Anda di halaman 1dari 20

MATERI PEMBAHASAN UTS HUKUM KEPAILITAN

BISNISIX (2010111024)

TOPIK PEMBAHASAN :

1. DEFINISI PAILIT MENURUT AHLI DAN UU, PENGATURAN DAN SEJARAH


PAILIT, ASAS/PRINSIP KEPAILITAN
2. SYARAT DAPAT DINYATAKAN PAILIT, PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN
PAILIT, PIHAK YANG DAPAT DINYATAKAN PAILIT
3. PROSEDUR PERMOHONAN PAILIT
4. AKIBAT HUKUM KEPAILITAN
5. PERDAMAIAN
6. PEMBERESAN HARTA PAILIT
7. REHABILITASI DAN KETENTUAN HI TERKAIT KEPAILITAN

TOPIK 1

• DEFINISI PAILIT MENURUT AHLI DAN UU


- Munir Fuady; Pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta
debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau
agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditor.
- Martias (berdasarkan BW); Pailit adalah keadaaan dimana seluruh harta dari
kekayaan debitor menjadi jaminan untuk seluruh utang-utangnya.
- R. Subekti dan R. Tjitrosudibio; pailit adalah keadaan seorang debitor apabila
ia telah menghentikan pembayaran utang-utangnya.
- UU 37/2004; Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas.

Jadi, pailit/kepailitan ialah suatu keadaan debitor yang berhenti membayar


utangnya yang telah jatuh tempo karena tidak mampu, yang mana dapat dilakukan
sita umum atas semua kekayaan Debitor yang sudah dinyatakan pailit (debitor pailit)
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dengan pengawasan
Hakim Pengawas.

• PENGATURAN DAN SEJARAH PAILIT


- SECARA UMUM
Pada zaman Romawi (118 SM), seorang debitur yang tidak dapat melunasi
utangnya harus bertanggung jawab secara fisik. Pada abad ke-5 SM, kreditur berhak
untuk menjual debitur sebagai budak. Bahkan pada masa itu, konsekuensi dari tidak
dibayarnya utang oleh debitur bisa berupa kematian debitur, pemotongan anggota
tubuh, hukuman penjara, atau pengasingan.
Menjelang abad ke-2 SM, perbudakan debitur dihapuskan oleh Kekaisaran
Romawi. Hukuman penjara terhadap debitur masih tetap diberlakukan, tetapi kreditur
tidak boleh memanfaatkan debitur dipenjarakan sebagai pelayan. Debitur hanya dapat
ditahan sebagai jaminan sampai ada orang atau keluarganya yang bersedia melunasi
hutangnya.
Perkembangan selanjutnya, eksekusi pembayaran utang debitur bukan lagi
dilakukan terhadap jasmaninya, melainkan terhadap harta kekayaannya. Harta kekayaan
debitur dapat dijual sebagai sumber pelunasan utang kepada kreditur (missio in
bona), dalam hal ini harta kekayaan milik individu/badan yang telah dinyatakan
pailit dikuasai pengelolaannya oleh kurator (boedel pailt)

- DI INDONESIA (SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN)


Di Indonesia, sejarah hukum kepailitan dimulai dari berlakunya Faillissements
Verordening. Peraturan tersebut diberlakukan 01 November 1906 dan berlaku bagi
golongan Eropa serta golongan Cina dan golongan Timur Asing. Bagi golongan
Indonesia Asli (pribumi) dapat saja menggunakan Faillissements Verordening dengan cara
melakukan penundukan diri.
Namun dalam praktiknya keberadaan hukum kepailitan ini kurang dikenal
dan dipahami di tengah-tengah masyarakat. Selain itu karena sebagian besar
pedagang pribumi bergerak di bidang usaha menengah ataupun kecil sehingga
minim kemungkinan mengalami kebangkrutan.
Pada bulan Juli 1997 terjadi gejolak moneter di Indonesia yang berdampak pada
kesulitan perekonomian nasional. Sehingga muncul Undang-Undang No. 4 Tahun 1998
yang kemudian diamandemen menjadi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut sebagai
UUK-PKPU).

NOTE: Secara singkat, masalah kepailitan awalnya diatur dalam Staatsblad


1905:217 jo. Staatsblad 1906:348 tentang Faillissement Verordening (Undang-
Undang tentang Kepailitan), kemudian diperbarui melalui Perpu Nomor 1/1998 dan
disahkan menjadi UU 4/1998, kemudian diamandemen menjadi UU 37/2004 tentang
KPKPU.

