Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“HUKUM PERIKATAN DAN KONTRAK”

PERBEDAAN PERJANJIAN DAN PERIKATAN

DISUSUN OLEH :

Muhamad Putra Adipradana (IJ)

010120245
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”Hukum Perikatan Kontrak Perbedaan Perjanjian dan Perikatan” ,
dengan tepat waktu.

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas proyek Ibu
Ratih Pratiwi, S.E., M.Ak. pada mata kuliah Sistem Akuntansi di Sekolah Vokasi
IPB. Makalah disusun berdasarkan hasil pengumpulan data yang saya lakukan
dari berbagai sumber.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada Ibu Ratih Pratiwi, S.E., M.Ak. selaku dosen mata kuliah Sistem
Akuntansi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait program studi yang saya tekuni. Serta saya juga berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, hal itu disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi makalah yang lebih
sempurna di lain waktu.

Bogor, 26 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 Perjanjian........................................................................................................6
2.1.1 Pengertian Perjanjian.........................................................................6
2.1.2 Syarat Sah Perjanjian.........................................................................6
2.1.3 Pelaksanaan dan Pembatalan Perjanjian............................................7
2.2 Perikatan.........................................................................................................7
2.2.1 Pengertian Perikatan..........................................................................7
2.2.2 Unsur Perikatan..................................................................................8
2.2.3 Syarat Sah Perikatan........................................................................10
2.2.4 Pembatalan dan Pelaksanaan Perikatan...........................................11
2.3 Perbedaan Perjanjian dan Perikatan.............................................................12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia tumbuh dan berkembang dalam sebuah struktur sosial yang
mengharuskan untuk hidup bersama. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan
akan selalu membutuhkan orang yang lain untuk menjalankan kehidupannya.
Berbicara mengenai kehidupan masyarakat tentu tidak terlepas adanya
aturan yang berfungsi sebagai pengatur yang bersifat kekal, mengikat dan
memiliki sanksi yang tegas bagi para pelanggarnya. Hal tersebut dapat disebut
dengan hukum. Hukum yang akan dibahas yaitu hukum yang mengatur segala
bentuk tindakan antar individu atau antar sesama manusia, hukum ini disebut
juga sebagai hukum perdata.
Hukum perdata mencangkup banyak hal, salah satunya adalah perikatan.
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Di dalam hukum perikatan setiap
individu dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, baik
yang diatur dalam undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan
kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak tersebut harus
halal, dan tidak melanggar hukum, seperti yang telah diatur dalam Undang-
Undang. Perikatan terdiri dari perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu. Perikatan untuk berbuat sesuatu merupakan melakukan
perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Sedangkan perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu adalah untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang
telah disepakati dalam perjanjian.
Dalam perikatan terdapat beberapa pokok bahasan diantaranya :
a. Ketentuan Umum Perikatan, Prestasi dan Wanprestasi,
b. Jenis-Jenis Perikatan, Perbuatan Melawan Hukum,
c. Perwakilan Sukarela, Pembayaran Tanpa Utang,
d. Hapusnya Perikatan.

4
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan perjanjian dan perikatan?
b. Apa saja perbedaan perjanjian dan perikatan?
c. Apa perbedaan perjanjian dan perikatan menurut para ahli dan UU?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Dapat mengetahui arti perjanjian dan perikatan
b. Dapat mengetahui perbedaan perjanjian dan perikatan
c. Dapat mengetahui perbedaan perjanjian dan perikatan

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perjanjian
2.1.1 Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian dapat dijumpai di dalam KUH perdata. Pada pasal
1313 KUH perdata perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau
lebih yang mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut
(Muhammad, 2004) perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua
orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal
mengenai harta kekayaan. Kesimpulannya perjanjian adalah keadaan
di mana seorang berjanji kepada seseorang yang lain untuk
melaksanakan suatu hal yang menimbulkan sebuah perikatan yang
mendukung janji janji atau kesanggupan yang telah diucapkan atau
ditulis.

