Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERIKATAN ALTERNATIF
Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata
pelajaran
Hukum Perikatan
Dosen pembimbing : Edi Suharna,S.Ag
Jurusan : Ekonomi Muamalah

Disusun oleh :
Dandy Faizal Rahman
Ezy
Karpin Hidayat
R.Abdur Rohman
Rijal Maulana
Yusri Sinta Wahyuni

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SABILI BANDUNG


(STAI)
PERIKATAN ALTERNATIF

A. Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
verbintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di
Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang
yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.
Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi,
matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan,
letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu
ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau
oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan
yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan
hukum( legal relation).
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara
orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan.
Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum
harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal
law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti
luas.perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat
dikemukakan contohnya sebagai berikut:
a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil
tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan
hukum yang merugikan orang lain.
b) Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena
lahirnya anak dan sebagainya.
c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian
pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d) Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh
pengurusnya, dan sebagainya.
B. Perikatan Perikatan
Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW,walaupun
telah jelas tertera bahwa Buku III BW mengatur tentang perikatan.Namun dalam
pasal-pasal pada Buku III BW tidak dapat ditemukan satu pasal pun yang
memberikan arti mengenai perikatan itu sendiri. Meskipunpengertian perikatan tidak
dapat ditemukan dalam Buku III KUH Perdata, tetapi pengertian perikatan diberikan
oleh ilmu pengetahuan Hukum Perdata. Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata,
pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara
dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenaiperikatan.
Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubunganhukum yang bersifat
harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
sedangkan pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum
antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau
beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap
demikian itu. Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu
pengertianyang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu
suatuhubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban
untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan
pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah
suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya
dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan
yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara
perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu
perjanjian.Bila ditinjau lebih lanjut dari pengertian perikatan, maka dapat kita ketahui
bersama bahwa dalam satu perikatan paling sedikit terdapat satu hak dan satu
kewajiban. Suatu persetujuan dapat menimbulkan satu atau beberapaperikatan
tergantung dari jenis persetujuannya. Untuk lebih dapat dipahami dapat
dikemukakan dalam contoh berikut ini :
1. A menitipkan sepeda motornya dengan cuma-cuma kepada B, maka
terjadilah perikatan antara A dengan B yang menimbulkan hak pada A untuk
menerima kembali sepeda motornya tersebut dan kewajiban pada B untuk
menyerahkan sepeda motor tersebut.
2. A menjual mobilnya kepada B, maka timbul perikatan antara A dengan B
yang menimbulkan kewajiban pada A untuk menyerahkan mobilnya dan
hak pada B atas penyerahan mobil tersebut. Selain itu juga menimbulkan
kewajiban pada A untuk menerima pembayaran dan kewajiban pada B
utnuk membayar kepada A

