Disusun oleh
1. Siti Hidayah
2. Sigit F
3. Ayu Sekarini
November 2022
DAFTAR ISI
Daftar Isi 1
A. Latar Belakang 2
B. Perumusan Masalah 4
C. Pembahasan 5
1. Pengertian Perjanjian 5
4. Macam-Macam Perjanjian 11
5. Akibat-Akibat Perjanjian 12
6. Hapusnya Perjanjian 13
D. Penutup 23
1. Kesimpulan 23
2. Saran 24
Daftar Pustaka 25
1
A. LATAR BELAKANG
penyerahan barang sebagai jaminan, tetapi hanya secara langsung melakukan penjaminan
titipan atas barang yang akan dibiayai, lebih fleksibel dibandingkan dengan sistem
jaminan amanah sebagai bentuk jaminan yang bersumber dari ilmu hukum. Lembaga
penjaminan titipan mengizinkan wali amanat untuk menguasai benda yang dijaminkan,
menggunakan jaminan titipan untuk melakukan kegiatan usaha pembiayaan pinjaman, atau
tetap menguasai benda jaminan yang dititipkan. Bentuk jaminan ini banyak digunakan dalam
transaksi pinjam meminjam karena proses loadingnya yang dianggap sederhana, mudah dan
cepat, namun di sisi lain tidak menjamin kepastian hukum. Hal ini disebabkan saat ini,
banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan)
(leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian
barang bergerak (seperti sepeda motor atau mesin industri) yang diminta oleh konsumen dan
kemudian bertindak sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman) atas nama konsumen. Oleh
karena itu, debitur tunduk kepada kreditur (kreditur) atas dasar fidusia. Artinya debitur yang
merupakan pemilik barang menjadi wali amanat dan kreditur berada pada posisi wali
amanat. Cara sederhana dari trust bond adalah debitur/pihak yang memiliki barang
menyerahkan pembiayaan kepada kreditur, kemudian kedua belah pihak sepakat untuk
menggunakan trust bond atas barang milik debitur, diaktakan, dan dicatat dalam daftar trust.
kreditur yang menjadi wali amanat akan menerima sertifikat kepercayaan, dan memberikan
2
salinannya kepada debitur. Akibat hukum dari surat keterangan ini sama dengan putusan
dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk
mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah
tangan. Sebenarnya akta di bawah tangan ini dapat menimbulkan resiko bagi perusahaan
Masalah lain yang sering timbul adalah konsumen menjual atau menggadaikan motor
yang belum lunas angsurannya kepada pihak lain tanpa sepengetahuan perusahaan
hanya sebatas itikad baik dari para pihak dalam bentuk perjanjian tertulis sebagai dokumen
yang menjadi dasar kepastian hukum. Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu pihak
3
B. PERUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan urain dalam latar belakang tersebut di atas, maka dapat
4
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Perjanjian
adalah perbuatan satu orang atau lebih untuk mengikatkan diri kepada satu orang atau
berpendapat bahwa pengertian atau pembatasan yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata
tidak lengkap, atau bahkan terlalu luas, dan masih banyak kekurangan. Kelemahan pasal
Hal tersebut dapat dilihat dalam perumusan “satu orang atau lebih” kata “mengikatkan”
sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan
5
c. Pengertian perjanjian terlalu luas.
Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga
pelangsungan perkawinan, janji kawin juga diatur dalam lapangan hukum keluarga.
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian,
sehingga pihak-pihak mengaitkan diri itu tidak jelas untuk apa (Abdul Kadir
Muhammad,1992:78).
baik apabila “sebagai satu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” (J Satrio
1982:322).
Perjanjian adalah:”Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”
(Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam
dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti, 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul.
6
hubungan antara dua orang tersebu yang dinamakan perikatan. Dalam
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu.
Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang
Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan
memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata
yaitu :
perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang bebas dari
kedua belah pihak, mereka menghendaki secara timbal balik. Dengan kata sepakat
maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas kehendak kedua
belah pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepakat yang dimaksud
kesepakatan, sebagaimana diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang memberikan
7
itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan dalam
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan artinya orang yang membuat perjanjian
harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUH Perdata “setiap orang adalah
cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap”,
sedangkan orang-orang yang tidak termasuk cakap hukum dalam membuat persetujuan
Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu barang yang jelas atau
tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan
Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang
menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang
halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat
perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan
8
tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian.
9
Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan
perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang- undang ialah isi
perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak,
Dari uraian tentang syarat-syarat sahnya perjanjian di atas maka syarat tersebut
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat
subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang yang
menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan
oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua syarat yang
terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi
hukum.
a. Asas Kepribadian
Asas kepribadian ini dapat kita lihat dalam pasal 1315 KUH Perdata yang
berbunyi pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Maksud
mengikatkan diri pada pasal 1315 KUH Perdata adalah diajukan pada memikul
ditetapkannya suatu janji ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau
mengenai sesuatu.
10
b. Asas Konsensualitas
Arti asas konsensualitas pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul, karena
itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan
suatu formalitas.(Subekti, 1982 : 15) Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian
itu cukup secara lisan saja, namun undang-undang menetapkan bahwasannya suatu
perjanjian diharuskan diadakan secara tertulis tetapi yang demikian itu merupakan
suatu pengecualian. Pada umumnya perjanjian itu adalah sah dalam arti sudah
dalam perjanjian.
Berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata atau suatu pengertian bahwa untuk membuat
suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata menentukan suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan- alasan yang
Para pihak yang membuat undang-undang itu telah mengikatkan dirinya untuk
memenuhi perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undang-undang
Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian. Pada dasarnya setiap orang bebas untuk
11
KUH Perdata dan dapat masuk dan berkembang di Indonesia. Meskipun demikian tidak
berarti bahwa terhadap perjanjian tersebut tidak dapat diberlakukan KUH Perdata.
Hukum perjanjian itu menganut sistem terbuka hal ini tercantum dalam pasal 1338
ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
4. Macam-macam Perjanjian.
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi
akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, serdangkan pihak lainnya menyanggupi
perjanjian ini jika kedua belah pihak mencapai persetujuan tentang barang dan
harganya.
Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka waktu
tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah
1985:164). Tujuan dari perjanjian ini untuk memberikan hak pemakaian saja, bukan
12
menyanggupi dengan cuma-cuma (Om Niet) dengan secara mutlak (onherroepelijk)
memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya, pihak mana menerima pemberian itu
(Subekti, 1985:165). Perjanjian tersebut tidak dapat dicabut menurut kehendak satu
pihak saja.
d. Perjanjian perdamaian.
Perjanjian perdamaian adalah suatu perjanjian di mana dua pihak membuat suatu
perdamaian untuk menyingkiri atau mengakhiri suatu perkara, dalam perjanjian mana
Perjanjian ini harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh secara lisan.
5. Akibat-akibat Perjanjian.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang- undang dinyatakan
untuk itu dan perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik. Sesuai dengan pasal 1338
KUH Perdata.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata.
13
Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat membawa rugi dan manfaat bagi pihak ketiga (selain dalam hal
yang diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata). Sesuai pasal 1340 KUH Perdata.
Tiap orang yang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak
diwajibkan yang dilakukan oleh orang yang berpiutang, asalkan dapat dibuktikan.
6. Hapusnya Perjanjian.
a. Pembayaran.
Pembayaran ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela,
artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi (R.Subekti:152).pada dasarnya hanya orang
Suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam hal si berpiutang tidak
c. Pembaharuan hutang.
suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru (R.Subekti:156). Dengan
adanya suatu pembaharuan hutang, dianggap hutang yang lama telah hapus.
14
Jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang,
sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu kepada yang
lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu
jumlah yang sama (R. Subekti157). Menurut pasal 1462 KUHPerdata perhitungan itu
terjadi dengan sendirinya. Artinya, tidak perlu para pihak menuntut diadakannya
perhitungan itu.
e. Percampuran hutang.
f. Pembebasan hutang.
Menurut pasal 1444 KUHPerdata, jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan
dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadaannya, maka perikatan
menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali diluar kesalahan si
15
h. Pembatalan perjanjian.
tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kekhilafan
kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pada umumnya pembatalan ini
berakibat bahwa keadaan antara kedua belah pihak dikembalikan seperti pada waktu
Finance).
pembiayaan dimulai pada waktu dikeluarkannya keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988
Tentang Lembaga Pembiayaan yang diikuti dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan
oleh perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit dan
sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini sedah jelas yaitu
16
Disamping itu besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil
mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah
barang- barang keperluan yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya,
misalnya barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil dan
sebagainya. Karena itu, risiko dari pembiayaan ini juga menyebar, berhubung akan terlibat
banyak konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil, ini lebih aman bagi pihak
pemberi biaya.
Consumer finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi
(consumer credit), hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. Namun demikian pengertian
pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-
pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang
demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa,
maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi”.
dalam bentuk dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya
dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen”. Berdasarkan definisi tersebut,
terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi dan merupakan dasar dari kegiatan
17
a) Pembiayaan konsumen dalah merupakan salah satu alternatif
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), namun ada beberapa hal yang
transaksi sewa guna usaha (leasing) berada pada lessor sedangkan pada
b) Tidak ada batasan jangka waktu pembiayaan, seperti dalam financial lease
jangka
18
waktu pembiayaan diatur sesuai dengan obyek barang modal yang dibiayai oleh
lessor.
yang telah mempunyai NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan
d) Perlakuan perpajakan antara transaksi sewa guna usaha (leasing) dan transaksi
e) Kegiatan sales anda lease back dimungkinkan dalam transaksi sewa guna
belum diatur.
dimana debitur yang belum pernah memiliki barang konsumsi menjadi subjek
pembiayaan konsumen.
19
8. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer finance).
KUH Perdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam pasal 1338 KUH
Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai
Suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-
undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik
kembali kecuali dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak atau berdasarkan
hukum perjanjian yang termuat dalam buku III KUH Perdata tersebut, yang juga
sebagai hukum pelengkap ditambah pula dengan asas kebebasan berkontrak tersebut
memungkinkan para pihak dalam prakteknya untuk mengadakan perjanjian yang sama
sekali tidak terdapat di dalam KUH Perdata maupun KUHD, dengan demikian oleh
bagi para pihak yang membuatnya. Apabila dalam perjanjian terdapat hal-hal yang
20
Menurut Pasal 1319 KUH Perdata, semua perjanjian, baik yang secara khusus
bernama maupun yang tidak diketahui, tentu saja tunduk pada ketentuan umum bab ini dan
bab terakhir.
dengan Asas Umum Undang-Undang Kontrak Buku III KUHPerdata, sehingga dalam hal
terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, ketentuan Akun ini dapat dijadikan pedoman.
Pembiayaan
dengan,
(Consumer Finance).
yaitu;
21
• Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) adalah perusahaan
kreditur.
Rachmat,2002:138).
22
Para pihak dalam pembiayaan konsumen mempunyai hubungan yang dapat dilihat pada tabel
Perusahaan Konsumen
Kreditur
23
PENUTUP
A. SARAN
1. Perlu dilakukan kordinasi yang baik dan benar kepada pihak konsumen terkait Hukum
konsumen perlu diadakan evaluasi terkait dalam hal ini mengenai asas konsesual yaitu
pembuatan perjanjian secata sepihak karna adanya kedududukan posisi yang kuat dari
pihak perusahaan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Purwahit, Patrick, 1986 Asas Itikat Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang:
Balai Penerbit UNDIP.
Fuady, Munir, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
25
26