Apakah Indonesia Masih perlu menjadi Anggota ICSID (I nternational Centre for
Settlement of I nvestment Dispute) / keluar ?
Widya Naseva Tuslian 1106073245 ICSID merupakan Institusi Internasional yang bersifat otonom yang ada berdasarkan Konvensi Washington (Washington Convention Convention on The Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States) yang memiliki anggota lebih dari 140 negara anggota. Konvensi Inilah yang menjadi dasar adanya ICSID dan mengatur inti fungsi dari lembaga tersebut. Tujuan utama ICSID adalah memberikan pelayanan penyelesaian sengketa melalui Konsiliasi dan Arbitrase mengenai Sengketa Investasi Internasional. Konvensi ICSID adalah traktat multilateral yang dibentuk oleh direktur eksekutif World Bank (International Bank for Reconstrution and Development) yang ditandatangani pada 18 Maret tahun 1965 dan mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober tahun 1966. 1 Indonesia menjadi anggota ICSID pada tanggal 28 Oktober 1968 kemudian meratifikasi konvensi ini tiga tahun sesudahnya pada bulan oktober 1968. 2
Pakar hukum internasional Prof. Hikmahanto Juwana menjelaskan ICSID adalah forum ADR yang memiliki dua karakteristik khusus. Pertama, ICSID hanya menyelesaikan sengketa yang menyangkut investasi. Kedua, pihak yang berperkara adalah investor dan pemerintah sebuah negara dimana investor tersebut menanamkan modalnya. Jadi, lanjut Prof. Hikmahanto, yang dipersengketakan adalah tindakan pemerintah yang merugikan investor asing. 3
Prosedur yang berlaku di ICSID tidak jauh berbeda dengan prosedur arbitrase pada umumnya. Para pihak yang bersengketa memiliki hak istimewa (privelege) untuk memilih arbiter. Setelah itu, proses persidangan dimulai hingga muncul putusan. Perbedaannya terletak pada mekanisme pembatalan putusan. Tidak seperti lazimnya arbitrase, putusan ICSID tidak dibatalkan melalui pengadilan, tetapi dengan mengajukan permohonan ke Sekretaris Jenderal ICSID. 4
4 Ibid. Mengenai hal ini dijelaskan pada Pasal 52 Konvensi memaparkan alasan-alasan pembatalan putusan ini Article 52 Either party may request annulment of the award by an application in writing addressed to the Secretary-General on one or more of the following grounds: (a) that the Tribunal was not properly constituted; (b) that the Tribunal has manifestly exceeded its powers; (c) that there was corruption on the part of a member of the Tribunal; (d) that there has been a serious departure from a fundamental rule of procedure; or (e) that the award has failed to state the reasons on which it is based
Para pihak dapat meminta pembatalan putusan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Sekjen apabila menyankut beberapa alasan sebagai berikut : a. Majelis tidak diangkat secara patut/sah b. Majelis Melampaui kewenangannya. c. Adanya dugaan Korupsi. d. Ada penyimpangan prosedur yang sangat mendasar. e. Putusan tersebut tidak dapat menjelaskan alasan yang mendasarinya. Negara-negara berkembang banyak yang meratifikasi Konvensi ini dengan harapan untuk menarik lebih banyak Investor asing dari negara-negara maju ke negaranya, termasuk Indonesia yang pada masa pemerintahan orde baru meratifikasi konvensi ini. Peratifikasian konvensi ini dirasa perlu karena Investor-investor dari negara maju merasakan besarnya risiko yang diperkirakan dalam penanaman modalnya di negara berkembang. Terutama Investor asing pada masa itu khawatir bahwa asset yang ia tanamkan akan dinasionalisasi oleh pemerintah setempat. Maka Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Soeharto yang diliputi kekhawatiran akan urungnya investor asing untuk datang ke Indonesia mengikuti langkah negara berkembang lain yakni meratifikasi konvensi tersebut. Peratifikasian konvensi ini juga disadari bahwa untuk menarik minat investor asing untuk berinvestasi, tidak hanya cukup dengan pemberian fasilitas pajak, maupun upah tenaga kerja dalam negeri yang murah, namun juga harus mengadakan suatu instrument hukum yang memberikan kepastian dan rasa aman pada Investor asing. Maka untuk tujuan tersebut, Indonesia tidak hanya meratifikasi konvensi ICSID, namun juga termasuk mengadakan traktat bilateral dalam bidang Investasi (Bilateral Investment Treaty/ BIT) dengan negara-negara maju . Dimana berdasarkan Traktat bilateral ini segala sengketa yang terjadi harus didasarkan penyelesaiannya kepada ICSID. Sepanjang masa Indonesia meratifikasi konvensi ini, Ada beberapa kasus yang pernah diselesaikan melalui ICSID antaralain pada masa pemerintahan orde baru contohnya kasus AMCO, dan pada masa setelahnya contohnya kasus Izin Tambang di Kutai Timur yang dibawa oleh Churcill Mining Plc.ke ICSID. Titik berat peratifikasian konvensi ICSID Pada saat itu adalah kebutuhan akan investor asing dari negara-negara maju untuk menanamkan Investasinya ke Indonesia, dengan kata lain Pada masa tersebut pemerintah Indonesia hendak memberikan Insentif kepada Para Investor asing karena kebutuhan pemerintah Indonesia akan kedatangan mereka untuk menanamkan modal. Namun kondisi pada masa sekarang berbeda halnya dengan keadaan pada masa orde baru dan masa awal-awal post orde baru, dimana Indonesia lah yang membutuhkan Investor asing, namun pada masa saat ini dapat dikatakan bahwa Investor asinglah yang membutuhkan Indonesia. Dengan Posisi dan Kondisi Indonesia yang bisa dibilang potensial dan menguntungkan sebagai negara berkembang, Dimana Indonesia memiliki tingkat konsumen dari golongan menengah yang cukup tinggi dan terus berkembang pada saat ini dapat dikatakan bahwa posisi konsumen Indonesia membuat Indonesia memiliki posisi pasar yang menguntungkan bagi Investor asing. Terlebih, Indonesia merupakan anggota dari World Trade Organization yang melarang diskriminasi kebijakan bagi para Investor Asing, dan lagi telah banyak perjanjian perdagangan bebas yang diikuti Indonesia yang membuat pasar Indonesia mudah diakses oleh arus barang dan jasa asing.Terlebih Indonesia saat ini dibawah Undang- Undang no 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang terdesentralisasi, maka daerah daerah di Indonesia saat ini memiliki kekuatan yang lebih besar untuk melakukan fungsi penyelenggaraan pemerintahaannya sendiri, berbeda halnya dengan pada masa rezim Soeharto pada masa orde baru dimana diatur pada UU No. 5 tahun 1974 bahwa kontrol atas daerah tersenrtralisasi oleh pemerintah pusat. Maka pada saat ini tidaklah adil kiranya apabila pemerintahan pusat digugat melalui ICSID dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Maka dengan hal ini apabila urgensi ketergabungan Indonesia pada ICSID adalah untuk menarik Investasi asing, maka Indonesia lebih baik keluar dari keanggotaan ICSID, Untuk tetap menarik investasi asing Indonesia lebih baik untuk memperbaiki instrument- instrumen hukum local untuk lebih menyesuaikan diri dengan kondisi iklim investasi yang ada di dalam negeri dengan kedatangan Investor asing. Maka langkah pemerintah Indonesia seperti yang diumumkan Wakil Presiden Boediono pada tanggal 1 Maret 2014 untuk menghentikan/ tidak memperpanjang beberapa Bilateral Investment Treaty nya salah satunya dengan Pemerintah Belanda yang akan berakhir 1 July 2015 ini serta kemungkinan pemerintah Indonesia untuk tidak memperbaharui 66 traktat Bilateral Invetasi lainnya 5 sudah tepat.
5 Chadbourne & Parkes International Arbitration and Public International Law (PIL) group, Indonesia Gives Notice: Foreign Investors to Lose Treaty Protection, Client Alert: April 2014, hlm.1.