Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERANCANGAN KONTRAK

Tentang

PERIKATAN PRESTASI, WANPRESTASI DAN PENYEBAB DAN


AKIBAT WANPRESTASI

Disusun oleh
KELOMPOK 3
Yunisa Ramadhani : 1813010012
Helwa Layali : 1813010016
Aliful Ghaibi : 1813010013
Lufthi Muhammad Fajri : 1813010014

Dosen Pembimbing :

MISNAR SYAM SH., MH

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1442 H/ 2021 M
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHALUAN
a. Latar belakang
b. Rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN
a. Perikatan
b. Prestasi
c. Wanprestasi
d. Penyebab dan akibat wanprestasi

BAB III PENUTUP


a. Kesimpulan
b. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia sebagai subjek hukum yang hidup secara berkelompok dalam


suatu komunitas tertentu dalam suatu wilayah tertentu disebut masyarakat,
dalam kehidupannya manusia didasari adanya interaksi satu sama lain.
Masyarakat sesuai kodratnyatidak bisa hidup sendiri melainkan saling
berhubungan. Berinteraksi berarti melibatkan dua pihak, dalam arti masing-
masing pihak berkeinginan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan. Hal
ini disebabkan kedua belah pihak saling terikat karenanya dengan demikian,
yang dilakukan segenap kelompok sudah barang tertentu mengandung adanya
ikatan-ikatan yang muncul yang akan memerlukan aturan. Sebab jika tidak ada
aturan yang jelas akan menimbulkan benturan kepentinggan yang dapat
mengakibatkan ketidak teraturan kehidupan berkelompok.
Pada era reformasi ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dalam
kerjasama di bidang jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin
banyak mengikatkan dirinya dengan masyarakat lainnya, sehingga timbul
perjanjian salah satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa
menyewa banyak di gunakan oleh para pihak pada umumnya, karena dengan
adanya perjanjian sewa menyewa ini dapat membantu para pihak, baik itu dari
pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Penyewa mendapatkan
keuntungan dari benda yang disewanya sedangkan yang menyewakan akan
memperoleh keuntungan dari harga sewa yang telah diberikan oleh pihak
penyewa.
Secara yuridis pengertian perjanjian diatur dalam buku ketiga tentang
perikatan. Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih. 1 Sewa menyewa merupakan perbuatan perdata
yang dapat dilakukan oleh suatu subyek hukum (orang
dan badan hukum). Perjanjian sewa menyewa di atur dalam Pasal 1548- 1600
KUHPerdata. Pengertian sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang
lainya kenikmatan suatu barang selama suatu.waktu tertentu dan dengan
pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi
pembayaranya.
a) Berkaitan dengan hal tersebut, unsur-unsur yang tercantum dalam sewa
menyewa sebagaimana diatur dalam pasal 1548 KUHPerdata tersebut
adalah. Adanya pihak yang menyewakan dari pihak penyewa.
b) Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

c) Adanya subyek sewa menyewa yaitu barang (baik barang bergerak


maupun tidak bergerak).
d) Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan kenikmatan kepada pihak
yang menyewa atas suatu benda dan lain-lain.
e) Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran
kepada pihak yang menyewakan.
Karena prospek yang cerah, sekarang ini banyak bermunculan bidang
persewan, antara lain bidang jasa penyewaan mobil atau sering disebut rental
mobil. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat untuk sarana transportasi
sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas, terutama dalam mempermudah
usaha dan pada dasarnya manusia dituntut untuk memenuhi kepentingan
(kebutuhannya). Karena keterbatasan kemampuan yang berbeda-beda tidak
sedikit orang yang lebih cenderung memilih jasa penyewaan mobil untuk
mempercepat sistem kerja guna mempersingkat waktu dengan hasil yang
maksimal.
Akan tetapi dalam kenyataanya perjanjian sewa menyewa tidak semua
perjanjian terlaksana seperti yang diperjanjikan, terkadang pihak yang
menyewakan tidak dapat memenuhi kewajiaban sesuai dengan yang disepakati
dalam perjanjian. Tidak terpenuhinya kewajiban tersebut disebabkan karena
adanya kelalaian atau kesengajaan atau karena suatu peristiwa yang terjadi
diluar masing-masing pihak. Dengan kata lain
disebabkan oleh wanprestasi dan overmacht. Overmacht dan keadaan
memaksa adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena
terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat
diketahui atau tidak diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.
Wanprestasi adalah tidak terpenuhinya atau lalai melaksanakan
kewajiaban (prestasi) sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara kreditor dengan debitur. Wanprestasi dapat berupa:
a) Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b) Melaksanakan apa yang dijanjiakannya, tetapi tidak sebagaimana


mestinya.
c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

d) Melakukan suatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Perikatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan


dibutuhkan dalam hubungan-hubungan berbentuk bisnis, baik untuk
menimbulkan hubungan yang baik maupun dalam penyelesaian hukum
mengenai bisnis apabila terjadinya suatu sengketa dikemudian hari. Pengertian
perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang
(pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi
tersebut. Prestasi itu sendiri diatur dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “tiap- tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu”.

