Anda di halaman 1dari 23

TEKNIK PERANCANGAN KONTRAK

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perancangan
Kontrak
Dosen Pengampu :
Muhammad Kholid. S.H.,M.H.

Disusun Oleh :
Sultonnil Muttaqin : 1173050123

Taufik Fian Ramadhan : 1173050124

Wahyu Johansyah Kardi : 1173050129

ILMU HUKUM / IV / C
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan
inayahnya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
kelompok kriminologi.
Dibuatnya Makalah ini yang pertama untuk memenuhi tugas Makalah
Kelompok Perancangan Kontrak. Mudah-mudahan dengan Makalah ini dapat
membawa kemanfaatan bagi penulis dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
mata kuliah Perancangan Kontrak. Sehingga besar harapan saya atas makalah yang
kami sajikan dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan
pembaca.

Akhirnya kami menyadari dalam penulisan resume ini jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini memberi manfaat bagi banyak pihak. Amiin.

Wassalamu’alikum Wr. Wb.

Bandung, September 2019

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan Makalah ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Para Pihak Dalam Kontrak ........................................................................ 3
B. Penguasaan Materi Dalam Kontrak .......................................................... 5
C. Penafsiran Klausula Baku dan Klausula Spesifik dalam Kontrak ............ 8
D. Peraturan Perundang-undangan Terkait Perancangan Kontrak ................ 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................... 18
B. Saran .......................................................................................................... 19

KESIMPULAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kontrak merupakan suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih
mengenai hal tertentu yang di setujui oleh mereka, ketentuan umum mengenai
kontrak diantur dalam undang undang hukum perdata indonesia. Da suatu
pembuatan kontrak ada beberapa syarat yang harus di penuhi sebagaimana
diatur dalam pasal 1320 kitab undang undang hukum perdata indonesia
diantaranya kesepakatan para pihak, Kecakapan para pihak, mengenai hal
tertentu yang dapat ditentukan secara jelas, Sebab atau klausa yang
diperbolehkan secara hukum. Kontrak atau perjanjian merupakan suatu
peristiwa hukum dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang
saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrak atau
perjanjian inilah yang melahirkan perikatan, sehingga inilah yang lebiih tepat
disebut akad.
Biasanya kala seseorang berjanji kepada orang lain maka kontrak itu
merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak dimana
hanya seorang yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain sementara
orang yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan
(kontrak prestasi) atas sesuatu yang diterimanya, sedangkan apabila dua orang
saling berjanji maka ini berarti masing masing pihak menjanjikan untuk
memberikan sesuatu kepada pihak lainnya, yang berarti pula bahwa masing
masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak lain. Hal
ini berarti bahwa masing masing pihak di bebani kewajiban dan diberi hak
sebagaimana yang di janjikan.
Dalam kontrak pada umumnya,janji janjin para pihak itu saling berlawanan
misalnya dalam perjanjian jual beli, tentusaja satu pihak menginginkan barang
sedangkan pihak lainnya menginginkan uang, karena tidak mungkin terjadi jual
beli kalu kedua belah pihak menginginkan hal yang sama.
Pada dasarnya etiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang
dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang undang untuk
melakukan kontrak. Pihak pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang per
orangan atau badan usaha yang bukan badan hukum atau badan usaha yang
merupakan badan hukum hanya saja kalau yag melakukan kontrak adalahorang
perorangan maka siapa yang berhak mewakilinya ditentukan dalam peraturan
perundang undangan maupun dalam anggaran dasar dari badan usaha tersebut.

1
2

Dalam melakuka kontrak, phak pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut
dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri, namun dapat pula
bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.
Dalam melakukan kontrak seseorang dilarang untuk membebani kewajiban
kepada pihak ketiga dalam kontrak yang dibuatnya namun tidak dilarang untuk
meminta hak kepada yang lain dalam kontrak tersebut. Pemberian hak untuk
pihak ketiga inilah yang sering disebut janji untuk pihak ke tiga. Sebagai contoh
sederhana adalah A meminjan uang kepada B dan menyatakan bahwa uang
tersebut akan dibayar oleh C, sebaliknya dapat saja terjadi bahwa A
meminjamkan uang kepada B dan A menyatakan kepada B bahwa pembayaran
utang tersebut diberikan saja kepada si C.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Para Pihak dalam Kontrak
2. Bagaimana Isi Materi Penyusunan Kontrak
3. Bagaimana Penafsiran Klausula dan Klausula Spesifik dalam kontrak
4. Bagaimana Peraturan Perundang-undangan terkait Perancangan Kontrak

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Kedudukan Para Pihak dalam Kontrak
2. Untuk Mengetahui Isi Materi Penyusunan Kontrak
3. Untuk Mengetahui Penafsiran Klausula dan Klausula Spesifik dalam
kontrak
4. Untuk Mengetahui Peraturan Perundang-undangan terkait Perancangan
Kontrak

D. MANFAAT PENULISAN
a. Bagi dosen
1. Dosen mengetahui kemampuan mahasiswanya dalam menyusun makalah
2. Dosen dapat menilai tingkat kepahaman mahasiswanya dari segi materi
makalah yang telah dibuat
b. Bagi Mahasiswa
1. Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyusun makalah
2. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa melalui makalah yang
dibuatnya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Para Pihak Dalam Kontrak


Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang
dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk
melakukan kontrak.
Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa perorangan atau badan usaha
yang bukan badan hukum atau badan usaha yang merupakan badan hukum.
Hanya saja kalau melakukan kontrak adalah bukan orang perorangan maka
siapa yang berhak mewakilinya ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam anggaran dasar dari badan usaha tersebut
Dalam melakukan kontrak, pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
tersebut dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri, namun
dapat pula bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang lain,
bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.
Untuk lebih memperjelas hal tersebut di atas, maka di bawah ini masing-
masing diberikan contoh sebagai berikut:
1. Dalam hal seseorang melakukan kontrak dengan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri adalah jika orang itu berkepentingan sendiri dalam
membuat kontrak dan ia sendiri cakap menurut hukum untuk melakukan
kontrak tersebut;
2. Seseorang bertindak atas nama sendiri namun untuk kepentingan orang lain
jika ia merupakan seorang wali yang bertindak atau melakukan kontrak
untuk kepentingan anak yang ada di bawah perwaliannya
3. Seorang yang bertindak untuk dan atas nama orang lain kalau ia seorang
pemegang kuasa dari orang lain untuk melakukan kontrak.1
Dalam hal yang merupakan pihak dalam kontrak adalah badan usaha yang
bukan merupakan badan hukum, maka yang mewakili badan usaha tersebut
tergantung dari bentuk badan usahanya. Kalau yang merupakan pihak adalah
persekutuan firma, maka secara hukum setiap anggota sekutu berhak mewakili
pihak tersebut, kecuali kalau para sekutu itu sendiri menentukan lain, sedangkan
dalam persekutuan komanditer (CV) yang berhakmewakili persekutuan
tersebut alam membuat kontrak adalah para sekutu pengurusnya.

1
Ahmad Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013, hlm.
29

3
4

Apabila yang melakukan perjanjian adalah badan hukum, maka yang


mewakili adalah siapa yang ditentukan dalam undang undang untuk mewakli
badan usaha tersebut atau siapa yang ditentukan dalam anggaran dasar badan
hukum tersebut.
Dalam melakukan kontrak seseorng dilarang untuk membebani kewajiban
kepada pihak ke tiga dalam kintrak yang dibuatnya, namun tidak dilarang untuk
memberikan hak kepada pihak ketiga dalam kontrak tersebut. Pemberian hak
untuk pihak ketiga ini lah yang sering disebut dengan janji untuk pihak ke tiga.
Sebagai contoh sederhana adalah A meminjam uang kepada B dan menyatakan
bahwa utang tersebut akan dibayar oleh C, sebaliknya dapat Saja terjadi bahwa
A meminjamkan uang kepada B dan A menyatakan kepada B bahwa
pembayaran utang tersebut diberikan saja kepada si C.
Selain janji untuk pihak ketiga yang dilakukan secara tegas sebagaimana
disebutkan di atas, pemberian hak terhadap pihak lain ini dapat pula terjadi
terhadap ahli waris, dan juga pihak yang seharusnya memperoleh hak dari pihak
tersebut, hanya saja antara keduanya terdapat perbedaan, karena ahli waris
secara hukum mewarisi selain hak, juga kewajiban pewaris, sedangkan orang
yang memperoleh hak (dengan alasan hak khusus) tidak dibebani kewajiban.
Penggolongan Pihak-pihak dalam Kontrak
Di samping pembagian pihak-pihak di atas masih dapat pula digolongkan
para pihak dalam perjanjian tersebut ke dalam tiga golongan, yang tentu saja
pembagian tersebut dilakukan karena hubungan hukum antara masing-masing
golongan memiliki aturan yang berbeda. Adapun penggolongan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. pelaku usaha;
2 konsumen;
3.non profesional.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Konsumen adalah setiap orang atau pemakai barang dan/ atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Non profesional yang dimaksud di sini adalah orang yang mengadakan
penjualan barang tapi sebenarnya penjualan tersebut bukan merupakan
pekerjaannya, sehingga walaupun orang yang membeli barang menggunakan
5

sendiri barang tersebut namun tidak dapat digolongkan sebagai konsumen,


karena dia tidak berhadapan dengan pelaku usaha.
Pentingnya pembagian tersebut karena hubungan-hubungan hukum antara
pihak yang ada dalam satu golongan atau antara pihak dalam golongan yang
satu dan pihak yang ada dalam golongan lainnya memiliki konsekuensi hukum
yang berbeda Walaupun demikian secara keseluruhan tetap dapat diberlakukan
ketentuan dalam BW sepanjang tidak diatur secara khusus dalam ketentuan
perundang-undangan yang mengatur antara masing masing pihak tersebut,
seperti ketentuan yang mengatur tentang:
1. perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha secara khusus diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Schat;
2 perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen diatur secara khusus dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3. perjanjian antara non profesional dan non tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.

B. Materi Penyusunan Kontrak


Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang bak diperlukan adanya persiapa
dan perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan
tersebut sudah di mulai. Penyusunan kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan
sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak.2
Tahapan tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pra Kontrak
 Negosiasi
 Memorandum of understanding (MoU)
 Study kelayakan
 Negosiasi (lanjutan)
2) Kontrak
 Penulisan naskah awal
 Perbaikan naskah
 Penulisan naskah akhir
 Penandatanganan
3) Pasca Kontrak
 Pelaksanaan

2
Baron Wijaya & Dyah Sarimaya, Kitab Surat Perjanjian Kontrak, Jakarta: Laskar Aksara 2012,
hlm. 6
6

 Penafsiran
 Penyelesaian sengketa
Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung.
Biasanya terlebih dahulu di lakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan
suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam
negosiasi inila tawarmenawar berlangsung. Tahapan berikutny pembuatan
Memorndum Of Understanding (MoU). MoU merupakan pencatatan tau
pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MoU
walaupun belum merupakan kontrak, penting sebagai pegngangan untuk
digunakan lebih lanjut di dalam neosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk
melakukan study kelayakan atau pembuatan kontrak. Setelah pihak pihak
menerima MoU sebagai pegangan sementara, baru dilanjutkan dengan
tahapan studi kelayakan (feasibility study, due dilligent) untuk melihat
tingkatan kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai
sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran,
teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini
diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi
atau negosiasi lanjutan, apabila diperlukan akan di adakan negosiasi
lanjutan, apabila diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya
dituangkan dalam kontrak
Dalam penulisan naskah kontrak disamping diperlukan kejelian
dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek
hukuk, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan
bahasa yang baik dan benar dengan berpegang kepada aturan tata bahasa
yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun
bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.
Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dala perundang-
undangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak mengikuti suatu pola
umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak bisnis mengikutu suatu
pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut:
 Judul
 Pembukaan
 Pihak-pihak
 Latar belakang kesepakatan (rectal)
 Isi
 Penutupan
1. Judul
Judul harus dirumuskan secara singkat, padat dan jelas misalnya jual
beli sewa, sewa-menyewa, joint venture agreement atau license
agreement
2. Pembukaan
7