• ASAS/PRINSIP DALAM KEPAILITAN


Dalam kepailitan, terdapat asas “Actio Pauliana” yaitu suatu upaya hukum
untuk menuntut pembatalan perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya
atau hak yang diberikan oleh undang-undang kepada setiap kreditur untuk menuntut
pembatalan dari segala tindakan debitur yang tidak diwajibkan
Penjelasan Umum UU 37/2004 menyebutkan terdapat 4 dasar asas kepailitan
antara lain:
1. Asas Keseimbangan
Terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata
dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur maupun kreditur yang tidak
beriktikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Ketentuan yang memungkinkan bahwa perusahaan debitur yang prospektif
tetap dapat dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Untuk mencegah terjadinya kesewenangan pihak penagih (kreditur) yang
mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur, dengan
tidak memperdulikan kreditur lainnya.
4. Asas Integrasi
Yaitu adanya sistem hukum formil dan hukum materil yang merupakan satu
kesatuan utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

Adapun prinsip lain yang terdapat dalam kepailitan antara lain:


1. Prinsip Paritas Creditorium
Dalam prinsip ini para kreditur (baik kreditur separatis, preferen, atau
konkuren) memiliki hak yang sama/setara terhadap semua harta benda debitur
(semua kekayaan baik benda bergerak maupun barang tidak bergerak, yang
sekarang dimiliki debitur maupun barang milik debitur di kemudian hari).
Namun prinsip ini akan menjadi tidak adil apabila tidak digandeng dengan
prinsip pari passu prorate parte dan prinsip structured creditors. Karena dalam
hal ini, kedudukan kreditur menjadi sama rata antara kreditur yang memiliki
piutang besar maupun kecil, ataupun kreditur yang memiliki jaminan dengan yang
tidak.

2. Prinsip Pari Passu Prorata Parte


Menyatakan bahwa harta kekayaan debitur merupakan jaminan bersama
untuk para kreditur dan hasil tersebut harus dibagi secara proposional kecuali
apabila diantara kreditur tersebut memiliki hak yang lebih didahulukan menurut
undang-undang.

3. Prinsip Structured Creditors


Dalam prinsip ini diadakan klasifikasi kreditur yaitu kreditur separatis, kreditur
preferen, dan kreditur konkuren.
- Kreditur separatis ialah kreditur yang memiliki jaminan kebendaan dalam
hukum kebendaan (hipotek, gadai, hak tanggungan, dan fidusia).
- Kreditur preferen ialah kreditur yang menurut undang-undang harus
didahulukan pembayaran piutangnya.
- Kreditur konkuren adalah pihak kreditur yang memiliki kedudukan sejajar
dengan kreditur lainnya. Jika debitur memiliki utang pada beberapa pihak, maka
kreditur konkuren berhak menagih haknya sesuai tagihan yang telah disepakati.

4. Prinsip Debt Collection


Prinsip Debt Colection mempunyai makna sebagai pembalasan dari kreditur
terhadap debitur pailit. pada hukum modern prinsip ini dimanifestasikan dalam bentuk
antara lain likuidasi asset/penjualan harta kekayaan. Merupakan prinsip yang
menekankan bahwa utang debitur harus dibayar dengan harta yang dimilikinya
sesegera mungkin untuk menghindari itikad buruk dari debitur dengan cara
menyembunyikan harta bendanya yang merupakan jaminan umum bagi krediturnya.

5. Prinsip Debt Polling


Prinsip yang mengatur bagaimana harta kekayaaan pailit harus dibagi antara pra
krediturnya. Dalam melakukan pendistribusian asset tersebut, kurator akan berpegang
pada prinsip 1, 2, dan 3.

6. Prinsip Utang
Dalam proses acara kepailitan konsep utang tersebut sangat menentukan, karena
tanpa adanya prinsip tersebut maka tidak mungkin sebuah perkara kepailitan dapat
diperiksa. Konsep utang dalam hukum kepailitan ialah bentuk kewajiban untuk
mematuhi prestasi dalam suatu perikatan.

