Dalam berbagai literatur hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi “investasi” dapat
berarti “penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic
investor) yang disebut dengan penanaman modal dalam negeri, investor asing (foreign direct
invesment, FDI) yang disebut penanaman modal asing, dan penanaman modal yang dilakukan
secara tidak langsung oleh pihak asing (foreign indirect investment, FII). Untuk FII dikenal
dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio, yakni pembelian efek lewat
Lembaga Pasar Modal (Capital Market).[1]
Jurgen Basedow juga mengemukakan pendapatnya tentang hal di atas, sebagaimana dikutip
oleh An An Chandrawulan. Menurutnya, hukum nasional dan internasional yang mengatur
penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) sangat dinamis, hal ini
dipengaruhi oleh cepatnya perkembangan penanaman modal asing, strategi penggabungan
perusahaan dan global merger dari perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs).[2]
Dalam hal ini, penulis akan membahas tentang investasi atau penanaman modal yang
dilakukan secara langsung, baik yang dilakukan oleh investor lokal (domestic investor) maupun
investor asing melalui foreign direct invesment (FDI), dan di dalam UU Penanaman Modal
tidak ada membedakan di antara investor lokal dan asing. Untuk itu, terlebih dahulu akan
digambarkan tentang pengertian dari investasi atau penanaman modal, yang disadur dari
beberapa literatur.
Bryan A. Garner, memberikan defenisi investasi (investment): “An expenditure to acquire property
or assets to produce revenue; a capital outlay.”[3]
M. Sornarajah juga memberikan defenisi tentang foreign investment (investasi asing), yaitu
sebagai berikut : “Foreign investment involves the transfer of tangible or intangible assets from one
country to another for the purpose of their use in that country to generate wealth under the total or partial
control of the owner of the assets”. [4]
Secara umum, Ida Bagus Rahmadi Supanca mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person),
dalam upaya meningkatkan dan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk
tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tak bergerak, hak kekayaan intelektual, maupun
keahlian.[5]
Dari pengertian yang diuraikan di atas, akan diuraikan perkembangan investasi atau
penanaman modal asing di Indonesia, yang dimulai dari Kabinet Ali Sastroamdjojo pertama
(1952-1953) dengan mempersiapkan peraturan untuk menarik penanaman modal asing di
Indonesia, namun peraturan ini belum sempat diajukan ke parlemen oleh karena jatuhnya
kabinet ini. Pada Kabinet Ali Sastroamdjojo kedua, tahun 1953 mengajukan Rencana
Undang-undang Penanaman Modal Asing, yang mengandung syarat-syarat sedemikian rupa,
agar jangan sampai penanaman modal asing menghambat pembangunan masyarakat
Indonesia. Rencana Undang-undang Penanaman Modal Asing ini juga tidak memperoleh
persetujuan parlemen.[6]
Setelah Rencana Undang-undang Penanaman Modal Asing yang diajukan oleh Kabinet Ali
Sastroamdjojo kedua, pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958
tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang
Penanaman Modal Asing ini diterbitkan dengan pertimbangan, yaitu sebagai berikut :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, pada Pasal
1 ayat (1) terdapat definisi: “Modal Dalam Negeri ialah Bagian daripada kekayaan
masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan bendabenda, baik yang dimiliki oleh Negara
maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang
disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur
oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing”.
Dengan adanya dua kebijakan yang mengatur tentang penanaman modal ini, memberikan
gambaran adanya pemisahaan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam
negeri. Pemisahan pengaturan penanaman modal, selanjutnya sesuai dengan perkembangan
sistem perdagangan internasional dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994
tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Dengan sahkannya Agreement Establishing The
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia),
Indonesia selalu berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General
Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan
Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum
perundingan Putaran Uruguay. Termasuk didalamnya yang membahas mengenai Trade
Related Investment Measures/TRIMs (Ketentuan Investasi yang berkaitan dengan Perdagangan),
yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapus segala kebijakan di bidang investasi yang
dapat menghambat kegiatan perdagangan.
Seiring dengan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif,
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan
kepentingan ekonomi nasional, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri telah diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan
perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal.
Sesuai dengan pertimbangan di atas, Pemerintah Indonesia membentuk aturan penanaman
modal yang tidak memisahkan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam
negeri, yaitu Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. (***)