HUKUM PERJANJIAN
Dosen Pembimbing:
Mata Kuliah:
Disusun Oleh:
Zahra (200103023)
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Hukum
Perikatan Perdata”. Dalam menyelesaikan makalah ini saya telah berusaha untuk
mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan yang saya miliki, saya menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah hukum perikatan perdata dan iltizam dan teman-teman.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih butuh banyak
perbaikan dan bimbingan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca,
amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian/Kontrak
B. Unsur-unsur Perjanjian
C. Prestasi, Wanprestasi, Risiko, dan Overmacht
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUH Perdata (BW). Dalam
hukum perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan
merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang
atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perjanjian/kontrak?
2. Apa saja yang menjadi unsur-unsur perjanjian?
3. Bagaimana yang dikatakan dengan prestasi, wanprestasi, risiko, dan overmacht?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian/Kontrak
Untuk mengerjakan definisi dari perjanjian, maka hal yang pertama sekali harus
kita ketahui terlebih dahulu adalah ketentuan pengertian perjanjian yang diatur oleh
KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
Dari pengertian tersebut dapat kita pahami yang bahwa kedudukan antara pihak
yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika
pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja. Akan
tetapi jika kita kita lihat secara mendalam, dari pengertian perjanjian yang tersebut di atas
akan terlihat bahwa pengertian tersebut bisa memiliki arti yang luas dan bersifat umum.
Selain itu, dalam membahas definisi dari perjanjian terdapat dua macam teori
yang menyatakan tentang pengertian perjanjian. Pertama, menurut teori lama yang
disebut dengan perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum. Dari definisi tersebut telah tampak adanya konsensualisme
dan timbulnya akibat hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban). Kedua,
menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang dimaksud dengan perjanjian
adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.
B. Unsur-unsur Perjanjian
Dalam hukum perikatan perdata terdapat beberapa unsur mengenai perjanjian,
antara lain adalah sebagai berikut:
Pihak-pihak yang ada disini paling sedikit harus ada dua orang. Para pihak
bertindak sebagai subjek dalam perjanjian tersebut. Yang mana subjek tersebut
merupakan sebuah bentuk yang terdiri dari manusia atau badan hukum.
Para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu
perjanjian haruslah memberikan suatu kebebasan untuk mengadakan bargaining atau
tawar-menawar di antara keduanya, hal-hal ini bisa disebut dengan asas konsensualitas
dalam suatu perjanjian.
Suatu perjanjian haruslah mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu yang
ingin dicapai, dan dengan perjanjian itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan
sarana perjanjian tersebut suatu ingin mereka capai sendiri.
Para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang
satu dengan yang lainnya saling berlawanan.
Prestasi dikenal juga dengan istilah kontraprestasi adalah bagian dari pelaksanaan
perikatan, yang menurut Pasal 1234 KUHPerdata dibedakan atas memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap
perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan
1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak
maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan
pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan
jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-
pihak.
a. Memberikan sesuatu
Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah
menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh :
dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.
b. Berbuat sesuatu
Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan
perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun rumah, tidak
membuat pagar, tidak membuat perusahaan yang sama, dan sebagainya.
a) Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak
ditentukan mengakibatkan perikatan batal.
b) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar
dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal.
c) Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal,
perikatan batal.
d) Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati,
dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan.
e) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu
perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan.
2) Wanprestasi
(3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.
a. Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal
1243 KUHPdt).
b. Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan
melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak
terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
d. Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan
disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
e. Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri
dan debitur dinyatakan bersalah.
Apabila seorang debitur yang dituduh cidera janji dan dituntut hukuman
kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari hukuman yang akan
diberikan dengan mengajukan beberapa alasan. Pembelaan tersebut ada tiga macam yaitu:
3) Risiko
Mengenai risiko, sebenarnya dapat disimak dalam pasal 1237 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa dalam hal adanya kontrak untuk memberikan suatu barang tertentu
maka barang tertentu tersebut semenjak kontrak dilahirkan, adalah atas tanggungan
berpiutang (tanggungan=risiko). Dengan begitu, dalam kontrak untuk memberikan suatu
barang tertentu jika barang ini sebelum diserahkan musnah karena suatu peristiwa diluar
kesalahan salah satu pihak, maka kerugian harus dipikul oleh si berpiutang, yaitu pihak
penerima barang. Risiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni risiko dalam
Perjanjian sepihak dan risiko dalam perjanjian timbal balik. Lebih jelasnya adalah
seperti berikut ini:
a. Risiko dalam perjanjian sepihak yakni risiko ditanggung oleh kreditur. Risiko ini
diatur dalam pasal 1237 KUH Perdata.
b. Risiko dalam perjanjian timbal balik. Risiko dalam jenis ini dibagi menjadi tiga
bagian yaitu risiko jual beli yang diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata yakni
risiko ini ditanggung oleh pembeli, risiko dalam tukar menukar yang diatur dalam
pasal 1545 KUH Perdata yakni risiko ditanggung oleh pemilik barang, dan yang
terakhir adalah risiko dalam sewa menyewa, yang diatur dalam pasal 1553 yakni
risiko ditangung oleh pemilik barang.
Keadaan memaksa atau overmacht yaitu ketika dalam suatu kontrak bisnis, ketika
debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya
karena suatu keadaan yang tak terduga dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya, maka debitur tidak dapat dipersalahkan. Dengan perkataan lain, debitur tidak
dapat memenuh kewajiban karena overmacht. Dengan demikian kreditur tidak dapat
menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh kreditur dalam wanprestasi.
Adapun yang termasuk unsur-unsur overmacht adalah sebagai berikut:
a. Keadaan memaksa absolute, yaitu suatu keadaan di mana debitur sama sekali
tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa
bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contohnya adalah si A ingin membayar
utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran
utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak bisa membayar hutang.
b. Keadaan memaksa relatif yaitu suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih
memungkinkan melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus
dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang, atau
menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan
tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contohnya seorang penyanyi telah
mengikatkan dirinya untuk suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum
pertunjukan, ia menerima bahwa anaknya meninggal.
BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam kitab undang-undang hukum
perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek
hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum
perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Elis Kartika, et. All. (2007). Hukum Dalam Ekonomi. (Jakarta: PT. Grasindo).
Salim Hs. (2005) Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika)