Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN
Dosen Pembimbing:

Zahratul Faizah, M.E.

Mata Kuliah:

HUKUM PERIKATAN PERDATA DAN ILTIZAM

Disusun Oleh:

Zahra (200103023)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

PRODI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY


2022 M/1443 H

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Hukum
Perikatan Perdata”. Dalam menyelesaikan makalah ini saya telah berusaha untuk
mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan yang saya miliki, saya menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna.

Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah hukum perikatan perdata dan iltizam dan teman-teman.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih butuh banyak
perbaikan dan bimbingan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca,
amin.

Banda Aceh, 23 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian/Kontrak
B. Unsur-unsur Perjanjian
C. Prestasi, Wanprestasi, Risiko, dan Overmacht

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya.


Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan
dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk
mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berpikir untuk
mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Hukum perdata
merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Maka
hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan,
harta benda, perjanjian, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata
lainnya.

Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat melakukan perikatan yang


bersumber dari perjanjian, perjanjian apapun atau bagaimanapun baik itu yang diatur
dalam undang-undang ataupun tidak, inilah yang disebut kebebasan berkontrak. Suatu
persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya
melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan
keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang diperjanjikan menurut
kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak
dengan tegas diatur di dalamnya.

Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUH Perdata (BW). Dalam
hukum perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan
merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang
atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perjanjian/kontrak?
2. Apa saja yang menjadi unsur-unsur perjanjian?
3. Bagaimana yang dikatakan dengan prestasi, wanprestasi, risiko, dan overmacht?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :

1. Agar dapat memahami pengertian dari perjanjian/kontrak


2. Untuk mengetahui unsur-unsur perjanjian
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan prestasi, wanprestasi, risiko, dan
overmacht
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian/Kontrak

Untuk mengerjakan definisi dari perjanjian, maka hal yang pertama sekali harus
kita ketahui terlebih dahulu adalah ketentuan pengertian perjanjian yang diatur oleh
KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.

Dari pengertian tersebut dapat kita pahami yang bahwa kedudukan antara pihak
yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika
pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja. Akan
tetapi jika kita kita lihat secara mendalam, dari pengertian perjanjian yang tersebut di atas
akan terlihat bahwa pengertian tersebut bisa memiliki arti yang luas dan bersifat umum.

Selain itu, dalam membahas definisi dari perjanjian terdapat dua macam teori
yang menyatakan tentang pengertian perjanjian. Pertama, menurut teori lama yang
disebut dengan perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum. Dari definisi tersebut telah tampak adanya konsensualisme
dan timbulnya akibat hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban). Kedua,
menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang dimaksud dengan perjanjian
adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.

B. Unsur-unsur Perjanjian
Dalam hukum perikatan perdata terdapat beberapa unsur mengenai perjanjian,
antara lain adalah sebagai berikut:

1. Ada pihak-pihak (subjek)

Pihak-pihak yang ada disini paling sedikit harus ada dua orang. Para pihak
bertindak sebagai subjek dalam perjanjian tersebut. Yang mana subjek tersebut
merupakan sebuah bentuk yang terdiri dari manusia atau badan hukum.

2. Ada persetujuan antara para pihak

Para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu
perjanjian haruslah memberikan suatu kebebasan untuk mengadakan bargaining atau
tawar-menawar di antara keduanya, hal-hal ini bisa disebut dengan asas konsensualitas
dalam suatu perjanjian.

3. Ada Tujuan yang akan dicapai

Suatu perjanjian haruslah mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu yang
ingin dicapai, dan dengan perjanjian itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan
sarana perjanjian tersebut suatu ingin mereka capai sendiri.

4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan

Para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang
satu dengan yang lainnya saling berlawanan.

5. Ada bentuk tertentu

Suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis.

6. Ada syarat-syarat tertentu

Dalam suatu perjanjian tentang isinya, harus ada syarat-syarat tertentu.

C. Prestasi, Wanprestasi, Risiko, dan Overmacht


1) Prestasi

Prestasi dikenal juga dengan istilah kontraprestasi adalah bagian dari pelaksanaan
perikatan, yang menurut Pasal 1234 KUHPerdata dibedakan atas memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap
perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan
1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak
maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan
pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan
jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-
pihak.

Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :

a. Memberikan sesuatu

Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah
menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh :
dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.

b. Berbuat sesuatu

Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan


perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : membangun rumah /
gedung, mengosongkan rumah.

c. Tidak berbuat sesuatu

Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan
perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun rumah, tidak
membuat pagar, tidak membuat perusahaan yang sama, dan sebagainya.

Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :

a) Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak
ditentukan mengakibatkan perikatan batal.
b) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar
dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal.
c) Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal,
perikatan batal.
d) Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati,
dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan.
e) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu
perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan.

2) Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” yang berarti prestasi


buruk atau cedera janji. Dalam bahasa Inggris, wanprestasi disebut breach of contract,
yang berarti tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak.19 Secara etimologi, wanprestasi adalah suatu hak kebendaan yang
dikarenakan kelalaian atau kesalahan salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi
seperti yang telah ditentukan dalam kontrak. Pengertian wanprestasi adalah tidak
memenuhi sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perikatan.
Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :

a. Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.


b. Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan
debitur. Debitur tidak bersalah.

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi adalah sebagai berikut:

(1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,

(2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru,

(3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.

Untuk memperingatkan debitur agar ia memenuhi prestasinya, maka debitur perlu


diberikan peringatan tertulis yang isinya menyatakan debitur wajib memenuhi prestasi
dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya maka
debitur dinyatakan wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi : dilakukan melalui Pengadilan


Negeri yang berwenang dengan perantaraan Jurusita menyampaikan surat peringatan
tersebut kepada debitur disertai berita acara penyampaiannya. Dan dapat juga secara tidak
resmi : misalnya melalui surat tercatat, telegram atau disampaikan sendiri oleh kreditur
kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut “ingebreke stelling”.
Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut:

a. Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal
1243 KUHPdt).
b. Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan
melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak
terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
d. Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan
disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
e. Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri
dan debitur dinyatakan bersalah.

Apabila seorang debitur yang dituduh cidera janji dan dituntut hukuman
kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari hukuman yang akan
diberikan dengan mengajukan beberapa alasan. Pembelaan tersebut ada tiga macam yaitu:

a. Karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur).


b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti
contractus).
c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(rechtvenverking).

3) Risiko

Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu


kejadian di luar salah satu pihak, yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam kontrak.
Jadi pokok pangkalnya risiko adalah keadaan memaksa. Sementara titik pangkalnya
dalam jika dalam wanprestasi adalah ganti rugi.

Mengenai risiko, sebenarnya dapat disimak dalam pasal 1237 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa dalam hal adanya kontrak untuk memberikan suatu barang tertentu
maka barang tertentu tersebut semenjak kontrak dilahirkan, adalah atas tanggungan
berpiutang (tanggungan=risiko). Dengan begitu, dalam kontrak untuk memberikan suatu
barang tertentu jika barang ini sebelum diserahkan musnah karena suatu peristiwa diluar
kesalahan salah satu pihak, maka kerugian harus dipikul oleh si berpiutang, yaitu pihak
penerima barang. Risiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni risiko dalam

Perjanjian sepihak dan risiko dalam perjanjian timbal balik. Lebih jelasnya adalah
seperti berikut ini:

a. Risiko dalam perjanjian sepihak yakni risiko ditanggung oleh kreditur. Risiko ini
diatur dalam pasal 1237 KUH Perdata.
b. Risiko dalam perjanjian timbal balik. Risiko dalam jenis ini dibagi menjadi tiga
bagian yaitu risiko jual beli yang diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata yakni
risiko ini ditanggung oleh pembeli, risiko dalam tukar menukar yang diatur dalam
pasal 1545 KUH Perdata yakni risiko ditanggung oleh pemilik barang, dan yang
terakhir adalah risiko dalam sewa menyewa, yang diatur dalam pasal 1553 yakni
risiko ditangung oleh pemilik barang.

4) Overmacht (Keadaan Memaksa/forcemajeur)

Keadaan memaksa atau overmacht yaitu ketika dalam suatu kontrak bisnis, ketika
debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya
karena suatu keadaan yang tak terduga dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya, maka debitur tidak dapat dipersalahkan. Dengan perkataan lain, debitur tidak
dapat memenuh kewajiban karena overmacht. Dengan demikian kreditur tidak dapat
menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh kreditur dalam wanprestasi.
Adapun yang termasuk unsur-unsur overmacht adalah sebagai berikut:

a. Ada halangan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban.


b. Halangan itu bukan karena kesalahan debitur.
c. Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi risiko bagi debitur.

Overmacht mengakibatkan suatu kontrak berhenti. Overmacht tidak melenyapkan


adanya kontrak akan tetapi, hanya menghentikan kontrak. Dalam suatu kontrak timbal
balik, apabila salah satu dari pihak karena Overmacht terhalang untuk berprestasi, maka
lawan juga harus dibebaskan untuk berprestasi. Ketentuan dalam Overmacht diatur dalam
KUH Perdata pasal 1244 dan pasal 1245. Pada pasal 1244 berbunyi: “Debitur harus
dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila tidak dapat membuktikan
bahwa tidak dilaksanakan perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan
perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang dipertanggungjawabkan
kepadanya walaupun tidak ada iktikad buruk padanya”. Selanjutnya pada pasal 1245
berbunyi: “Tidak ada penggantian biaya kerugian, dan bunga, bila karena keadaan
memaksa atau karena hal yang secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan
atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang
olehnya”.

Keadaan memaksa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Keadaan memaksa absolute, yaitu suatu keadaan di mana debitur sama sekali
tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa
bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contohnya adalah si A ingin membayar
utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran
utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak bisa membayar hutang.
b. Keadaan memaksa relatif yaitu suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih
memungkinkan melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus
dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang, atau
menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan
tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contohnya seorang penyanyi telah
mengikatkan dirinya untuk suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum
pertunjukan, ia menerima bahwa anaknya meninggal.
BAB IV

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam kitab undang-undang hukum
perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek
hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum
perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Santoso AZ, Lukman. (2016). Hukum Perikatan. (Malang: Setara Press).

Sari, Elis Kartika, et. All. (2007). Hukum Dalam Ekonomi. (Jakarta: PT. Grasindo).

Salim Hs. (2005) Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika)

Anda mungkin juga menyukai