Berikutnya pembukaan terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya


dirumuskan sebagai berikut: Yang bertanda tangan dibawah ini atau
pada hari ini senin tanggal dua januari tahun dua ribu, kami yang
bertanda tangan dibawah ini.
3. Pihak – pihak
Setelah itu dijelaskan identitas lengkap, pihak-pihak. Sebutkan
nama pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan bertindak untuk siapa.
Bagi perusahaan atau badan hukum lain sebutkan tempat kedudukannya
sebagai ganti tempat tinggal
4. Latar Belakang Kesepakatan (Recital)
Pada bagian berikutnya diuraiakan secara ringkas latar belakang
terjadinya kesepakatan (recital)
5. Isi
Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi
kontrak yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-
huruf, angka-angka tertentu. Isi kontrak paling banyak mengatur secara
detail hak dan kewajiban pihak-pihak, dan berbagai janji atau ketentuan
atau klausula yang disepakati bersama. Jika semua hal yang diperlukan
telah tertampung di dalam bagian isi tersebut, baru dirumuskan
penutupan dengan menuliskan kata-kata penutup
Seperti telah dijelaskan diatas, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadapsatu orang lain atau
lebih ada beberapa tahapan tentang pembuata perjanjian, yakni:
1. Kesepakatan Membuat Perjanjian (Dealing)
Pada umumnya sebelum perjanjian dibuat dan ditandatangani,
didahului dengan kesepakatan para pihak yang akan terlibat sebagai
pihak dalam perjanjian.
2. Pembuatan Draft Perjanjian (Contract Drafting)
Dalam pembuatan draft perjanjiansebaiknya memperlihatkan hal-
hal sebagai berikut yaitu. Gunakan kalimat yang sistematis, ringkas,
padat, jelas dan tegas sehingga dimengerti orang lain. Hindari
kalimat/kata yang dapat ditafsirkan ganda/multi tafsir. Perhatikan
kesalahan penulisan dan penempatan tanda baca.
3. Tahap Pengkajian (Contract Review)
Setelah draft perjanjian selesai dibuat oleh salah satu pihak yang
menyampaikan draft tersebut dan sudah sesuai keinginan dari pihak
yang menyampaikan draft tersebut, biasanya para pihak tidak langsung
menandatangani perjanjian tersebut akan tetapi draft tersebut
dikirimkan kepada pihak lainnya untuk dipelajari, apakah ketentuan /
syarat-syarat, kalimat isi pasal-pasalnya sudah sesuai keinginan dari
masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Setelah
8

pihak lainnya mempelajari, kemungkinan ada komentar yang dapat


berisi koreksi, penambahan atau pengurangan dan lain sebagainya.
4. Negosiasi Perjanjian (Contract Negotiation)
Pada tahap ini biasanya para pihak berusaha untuk memproteksi diri
masing-masing dengan argumentasinya . Apabila deadlock dalam
negosiasi sebaiknya dicari solusi dengan cara win-win solution namun
tetap berpegang pada 4 pedoman dalam pembuatan draft perjanjian di
atas. Tahap ini berlaku pada perjanjian standar (standard contract),
karena pada perjanjian standar pihak lain hanya mempunyai pilihan
sepakat/tidak seperti perjanjian pertanggungan asuransi, pejanjian
leasing dan sebagainya
5. Penandatanagan Perjanjian
Setelah draft disetujui para pihak, maka perjanjian ditandatangani.
Tempat penandatangan perjanjian dapat dilakukan di tempat salah satu
pihak atau di tempat yang netral

C. Penafsiran Klausula dan Klausula Spesifik dalam Kontrak


Klausula baku merupakan isi atau bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian
yang menggunakan klausula baku ini disebut dengan perjanjian baku. Didalam
suatu perjanjian baku tercantum klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat tang mengakibatkan
sangat merugikan pihak yang lemah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan
keadaan.
Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang didalamnya telah terdapat
syaratsyarat tertentu yang dibuat oleh pihak kreditor, yang umumnya disebut
perjanjian adhesie atau perjanjian baku. Pihak lain yaitu debitor, umumnya
disebut “Adherent”, ia tidak turut serta dalam menyusun kontrak, ia tidak
mempunyai pilihan. Dalam hal penyusun kontrak (kreditor) mempunyai
kedudukan monopoli. Terserah mau mengikuti atau menolak. Penyusun
kontrak bebas dalam membuat redaksinya, sehingga pihak lawan berada dalam
keadaan di bawah kekuasaannya.
Adapun perjanjian baku adalah:
1. Menurut Abdul Kadir Muhammad, istilah perjanjian baku dialih bahasakan
dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract”.
Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau
pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum
dengan pengusaha, yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah meliputi
model, rumusan, dan ukuran
9