7. Prinsip Universal dan Teritorial


- Prinsip universal; putusan pailit dari pengadilan akan berlaku pada seluruh harta
debitur, baik yang berada di dalam/ di luar tempat putusan tersebut diputuskan.
- Prinsip territorial; putusan pailit dari suatu negara hanya berlaku di negara tempat
putusan dijatuhkan, sehingga putusan pailit tersebut tidak dapat dieksekusi oleh
negara lain.
Apabila adanya benturan di antara prinsip universal dan territorial maka yang
akan digunakan ialah prinsip territorial, karena bagaimanapun juga kedaulatan
dari suatu negara akan berada pada kedudukan yang paling tinggi. Namun prinsip
territorial ini akan dikesampingkan apabila adanya suatu kesepakatan
internasional ATAU masing-masing negara tersebut menganut prinsip universal.

TOPIK 2

• SYARAT DAPAT DINYATAKAN PAILIT


Dalam Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004 disebutkan bahwa: “Debitor yang
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Dapat disimpulkan bahwa syarat dapat dinyatakan pailit adalah:
- Adanya debitur;
- Adanya 2 atau lebih kreditur;
- Adanya minimal 1 utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih;
- Pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan Niaga.

• PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERKARA PAILIT


Menurut Pasal 2 UU 37/2004, yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara
pailit:
1. Pihak debitor itu sendiri (voluntary petition). Dalam hal permohonan pernyataan
pailit diajukan oleh Debitor yang masih terikat dalam pernikahan yang sah,
permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya;
2. Salah satu / lebih kreditur dengan persetujuan kreditur mayoritas;
3. Pihak Kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum, yaitu dalam hal:
- Debitur melarikan diri;
- Debitur menggelapkan harta kekayaan;
- Debitur mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat luas;
- Debitur yang tidak kooperatif/tidak beritikad baik.
4. Pihak Bank Indonesia (sekarang OJK [Otoritas Jasa Keuangan] Berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011) jika debitornya adalah suatu bank;
5. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal (sekarang OJK) jika debitornya adalah
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian.
6. Menteri Keuangan (sekarang OJK) jika debitornya adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau BUMN di bidang kepentingan
publik (modalnya tidak terbagi atas saham)

• PIHAK YANG DAPAT DINYATAKAN SEBAGAI DEBITUR PAILIT


- Perorangan yaitu mereka yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan
perusahaan dapat dinyaakan pailit.
- Setiap perempuan bersuami, yang dengan tenaga sendiri melakukan pekerjaan
tetap atau suatu perusahaan ataupun mempunyai kekayaan sendiri.
- Perusahaan yang berbadan hukum (PT, Koperasi, Yayasan, Persero, Perusahaan
Negara/Daerah) maupun tidak berbadan hukum.
- Harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia dapat dinyatakan
dalam keadaan pailit. Dengan syarat debitur yang telah meninggal berada dalam
keadaan berhenti membayar atau harta peninggalannya tidak mencukupi untuk
membayar utang-utangnya.

TOPIK 3

• PROSEDUR PERMOHONAN KEPAILITAN


1. Pengajuan ke Pengadilan Niaga
Diajukan kepada Ketua Pengadilan dan wajib menggunakan kuasa hukum
berlisensi Kurator Advokat untuk di daftarkan ke Panitera pengadilan.
2. Penyampaian Pernyataan Permohonan Pailit
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan
paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Hari sidang akan
ditetapkan dalam jangka waktu 3 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
3. Sidang Pemeriksaan Permohonan Kepailitan
Dilakukan paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
4. Pemanggilan Debitur oleh Pengadilan
Dalam hal jika permohonan pailit diajukan oleh pihak selain debitur, yaitu kreditur,
kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan.
5. Pemanggilan Kreditur
Dalam hal jika pernyataan pailit diajukan oleh debitur dan juga terdapat keraguan
dalam persyaratan pailit yang perlu dipenuhi.
6. Pemanggilan Debitur dan Kreditur dengan Surat Kilat
Dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat, paling lama 7 hari sebelum
persidangan pertama dilakukan.
7. Putusan Pengadilan Terkait Kepailitan
Putusan tersebut paling lambat harus diucapkan 60 hari setelah didaftarkan.
8. Pembacaan Putusan
Diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, sekalipun ada upaya hukum atas putusan tersebut.