2.1.2 Syarat Sah Perjanjian


Sebuah kontrak atau perjanjian dianggap sah dan mengikat apabila
memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUH
perdata, ada empat syarat yang harus di penuhi untuk sahnya suatu
perjanjian, yaitu:

1. Terdapat kesepakatan antar pihak tentang isi perjanjian yang akan


dilaksanakan. Dalam mencapai kesepakatan harus menghindari
adanya penipuan, paksaan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian
dibuat bedasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan tidak sah.
2. Penyusunan kontrak harus dilakukan oleh para pihak yang secara
hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi
ada walinya. Di dalam KUH perdata yang disebut pihak yang tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang orang belum
dewasa dan mereka yang berada di bawah pengampunan.

6
3. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, objek yang akan dinilai haruslah jelas
dan ada, sehingga tidak mengira-ngira
4. Setiap perjanjian yang dibuat oleh individu tidak boleh bertentangan
dengan undang undang ketertiban umum dan kesusilaan.

2.1.3 Pelaksanaan dan Pembatalan Perjanjian


• Pelaksanaan merupakan realisasi atau pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah dijanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian
itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya
menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi
objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat
terjadi secara serentak. Tetapi mungkin saja pembayaran dilakukan
lebih dahulu di susul dengan penyerahan barang baru kemudian
pembayaran.
• Pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan
alasan yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif
dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya kewajiban sebagai mana
mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak
tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak. Terdapat tiga
bentuk ingkar janji yaitu:
A. Tidak memenuhi kewajiban sama sekali
B. Terlambat memenuhi kewajiban
C. Memenuhi kewajiban secara tidak sah

2.2 Perikatan
2.2.1 Pengertian Perikatan
Secara harfiah kata “perikatan” sebagai terjemahan istilah
“verbintesis”, merupakan pengambilalihan dari “obligastion” dalam
Code Civil Perancis. Dengan demikian berarti perikatan adalah
kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan
tersebut.

7
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan,
definisi, maupun arti istilah “perikatan”. Diawali dengan ketentuan
Pasal 1233, yang menyatakan bahawa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan
baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”, ditegaskan
bahwa setiap kewajiban perdata dapat karena dikehendaki oleh pihak-
pihak yang terkait dalam perikatan yang secara sengaja dibuat oleh
mereka, ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dengan demikian berarti perikatan adalah
hubungan hukum antara dua atau lebih (pihak) dalam bidang/lapangan
harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah satu pihak
dalam hubungan hukum tersebut.

2.2.2 Unsur Perikatan


Unsur Perikatan ada 4, yaitu :

• Hubungan hukum
merupakan hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan “hak”
pada satu pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya.
Apabila satu pihak tidak mengindahkan ataupun melanggar
hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan tersebut
dipenuhi ataupun dipulihkan kembali. Misalnya A berjanji
menjual sepeda kepada B, itu merupakan hubungan hukum.
Akibat dari janji itu, A wajib menyerahkan sepeda miliknya
kepada B dan berhak menuntut harganya, sedangkan B wajib
menyerahkan harga sepeda itu dan berhak untuk menuntut
penyerahan sepeda. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya, maka digunakan hukum “memaksakan” agar
kewajiban tadi dipenuhi. Seterusnya kita melihat pula bahwa tidak
semua hubungan hukum dapat disebutkan perikatan. Suatu janji
untuk bersama-sama piknik, tidak melahirkan perikatan, sebab
janji tadi tidak mempunyai arti hukum. Janji demikian termasuk
dalam lapangan moral, dimana tidak dipenuhinya prestasi akan
menimbulkan “reaksi” dari dan oleh anggota-anggota masyarakat
lainnya. Jadi, pelaksanaannya bersifat otonom dan sosiologis.