2. Menurut Sluitjer mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan


perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti
pembentuk Undang-Undang swasta (legio particuliere wetgever). Syarat-
syarat yang ditentukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah undang-
undang, bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu
seperti pembentuk Undang-Undang swasta (legio particuliere wetgever).
Syarat yang ditentukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah Undang-
Undang bukan merupakan perjanjian.
3. Menurut Sutan Remy Sjahdeni perjanjian baku adalah perjanjian yang
hampir seluruh klausul-kalausul yang dibakukan oleh pemakainya dan
pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah
beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna,
tempat, waktu, dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang
diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian
tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu suatu perjanjian yang
dibuat dengan akta notaries, bila dibuat oleh notaries dengan klausul-
klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah
dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak lain yang tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas
klausul-kalausul itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu
pun adalah juga perjanjian baku.
4. Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian standar yaitu perjanjian
yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Ia
menyimpulkan bahwa perjanjian standar itu bertentangan dengan asas
kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Terlebihlebih lagi ditinjau
dari asas-asas hukum nasional, dimana akhirnya kepentingan
masyarakatlah yang lebih didahulukan. Dalam perjanjian standar
kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang. Posisi yang
didominasi oleh pihak pelaku usaha, membuka peluang luas baginya untuk
menyalahgunakan kedudukannya. Pelaku usaha hanya mengatur hak-
haknya tidak kewajibannya. Menurutnya perjanjian standar ini tidak boleh
dibiarkan tumbuh secara liar dan karena itu perlu ditertibkan
Klausula baku didalam suatu perjanjian baku merupakan batang tubuh dari
perjanjian tersebut. Adapun pengertian klausula baku menurut Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat
(10) menyatakan bahwa: 3
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang
telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku

3
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
10

usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen
Istilah klausula baku beraneka ragam, ada yang meng-gunakan klausul
eksemsi, klausul eksenorasi, onredelijk bezwarend (Belanda), unreasonably
(Inggris), exemption clause (Inggris), exculpatory clause (Amerika). Mariam
Darus Badrulzaman menyatakan bahwa klausul eksonerasi adalah klausula
yang berisi pembatasan per-tanggungan jawab dari kreditur. Sutan Remy
Sjahdeini menyatakan bahwa klausul eksemsi adalah klausul yang bertujuan
untuk membebas-kan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak
terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersang-kutan tidak atau tidak
dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentuklan di dalam
perjanjian tersebut.4
Rikjen mengatakan bahwa klausula eksonerasi adalah klausula yang
dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan
dirivuntuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau
terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.
Klausula eksonerasi yang bisanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula
tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan
dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan klausula yang sangat
merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan
dengan produsen, karena beban yang seharusnya dipikul oleh produsen, dengan
adanya klausula tersebut menjadi beban konsumen.
Dalam UUPK, istilah klausul eksonerasi sendiri tidak ditemukan, yang ada
adalah “klausula baku”. Pasal 1 angka 10 vmendefinisikan klausula baku
sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang dipersiapkan dan
ditetatapkan terlebih dahulu secara sepihakv oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen/perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen. Jadi yang ditekankan adalah prosedur pembuatannya
yang bersifat sepihak, bukan menenai isinya. Padahal pengertian “klausul
eksonerasi” tidak sekadar mempersoalkan prosedr pembuatannya, melainkan
juga isinya yang bersifat pengalihan kewajiban tanggung jawab pelaku usaha.
Pasal 18 ayat (1) UUPK menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/ atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang untuk
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/ atau
perjanjian jika menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Ketentuan huruf (b) dan seterusnya sebenarnya memberikan contoh bentuk-
bentuk pengalihan tanggung jawab itu, seperti pelaku saha dapat menolak

4
11

penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen atau menolak penyerahan


