Anda di halaman 1dari 3

Diskusi 2

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan dari permohonan pengujian Undang-Undang Cipta Kerja di


Mahkamah Konsitusi: 

1. Tidak terpenuhinya beberapa syarat pemuatan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja


dalam Prolegnas menurut ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan; 

2. Tidak dipatuhinya pedoman mengenai ketentuan teknik dan sistematika pembuatan undang-
undang menurut ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan; dan 

3. Tidak dipenuhinya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan


menurut ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 

Diskusikan: 

1. Berdasarkan uraian di atas berikan analisis Anda bentuk permohonan berdasarkan alat ukurnya.  

2. Buatlah dua permohonan hak uji materiil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.

Jawaban :
1. Berdasarkan uraian di atas berikan analisis Anda bentuk permohonan berdasarkan alat ukurnya.

PERMOHONAN (Pasal 1 UU MK, Pasal 2 PMK 2/2021)

1. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi
mengenai Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 atau pengujian Perppu terhadap UUD 1945
2. Permohonan pengujian undang-undang dan Perppu meliputi pengujian formil dan/atau pengujian
materiil
3. Pengujian materiil adalah pengujian yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal,
dan/atau bagian Undang-Undang atau Perppu yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945
4. Pengujian formil adalah pengujian yang berkenaan dengan proses pembentukan undang-undang
atau Perppu yang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang atau Perppu.

PENGAJUAN PERMOHONAN [Pasal 29, 30, 31 UU MK dan Pasal 9, 10 PMK 2/2021]

1. Permohonan dapat diajukan secara luring atau daring;


2. Berkas permohonan sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia sebanyak 1 eksemplar asli yang ditandatangani
oleh Pemohon/Kuasa Hukum;
b. Fotokopi identitas Pemohon/kuasa hukum dan surat kuasa;
c. AD/ART;
3. Permohonan sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas Pemohon dan/atau kuasa hukum;
b. Kewenangan Mahkamah;
c. Kedudukan hukum Pemohon;
d. Alasan permohonan; dan
e. Petitum.

Berlakunya UU Cipta Kerja yang diyakini akan menjadikan pendidikan menjadi ladang bisnis yaitu
kapitalisasi terhadap dunia pendidikan dapat dilihat pada ketentuan norma Pasal 150 UU Cipta Kerja
yang mengubah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (UU
KEK) dengan mengubah Pasal 3 dan memasukkan pendidikan ke dalam kegiatan usaha Kawasan
Ekonomi Khusus.

Berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja yang diyakini akan menjadikan Pendidikan menjadi ladang
bisnis, yaitu kapitalisasi terhadap dunia pendidikan,”.

Dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja, telah dilanggar hak konstitusional Pemohonnya untuk
mendapatkan jaminan kepastian hukum yang adil untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya serta berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidupnya serta demi kesejahteraan umat
manusia.

Para Pemohon telah secara spesifik menjelaskan hak konstitusionalnya yang potensial dirugikan dan
potensi kerugian dimaksud menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, sehingga
tampak adanya hubungan kausal antara kerugian konstitusional yang didalilkan dan berlakunya UU
Cipta Kerja. Oleh karenanya, maka para Pemohon memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon
pengujian undang-undang dalam perkara a quo.

Para Pemohon melakukan pengujian formil norma Pasal 20 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan,
“Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi
undang-undang” dan Pasal 22A, UUD 1945, “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
undang-undang diatur dengan undang-undang.”
Para Pemohon menyampaikan alasan bahwa UU Cipta kerja merupakan Undang-Undang yang
menerapkan konsep Omnibus Law dengan tujuan melakukan penyederhanaan pengaturan dengan
mengubah 78 (tujuh puluh delapan) Undang-Undang ke dalam 1 (satu) UU Cipta Kerja yang terbagi
atas 11 klaster. Dari 78 Undang-Undang yang materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian ketentuan
normanya diubah ataupun dihapus pada saat proses pembahasan, terdapat beberapa pelanggaran
terhadap asas pembentukan peraturan perundang-undangan, diantaranya, asas kejelasan tujuan, asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan.

2. Buatlah dua permohonan hak uji materiil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.

Para Pemohon melakukan uji materiil Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU
Cipta Kerja mengenai perubahan Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pemohon I sebagai badan hukum privat sebagai wadah perhimpunan profesi dokter hewan di
Indonesia yang mewakili dan melayani kepentingan profesi veteriner/dokter hewan dan memiliki
komitmen untuk mengupayakan pencapaian terbaik dari profesinya dan untuk pelestarian hewan dan
kelestarian ekosistem (manusia, hewan,tumbuhan, lingkungan).

Pemohon II - Pemohon VI adalah perorangan warga negara Indonesia, baik dalam kapasitasnya
sebagai profesi dokter hewan dan pengguna jasa dokter hewan, secara konstitusional telah dirugikan
pemenuhan hak konstitusionalnya.
Para Pemohon, baik dalam kapasitasnya sebagai profesi dokter hewan maupun sebagai pengguna jasa
dokter hewan, dirugikan hak konstitusionalnya dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang
layak meskipun telah dijamin konstitusi dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Perubahan UU No.
18/2009 dalam UU Cipta Kerja mengalami suatu pergeseran, bahwa setiap orang yang berusaha di
bidang pelayanan kesehatan, semula wajib memiliki izin usaha, kini wajib memenuhi perizinan
berusaha.
Pergeseran tersebut di atas, menurut para Pemohon, meskipun terlihat sederhana namun menjadi
penghalang dan melanggar hak konstitusional Pemohon II sampai dengan Pemohon V yang
senyatanya termasuk sebagai stakeholders atas keberlakuan Pasal 34 angka 16 ayat (2) UU Cipta
Kerja.
Para Pemohon sebagai representasi profesi dokter hewan dan pengguna jasa dokter hewan justru pada
akhirnya tidak dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak dengan diberlakukannya
Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU Cipta Kerja manakala “Perizinan
Berusaha” mewajibkan persyaratan yang bertolak belakang dengan ide “Kemudahan dalam proses
pengajuan perizinan berusaha” dan/atau landasan filosofis Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 sebagai
landasan filosofis UU Cipta Kerja.
“Perizinan Berusaha” yang dimaksud Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU
Cipta Kerja adalah perizinan berusaha berbasis risiko. Perizinan berusaha berbasis risiko ini membawa
konsekuensi perizinan berusaha pada subsector peternakan dan kesehatan hewan mempunyai tingkat
risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMKM dan/atau usaha besar. Kegiatan usaha pada
subsektor pertanian dan kesehatan hewan dikategorikan sebagai usaha kecil, maka paling tidak “setiap
orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan” dan “tenaga kesehatan hewan yang melakukan
pelayanan kesehatan hewan” harus memiliki modal usaha lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) untuk memulai dan/atau melanjutkan pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai