Anda di halaman 1dari 8

Makalah

Perlilndungan Hukum Investor dalam Terjadinya Force Majeure dari


Manajer Investasi DIRE
Disusun untuk memenuhi Tugas Kapita Selekta Kenotariatan
Dengan Dosen Pengampu DR.Benny Djaja, S.H. , M.M. M.Hum.,

oleh:
Christopher Kendrick Adam (217221053)

Jurusan Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Tarumanagara
Jakarta
2022
A. Latar Belakang Masalah

Perjanjian merupakan suatu komponen hukum perdata yang menjadi aspek yang penting
dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat kita. Perjanjian pada dasarnya merupakan
suatu persetujuan yang dibuat antara dua pihak atau lebih. Perjanjian mengandung berbagai
klausula yang bertujuan untuk memenuhi tujuan dari dibentuknya perjanjian tersebut sesuai
dengan persetujuan para pihak yang membuatnya. Perjanjian dalam prakteknya memiliki
berbagai bentuk, antara lain : perjanjian kredit yang mengatur mengenai hutang piutang antara
seseorang (debitur) dengan bank (kreditur) , maupun perjanjian jual beli antara penjual dengan
pembeli . Salah satu jenis dari perjanjian yang akan dibahas oleh penulis dalam penulisan skripsi
ini merupakan bentuk perjanjian jual beli barang . Perjanjian dalam Prakteknya tidak selalu
berjalan sesuai dengan keinginan dari para pihak, hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
macam faktor baik oleh karena salah satu pihak dalam perjanjian tersebut telah melakukan
wanprestasi dalam melaksanakan perjanjianya, ataupun diakibatkan terjadinya suatu kejadian
memaksa yang berada diluar kendali kedua belah pihak dalam bentuk Force Majeure.
Wanprestasi sendiri merupakan kegagalan dari salah satu pihak dalam memenuhi perjanjian atau
kegagalan salah satu pihak yang memiliki suatu kewajiban untuk melaksanakan prestasi dalam
suatu perjanjian, kegagalan tersebut akan terancam sanksi ataupun hukuman.1
Force Majeure merupakan suatu keadaan yang telah timbul di luar kekuasaan dari
para pihak yang memaksa dalam menjalankan kewajiban perjanjian tersebut. Keadaan Force
Majerure tersebut dapat terbuktikan apabila pada saat salah satu pihak yang tidak berhasil
memenuhi kewajibanya dalam perjanjian tersebut telah membawa perkara tersebut kedalam
pengadilan dan berdasarkan pada pendapat hakim bahwa keadaan yang menimbulkan Force
Majeure tersebut telah dinilai secara secukupnya telah menghentikan kemampuan salah seorang
pihak dalam memenuhi kewajibanya dalam perjanjian tersebut. Force Majeure tersebut dibagi
menjadi dua berdasarkan sifatnya yaitu yang bersifat mutlak (absolut) dan yang bersifat tak
mutlak (relatif) , dimana keadaan memaksa yang bersifat mutlak merupakan keadaan yang dalam
halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjiannya, sedangkan keadaan
memaksa yang bersifat tak mutlak merupakan keadaan dimana suatu perjanjian masih dapat
dilaksanakan, tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar dari pihak yang
berkewajiban. Force Majeure juga memiliki konsekuensi untuk membatalkan kewajiban suatu
pihak untuk melaksanakan kewajibannya.
Bencana merupakan salah satu dari alasan terjadinya Force Majeure dalam suatu
perjanjian dikarenakan oleh sifatnya yang merupakan suatu kejadian yang terjadi diluar dari
kehendak dan kontrol dari manusia. Bencana menurut dari hukum Indonesia telah diatur dalam
UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana. Dalam Undang-Undang tersebut telah
disebutkan bahwa kejadian yang telah diklasifikasi sebagai bencana tersebut harus meliputi
jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana dengan suatu cakupan luas
wilayah yang terkena bencana, dan memiliki suatu dampak ekonomi yang besar dari efeknya.
1
R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa, 2008), 45.
Suatu Perjanjian yang mengalami Force Majeure harus terlebih dahulu memenuhi ketiga
kriteria dari Force Majeure yaitu adalah: tidak memenuhi prestasi; peristiwa tidak terduga yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada yang pelaksana prestasi; dan berada diluar kesalahan
tergugat, yaitu kejadian yang terjadi bukan merupakan suatu kejadian yang dilakukan dengan
kesengajaan oleh tergugat, dan tidak dalam keadaan beritikad buruk yang menyebabkan kontrak
gugur demi hukum dan keadaan dikembalikan seolah-olah tidak pernah dilakukan serta tidak
diijinkan menuntut ganti rugi, tetapi masih dapat dilakukan dalam bentuk restitusi. Syarat-syarat
tersebut pada dasarnya akan menjadi suatu dasar dari pertimbangan hukum oleh hakim yang
akan dicocokan dengan bukti-bukti yang terjadi dalam perkara tersebut dalam membuktikan
bahwa peristiwa yang terjadi memang merupakan suatu kejadian Force Majeure dalam
perjanjian tersebut.
Investasi merupakan tempat penanaman uang atau modal demi mendapatkan suatu hasil
berupa Bungan melalui pembelian property, saham, obligasi dan lain-lain. Investasi
dikategorikan sebagai suatu sarana untuk meluangkan atau memanfaatkan uang, tenaga maupun
waktu untuk keuntungan masa mendatang. Investasi dalam pelaksanaanya dilakukan melalui
berbagai sarana baik melalui proses jual beli sederhana maupun melalui proses pembelian asset
yang lebih rumit seperti melalui pasar modal. Pasal Modal sebagaimana telah ditegaskan dalam
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal)
Pasar Modal merupakan suatu kegiatan yang memiliki persangkutan dengan Penawaran Umum
dan juga perdagangan bursa efek, dimana perusahaan-perusahaan publik dapat menerbitkan
segala data dan portofolionya kepada masyarakat secara terbuka. Subjek-subjek hukum yang
berpartisipasi dalam perdagangan efek melibatkan segala lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek yang telah diterbitkan2 Pasar Modal memberikan suatu sarana kepada investor untuk
memperoleh imbalan yang tinggi dikarenakan investor dari pasar modal tidak harus memiliki
suatu modal yang besar, melainkan faktor penentu kesuksesan dari investasi dalam pasar modal
merupakan suatu kemampuan analisis keuangan yang lihai. Pasar modal sendiri pun memberikan
suatu kesempatan kepada investor-investor kecil untuk melakukan mendapatkan keuntingan
dengan memberikan modal kepada Manajer investasi. Manajer investasi tersebut akan
melakukan investasi tersebut dengan nama investor dan akan bertanggung jawab atas dana yang
telah dipercayakan kepadanya. Pemberian dana dan pertanggung jawaban dari modal investasi
tersebut pun akan dicatat dalam reksa dana. Reksa dana merupakan satu sertifikat yang akan
menjelaskan bahwa pemilik dari modal investasi tersebut telah menitipkan uang tersebut kepada
manajer investasi sebagai pengelola reksa dana sebagai modal investasi dalam pasar modal.
Pasal 1 angka 27 UU Pasar Modal telah menjelaskan bahwa reksa dana merupakan suatu bentuk
wadah penghimpunan dana untuk masyarakat pemberi modal yang dari modal yang telah
terkumpul tersebut akan terinvestasikan kadalam portofolio efek melalui manajer investasi.3
Reksa dana adalah bentuk pemberian jasa kepada para investor yang memberikan
modalnya untuk berpartisipasi dalam pasar modal tanpa memiliki keterlibatan secara langsung
dalam prosedur, administrasi, dan analisis pasar modal tersebut. Pasal 18 UU Pasar Modal
membagi reksa dana menjadi dua bentuk yaitu:
2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
3
Nor Hadi, Pasar Modal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.16.
a. Reksa Dana Perseroan
b. Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Salah satu dari jenis reksa dana yang berada di Indoensia merupakan reksa danan KIK. KIK
sendiri merupaakn suatu bentuk kontrak Antara manajer investasi dengan Bank Kustodian untuk
mengikat pemegang dari unit penyertaan manajer investasi untuk memiliki wewenang dalam
mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian untuk mendapatkan wewenang
dalam melaksanakan suatu penitipan secara kolektif.4
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Perlindungan Hukum Investor apabila manajer investasi telah melakukan Force
Majeure?

C. Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Investor

Perlindungan hukum bagi investor dapat ditinjau dari Peraturan OJK No.1/POJK.07/2013
dan No.19/POJK.04/2016. Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013
tentang perlindungan Hukum Konsumen Sektor Jasa Keuangan telah mengatur mengenai
kewajiban pertanggung jawaban dari pelaku usaha dalam sektor keuangan yang menegaskan
bahwa setiap pelaku usaha dari jasa keuangan wajib untuk bertanggung jawas atas segala
kerugian dari konsumen yang timbul dari kelalaian ataupun kesalahan dari pengurus jasa
keuangan yang bertindak atas permintaan dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Ketentuan tersebut
menegaskan bahwa kerugian daripada Investor yang terjadi dikarenakan oleh kesalahan ataupun
kelaalian dari Manajer Investasi ataupun pihak ke 3 yang berkait maka pertanggung jawaban
akan berada pada Manajer Investasi yang dalam bertindak telah tidak sesuai dengan ketentuan
yang telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan tentang saksi yang telah dikenakan kepada
Pelaku usaha yang telah melanggar ketentuan Pasal 24 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
19/POJK.04/2016 yang telah menegaskan sebagai merikut:
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Otoritas Jasa
Keuangan berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap setiap pihak yang
melakukan pelanggaran ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, termasuk
pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut berupa:
a. peringatan tertulis;

4
Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 39.
b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pencabutan izin usaha;
f. pembatalan persetujuan; dan
g. pembatalan pendaftaran.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
atau huruf e dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, atau huruf e.
Dari Pasal 24 POJK Nomor 19/POJK.04/2016 tersebut dapat diketahui bahwa seorang Manajer
Investasi apapbila dalam melaksanakan pekerjaanya tidak memenuhi kewajiban maka
pertanggung jawaban dari kerugian tersebut kepada Investor yaitu akan dikenakanya suatu sanksi
administrative berupa suatu peringatan, denda, ataupun pembatasan kegiatan usaha dan
pencabutan izin kegiatan usaha. Peraturan dari otoritas Jasa Keuangan tersebut telah menatapkan
mengenai sanksi administrative yang akan dikenakan kepada Manajer Investas terkait sebagai
suatu bentuk perlindungan dari hak investor sebagai konsumen jasa sektor keuangan.
Force Majeure merupakan suatu keadaan yang telah timbul di luar kekuasaan daripada
para pihak yang memaksa dalam menjalankan kewajiban perjanjian tersebut. Keadaan Force
Majerure tersebut dapat terbuktikan apabila pada saat seorang pihak yang tidak berhasil
memenuhi kewajibanya dalam perjanjian tersebut telah membawa perkara tersebut kedalam
pengadilan dan bedasarkan pada pendapat hakim bahwa keadaan yang menimbulkan Force
Majeure tersebut telah dinilai secara secukupnya telah menghentikan kemampuan salah seorang
pihak dalam memenuhi kewajibanya dalam perjanjian tersebut. Force Majeure tersebut dibagi
menjadi dua berdasarkan sifatnya yaitu yang bersifat mutlak (absolut) dan yang bersifat tak
mutlak (relatif) , dimana keadaan memaksa yang bersifat mutlak merupakan keadaan yang dalam
halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjianya, sedangkan keadaan memaksa
yang bersifat tak mutlak merupakan keadaan dimana suatu perjanjian masih dapat dilaksanakan,
tetapi dengan suatu pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar daripada pihak yang
berkewajiban. Force Majeure juga memiliki konsekuensi untuk membatalkan kewajiban suatu
pihak untuk melaksanakan kewajibanya. Apabila pihak debitur telah terbukti telah mengalami
Force Majeure dalam melaksanakan kewajibanya maka ia tidak dapat diberikan ganti rugi sesuai
dengan ketentuan Pasal 1244 KUHPerdata.
Dalam Perihal terjadinya suatu keadaan memaksa maka Kasus tersebut harus dilihat
bedasarkan dari case per case basis. Hal tersebut dikarenakan oleh sifat Force Majeure yang
bersifat secara subjektif apabila telah terbukti bahwa pihak manajer investasi telah dikarenakan
oleh suatu keadaan yang diluar oleh kendalinya mengalami suatu kesulitan maupun
ketidakmungkinan dalam menjalankan kewajibanya maka Manajer Investasi tidak berhak untuk
menerima sanksi sesuai dari Pasal 24 POJK Nomor 19/POJK.04/2016. Menurut pendapat salah
seorang ahli hukum Abdulkadir Muhamad dalam terjadinya keadaan memaksa itu Manajer
Investasi harus memenuhi ketiga unsur dari Force Majeure yaitu:5
a. tidak dipenuhinya prestasi karena peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi
obyek perikatan;
b. tidak dipenuhinya prestasi karena peristiwa yang menghalangi debitur untuk
berprestasi, baik yang bersifat tetap maupun sementara;
c. peristiwa tersebut tidak dapat diketahui atau diduga pada waktu membuat perikatan,
baik oleh debitur maupun kreditur.
KUHPerdata sendiri tidak pernah menetapkan secara rinci mengenai peristiwa apa saja
yang dapat dikategorikan sebagai keadaan memaksa. Doktrin pada awalnya telah
mengemukakan dua peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai force majeure yaitu seiap
perbuatan yang diyakini sebagai bencana yang disebabkan oleh bencana alam yang juga
mengakibatkan kemusnahan dari benda yang menjadi objek dari suatu perjanjian. Hal terpenting
dari force majeure adalah sifatnya yaitu memaksa dan berada diluar dari kendali pihak debitur
dalam suatu perjanjian sehingga tidak ada pihak yang dapat disalahkan dan dimintakan
pertanggungjawabanya atas peristiwa tersebut. Telah terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung
yang telah mengemukakan beberapa peristiwa yang dianggap termasuk force majeure yakni:6
a. Putusan MA Nomor 15 K/Sip/1957, yakni karena risiko perang, kehilangan benda
obyek perjanjian yang disebabkan oleh disambar halilintar, kebakaran, dirampas tantara
Jepang pada masa perang.
b. Putusan MA Nomor 3389 K/Pdt/1984, yakni karena act of God, tindakan administrasi
penguasa, perintah dari yang berkuasa, keputusan segala tindakan administratif yang
menentukan atau mengikat, suatu kejadian mendadak yang tidak dapat diatasi oleh pihak-
pihak dalam perjanjian.
c. Putusan MA No 24 K/Sip/1968, yakni karena peraturan-peraturan pemerintah.
d. Putusan MA No 409 K/Sip/1983, yakni karena kecelakaan di laut.
e. Putusan MA No 1180 K/Sip/1971, yakni karena keadaan darurat.
f. Putusan No 21/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst, yakni karena situasi atau keadaan yang
sama sekali tidak dapat diduga dan/atau yang sangat memaksa yang terjadi di luar
kekuasaan pihak yang harus berprestasi.

5
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 27
6
Rahmat S.S Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keaadaan Memaksa (Syarat-Syarat Pembatalan
Perjanjian yang Disebabkan Keadaan Memaksa/Force Majeure), (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010),
hlm. 120
D. Penutup

Perlindungan hukum dari seorang investor telah ditetapkan sebagaimana yang telah
tercantum dalam Pasal 24 POJK Nomor 19/POJK.04/2016. Manajer investasi apabila telah
diketahui telah melakukan suatu pelanggaran dari kewajibanya dalam melaksanakan profesinya
kaan diberikan suatu sanksi represif guna mencegah terjadinya pelanggaran kembali. Hal yang
menjadi permasalahan adalah untuk mengetahui apabila seorang manajer investasi tersebut
dalam melanggar kewajibanya dilakukan karena berada dalam keadaan terpaksa atau ia
melakukanya dengan sengaja. Apabila setelah diteliti secara lebih lanjut manajer investasi
tersebut maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1244 KUHPerdata manajer investasi tersebut tidak
dapat diberkan sebuah sanksi.
Daftar Pustaka

Buku

Hadi. Nor. Pasar Modal. Yogyakarta: Graha Ilmu, 1995


Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990
Soemadipradja, Rahmat S.S. Penjelasan Hukum Tentang Keaadaan Memaksa (Syarat-Syarat
Pembatalan Perjanjian yang Disebabkan Keadaan Memaksa/Force Majeure). Jakarta:
Nasional Legal Reform Program, 2010.
Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 2008
Tayinayati dan Yulia Qamariyanti. Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Anda mungkin juga menyukai