8
Untuk menilai suatu hubungan hukum perkatan atau bukan, maka
hukum mempunyai ukuran-ukuran (kriteria) tertentu.
• Kekayaan
Dahulu, hubungan hukum dapat dinilai dengan uang atau pun
tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang,
maka hubungan hukum tersebut merupakan suatu perikatan.
Kriteria itu semakin lama sukar untuk dipertahankan, karena di
dalam masyarakat terdapat juga hubungan hukum yang tidak dapat
dinilai dengan uang.
• Pihak-Pihak
Hubungan hukum harus terjadi antara 2 (dua) orang atau
lebih. Pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah
kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi
prestasi, pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang.
Mereka ini yang disebut subjek perikatan. Seorang debitur harus
selamanya diketahui, oleh karena seseorang tidak dapat menagih
dari seorang yang tidak dikenal. Lain halnya dengan kreditur boleh
merupakan seseorang yang tidak diketahui.
Di dalam perikatan pihak-pihak kreditur dan debitur itu
dapat diganti. Penggantian debitur harus mendapat persetujuan
kreditur, sedangkan penggantian kreditur dapat terjadi secara
sepihak. Bahkan untuk hal-hal tertentu, pada saat suatu perikatan
lahir antara pihak-pihak, secara apriori disetujui hakikat
penggantian kreditur itu.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus 1 (satu)
orang kreditur dan sekurang kurangnya 1 (satu) orang debitur. Hal
ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat
beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
Sejak saat suatu perikatan dilakukan, pihak kreditur dapat
memberikan persetujuan untuk adanya penggantian debitur,
misalnya di dalam suatu perjanjian jual beli dapat dijanjikan
seseorang itu membeli untuk dirinya sendiri dan untuk pembeli-

9
pembeli yang berikutnya. Apabila di dalam jual ini debitur
(pembeli) belum melunaskan seluruh harga beli, maka dalam hal
benda itu dialihkan kepada pembeli baru, maka kewajiban untuk
membayar tersebut dengan sendirinya beralih kepada pembeli
baru itu. Kedudukan debitur dapat berganti.
• Prestasi
Pasal 1234:
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi itu dibedakan atas
• Memberikan sesuatu
• Berbuat sesuatu
• Tidak berbuat sesuatu
Ke dalam perikatan untuk memberikan sesuatu termasuk
pemberian sejumlah uang, memberi benda untuk dipakai
(menyewa), penyerahan hak milik atas benda tetap dan bergerak.
Perikatan untuk melakukan sesuatu misalnya membangun rumah.
Perikatan untuk tidak melakukan sesuatu misalnya A membuat
perjanjian dengan B ketika menjual apoteknya untuk tidak
menjalankan usaha apotek dalam daerah yang sama.

2.2.3 Syarat Sah Perikatan


Syarat sahnya perikatan sulit dipisahkan dari salah satu asas dalam
hukum perikatan yakni asas konsensuil (kesepakatan). Syarat sah
perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1230 yakni, sepakat
bagi yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, suatu hal tetentu dan sebab yang halal.

• Kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian


merupakan unsur utama sebagai syarat sahnya perjanjian.
Kesepakatan dalam perikatan atau kontrak dapat terjadi dalam
bentuk lisan, tertulis dengan simbol-simbol tertentu serta berdiam
diri (dengan suatu sikap/isyarat). Perikatan dapat menjadi batal
(dapat dibatalkan) jika saja terjadi cacat kehendak atau cacat

10
kesepakatan melalui beberapa hal, diantaranya
kekhilafan/kesesatan, paksaan, penipuan, dan penyalah gunaan
keadaan. Cacat kehendak dan kekhilafan, paksaan, dan penipuan
diatur dalam pasal 1321 yang menegaskan “tiada kesepakatan yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Kemudian diatur
juga dalam pasal 1449 yang menegaskan “perikatan yang dibuat
dengan paksaan, kekhilafan, atau penipuan, menerbitkan suatu
tuntutan untuk membatalkan”.
• Cakap yang dimaksud isini adalah setiap orang yang berumur 21
tahun ke atas oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal
ditaruh dibawah pengampuan, seperti: pemabuk, gila, pemboros.
Misalnya, orang yang telah dewasa tetapi tidak dianggap, tidak
mampu sebab pemabuk, gila dan boros. Lebih jauh ditegaskan
perihal yang dianggap tidak cakap berdasarkan Pasal 1330
menegaskan, “tidak cakap untuk membuat perjanjian”.
• Suatu hal tertentu sebagai salah satu syarat perjanjian jika tidak
terpenuhi dalam perjanjian maka perjanjian itu dikatakan batal
demi hukum tertentu. Hal tertentu dalam hukum perikatan adalah
prestasi (kewajiban yang mesti dipenuhi oleh ke dua pihak atau
lebih) yang terjadi dalam perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1234 prestasi itu dapat berupa menyerahkan sesuatu, berbuat
sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
• Sebab yang halal atau yang diperkenankan oleh undang-undang
menurut Pasal 1337 KUHPerdata adalah “persetujuan yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan”.

