Anda di halaman 1dari 5

BAB VI

ASPEK-ASPEK HUKUM TRANSNASIONAL PADA KEGIATAN INVESTASI ATAU


PENANAMAN MODAL

Oleh:

1904551491 Nauval Mahadhika


1904551493 Cokorda Istri Anggita Putri
1904551495 Ni Kadek Putri Yanti
1904551497 Dewa Gede Rama Mahadewa
1904551498 Ida Ayu Nanda Prameswari

UNIVERSITAS UDAYANA
2021
A. MASALAH PROMOSI DAN PERLINDUNGAN TERHADAP KEGIATAN
PENANAMAN MODAL
Kegiatan penanaman modal ke suatu negara sangat dipengaruhi oleh adanya stabilitas
politik dan keamanan, sumber daya alam yang melimpah. Tenaga kerja yang terampil, kebijakan
ekonomi dan keuangan yang terbuka dan berorientasi pasar, hal ini akan menjadi daya tarik yang
besar bagi investor untuk menanamkan modalnya di Negara tersebut. Suatu hal yang paling
penting yaitu adalah sejauh mana perlidungan terhadap hak-hak yang sah dari investor asing
yang dapat diberikan oleh host country, terutama terhadap kegiatan dan modal yang telah
ditanamkan, bagi investor, perlindungan ini sangat penting karena dalam keadaan-keadaan
tertentu dapat saja terjadi tindakan yang merugikan investor, baik yang dilakukan oleh Negara
maupun warga Negara terhadap modal yang terlah ditanamkan. Tindakan yang merugikan
tesebut mencakup antara lain tindakan nasionalisasi (nationalization), pengambilalihan
(expropriation), dan penyitaan (confiscation). Untuk itu, diperlukan suatu jaminan dari host
country bahwa terhadap tindakan-tindakan tersebut diberika perlindungan yang layar terhadap
investor asing, selain itu bentuk-bentuk promosi yang ditawarkan oleh host country juga
merupakan hal penting lainnya yang harus diperhatikan. Bentuk-bentuk promosi tersebtu juga
dapat beragam bentuknya, baik bentuk-bentuk insentif pajak maupun nonpajak. Dalam
praktiknya dilakukan perjanjian-perjanjan bilateral antar negara menyangkut upaya promosi dan
perlindungan terhadap kegiatan penanaman modal (asing). Indonesia sendiri telah
menandatangani berbagai perjanjian bilateral menyangkut promosi dan perlindungan di bidang
penanaman modal dengan banyak Negara.

B. ASPEK HUKUM TRANSNASIONAL PADA KONTRAK DI BIDANG INVESTASI


ATAU PENANAMAN MODAL
Dalam kegiatan penanaman modal, terutama penanam modal asing, akan sangat banyak
terkait dengan kontrak internasional antara investor asing dengan mitra lokalnya. Bentuk dan
jenis-jenis kontrak yang ditandatangani juga bersifat sangat beragam. Di samping itu, para pihak
dalam kontrak internasional tersebut sangat beragam, baik antara Negara dengan subjek hukum
bukan Negara satu sama lain.dari segi jenisnya, kontrak internasional yang terkait tersebut jga
bermacam-macam, antara lain:
1. Letter of intent (lol)
Secara teoritis letter of intent sebenarnya merupakan suatu bentuk pernyataan
sepihak dari pihak-pihak yang ingin memulai suatu perundingan dalam rangka menjajaki
kemungkinan kerja sama di antara mereka. Letter of intent sendiri sebenarnya merupakan
suatu no binding legal document/contract. Contoh konkretnya adalah letter of intent
antara pemerintah RI dengan IMF.
2. Memorandum of Understanding (MoU)
Merupakan kesepakatan awal diantara para pihak untuk memulai suatu kerja
sama. Dilihat dari daya mengikatnya masih termasuk dalam kategori non binding legal
documents.
3. Joint Venture Agreement (JVA)
Merupakan perjanjian untuk membentuk kerja sama di antara para pihak dengan
membentuk suatu perusahaan baru (joint venture company). Apabila terdapat sengketa
diantara para pihak biasanya disepakati bahwa ketentuan JVA ini bersifat mengatasi
anggaran dasar perusahaan yang mereka dirikan, karena anggaran adasar sendiri biasanya
bersifat standar.
4. Constortium agreement
Biasanya pada proyek-proyek infrastruktur dilakukan suatu tender internasional,
misalnya di bidang telekomunikasi pernah dilakukan tender internasional mengenai
kerjasama operasi di bidang land based telecommunication.Dimana di dalamnya terdapat
ketentuan-ketentuan bahwa untuk dapat berpartisipasi dalam tender tersebut, harus
dibentuk suatu konsorsium yang teridiri dari operator (yang dipersyaratkan adalah world
class operator, lembaga pembiayaan (investment bank), supplier peralatan, dan mitra
lokal. Untuk dapat mengajukan tawaran (bid) dalam tender tersebut, maka sebagi
landasan kerja sama di antara sesama anggota konsorsium harus ditandatangani suatu
consortium agreement. Apabila memenangkan tender tersebut kelak, maka mereka baru
dapat mewujudkannya dalam suatu bentuk kerja sama patungan (joint venture company)
yang didahului dengan penandatanganan suatu JVA.
5. Shareholders Agreement
Shareholders agreement biasanya berisi suatu internal arrangement diantara para
pihak secara khusus, karena bukan tidak mungkin satu atau lebih pihak memperoleh
pinjaman modal dari pemegang saham lainnya, sehingga perlu diatur suatu prosedur
jamnan dan pengembaliannya, hal-hal seperti itu biasanya dicantumkan dalam anggaran
dasar perusahaan, tetapi dalam perjanjian khusus seperti shareholders agreement ini.
6. Investment Agreements
Investment Agreement merupakan yang dijadikan landasa kerja sama para pihak
dalam rangka untuk melindungi investor antara pemegang saham awal dengan investor
asing yang kaitannya pada perubahan status tersebut. Loan agreement
Dalam suatu bentuk kerja sama pada hampir semua perusahaan PMA, pada umumnya selalu
ada mitra lokalnya. Mitra lokal tesebut dalam beberapa hal kurang kuat secara financial, tetapi
memiliki kemampuan utnuk mengurus segala aspek perizinan dan sebagainya. Oleh karena itu,
untuk memenuhi kewajiban menyetor modal ekuitas (equity financing) memerlukan pinjaman
dari pemegang saham lainnya yang diikat oleh suatu loan agreement. Demikian juga untuk
kepentingan pembiayaan utang (debt financing) diperlukan pinjaman dari pihak ketiga. Namun
skema debt financing tersebut agak berbeda dengan equity financing yang didapat dari pemegang
saham lain, karena debt financing biasanya jauh lebih kompleks dan menyertakan lebih banyak
bank dan lembaga kauangan lainnya dalam suatu bentuk pinjaman sindikasi (syndicated loan).
C. MASALAH PENYELESAIAN SENGKETA
Penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal, kita perlu mengacu pada
international center for settlement of investment disputed (ICSID) yang bertugas menyediakan
berbagai kemudahan bari pelaksanaan konsiliasi dan arbitrase menyangkut sengketa yang timbul
antara Negara dimana investasi tersebut dilakukan dengan warga negara/badan hukum asing.
Yurisdiksi ICSID mencakup semua sengketa hukum yang langsung timbul dari kegiatan
investasi atau penanaman modal antara Negara dengan warga Negara/badan hukum asing, dalam
hal kedua pihak yag bersengketa secara tertulis menyetujui penyelesaian kasus tersebut melalui
ICSID. Persetujuan untuk menyerahkan penyelesaian kepada ICSID bersifat tidak dapat ditarik
kembali secara sepihak, perselisihan yang adapt diselesaikan oleh CSID hanya yang merupakan
sengketa hukum yang timbul dari penanaman modal, dan ICSID tidak mempunyai yurisdiksi
terhadap peselisihan kepentingan (conflict of interest).
Sesuai dengan ketentuan konvensi, pihak-pihak yang dapat mengajukan konsiliasi dan
arbitrase adalah:
a. Setiap warga Negara/badan Pribadi (batural persons) dari Negara anggota konvensi
yang bukan warga Negara yang digugat (host country) dari investasi tersebut;
b. Setiap badan hukum dari Negara konvensi yang bukan badan hukum atau dianggap
badan hukum host country.
1. Penyelesaian menurut cara Konsiliasi
Penyelesaian menurut cara ini dilakukan melalui conciliation commission yang
bertugas mencari sumber pokok permasalahan dan mnyelesaikan dalam suatu rumusan
perjanjian/kesepakatan yang dapat diterima para pihak secara baik. Apabila cara ini
tidak dapat menyelesaikan permasalahan, maka harus dibuat laporan mengenai
kegagalan tersebut sebelum melanjutkan kepada upaya penyelesaian lainnya.
2. Penyelesaian melalui Arbitrase
Penyelesaian sengketa oleh arbitral tribunal dilakukan menurut ketentuan-
ketentuan yang disepakati oleh apra pihak. Dalam hal tidak adanya ketentuan-ketentuan
mengenai tata caranya, dapat diterapkan ketentuan Negara dimana penanaman modal
tersebut dilakukan. Keputusan majelis bersifat final dan mengikat kedua belah pihak,
namun dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan pembatalan, yaitu sebagai berikut.
a. Majelis tidak berfungsi sebagaimana mestinya
b. Mejelis nyata-nyata melebihi kekuasaan/wewenangnya
c. Adanya korupsi pada salah satu anggota majelis
d. Adanya penyimpangan yang serius terhadap rule and procedure yang bersifat
fundamental
e. Keputusan tersebut gagal memebri aladsan yang layak untuk mana kepututsan
tersebut didasarkan.
f. Diluar hal-hal tersebut diatas, keputusan ICSID Tersebut harus dapat
dilaksanakan oleh Negara yang bersangkutan.
D. MASALAH PERLINDUNGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Masalah perlindungan Hak atas kekayaan intelektual (Haki)/ sehubungan dengan itu telah
tersedia berbagai instrument internasonal yang mnegatur perlindungan HAKi tersebut
sebagaimana terlah disinggung dalam bagian terdahulu, baik yang bersifat multirateral maupun
yang bersifat bilateral ketentuan-ketentuan dibidang HAki tersebut, Karena kenyataannya masih
banya Negara yang menjadi “surga’” bag tindakan pembajakan dan/pelanggaran terhadap HAKI.
Desakan terhadap kepatuhan melindungi HaKI tampaknya terus ditekankan oleh Negara-
negara maju dengan berbagai sanksi yang siap mereka jatuhkan terhadap Negara-negara yang
dianggap melindungi atau setidak-tidaknya setengah-setengah dalam perlindungan HAKI, antara
lain dengan menerapkan suatu bentuk retalitation karena dianggap melakukan unfair trade.
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak menghasilkan berbagai temuan
baru, karya cipta, dan lain-lain, tetapi dipihak lain juga melahirkan berbagai bentuk kemudahan
bagi pelanggaran HaKI tanpoa dapat diawasi. Untuk itulah tantangan besar masih berada di
depan anggota masyarakat inyternasional untuk mengembangkan suatu mekanisme perlinudngan
HaKI yang efektif dan adil.

Anda mungkin juga menyukai