ditegaskan dalam UU Kekuasaan Kehaki-man, tutional rights) serta pelindung hak asasi ma-
sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (1) dan 10 nusia (the protector of human rights).
ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Konstruksi hukum pengujian peraturan di
Kekuasaan Kehakiman. Kedua, berlakunya asas bawah UU terhadap UUD dapat dilakukan de-
keaktifan hakim (actieve rechterdominus litis) ngan landasan dua argumentasi di atas, perta-
sebagai konsekuensi berlakunya hukum publik nyaan selanjutnya adalah kemana permohonan
dalam masalah judicial review. Hal ini berim- pengujian dapat diajukan? Ini merupakan kon-
plikasi bahwa hakim karena jabatannya dapat
melengkapi sendiri dasar pengujian (toetsing- 13
Hesti Armiwulan, “Hak Asasi Manusia dan Hukum”,
Jurnal Yustika Vol. 7 No. 2, Desember 2004, hlm. 323;
gronden) selain yang dikemukakan para pihak.
lihat juga Pius S Prasetyo, “Membangun Sistem Politik
Berdasarkan dua landasan ini hakim dapat men- Demokrasi Berlandaskan pada Konsep Dasar
Liberalisme”, Potensia: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
jadi pembuat hukum daripada penemu hukum.
Politik Vol. 9 No. 23, Tahun 1998
22 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

sekuensi logis yang menyangkut kompetensi jian peraturan perundang-undangan di bawah


absolut pengadilan yang berwenang melakukan un-dang-undang yang sedang dilakukan MA wa-
pengujian. jib dihentikan apabila undang-undang yang
Gagasan awal pembentukan MK adalah menjadi dasar pengujian peraturan tersebut
menjaga agar konstitusi dilaksanakan secara sedang dalam proses pengujian MK sampai ada
konsekuen dan bertanggung jawab oleh setiap putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini hanya
penyelenggara negara. Juga diimplementasikan berlaku jika proses pengujian dilakukan secara
dalam kebijakan yang sesuai dengan kehendak bersamaan. Praktis pertentangan keputusan te-
rakyat dan cita-cita demokrasi. Fungsi ini diref- tap dapat terjadi jika pengujian dilakukan oleh
leksikan dalam lima kewenangan sebagaimana MA terlebih dahulu.
dirumuskan dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945. Gagasan tersebut apabila ditinjau dari si-
Selain lima kewenangan itu MK berke-wajiban si politik hukum, tidak menunjukkan integrali-
pula untuk memberikan putusan atas pendapat tas visi dan konsepsi hukum atas asas peradilan
DPR dalam dugaan pelanggaran kons-titusi yang bersifat sederhana, cepat, dan biaya ri-
presiden dan/atau wakil presiden. ngan. Kedua lembaga yang berwenang melaku-
Produk hukum di bawah UUD yang men- kan pengujian dipastikan memiliki standar/
jabarkan aturan dasar konstitusional adalah un- tolok ukur berbeda tentang konsep hukum yang
dang-undang yang dibuat oleh legislatif. Hi- harus ditegakkan, maka idealnya pengujian pe-
rarkis, produk hukum di bawah UU merupakan raturan dilakukan oleh satu lembaga sehingga
dasar hukum bagi aturan yang lebih rendah dan menutup kemungkinan terjadinya inkonsistensi
melegitimasi tindakan yang akan dilakukan putusan dan menjamin ketegasan visi dan kon-
penyelenggara negara. Dalam rangka menjamin sepsi hukum yang hendak ditegakkan. Oleh ka-
konstitusionalitas, baik aturan hukum maupun rena itu diperlukan mekanisme yang bisa men-
perbuatan penyelenggara negara berdasarkan jembatani kesesuaian standar dan tolok ukur
UU dibentuklah MK yang salah satunya memiliki antara MA dan MK dalam pengujian agar putu-
wewenang memutus pengujian UU terhadap sannya berkesesuaian.
UUD. Kewenangan MK, secara keseluruhan ber-
Tidak jelas apa pertimbangan pembeda- kaitan dengan konstitusionalitas, yaitu pelak-
an fungsi pengujian UU terhadap UUD, dengan sanaan ketentuan UUD dalam kehidupan ber-
pengujian peraturan di bawah UU terhadap UU bangsa dan bernegara. Wewenang memutus pe-
yang menjadi wewenang MA. Pembedaan kewe- ngujian konstitusionalitas UU untuk menjamin
nangan tersebut menimbulkan persoalan, yaitu, agar UU yang menjadi landasan kehidupan
inkonsistensi putusan yang mungkin berten- bangsa dan negara benar-benar merupakan pe-
tangan terhadap satu peraturan perundang-un- laksanaan dan tidak bertentangan dengan UUD
dangan. Hal ini terjadi apabila suatu Peraturan 1945. MK memiliki fungsi sebagai penjaga kons-
Pemerintah (PP) dinyatakan tidak bertentang-an titusi (the guardian of the constitution). Fungsi
dengan dengan UU oleh MA. Di lain pihak MK ini membawa konsekuensi MK juga memiliki
menyatakan undang-undang yang menjadi pa- fungsi lain, yaiatu sebagai penafsir konstitusi
yung PP tersebut bertentangan dengan UUD.14 yang bersifat final (the final interpreter of the
Meskipun Pasal 55 UU MK menyatakan pengu- constitution).
Berdasarkan wewenang di atas, maka MK
14
Meskipun Pasal 55 Undang-undang Mahkamah Konstitusi
menjadi satu-satunya lembaga negara dengan
menyatakan bahwa, “Pengujian peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang yang sedang dilaku- hak istimewa untuk menafsirkan konstitusi da-
kan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-
lam pengujian seluruh peraturan yang telah di-
undang yang menjadi dasar pengujian peraturan ter-
sebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konsti- undangkan. Dengan kata lain, berpijak pada
tusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi”. Namun
asas ius curia novit kewenangan untuk menguji
hal ini hanya berlaku jika proses pengujian dilakukan
secara bersamaan. Sebab, secara praktis pertentangan peraturan di bawah UU terhadap UUD seharus-
keputusan tetap dapat terjadi jika pengujian dilakukan
nya menjadi kewenangan MK. Mahkamah Kons-
oleh Mahkamah Agung terlebih dahulu.
Politik Hukum Judicial Review di Indonesia 23

titusi tidak dapat menolak permohonan pengu- Penutup


jian peraturan di bawah UU terhadap UUD de- Analisis pembentukan MK sebagai per-
ngan alasan aturan hukumnya tidak jelas atau wujudan semangat reformasi dan supremasi
tidak ada. Justru penolakan itu menjadi tinda- konstitusi (supreme of constitution) belum
kan inkonstutisional. mencerminkan integralitas visi hukum dalam
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaima- pengujian peraturan perundang-undangan yang
na prosedur pengujian harus dilakukan. Terha- harus ditegakkan. Perlu dilakukan pendekatan
dap pertanyaan ini, terdapat dua skenario pro- lebih menyeluruh. Antara lain pendekatan poli-
ses yang dapat muncul. Pertama, apakah per- tik hukum yang dapat mengarahkan pada ke-
mohonan pengujian dapat dilakukan dengan bijakan pembentukan hukum yang berpijak pa-
permohonan langsung ke MK tanpa ada seng- da perlindungan hak asasi warganegara dan
keta langsung yang terkait dengan peraturan kepastian hukum pencari keadilan dalam kait-
yang diuji. Kedua, bagaimana jika persoalan annya dengan kewenangan pengujian materiil
pengujian muncul sebagai dalil terdakwa dalam (judicial review). Beberapa aspek yang penting
persidangan bahwa peraturan yang menjadi da- diper-hatikan dalam kaitan dengan pendekatan
sar tuntutan atau gugatan dianggap bertenta- politik hukum ini adalah pengujian oleh MK ter-
ngan dengan konstitusi? Apakah hakim (peng- hadap peraturan di bawah UU terhadap UUD,
adilan) yang menangani perkara itu berwenang serta integralitas mekanisme standar dan tolok
mengajukan kepada MK, sebelum perkara yang ukur pengujian antara MA dan MK agar putus-
bersangkutan diputuskan? Atau, terdakwa atau anya bersesuaian.
tergugat sendiri yang harus mengajukan ke MK? Kewenangan memutus untuk pengujian
Persoalan prosedural ini memberi gam- konstitusionalitas peraturan harus menjamin
baran bahwa masalah substansi tentang kewe- bahwa UU yang menjadi landasan kehidupan
nangan untuk melakukan pengujian peraturan di bernegara harus benar-benar pelaksanaan yang
bawah UU terhadap UUD diperoleh penyele- tidak bertentangan dengan UUD 1945. Persoal-
saian hukumnya. Tetapi muncul persoalan hu- an hukum ini meletakkan norma yang mengatur
kum baru menyangkut aspek hukum formil atau kewenangan MK menjadi sangat penting. Politik
hukum acaranya. Apakah pengadilan dapat hukum dalam pembentukan UU terhadap ke-
menjadi pihak yang mengajukan permohonan wenangan MK harus mampu diletakan pada ke-
judicial review? Ataukah harus orang atau ba- pentingan hak asasi warga negara. Politik hu-
dan hukum yang dapat menjadi pihak dalam kum tersebut wajib berpijak pada asas pe-
sengketa tersebut? ngakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
Orientasi akhir pembentukan dasar hu- hukum yang adil dan perlakuan yang sama di
kum yang tuntas tentang kewenangan MK dan depan hukum.
prosedur dalam beracara ini akhirnya harus Kebijakan judicial review oleh MK dalam
berpijak pada asumsi bahwa hukum harus di- UUD 1945 melalui kewenangan uji konstitu-
letakan pada kepentingan hak asasi warga ne- sionalitas, ditinjau dari sisi politik hukum, ter-
gara dalam mengakses hukum seluas-luasnya. lalu limitatif. Akibatnya tidak ada keleluasaan
Terkait politik hukum judicial review oleh MK, bagi pembentuk UU organik untuk mengeks-
maka sangat tepat bila pengaturan kewenang- plorasi kewenangan yang antisipatif terhadap
annya tidak dirumuskan terlalu limitatif dalam persoalan konkrit. Kondisi ini menjadi lebih
UUD, sehing-ga terdapat keleluasaan bagi UU sulit, apabila para hakim masih berpijak pada
organik untuk melengkapinya. Ini mengingat pemikiran legalistik formal dan tidak ber-
bahwa perubahan UUD tidak dapat dilakukan orientasi pada penemuan dan pembentukan
secara mudah seperti UU biasa. Maka politik hukum baru dalam proses peradilannya.
hukum menyeluruh dalam penyusunan awal UU
yang mengatur kewenangan MK menjadi sangat
penting.
24 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

Daftar Pustaka No. 1 Juli 2008. Jakarta: Universitas Pe-


Alfiannor, Imam. “Konsep Hak Asasi Manusia dan lita Harapan;
Implikasi Penegakkannya di Indonesia”. Prasetyo, Pius S. “Membangun Sistem Politik De-
Syariah: Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 8 No. 1. mokrasi Berlandaskan pada Konsep Dasar
Juni 2008. Surakarta: LPPM UMS; Liberalisme”. Potensia: Jurnal Ilmu Sosial
Alkostar, Artidjo. “Prospek Hak Asasi Manusia dan Ilmu Politik Vol. 9 No. 23. Tahun
Abad XXI”. Jurnal Inovasi. No. 1 Tahun 1998. Yogyakarta: FISIP UGM;
IX/2009. Yogyakarta: Universitas Muham- Sudi, Fahmi. “Menuju Keseimbangan Hubungan
madiyah; antar Legislatif dan eksekutif”. Jurnal Hu-
Armiwulan, Hesti. “Hak Asasi Manusia dan Hu- kum Respublica Vol. 2 No. 4. Tahun 2003.
kum”. Jurnal Yustika Vol. 7 No. 2. De- Pekanbaru: Universitas Lancang Kuning;
sember 2004. Surabaya: FH UBAYA; Supriyanto, Hadi. “Pemisahan Fungsi Kekuasaan
Ashiddiqie, Jimly. 2006. “Pembangunan Hukum Eksekutif dan yudikatif”. Jurnal Legislasi
dan Penegakan Hukum Di Indonesia”. Ma- Indonesia, Vol. 1 No. 1 Juli 2004. Jakar-
kalah. Lustrum XI. Yogyakarta: FH UGM. ta: DEPKUMHAM RI;
17 Februari 2006; Syaukani, Imam. “Kareakteristik Politik Hukum
Asnawi, Eddy “Relevansi Politik Hukum dan Nasional”. Harmoni: Jurnal Multikultural
Strategi Pembangunan Hukum Dalam Multireligius Vol. 7 No. 8 Tahun 2008;
Rangka Menuju Sistem Hukum Nasional”. Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum, Paradig-
Jurnal Hukum Respublika. Vol. 3 No. 1. ma, Metode dan Masalahnya. 2003. Ja-
Tahun 2003. Pekanbaru: Universitas Lan- karta: Elsam Huma;
cang Kuning; Yahya. “Perancangan Undang-undang Sebagai
Clapp, James E. 1996. Random House Web- Suatu Sintesis Politik dan Hukum”. Ijti-
ster’s Pocket Legal Dictionary. New York: had: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Ke-
Random House Reference; manusiaan. Vol. 8 No. 1. Juni 2008. Sala-
Hasibuan, Albert. “Politik Hak Asasi Manusia tiga: STAIN.
(HAM) dan UUD 1945”, Law Review Vol 8

Anda mungkin juga menyukai