Sebagaimana dalam asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam


Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan asas kebebasan
berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian
diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian
yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib
dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Jika salah satu
pihak tidak melakukan kewajibanya dengan benar atau lalai dalam melakukan
sesuatu dalam perjanjian maka timbulah wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak
memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan
dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor. Tidak terpenuhinya
prestasi yang telah di perbuat membuat salah satu pihak mengalami suatu
kerugian, maka perlu untuk para pihak menyelesaikan dan melakukan
prestasinya dengan rasa tanggungjawab dalam melakukan perjanjian.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang jadi rumusan masalah dalam


makalah ini adalah menjelasakan maksud perikatan prestasi, wanprestasi, dan
penyebab dan akibat wanprestasi dalam kehidupan masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perikatan
Hukum perikatan, jika diterjemahkan secara hukum adalah merupakan suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak
yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Sedangkan Hubungan
hukum dalam harta kekayaan ini merupakan akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari
suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang dapat menimbulkan perikatan. Jika dilihat
dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian hukum perikatan adalah suatu
hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu
suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar
mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu
prestasi.1
Dalam hukum perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat
sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan
tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Istilah hukum perikatan merupakan
terjemahan dari kata Verbintenis. Namun ada ahli yang menggunakan istilah perutangan
untuk menerjemahkan 5 istilah Verbintenis. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai obligation.
Obligation hanya dilihat dari kewajiban saja. Perikatan dipandang dari dua segi, yaitu hak dan
kewajiban.
Hukum perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan,
di mana subjek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang
lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Hukum perikatan hanya berbicara mengenai
1
Subekti, 1987, “Hukum Perjanjian”, Jakarta. Hal 1
harta kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum
perikatan. Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua pihak
yang berhak dan pihak yang berkewajiban.
Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak di
dalam bidang harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi suatu prestasi. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam
literatur hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap
orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.
Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya
orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan
bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui
dan bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukum keluarga (family
law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal
law). diberi akibat hukum.
Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu
disebut 8 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Hal 1516 hubungan hukum (legal relation). Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan
hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,
peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukum keluarga (family law),
dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Pengertian Perikatan Menurut Para Ahli
1. Hofmann Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek
hokum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain
yang berhak atas sikap yang demikian.
2. Pitlo Perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara
dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang
lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. 2
3. Vollmar Memberikan penjelasan bahwa perikatan itu akan ada selama seseorang itu
(debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap
(kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim. Jadi perikatan adalah suatu
2
Arisman. 2020. hukum perikatan perdata. Jakarta : Tampuniak Mustika Edukarya
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak
yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Menurut ilmu pengetahuan Hukum
Perdata, pengertian hukum perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

B. Unsur-Unsur Hukum Perikatan


Dengan melihat pengertian hukum perikatan, maka unsur-unsur yang terdapat dalam
perikatan yaitu :
1. Hubungan Hukum antar pihak Hubungan hukum antar pihak adalah hubungan yang
didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak
lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur
dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum antar pihak ini perlu dibedakan dengan
hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan,
kepatutan, dan kesusilaan.
2. Kekayaan Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan
(vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Dalam menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada awalnya
beberapa sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan
dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat
dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan
pembatasan, karena dalam kehidupan 9 bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-
hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat
perbuatan seseorang. Jadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan
sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun
ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai
dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai
dengan uang selalu merupakan perikatan.
3. Pihak-pihak Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu
yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek perikatan,
yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur
biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang
3
pasif. Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu
terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-
tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka
pengadilan dan sebagainya.
4. Objek Hukum (Prestasi) Dalam pasal 1234 BW bahwa Objek dari perikatan adalah
apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya
disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan
kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, 10
berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW). Pada perikatan untuk
memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau
berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual
berkewajiban menyerahkan barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban
memberikan kenikmatan atas barang yang disewakan.4
C. Tujuan perikatan
Pada pasal 1234 KUH Perdata, terdapat tujuan perikatan, yakni dengan
memberikan penjelasan tentang tujuan dari pihak-pihak yang mengadakan
perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang
dimaksud harus halal, artinya tidak dilarang Undang-Undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan
kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk kewajiban
memberikan sesuatu,kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak
melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata)
D. Objek dan Subjek Hukum Perikatan
a. Objek Hukum Perikatan
Prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Prestasi merupakan objek
perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung oleh
seseorang yang bersifat kontraktual/perjanjian (perikatan).
b. Subjek Hukum Perikatan
Subjek perikatan adalah mereka yang memperoleh hak (kreditur) dan mereka yang
dibebani kewajiban (debitur) atas suatu prestasi sebagaimana yang disebutkan pada
objek hokum perikatan diatas. Pada prinsipnya, semua orang, baik natuurlijke person

