Anda di halaman 1dari 7

1.

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak
mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial
distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.
kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang dimiliki maupun kekayaan yang
akan dimiliki oleh debitor di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan
dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas, kedua pejabat tersebut
yang ditunjuk langsung pada saat putusan pailit dibacakan.

Yang merupakan dasar hukum bagi suatu kepailitan adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
2. KUH Perdata, misalnya, Pasal 1134, 1139, 1149, dan lain-lain.
3. KUH Pidana, misalnya, Pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520, dan lain-lain.
4. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tenang Perseroan Terbatas.
5. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.
6. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1996 tentang jaminan Fidusia.
7. Perundang-undangan di Bidang pasar Modal, Perbankan, BUMN, dan lain-
lain.
B. Syarat-Syarat Pengajuan Kepailitan Bagi Kreditor
Untuk dapat dinyatakan pailit, seorang debitor harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor.
b. Tidak membayar sedikitnya satu utang jatuh waktu dan dapat ditagih.
c. Atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.
Syarat permohonan kepailitan oleh
kreditor adalah debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan sedikitnya tidak
membayar satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih. seyogianya,
Undang-undang kepailitan mengambil sikap bahwa bahwa hakim hanya boleh
mengambulkan permohonan pailit apabila permohonan itu disetujui oleh para kreditor
mayoritas.
2.Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, prosedur permohonan Pailit adalah sebagai berikut:
1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2).

2. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2
(dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari sidang.
3. Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan (pasal 6).

4. Pengadilan wajib memanggil Debitor jika permohonan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8).

5. Pengadilan dapat memanggil Kreditor jika pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat
keraguan bahwa persyaratan pailit telah dipenuhi (Pasal 8).

6. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lama 7 hari sebelum
persidangan pertama diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2).

7. Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta terbukti bahwa
persyaratan pailit telah terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah didaftarkan (Pasal 8).

8. Putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut harus memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut berikut pendapat dari majelis hakim dan harus diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sekalipun terhadap putusan
tersebut ada upaya hukum (Pasal 8 ayat 7).

mulai dari pasal 11 UU No 27 Tahun 2004 adalah ttg permohonan kasasi terhadap
Mahkamah Agung
Pasal 11

(1) Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas

permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah

Agung.

(2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal

putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan

mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah

memutus permohonan pernyataan pailit.

(3) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

selain dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang

merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga

dapat diajukan oleh Kreditor lain yang bukan merupakan

pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas

terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.

(4) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal

permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada

pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani

panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal

penerimaan pendaftaran.

Pasal 12

(1) Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera

Pengadilan memori kasasi pada tanggal permohonan kasasi


didaftarkan.

(2) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan

memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada

pihak termohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah

permohonan kasasi didaftarkan.

(3) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi

kepada panitera Pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari

setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan panitera Pengadilan

wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon

kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra memori

kasasi diterima.

(4) Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori

kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara

yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lambat

14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi

didaftarkan.

Pasal 13

(1) Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan

menetapkan hari sidang paling lambat 2 (dua) hari setelah

tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

(2) Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling

lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan

kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

(3) Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling

lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan

kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

(4) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan

hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum.

(5) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara anggota

dengan ketua majelis maka perbedaan pendapat tersebut

wajib dimuat dalam putusan kasasi.

(6) Panitera pada Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan

putusan kasasi kepada Panitera pada Pengadilan Niaga paling


lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan

kasasi diucapkan.

(7) Jurusita Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan

kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada pemohon

kasasi, termohon kasasi, Kurator, dan Hakim Pengawas paling

lambat 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.

Pasal 14

(1) Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan

peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal

13 berlaku mutatis mutandis bagi peninjauan kembali.

3.Kurator diangkat pada saat debitur dinyatakan pailit.[8] Sebagai


akibat dari keadaan pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan, maka debitur kehilangan hak untuk menguasai dan
mengurus harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, dan
oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan
kurator.[9]

Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam melakukan pengurusan dan
pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas
utama, yaitu:
1. Tugas Administratif
Dalam kapasitas administratif-nya, kurator bertugas untuk
mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan,
misalnya melakukan pengumuman (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan dan
PKPU); mengundang rapat-rapat kreditur (Pasal 82 UU Kepailitan dan
PKPU); mengamankan harta kekayaan debitur pailit (Pasal 98 UU
Kepailitan dan PKPU); melakukan inventarisasi harta pailit (Pasal 100
ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU); serta membuat laporan rutin kepada
hakim pengawas (Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

Dalam menjalankan kapasitas administratifnya, kurator memiliki


kewenangan untuk melakukan penyegelan, bila perlu (Pasal 99 ayat (1)
UU Kepailitan).
2. Tugas Mengurus/Mengelola Harta Pailit
Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UU Kepailitan dan PKPU, sejak
putusan pailit diucapkan semua wewenang debitur untuk menguasai dan
mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai
pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitur dari bank yang
bersangkutan beralih kepada kurator.[10]

3. Tugas Melakukan Penjualan-Pemberesan


Tugas yang paling utama bagi kurator adalah melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan
pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau
peninjauan kembali.[11] Maksudnya pemberesan di sini adalah
penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang.[12]