2.2.4 Pembatalan dan Pelaksanaan Perikatan


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan kemungkinan
bahwa suatu perikatan atau perjanjian dapat dibatalkan, jika perjanjian
tersebut dalam pelaksanaannya akan merugikan individu tertentu.
Individu ini tidak hanya pihak dalam perikatan atau perjanjian tersebut,

11
tetapi meliputi juga setiap individu yang merupakan pihak ketiga di
luar para pihak yang membuat atau mengadakan perikatan atau
perjanjian tersebut. Dalam hal ini, pihak yang jika dengan
dilaksanakannya perikatan atau perjanjian tersebut akan menderita
kerugian dapat mengajukan pembatalan atas perikatan atau perjanjian
tersebut, baik sebelum perikatan perjanjian itu dilaksanakan maupun
setelah perikatan perjanjian tersebut dilaksanakan. Bagi keadaan yang
terakhir ini, Pasal 1451 dan Pasal 1452 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menentukan bahwa setiap kebatalan membawa akibat bahwa
semua kebendaan dan orang-orangnya dipulihkan sama seperti
keadaan sebelum perjanjian dibuat.

2.3 Perbedaan Perjanjian dan Perikatan


Kata perjanjian dan kata perikatan merupakan istilah yang telah dikenal
dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pada dasarnya
KUHPerdata tidak secara tegas memberikan definisi dari perikatan, akan
tetapi pendekatan terhadap pengertian perikatan dapat diketahui dari
pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang didefinisikan
sebagai suatu perbuatan hukum dengan mana salah satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam pasal 1233
KUHPerdata ditegaskan bahwa selain dari Undang-undang, perikatan dapat
juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu
merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan
kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan
dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian
dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri.

Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan


dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya
Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan
perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut:

“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang


atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

12
hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.”

Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji


kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”

Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada
konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai
hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak
yang telah terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak
hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah
satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena
pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan
seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal
tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya
merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula
merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum.

Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah
bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka
tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji
(wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan
menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum
(PMH).

Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan


pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih
luasnya pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal
pengertian perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan
mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang
mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai

13
kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang
melakukan perikatan tersebut tidak melaksanakan atau terlambat
melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan
hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian
kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.

Uraian diatas memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti,


yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya
sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi
lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas.
Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-
udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang
muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang diikat didalamnya.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perjanjian adalah keadaan di mana seorang berjanji kepada seseorang yang
lain untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan sebuah perikatan yang
mendukung janji janji atau kesanggupan yang telah diucapkan atau ditulis.
Menurut ketentuan pasal 1320 KUH perdata, ada empat syarat yang harus di
penuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Terdapat kesepakatan antar pihak tentang isi perjanjian yang akan


dilaksanakan.
2. Penyusunan kontrak harus dilakukan oleh para pihak yang secara hukum telah
dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya.
3. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
4. Setiap perjanjian yang dibuat oleh individu tidak boleh bertentangan dengan
undang undang ketertiban umum dan kesusilaan.

Perikatan adalah hubungan hukum antara dua atau lebih (pihak) dalam
bidang/lapangan harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah satu
pihak dalam hubungan hukum tersebut. Syarat sahnya perikatan sulit dipisahkan
dari salah satu asas dalam hukum perikatan yakni asas konsensuil (kesepakatan).
Syarat sah perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1230 yakni, sepakat
bagi yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu
hal tetentu dan sebab yang halal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, A. K. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

16

Anda mungkin juga menyukai