C. Unsur-unsur Perikatan
Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan, maka dapat diuraikan lebih jelas
unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu:
1. Hubungan hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu
pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan
hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum.
2. Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari hukum harta kekayaan (vermogensrecht).
Hukum harta kekayaan ini selalu timbul karena perbuatan orang, apakah perbuatan
itu menurut hukum atau melawan hukum. Objek perbuatan itu adalah harta
kekayaan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud
atau benda tidak berwujud, yang semuanya itu selalu dapat dinilai dengan uang.
Jadi ukuran untuk menentukan nilai atau harga kekayaan atau benda itu adalah
uang. Dalam kehidupan modern ini uang merupakan ukuran yang utama.
3. Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur
dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek-subyek perikatan, yaitu
kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya
disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif.
Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu
terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-
tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka
pengadilan dan sebagainya. Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini
penting karenaberkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi. Pada
setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-
kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu
perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
4. Objek perikatan
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan
merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu
debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atassuatu prestasi.
Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat
sesuatu (Pasal 1234 BW). Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya
berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan
atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan barangnya atau
orang yang menyewakan berkewajiban memberikan kenikmatan atas barang yang
disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu
yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis penyanyi penari dll .Pada
perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang
telah dijanjikan. Misalnya tidak mendirikanbangunan ditanah orang lain, tidak
membuat bunyi yang bising yang dapat menggangu ketenangan orang lain.
D. Perikatan Mana Suka atau Perikatan Alternatif
Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam
masyarakat menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, dan salah satunya
adalah Perikatan manasuka atau perikatan alternatif.
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya
prestasi dari pihak lainnya, perjanjian Cuma-Cuma merupakan perjanjian, yang
menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak dengan
demikian dapat di defenisikan bahwa,Perikatan Mana Suka atau Perikatan Alternatif
adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan
kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh
memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.
Dalam perikatan alternatif ini debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah
satu barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa yang
berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari
barang yang lain.
Perikatan Cuma-Cuma atau perikatan alternatif ada diatur dalam pasal 1272
sampai pasal 1277 KUHPerdata,
E. Penjelasan Tiap Pasal
Pasal 1272 KUHPerdata menjelaskan bahwa Dalam perikatan dengan
pilihan, debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua bagian yang
disebut dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima
sebahagian dari barang yang satu dan sebahagian dari barang yang lain
maksudnya adalah bahwa dalam perikatan alternatif ini debitur telah bebas jika telah
menyerahkan salah satu dari dua atau lebih barang yang dijadikan alternatif
pembayaran, misalnnya, yang dijadikan alternatif adalah dua ekor sapi atau dua
ekor kerbau, maka kalau debitur menyerahkan dua ekor saja debitur akan
dibebaskan. Tetapi walaupun demikian, debitur tidak memaksa kepada kreditor
untuk menerima sebahagian dari barang yang satu dan sebahagian barang yang
lainnya, jadi debitur tidak dapat memaksa kreditor utnuk menerima seekor sapi dan
seekor kerbau.
Dalam pasal 1273 dijelaskan bahwa Hak memilih ada pada debitur, jika hal
ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur maksudnya adalah bahwa dalam
perikatan alternatif ini dianggap dibuat untuk kepentingan debitur sehingga
debiturlah yang berhak menentukan pilihan barang mana yang akan diserahkan
kepada kreditur, kecuali kalau memang dalamm perjanjian itu secara tegas
diperjanjikan bahwa kreditorlah yang diberi hak utnuk menentukan pilihan.
Pasal 1274 menjelaskan bahwa suatu perikatan adalah murni dan
sederhana walaupun perikatan itu disusun secara boleh pilih atau secara mana
suka, jika salah satu dari kedua barang yang dijanjikan tidak dapat menjadi pokok
perikatan maksudnya walaupun suatu perikatan dibuat dengan nama perikatan
alternatif jika salah satu dari alternatif tersebut tidak dapat dijadikan pokok perjanjian
sehingga tinggal hanya satu pilihan, perjanjian tersebut menjadi perikatan yang
bersahaja.
Pasal 1275 menjelaskan bahwa suatu perikatan manasuka adalah murni
dan bersahaja, jiak salah satu dari barang-barang yang dijanjikan hiang, atau
bahkan karena kesalahan debitur tidak lagi dapat diserahkan, harga barang itu tidak
dapat ditawarkan sebagai gantinya, Jika kedua-duanya barang telah hilang, dan
debitur bersalah tentang hil;angnya salah satu, ia harus membayar harganya barang
yang hilang paling akhir maksudnya adalah sama halnya jika salah satu dari dua
alternatif barang yang akan diserahkan tersebut hilang, atau karena kesalahan
debitur barang tersebut tidak dapat diserahkan, perikatan tersebut menjadi perikatan
yang bersahaja atau murni, dan harga barang yang hilang tersebut tidak dapat
ditawarkan sebagai ganti barang tersebut. Jika kedua barang tersebut hilang dan
debitur bersalah atas hilangnya salah satu barang tersebut, debitur harus membayar
ganti kerugian kepada kreditur sesuai besarnya barang yang terkahir hilang.
Pembayaran harga barang yang terkahir hilang memang seharusnya karena pada
saat hanya satu barang yang tersisa, maka berarti tidak ada alternatif lagi sehingga
barang yang terakhir itulah yang harus diserahkan, namun kalau itupun hilang, maka
ganti kerugiannya dihitung dari barang yang terakhir hilang itu.
Pasal 1276 menjelaskan bahwa jika dalam hal-hal yang disebutkan dalam
yang lalu diserahkan kepada kreditor utnuk memilih, dan hanya salah satu barang
sajalah yang hilang, maka jika itu terjadi di luar salahnya debitur, kreditur harus
mendapat barang yang masih ada, jika hilangnya salah satu barang tadi terjadi
karena salahnya debitur, maka kreditur dapat menuntut penyerahan barang yang
masih ada atau harga barang yang telah hilang. Jika kedua barang lenyap,maka bila
hilangnya barang itu, salah satu saja pun, terjadi karena kesalahan debitur, kreditur
boleh menuntut pembayaran harga salah satu barang itu menurut pilihannya.
maksudnya adalah bahwa pasal ini menerangkan tentang perikatan alternatif
yang hak memilihnya ada pada pihak kreditor, dan salah satu atau kedua dari
barang tersebut hilang. Disini diterangkan tentang perbedaan, konsekuensi hukum
antara hilangnya barang tersebut di luar kesalahan pihak debitur dan hilangnya
barang tersebut karena kesalahan debitur. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Apabila salah satu barang tersebut hilang diluar kesalahan debitur, maka kreditur
harus menerima barang yang masih ada.
2. Apabila salah satu barang tersebut hilang karena kesalahan debitur, maka kreditor
dapat memilih apakah akan mengambil barang yang tersisa ataukah meminta harga
barang yang hilang.
3. Apabila kedua barang tersebut hilang karena kesalahan debitur, maka kreditur dapat
menuntut harga dari salah satu barang tersebut menurut pilihannya.
Pasal 1277 menjelaskan bahwa prinsip yang sama juga berlaku, baik jika
ada lebih dari dua barang termaktub dalam perikatan maupun jika perikatan itu
adalah mengenai berbuat sesuatu ataupun tidak berbuat sesuatu maksudnya
adalah bahwa pasal-pasal di atas pada dasarnya berlaku juga, jika yang menjadi
alternatif adalah lebih dari dua barang atau lebih dari dua perbuatan yang dijadikan
alternatif dalam perjanjian.
F. Hapusnya Perikatan Alternatif
Mengenai hapusnya perikatan alternatif sama seperti hapusnya perikatan lain.
Seperti apa yang diatur dalam ketentuan pasal 1381 KUHPdt, bahwa ada sepuluh
cara hapusnya perikatan, yaitu:
1. Karena pembayaran
Nama pembayaran dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara
sukarela. Yang wajib membayar suatu hutang bukan saja si berhutang (debitur)
tetapi juga seorang kawan yang berhutang dan seorang penanggung hutang (borg).
Menurut pasal 1332 Kitab Undang-undang Hukum perdata bahwa suatu perikatan
dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan,
asal saja orang pihak ketiga bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya si
berhutang, atau jia ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan
hak-hak si berpiutang.
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang
(kreditur) menolak pembayaran, caranya sebagai berikut barang atau uang yang
akan dibayarakan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau seorang
juru sita pengadilan.
3. Karena adanya pembaharuan hutang
Menurut pasal 1413 Kitab Undang-undang Huku Perdata ada tiga macam
jalan utnuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang itu, yaitu :
a. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang
yang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama yang
dihapus karenanya.
b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama,
yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
c. Apabila, sebagai akibat dari suatu perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk
utnuk mengantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari
perikatannya.