TOPIK 4

• AKIBAT HUKUM KEPAILITAN

A. AKIBAT KEPAILITAN SECARA UMUM


1. Akibat Kepailitan Terhadap Debitur Pailit dan Hartanya
Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, debitur demi hukum kehilangan
hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit. Artinya,
debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum jika
menyangkut dirinya (misal melangsungkan pernikahan / perbuatan hukum lain di luar
harta kekayaan pailit).
Putusan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitur yang diperoleh selama
kepailitan berada dalam sitaan umum dan diserahkan kepada kurator, kecuali terhadap:

a. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur


sehubungan dengan pekerjaan, alat-alat medis untuk kesehatan, tempat tidur
dan perlengkapannya, dan bahan makanan untuk 30 hari, yang terdapat di
tempat itu; (Pasal 22 huruf (a) UU 37/2004)
b. segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu
atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
(Pasal 22 huruf (b) UU 37/2004)
c. uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban
memberi nafkah menurut undang-undang. (Pasal 22 huruf (c) UU 37/2004)

2. Akibat Kepailitan bagi Pasangan Suami Istri


Pasal 23 UU 37/2004 menyatakan bahwa apabila seseorang dinyatakan pailit,
maka yang pailit tersebut termasuk juga istri/suaminya yang kawin atas dasar
persatuan harta. Artinya seluruh persatuan harta perkawinan juga dikenakan sita
kepailitan dan menjadi boedel pailit.
Istri atau suami berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak
bergerak yang merupakan harta bawaan dan harta yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan. Jika benda itu telah dijual, namun harganya belum
dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit, maka
dapat diambil kembali uang hasil penjualan tersebut.

3. Terhadap Seluruh Perikatan oleh Debitur Pailit


Semua perikatan debitur yang ada sesudah putusan pailit, tidak lagi dapat
digunakan untuk membayar utangnya dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut
menguntungkan harta pailit. Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang
menyangkut harta pailit harus diajukan oleh kurator.
4. Terhadap Seluruh Perbuatan Hukum Debitur Sebelum Pernyataan Pailit
Pada Pasal 41 ayat 1 UU KPKPU, ditegaskan bahwa seluruh perbuatan hukum
debitur pailit yang merugikan kreditur yang dilakukan 1 tahun sebelum putusan
pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan oleh kreditur.
Pasal 42 UU KPKPU memberikan batasan terkait perbuatan hukum debitur,
yaitu:
- Perbuatan hukum dilakukan 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit;
- Perbuatan hukum tidak wajib dilakukan oleh debitur, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya;
- Debitur dan pihaknya dianggap mengetahui bahwa perbuatan hukum itu dapat
merugikan kreditur.

NOTE: Beban pembuktian pada kepailitan ini berada pada pundak si debitur pailit dan pihak
ketiga yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Mereka wajib membuktikan bahwa
perbuatan tersebut memang wajib dilakukan dan tidak merugikan kreditur/harta pailit.
Namun jika perbuatan dilakukan lebih dari 1 tahun sebelum putusan pailit, maka yang wajib
membuktikannya adalah kurator.

B. AKIBAT KEPAILITAN SECARA KHUSUS


1. Terhadap Perjanjian Timbal Balik
Pasal 36 ayat (1) UU KPKPU menentukan bahwa jika saat putusan pailit
diucapkan terdapat pjj timbal balik yang belum/baru sebagian terpenuhi, maka
pihak yang mengadakan pjj dapat meminta kepastian kelanjutan pemenuhan pjj
tersebut kepada kurator, sesuai jangka waktu yang disepakati. Namun jika tidak
tercapai kesepakatan, maka Hakim Pengawas yang akan menetapkan (Pasal 36
ayat (3) UU KPKPU)
Apabila dalam jangka waktu tersebut kurator tidak memberi jawaban/tidak
bersedia, maka pjj berakhir dan pihak itu dapat menuntut ganti rugi, serta akan
diposisikan sebagai kreditur konkuren. Namun apabila kurator menyanggupi
pelaksanaan pjj, maka kurator wajib memberi jaminan atas hal itu.
2. Terhadap Barang Jenis Jaminan
a. Perjanjian Hibah
Diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 44, yaitu hibah yang dapat merugikan
kepentingan kreditur dapat dimintai pembatalan oleh kurator. Sebelumnya perlu
dibuktikan bahwa si debitur mengetahui/patut mengetahui perbuatannya dapat
merugikan kreditur.

b. Perjanjian Sewa Menyewa


Dalam hal debitur telah menyewa benda, maka kurator atau pihak yang
menyewakan dapat menghentikan perjanjian tersebut, dengan syarat harus ada
pemberitahuan 90 hari sebelum berakhirnya perjanjian.
Namun, jika debitur telah membayar uang muka, maka pjj tidak dapat
dihentikan. Artinya utang sewa si debitur menjadi utang harta pailit, sehingga
pihak yang menyewakan menjadi kreditur konkuren.

3. Terhadap Hak Jaminan dan Hak Istimewa


Dalam Pasal 55 UU KPKPU, setiap kreditur pemegang gadai, hipotek, hak
tanggungan, dan fidusia, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat
mengeksekusi hak nya seolah tidak terjadi kepailitan
Kecuali dalam hal penagihan piutang, kreditur separatis hanya dapat
mengeksekusi setelah dicocokkan penagihannya dan mengambil pelunasan dari
jumlah yang diakui.

TOPIK 5

• PERDAMAIAN
Kepalitan dapat berakhir dengan cara berikut:
a. Pembatan kepailitan oleh pengadilan setelah adanya upaya hukum (Pasal 18 UU
KPKPU)
b. Pencabutan kepailitan (Pasal 19 ayat (1) UU KPKPU)
c. Melalui perdamaian (Pasal 144 – Pasal 177 UU KPKPU), yang mengatur terkait:
1. Definisi Perdamaian 4. Berita Acara Perdamaian
2. Isi Rencana Perdamaian 5. Homologasi
3. Prosedur Pengajuan Perdamaian

1. DEFINISI PERDAMAIAN
Perdamaian dalam kepailitan dilakukan setelah adanya putusan pailit, oleh karena
itu inisiatif perdamaian selalu datang dari debitur, baik atas permohonannya sendiri
maupun dari para krediturnya. Perdamaian antar para pihak terlebih dahulu harus disahkan
/ dihomologasi oleh Pengadilan, sehingga dapat mengikat para pihak dan dapat dilakukan
upaya hukum jika debitur melakukan wanprestasi.
Perdamaian dikenal dengan istilah Accord (Belanda) / Composition (Inggris). Pasal
144 UU KPKPU menyebutkan bahwa Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu
perdamaian kepada semua Kreditor. Perdamaian bertujuan untuk menentukan bagian
masing-masing yang akan dibayar oleh debitur pailit / kurator.

2. ISI RENCANA PERDAMAIAN


Dalam rencana perdamaian tersebut harus jelas alternatif perdamaian yang
dimaksud, sehingga para kreditur dapat mempersiapkan diri untuk
mempertimbangkannya dalam rapat yang bersangkutan. Isi rencana perdamaian /
composition plan dapat berupa:
1. Utang akan dibayar sebagian;
2. Utang akan dibayar dicicil;
3. Utang akan dibayar sebagian dan sisanya dicicil.

3. PROSEDUR DAN PENGATURAN PENGAJUAN RENCANA PERDAMAIAN


- Pengajuan perdamaian dilakukan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum
rapat pencocokan piutang.
- Rencana perdamaian disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dan Kantor
Kurator agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang
berkepentingan.
- Salinan dari rencana perdamaian harus dikirim kepada masing-masing
anggota panitia kreditur sementara (Pasal 145 ayat (1) dan (2) UU KPKPU).
- Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah pencocokan piutang, kecuali dilakukannya penundaan.

Pembicaraan dan keputusan terkait rencana perdamaian dapat ditunda sampai rapat
berikutnya, yang mana tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas dan dilaksanakan
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kemudian. Penundaan tersebut dapat dilakukan
dalam hal:
a. apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap (yang mana anggotanya
tidak sama seperti panitia kreditor sementara), sedangkan jumlah terbanyak
Kreditor menghendaki adanya pendapat tertulis dari panitia kreditor tetap
tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau ( Pasal 147 huruf (a) )
b. rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam
waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir
menghendaki adanya penundaan rapat. ( Pasal 147 huruf (b )).
c. penundaan harus diberitahukan secara tertulis oleh kurator kepada kreditor
(yang diakui/sementara diakui) yang tidak hadir dalam rapat, 7 hari setelah
rapat berakhir. (Pasal 148)