kembali uang yang dibayar dan sebagainya
Apakah dengan demikian, klausula baku itu dapat disamakan dengan
klausula eksonerasi? Jika melihat pada ketentuan pasal 18 ayat (1) UUPK,
dapat diperoleh jawaban sementara bahwa kedua istilah itu berbeda. Artinya
klausula baku adalah klausul yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha, tetapi
isinya tidak boleh mengarah kepada klausul eksonerasi. Pasal 18 ayat (2)
mempertegas pengertian tersebut, dengan menyatakan bahwa klausula baku
harus diletakkan pada tempat yang mudah terlihat dan jelas dapat dibaca dan
mudah dimengerti, jika hal-hal yang disebutkan dalam ayat (1) dan (2) itu tidak
dipenuhi, maka kalusul baku itu menjadi batal demi hukum.
Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang,
maka pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas
untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian,
piha yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan
tersebut untuk menentukan klausula-kalausula tertentu dalam perjanjian baku,
sehinggaq perjanjian yang seharusnya dibuat/ dirancang oleh para pihak yang
terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi di dalam perjanjian baku, karena
format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.
Oleh karena yang merancang format dan isi perjanjian adalah pihak yang
memiliki kekuataan atau kedudukan yang lebih kuat, maka dapat dipastikan
bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan
baginya, atau meringankan/ menghapuskan beban-beban atau kewajiban
kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya
Jenis – Jenis Perjanjian yang Menggunakan Klausula Baku
Secara kuantitatif, jumlah perjanjian baku yang hidup dan berkmebang
dalam masyarakat sangat banyak karena masing-masing perusahaan atau
lembaga, baik yang bergerak dibidang perbankan atau non bank maupun
lainnya, selalu menyiapkan standar baku dalam mengelola usahanya. Ini
disebabkan untuk mempermudah dan mempercepat lalu lintas hukum. Hondius
mengemukakan bahwa dewasa ini terdapat syarat-syarat baku di hampir di
semua bidang dimana dibuat kontrak baku. Beberapa aktifitas penting dan
cabang-cabng perusahaan, di mana banyak perjanjian-perjanjian dibuat atas
dasr syarat-syarat baku seperti:
1. Perjanjian Kerja
Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan
pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun
untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban pekerja dan perusahaan.
2. Perbankan (syarat- syarat umum perbankan)
12

3. Pembangunan ( Syarat-syarat seragam administrative untuk pelaksanaan


pekerjaan)
4. Perdagangan eceran
Suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir.
Perdagangan eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang
dari produsen sampai kepada konsumen.
5. Sektor pemberian jasa-jasa
6. Hak sewa (erfpacht)
7. Dagang dan perniagaan
8. Perusahaan pelabuhan
9. Sewa-menyewa
10. Beli sewa
11. Hipotek
12. Pemberian kredit atau perjanjian kredit
13. Pertanian
14. Urusan makelar
15. Praktik notary dan hukum lainnya
16. Perusahaan-perusahaan umum
17. Penyewaan urusan pers
18. Perusahaan angkutan (syarat-syarat umum angkutan, syarat-syarat umum
ekdpedisi Belanda)
19. Penerbitan
20. Urusan asuransi
Hodius mengemukakan bahwa kiranya tidak tepat kalau kesan-kesan
hampir semua transaksi dibuat atas dasar syarat-syarat baku.
Karena menurutnya tidak semua transaksi cocok untuk dibakukan. Berbagai
contoh kontrak yang tidak cocok untuk dibakukan yaitu:
1. Jenis – jenis kontrak baru dan hubungan-hubungan hukum baru
2. Transaksi antara pengusaha dan seorang partikelir, yang segera
dilaksanakan dalam hal pengusaha tidak ada resiko besar (misalnya
penjualan bahan makanan);
3. Transaksi antara golongan swasta satu dengan swasta lain (sewa menyewa,
penjualan mobil bekas);
4. Perjanjian-perjanjian, kedua belah pihak segan mempergunakan dokumen-
dokumen (misalnya transaksi-transaksi gelap yang tidak diberikan nota
karena kedua belah pihak hendak mengelakkan undang-undang pajak
peredaran)
Penyebab keempat hal itu tidak dibuatkan syarat-syarat baku adalah karena:
1. Biaya, waktu dan kesulitan dari penerapan syarat-syarat umum tidak
seimbang dengan keuntungan
13