3
Arisman. 2020. hukum perikatan perdata. Jakarta : Tampuniak Mustika Edukarya.
4
Ketut Oka Setiawan, 2015, “ Hukum Perikatan”, Jakarta : Sinar Grafika. Hal 16-18.
maupun rechts person (badan hukum), dapat menjadi subjek perikatan. Subjek hukum
perikatan yaitu para pihak pada suatu perikatan yang di mana kreditur yang berhak
dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Pada debitur terdapat 2 (dua) unsur,
antara lain schuld yaitu utang debitur kepada kreditur dan Haftung yaitu harta
kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang. Subjek
perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud meliputi perikatan
yang terjadi karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-Undang. Pelaku
perikatan terdiri atas manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan.
Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1. Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
2. Tidak ada paksaan dari pihak manapun
3. Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
4. Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
B. Prestasi
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu kontrak.
Prestasi pokok tersebut dapat berwujud :
1. Benda
2. Tenaga atau keahlian
3. Tidak berbuat sesuatu.
Pada umumnya, prestasi terbagi ke dalam tiga bagian yang telah diatur dalam Pasal 123
BW, yaitu
1. Menyerahkan sesuatu,
2. Berbuat sesuatu dan,
3. Tidak berbuat sesuatu.
Namun pembagian tersebut disebut sebagai macam-macam prestasi bukan wujud prestasi
tetapi hanya cara-cara melakukan prestasi, yakni:
a. Prestasi yang berupa barang, cara melaksanakannya adalah menyerahkan sesuatu
( barang).
b. Prestasi yang berupa jasa, cara melaksanakannya adalah dengan berbuat sesuatu.
c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu, cara pelaksanaannya adalah dengan
bersikap pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam kontrak,
prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan, kepatuhan atau
undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan oleh para pihak yang telah
ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan, kepatuhan atau UU, tidak
dilakukannya prestasi tersebut berarti telah terjadi ingkar janji atau disebut wanprestasi.5

C. WANPRESTASI

a) Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau


ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak
melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “wanprestatie”
yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan
terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang
dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-
undang.
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang
melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang
dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu
pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi
Miruwanprestasi itu dapat berupa perbuatan :
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.

2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.

3. Terlambat memenuhi prestasi. Melakukan apa yang dalam perjanjian


dilarang untuk dilakukan karena dirugikan karena wanprestasi tersebut.

5
Ahmadi Miru, Op, Cit, h.74
Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi
Miruwanprestasi itu dapat berupa perbuatan :
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.
3. Terlambat memenuhi prestasi.
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan6.

Sedangkan menurut A. Qirom Syamsudin Meliala wanprestasi


itudapat berupa:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan debitur
tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur


dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu, sehingga dapat dikatakan
wanprestasi.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut
tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi
sama sekali. Abdul kadir Muhammad, menyatakan wanprestasi terjadi
dikarenakan adanya 2 (dua) kemungkinan yaitu

1. Keadaan memaksa (overmach / force mejeur).

2. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai.

3. Overmach adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-
duga terjadinya, sehingga menghalangi seorang debitur untuk
melakukan prestasinya sebelum ia lalai untuk apa dan keadaan mana
tidak dapat dipersalahkan kepadanya.