NOTE: Rencana perdamaian dapat diterima apabila dalam pemungutan suara, disetujui
oleh lebih dari ½ kreditor konkuren yang hadir rapat dan haknya diakui/untuk sementara
diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah piutang konkuren yang
diakui/sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir di rapat tersebut.
(Pasal 151)
4. BERITA ACARA PERDAMAIAN
Berita acara rapat ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti.
Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan cuma-cuma berita acara
rapat yang disediakan di Kepaniteraan Pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah tanggal berakhirnya rapat. Berita acara dalam perdamaian wajib memuat:
- Isi perdamaian;
- Nama Kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara;
- Suara yang dikeluarkan;
- Hasil pemungutan suara; dan
- Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat

5. HOMOLOGASI / SIDANG PENGESAHAN


Acara pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang pengesahan
oleh Pengadilan Niaga disebut dengan homologasi (untuk selanjutnya dapat ditempuh
proses rehabilitasi) Ketentuan mengenai homologasi ialah sbb:
- Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah
diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara; (Pasal 155)
- Sidang pengesahan perdamaian dilakukan terbuka untuk umum;
- Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari
setelah sidang.

Jika Pengadilan Niaga menolak pengesahan perdamaian dalam sidang


homologasi, menurut Pasal 161 Ayat (1) UU KPKPU tersedia prosedur kasasi ke
Mahkamah Agung bagi pihak-pihak yang berkeberatan atas penolakan tersebut.
Pengadilan dapat menolak pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan berikut:
1. Harta debitur, termasuk di dalamnya hak retensi, sangat jauh melebihi jumlah
yang dijanjikan dalam perdamaian.
2. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin.
3. Perdamaian tercapai karena penipuan, kolusi dengan seorang kreditor atau
lebih, atau penggunaan cara-cara lain yang tidak jujur, tanpa melihat apakah
debitor pailit turut melakukannya atau tidak. (Pasal 159 ayat (2) UU KPKPU)
TOPIK 6

• PEMBERESAN HARTA PAILIT


Istilah pemberesan harta pailit (insolvency) dalam Pasal 178 ayat (1) UU
KPKPU disebutkan sebagai keadaan tidak mampu membayar. Keadaan insolvency
itu terjadi demi hukum, yaitu dalam proses kepailitan tidak terjadi perdamaian dan harta
pailit tidak mampu digunakan untuk membayar seluruh utang yang wajib dibayar. Jenis
dan tahapan pemberesan harta pailit dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Pemberesan Harta Pailit Dengan Melanjutkan Usaha Debitor
Usulan untuk melanjutkan Usaha Debitor dilakukan oleh Kurator ataupun Kreditor.
Setelah paling lambat 14 hari sejak usulan diterima, maka Hakim Pengawas wajib
mengadakan Rapat Kreditor. Usaha Debitor dapat dilanjutkan apabila usulan
diterima oleh 1/2 (setengah) kreditor yang mewakili 1/2 jumlah piutang (yang
diakui/sementara diakui).

2. Pemberesan Harta Pailit Dengan Penjualan Harta Pailit/Boedel


Penjualan harus dilakukan di muka umum (lelang) sesuai ketentuan PUU.
Sebelum dilakukannya penjualan harta pailit, maka harus dilakukan penaksiran
harta pailit oleh juru taksir (Appraisal) bersertifikat yang telah ditapkan oleh
Hakim Pengawas berdasarkan usulan dari Kurator

3. Penjualan Harta Pailit Oleh Kreditor Separatis


Kreditor Separatis diberikan waktu paling lama 2 (dua) bulan untuk menjual
Boedel Pailit yang merupakan objek Jaminan Piutangnya. Apabila dalam jangka
waktu tersebut, Kreditor Separatis tidak dapat menjual sendiri, maka penjualan
harus diserahkan kepada Kurator.

4. Penjualan Harta Pailit Oleh Kurator


- Kurator bertugas untuk melakukan penjualan terhadap seluruh boedel pailit
baik harta tersebut merupakan jaminan utang Debitor/bukan.
- Apabila penjualan boedel pailit tidak tercapai setelah dilakukan pelelangan
sebanyak 2 kali, maka penjualan dapat dilakukan dengan cara di bawah tangan
dengan izin dari Hakim Pengawas.
- Penjualan di bawah tangan dilakukan dengan dasar harga dari Juru Taksir,
dengan mengambil harga tertinggi antara harga pasar dan harga likuidasi.
- Apabila tidak juga dapat terselesaikan, maka Kurator dapat menetapkan harga
terendah.
- Jika masih tidak terjual selama 12 bulan sejak dilakukannya penaksiran, maka
Kurator dapat meminta kembali penaksiran untuk mendapatkan patokan harga
terbaru.

5. Pemberesan Daftar Pembagian Harta Pailit


Setelah Kurator menjual boedel Pailit, jika sudah dinilai cukup, maka
Hakim Pengawas memerintahkan Kurator untuk membuat daftar Pembagian Harta
Pailit sehingga Kreditor mulai mendapatkan hak dari tagihan yang telah
didaftarkan sebelumnya.
Daftar Tagihan yang sudah disetujui oleh Hakim Pengawas harus
diumumkan oleh Kurator dalam 2 surat kabar harian yang telah ditetapkan oleh
Hakim Pengawas. Terhadap Daftar Pembagian yang telah disetujui, Kreditor dapat
mengajukan keberatan dengan memberikan alasan dan bukti yang cukup.

TOPIK 7

• REHABILITASI PERUSAHAAN PASCA PAILIT


Pengaturan mengenai prosedur rehabilitasi termaktub dalam Pasal 215 sampai
dengan Pasal 221 UU KPKPU. Berdasarkan Pasal 215 UU Kepailitan, rehabilitasi
adalah pemulihan nama baik debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui
putusan pengadilan yang berisi keterangan bahwa debitor telah memenuhi
kewajibannya.
Dalam permohonan rehabilitasi, haruslah melampirkan bukti yang menyatakan
semua kreditor yang diakui sudah memperoleh pembayaran secara memuaskan,
yaitu kreditor yang diakui tidak akan mengajukan tagihan lagi terhadap debitor,
walaupun mereka tidak menerima pembayaran atas seluruh piutangnya (Pasal
216).
Permohonan rehabilitasi harus diumumkan ke dalam surat kabar harian
selama 2 bulan, jika dalam waktu itu tidak ada pengajuan keberatan dari para
kreditur, maka pengadilan harus memutuskan menerima atau menolak
permohonan rehabilitasi yang diucapkan dalam sidang terbuka, dan atas putusan ini
tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.

TOPIK 8

• KETENTUAN HI TERKAIT KEPAILITAN LINTAS BATAS NEGARA


A. Definisi Kepailitan Transnasional / Lintas Batas Negara
Secara umum, kepailitan transnasional adalah keadaan dimana adanya kasus
kepailitan yang melewati batas teritorial dari suatu negara dimana di dalamnya terdapat
unsur-unsur asing yaitu terhadap kreditur dan asetnya. Hal ini dapat dilihat dari letak
kreditur yang terdapat di berbagai negara maupun letak aset yang terletak di negara yang
berbeda dengan tempat dimana permohonan pailit itu diajukan. Hukum kepailitan
transnasional haruslah mengatur mengenai aspek-aspek berikut:
1. Yurisdiksi hukum mana yang digunakan untuk menangani kasus tersebut; dan
2. Pengadilan mana yang berwenang menerima dan memerintahkan serta
menentukan perusahaan pailit tersebut.

Dalam penyelesaian masalahnya, terdapat 2 prinsip utama yang diterapkan yaitu:

1. Prinsip Teritorial

Menurut prinsip teritorial, akibat pernyataan pailit, proses dan pengakhiran


kepailitan terbatas pada negara tempat pengadilan yang telah menangani kepailitan
berada. Sehingga putusan pailit tersebut hanya berlaku di tempat putusan tersebut
dijatuhkan.

Menurut prinsip teritorial, setiap negara melaksanakan insolvency procedding


mereka masing-masing berkenan dengan dimana harta kekayaan debitur terletak.
Prinsip teritorial berpandangan pengadilan setempat harus dapat memberikan harta
kekayaan atau aset debitur dalam jurisdiksi pengadilan tersebut.

2. Prinsip Universal

Artinya kepailitan yang dinyatakan di satu negara akan mempengaruhi suluruh


barang kekayaan debitur, termasuk barang-barang yang terletak di negara lain sehingga
tuntutan kepailitan yang dilakukan di negara lain harus dikabulkan di luar negeri dan
diberlakukan secara penuh di negara yang menganut asas ini.