2. Tidak ada pengetahuan tentang syarat-syarat baku atau karena kurang


pengalaman;
3. Karena kedua belah pihak hendak mengelakkan Undang-Undang Pajak
Peredaran.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman klasifikasi perjanjian baku itu terbagi
menjadi empat jenis, yaitu sbagai berikut:
1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak
yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu Pihak yang kuat disini ialah
pihak kreditor yang lazimnya mempunyai posisi ekionomi yang lebih kuat
dibandingkan pihak debitur.
2. Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan
oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang pihaknya terdiri dari
pihak majikan (kreditur) dan pihak lainnya buruh (debitur). Kedua pihak
lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif.
3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah ialah perjanjian baku yang
isinya ditentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan-perbuatab hukum
tertentu, misalnya perjanjian - perjanjian yang mempunyai objek hak-hak
atas tanah. Dalam bidang agrarian, lihatlah misalnya formulirformulir
perjanjian sebagaimana yang diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri
tanggal 6 Agustus 1977 No. 104/Dja/1977 berupa antara lain akta jual beli
4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaries atau advokad adalah
perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk
memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang minta bantuan nptatis
atau advokad yang bersangkutan. Di dalam perpustakaan Belanda, jenis
keempat ini disebut contract model .
Mariam Darus Badrulzaman tidak menyebutkan secara jelas perjanjian baku
yang berlaku di kalangan perbankan, namun ia hanya menyebutkan perjanjian
baku yang dibuat oleh pihak ekonomi kuat terhadap debitur yang kedudukan
ekonominya lemah. Pihak ekonomi kuat ini, dapat ditafsirkan sebagai pihak
pemberi kredit atau lembaga perbankan yang memberikan kredit pada debitur.
Memang di dalam lembaga perbankan syarat-syarat baku itu telah disiapkan
oleh lembaga perbankan, sedangkan nasabah atau debitur tiggal menerima atau
menolak isi perjanjian. Apabila ia menerima, maka ia menandatangani isi
perjanjian tersebut.41 Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai jenis
perjanjian yang berlaku di Indonesia, H. Salim HS telah menginventarisasikan
berbagai kontrak yang telah dibakukan. Kontrak itu dapat dikaji dari obyeknya.
Jenis-jenis kontrak itu dapat disajikan berikut ini:
1. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang pertambangan umum dan minyak
dan gas bumi, seperti kontrak baku pada kontrak karya, kontrak production
14

sharing, perjanjian karya pengusahaan batu bara, kontrak bantuan teknis,


dan lain-lain.
2. Kontrak baku yang dikenal dalam praktek bisnis. Seperti kontrak baku
dalam perjanjian leasing, beli sewa, franchise, dan lain-lain.
3. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang perbankan seperti perjanjian
kredit bank, perjanjian bagi hasil pada bank syariah.
4. Kontrak baku yang dikenal dalam perjanjian pembiayaan non-bank seperti
perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil pada perusahaan modal
ventura, perjanjian pembiayaan konsumen
5. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang asuransi, seperti perjanjian
asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi
Disamping itu dikenal juga perjanjian baku yang dikenal dalam
pembebanan jaminan, seperti perjanjian pembebanan jaminan hak tanggungan,
fidusia, dan gadai. Perjanjian ini telah dibakukan oleh pemerintah dan lembaga
pegadaian.

D. Peraturan Perundang-undangan Terkait Klausula Baku


Peraturan perUndang-Undangan yang mengatur tentang perjanjian baku
dapat dilihat dan dibaca dalam berbagai peraturan perundang-undangan berikut
ini:

1. Pasal 2 ayat 19 sampai dengan Pasal 2 ayat 22 Prinsip UNIDROIT


(Principles of International Comercial Contract). Prinsip UNIDROIT
merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak
pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip
kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang
lemah, pasal 2.19 prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut
1) Apabila salah satu pihak astau kedua belah pihak menggunakan
syarat-syarat baku, maka berlaku sturanaturan umum tentang
pembentuksn kontrak dengan tunduk pada pasal 2 ayat 20 sampai
Pasal 2 ayat 22;
2) Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih
dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah
satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak
lainnya.
15

Ketentuan ini mengatur tentang:

a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku dan


b. Pengertian kontrak baku

Pasal 2 ayat 20 prinsip UNIDROIT sebagai berikut:

1. Suatu persyaratan dalam persyaratan standar-persyaratan standar yang tidak


dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak diyatakan tidak berlaku
kecuali pihak itu secar tegas menerimanya;
2. Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti disebut
diatas akan bergantung pada isi, bahasa dan penyajiannya.

Ketentuan ini mengatur tentang persyaratam dan cirri perjanjian baku.


Cirinya tergantung pada isi, bahasa dan penyajiannya. Pasal 2.21 berbunyi:
dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratanpersyaratan standard dan
tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.

Ketentuan ini mengatur tentang konflik antara persyaratan standard dan


tidak standar dalam suatu kontrak atau perjanjian. Apabila terjadi hal yang
demikian, maka yang digunakan dalam penyelesaian masalahanya adalah
didasarkan pada perjanjian tidak standar.

Pasal 2 ayat 22 berbunyi: jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-


persyaratan standard an mencapai kesepakaan, kecuali untuk beberapa
persyaratan tertentu, suatu kontrak dapat disimpulkan berdasarkan perjanjian-
perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar yang
memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah
menyatakan secara jelas atau kemudian dan tanpa penundaan untuk
memberitahukannya kepada pihak lain , bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut. (Ketentuan ini mengatur kesepakatan
para pihak dalam menggunakan kontak baku).

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
16

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini mengatur tentang ketentuan
Pencantuman klausula baku didalalam Bab V pada pasal 18 yang berbunyi
sebagai berikut.
1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ atau jasa yang
ditujukan unyuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau
perjanjian apabila:
- menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
- menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen
- menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan /
atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
- menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsunguntuk
melakukan segal tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
- mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
secara angsuran;
- memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi
manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaaan konsumen
yang menjadi obyek jual beli jasa;
- menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
- menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa pada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggunag, hak gadi, atau hak
17

jaminan terhadap barag yang dibeli oleh konsumen secara


angsuran.
2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau
yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
4. Undang-Undang nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang
dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk
melakukan kontrak.
Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa perorangan atau badan usaha
yang bukan badan hukum atau badan usaha yang merupakan badan hukum.
Hanya saja kalau melakukan kontrak adalah bukan orang perorangan maka
siapa yang berhak mewakilinya ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam anggaran dasar dari badan usaha tersebut
Dalam melakukan kontrak, pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
tersebut dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri, namun
dapat pula bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang lain,
bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.
Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang bak diperlukan adanya persiapa
dan perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan
tersebut sudah di mulai. Penyusunan kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan
sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak.
Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung.
Biasanya terlebih dahulu di lakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu
proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi
inila tawarmenawar berlangsung. Tahapan berikutny pembuatan Memorndum
Of Understanding (MoU). MoU merupakan pencatatan tau pendokumentasian
hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum
merupakan kontrak, penting sebagai pegngangan untuk digunakan lebih lanjut
di dalam neosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan study kelayakan
atau pembuatan kontrak. Setelah pihak pihak menerima MoU sebagai pegangan
sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study,
due dilligent) untuk melihat tingkatan kelayakan dan prospek transaksi bisnis
tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi,
keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi
kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan
transaksi atau negosiasi lanjutan, apabila diperlukan akan di adakan negosiasi
lanjutan, apabila diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya
dituangkan dalam kontrak.
Klausula baku merupakan isi atau bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian
yang menggunakan klausula baku ini disebut dengan perjanjian baku. Didalam

18
19

suatu perjanjian baku tercantum klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh


pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat tang mengakibatkan
sangat merugikan pihak yang lemah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan
keadaan.
Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang didalamnya telah terdapat
syaratsyarat tertentu yang dibuat oleh pihak kreditor, yang umumnya disebut
perjanjian adhesie atau perjanjian baku. Pihak lain yaitu debitor, umumnya
disebut “Adherent”, ia tidak turut serta dalam menyusun kontrak, ia tidak
mempunyai pilihan. Dalam hal penyusun kontrak (kreditor) mempunyai
kedudukan monopoli. Terserah mau mengikuti atau menolak. Penyusun
kontrak bebas dalam membuat redaksinya, sehingga pihak lawan berada dalam
keadaan di bawah kekuasaannya.

B. Kesimpulan
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat menyadarkan kita sebagai
seorang mahasiswa untuk dapat menilai dan memahami teknik perancangan
kontrak dan juga dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dibahas dalam
makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada 2013

Baron Wijaya, M.H., & Dyah Sarimaya, S.H., Kitab Terlengkap Surat Perjanjian
Kontrak, Jakarta: Laskar Aksara 2012

Wawan Muhwan Hariri, S.H., HUKUM PERIKATAN dilengkapi Hukum


Perikatan dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia 2011

Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, Yogyakarta: PT Ombak 2013

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Anda mungkin juga menyukai