Tugas Hakim Pengawas


Dalam putusan pernyataan pailit, selain kurator, harus juga diangkat
seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.[13]

Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas, sebelum


mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta
pailit.[14]

Hakim pengawas berwenang untuk mendengar keterangan saksi atau


memerintahkan penyelidikan oleh para ahli untuk memperoleh kejelasan
tentang segala hal mengenai kepailitan.[15]

Tugas hakim pengawas juga dapat dilihat dalam rapat kreditur, yaitu
bertindak sebagai ketua.[16] Hakim pengawas menentukan hari, tanggal,
waktu, dan tempat rapat Kreditor pertama, yang harus diselenggarakan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
putusan pailit diucapkan.[17]
Dalam hal pencocokan piutang, paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus
menetapkan:[18]
a. batas akhir pengajuan tagihan;
b. batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban
pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
c. hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditor untuk mengadakan
pencocokan piutang.

5. Dalam suatu pertanggungan/asuransi terdapat 5 (lima) prinsip yang mendasari suatu pertanggungan (Five
Basic Principle Of Insurance), hal mana kelima prinsip tersebut berlaku mutlak dalam suatu perikatan Asuransi.

Kelima Prinsip Asuransi tersebut adalah:

A. INSURABLE INTEREST PRINCIPLE.

B. UTMOST GOOD FAITH PRINCIPLE.

C. INDEMNITY PRINCIPLE.

D. SUBROGATION PRINCIPLE.

E. CONTRIBUTION and/or CHRONOLOGIS PRINCIPLE.

Principle of Utmost Good Faith sebagai Prinsip

Hukum Asuransi disebut dengan istilah prinsip iktikad baik sempurna atau asas kejujuran yang sempurna
(uberrimae fidei). Dari prinsip ini dapat dinyatakan bahwa tertanggung wajib menginformasikan kepada
penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang diketahuinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan risiko
terhadap pertanggungan yang dilakukan. Keterangan yang tidak benar dan informasi yang tidak disampaikan
dapat mengakibatkan batalnyaperjanjian asuransi.

Asas kejujuran ini pada dasarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian sehingga harus dipenuhi oleh para
pihak yang mengadakan perjanjian. Tidak dipenuhinya asas ini pada saat akan menutup suatu perjanjian akan
menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari seluruh ketentuan dasar yang diatur oleh pasal
1320-1329 KUHPerdata. Bagaimanapun juga iktikad baik merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang
melandasi setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak melindungi pihak yang beriktikad buruk.
Meskipunsecara umum iktikad baik sudah diatur sebagaimana ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata khusus
untuk perjanjian asuransi, masih dibutuhkan penekanan atas iktikad baik sebagaimana diminta oleh pasal 251
KUH Dagang “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberikan hal-hal yang
diketahui oleh si tertanggung, betapapun iktikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya
si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak
ditutupdengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.

Prinsip Subrogasi adalah


Suatu prinsip yang mengatur dalam hal seorang Penanggung telah menyelesaikan pembayaran ganti-rugi
yang diderita oleh Tertanggung, maka secara otomatis hak yang dimiliki Tertanggung untuk menuntut
pihak ketiga yang menimbulkan kerugian dan atau kerusakan tersebut beralih ke Penanggung.

PASAL 284 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, menyebutkan :


“Seorang Penanggung yang telah membayar kerugian sesuai barang yang diper-
tanggungkan, menggantikan si Tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap
orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung
itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si
Penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.”
6.verplichte procureurstelling. Istilah ini dapat kita temui antara lain dalam putusan Mahkamah
Konstitusi (“MK”) dalam Perkara No. 006/PUU-II/2004. Istilah ini berarti pihak-pihak yang berperkara
tampil di muka pengadilan dengan didampingi oleh pengacara.

homogolasi akor adalah pengesahan hakim atas akor atau akur (accoord) dalam kepailitan

diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara si pailit dengan para kreditor, di mana
diadakan suatu ketentuan, bahwa si pailit dengan membayar suatu prosentase tertentu (dari
utangnya), ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya

Kreditor separatis adalah kreditor yang memperoleh kedudukan


didahulukan seperti gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotik adalah kreditor
pemegang hak jaminan kebendaan. Pada prinsipnya kreditor separatis
terdiri dari kreditor pemegang hak gadai, hipotek, hak tanggungan, dan
jaminan fidusia.

Actio Pauliana adalah pembatalan segala perbuatan hukum yang dilakukan


oleh Debitur terhadap harta kekayaannya melalui Pengadilan berdasarkan
permohonan Kreditur (Kurator apabila dalam Kepailitan) yang diketahui
oleh Debitur perbuatan tersebut merugikan Kreditur

Sebuah perusahan atau pribadi yang dapat dinyatakan insolven (insolvent)


atau pailit (bankrupt) adalah: Insolvensi terjadi apabila debitur tidak dapat
melunasi semua utangnya; Insolvensi adalah keadaan debitur yang
memiliki jumlah utang yang melebihi seluruh jumlah harta kekayaannya.

Anda mungkin juga menyukai