Kelemahan dari teori universal adalah apabila salah satu negara tempat aset berada
bukanlah negara yang menganut prinsip ini sehingga berlakunya putusan akan di batasi
oleh kedaulatan masing-masing negara. Dengan kata lain, pengadilan suatu negara tidak
berwenang memberlakukan putusan pailit kepada negara-negara lain.

B. Pengaturan Kepailitan Transnasional di Indonesia


Dapat dilihat bahwa UU KPKPU sudah mengatur mengenai kepailitan
transnasional dalam Pasal 212, 213 dan pasal 214 (CEK RINCIAN NYA DI UU
KPKPU). Pasal-pasal ini menganut prinsip universal yang memberlakukan putusan
di pengadilan niaga Indonesia berlaku untuk negara di luar Indonesia. Sehingga
ketentuan pemberlakuan prinsip universal yang dianut dalam pasal tersebut
bertentangan dengan asas teritorial yang dianut dalam hukum perdata
internasional yang menganut prinsip teritorial.
Artinya menurut sistem HPI Indonesia, terhadap keputusan kepailitan asing
diberlakukan prinsip teritorial, sehingga suatu keputusan pailit yang diucapkan di
luar negeri tidak mempunyai akibat hukum di dalam negeri. Oleh karena itu, dengan
dianutnya prinsip ini maka seorang yang sudah dinyatakan pailit di luar negeri, dapat
dinyatakan pailit lagi di Indonesia. Hal ini juga berarti bahwa putusan kepailitan yang
telah diucapkan di Indonesia, hanya mempunyai akibat terhadap benda-benda yang
terdapat di dalam wilayah negara sendiri.

NOTE: Salah satu instrumen hukum internasional yang ada dalam rangka mempermudah
proses kepailitan lintas batas negara ialah UNCITRAL Model Law, menggunakan
perjanjian bilateral terkait kepailitan (cross border insolvency agreement), melalui
hubungan diplomatik, dll.

MATERI YANG DIPELAJARI SENDIRI

(SETELAH AKIBAT HUKUM DAN SEBELUM PERDAMAIAN)

• TUGAS DAN WEWENANG KURATOR (BAGIAN KEEMPAT UU KPKPU)


Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit
di bawah pengawasan Hakim Pengawas (Pasal 1 angka 5). Artinya, segala tuntutan
mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh
atau terhadap kurator.
Berikut tugas dan wewenang kurator sesuai UU KPKPU:
- Pasal 98 Melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan
menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga
lainnya dengan memberikan tanda terima
- Pasal 99 Meminta penyegelan harta pailit kepada Pengadilan, berdasarkan alasan
untuk mengamankan harta pailit, melalui Hakim Pengawas
- Pasal 100 Membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah
menerima surat putusan pengangkatannya
- Pasal 102 Membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta
pailit, nama dan tempat tinggal Kreditor beserta jumlah piutang masing-masing
Kreditor”
- Pasal 104 Dapat melanjutkan usaha debitur pailit dengan persetujuan panitia
kreditur sementara atau Hakim Pengawas
- Pasal 105 Berwenang membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada
Debitor Pailit.
- Pasal 106 Berwenang memberikan sejumlah uang yang ditetapkan Hakim
Pengawas untuk biaya hidup Debitor Pailit dan keluarganya
- Pasal 107 Mengalihkan harta pailit sejauh diperlukan untuk menutup biaya
kepailitan

• PENCOCOKKAN PIUTANG (BAGIAN KELIMA UU KPKPU PASAL 113-143)


Pencocokan piutang dimaksud baik mengenai kedudukan Kreditor, pengakuan
sebagai Kreditor maupun mengenai besarnya piutang. Dalam pencocokan piutang,
piutang dan kreditor akan dimasukkan dalam 3 daftar yaitu:
1. Daftar Piutang dan Kreditor Yang Diakui
2. Daftar Piutang dan Kreditor Yang Diakui Sementara;
3. Daftar Piutang dan Kreditor Yang Dibantah.

Ketentuan mengenai pencocokan piutang serta hak dan kewajiban Kurator,


Kreditor, Debitor, dan Hakim Pengawas dalam pencocokan piutang LIHAT DISINI
AJA MATERI PENCOCOKAN PIUTANG

Anda mungkin juga menyukai