6
Ahmadi Miru, Op, Cit, h.74
Kesengajaan maupun lalai, kedua hal tersebut menimbulkan akibat yang
berbeda, dimana akibat akibat adanya kesengajaan, sidebitur harus lebih banyak
mengganti kerugian dari pada akibat adanya kelalaian. Surat peringatan yang
menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur
yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau
dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Dari ketentuan pasal 1238 KUH Perdata dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan
apabila sudah ada somasi ( in grebeke stelling ).
Somasi itu bermacam bentuk, seperti menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1. Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk
penetapan. Dengan surat penetpan ini juru sita memberitahukan secara lisan
kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus bprestasi. Hal ini biasa
disebut “exploit juru sita”
2. Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian,kreditur sudah menentukansaat adanya
wanprestasi

b. Perjanjian dan Wanprestasi

Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.
Selanjutnya ada pula beberapa syarat untuk perjanjian yang berlaku umum
tetapi diatur di luar Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:7
a. Perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik, artinya kedua belah
pihak benar-benar mau melaksanakan isi perjanjian yang disepakati.

7
Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori danPraktek,
(Yogyakarta: Liberty, 1981), h.15
b. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku,
artinya isi dari perjanjian tidak dibenarkan bertentangan dengan
kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, tidak boleh
bertentangan dengan kondisi yang ada dalam masyarakat.
c. Perjanjian harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan, artinya
perjanjian yang telah disepakati harus mengikuti asas yang tidak
bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, tidak
boleh melanggar hak-hak masyarakat. Perjanjian tidak boleh melanggar
kepentingan umum, artinya kontrak yangdibuat tersebut tidak
dibenarkan bertentangan dengan kepentingan yang ada dalam
masyarakat, tidak boleh menimbulkan kerugian dalam masyarakat8

D. Penyebab dan akibat wanprestasi

a) Penyebab terjadi wanprestasi

Tidak terpenuhi kewajiban melaksanakan prestasi (wanprestasi) dapat


disebabkan oleh 2 (dua) kemungkinan yakni :

1. Karena kesalahan debitur sendiri baik dengan sengaja maupun


karena kelalaian wanprestasi yang disebabkan adanya kesalahan
debitur itu sendiri, dimasukkan debitur tidak melaksanakan
kewajiban bukan dikarenakan oleh hal-hal yang diluar
kemampuannya, melainkan karena perbuiatan yang disengaja atau
karena kelalaian.

2. Karena dalam memaksa diatur dalam pasal 1244 dan pasal 1245
KUH Perdata, namun kedua ketentuan normatif ini hanya bersifat
sebagai pembelaan debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban
melaksanakan prestasi dalam kontrak untuk dibebaskan dari
pembayaran ganti kerugian jika ia tidak melaksanakan prestasi
dalam kontrak karena adanya keadaan memaksa.9

b) Akibat terjadinya wanprestasi

8
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h.16

9
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Mandar Maju, Bandung : 2016, hal. 351
Ada empat akibat adanya wanprestasi yaitu sebagai berikut :

a. Perikatan tetap ada.

b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH
Perdata).
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur jika halangan itu timbul
setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan
besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk
berpengang pada keadaan memaksa.
d. Jika perikatan beralih lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan
menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.10

10
https://journal. Universitassuryadarma. id
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan

Perikatan (verbintenis) adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam


lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatu
prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu. Oleh
karena itu, dalam setiap perikatan terdapat “hak” di satu pihak dan “kewajiban” di
pihak yang lain. Buku III KUH Perdata tentang perikatan, tidak memberikan suatu
rumusan dari perikatan itu sendiri, maka menurut Badrulzaman, perikatan ialah
hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih yang terletak di dalam
lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas prestaasi dan pihak
yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Hukum perikatan memiliki sistem
terbuka yang diatur dalam buku III KUH Perdata. Dalam hukum benda, macam-
macam hak atas benda itu juga bersifat memaksa.

Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam
kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan,
kepatuhan atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan
oleh para pihak yang telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh
kebiasaan, kepatuhan atau UU, tidak dilakukannya prestasi tersebut berarti telah
terjadi ingkar janji atau disebut wanprestasi.

1. SARAN

Kami dari penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari
kesempurnaan, dan keterbatasan referensi untuk itu kami berharap kepada
pembaca, terutama dosen pembimbing mata kuliah ini berupa kritik dan Saranya
terhadap makalah yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin, Muhammad. Hukum Kontrak. Bandung : Mandar Maju, 2016.


https://journal. Universitassuryadarma.Id

Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta, 1987


Ketut Oka Setiawan. Hukum Perikatan. Jakarta : Sinar Grafika, 2015

Dr. Ahmad Miru, S.H., M.S. Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak. Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.

Ahmadi Miru, Op, Cit.

Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori
danPraktek. Yogyakarta: Liberty, 1981.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

http://repository.unand.ac.id/6172/
Subekti, “Hukum Perjanjian”, Jakarta. 1987. Hal 1

Anda mungkin juga menyukai