4. Perjumpaan hutang
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan
atau memperhitungkan hutang-piutang secara bertimbal balik antara kreditur dan
debitur. Menurut pasal 1424 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menjelaskan jika
dua orang saling berhutang satu sama lain maka terjadilah antara mereka satu
perjumpaan dengan mana antara kedua orang tersebut dihapuskan.

5. Percampuran hutang
Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang yang akan
berhutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu
percampuran hutang dengan mana hutang piutang itu dihapuskan. Misalnya, si
debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya atau si
debitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta perkawinan.
Hapusnya hutang-piutang dalam hal percampuran ini, adalah betul-betul demi
hukum dalam arti otomatis.
6. Pembebasan hutang
Teranglah, bahwa apabila si berpiutang dengan tegas menyatakan tidak
mengehendaki lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas
pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka perikatan yaitu hubungan hutang-
piutang hapus, perikatan inni hapus dikarenakan pembebasan, pembebasan suatu
hutang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
7. Musnahnya barang yang terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah
barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau
hilang diluar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
8. Kebatalan atau pembatalan
Kalau kita melihat apa yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya dari Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, kesemuanya mengatur tentang pembatalan. Kalau
suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada suatu perikatan hukum yang
dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada suatu perikatan hukum
yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak
hapus.

9. Berlakunya suatu syarat batal


Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan
pasa suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi
baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau
sevara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut.

10. Lewatnya waktu


Menurut pasal 1946 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dinamakan
daluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan
atas syarat-syarat yang ditentukan oeh Undang-undang

G. Daftar pustaka
www.scribd.com/doc/G-Perikatan-Alternatif-dan-Perikatan-Fakultatif
Salim H.S.,S.H.,M.S. 2003. Hukum Kontrak (teori dan teknik penyusunan kontrak).
Mataram: Sinar Grafika.
Soedharyo Soimin,S.H. 1995. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta :
Sinar Grafika.
Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.S., Sakka Pati, S.H., M.H. 2008. Hukum Perikatan
(Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW). Mataram: Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai