Anda di halaman 1dari 12

penyelesaian sengketa di bidang investasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang dalam tahap pembangunan
di berbagai sektor, termasuk di dalamnya sektor perekonomian. Pembangunan yang
dilakukan tentu saja akan membutuhkan modal atau investasi yang besar. Keterbatasan modal
dalam negeri serta kurangnya sumber daya manusia terampil dan keterbatasan akses pasar,
menyebabkan Indonesia membutuhkan pengaturan yang dapat mengembangkan iklim
investasi sehingga investor asing ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Alasan pertama
suatu negara mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, guna memperluas lapangan kerja. Dengan masuknya
modal asing, kemudian tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai dapat terlaksana seperti
mengembangkan industri subtitusi impor untuk menghemat devisa, mendorong ekspor nonmigas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun prasarana dan daerah
tertinggal.
Dalam era liberalisasi dan globalisasi ekonomi, penanaman modal atau investasi tidak hanya
merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan
ekonomi, namun juga merupakan sarana pengembangan suatu industri, karena investasi asing
secara langsung merupakan denyut nadi ekonomi global. Penanaman modal menjadi suatu
hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan sebagaimana hubungan ekonomi
internasional lainnya, karena penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi
kebutuhan suatu negara, perusahaan, dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena
masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhannya,
dimana hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan masyarakat internasional dalam liberalisasi
dan globalisasi ekonomi, sehingga terjadi peningkatan hubungan penanaman modal
internasional.
Kegiatan-kegiatan penanaman modal pada dasarnya memerlukan suatu transparansi dan
kepastian hukum dalam pelaksanaanya, karena kegiatan tersebut melibatkan pihak-pihak
yang saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang kemudian akan menimbulkan
hubungan hukum diantara mereka. Kepastian dan perlindungan hukum yang jelas akan
memberikan rasa aman dan mendorong para investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Kepastian hukum terhadap penyelesaian sengketa sangat diperlukan untuk dapat
menarik modal investor masuk ke dalam wilayah suatu negara karena penyelesaian sengketa
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari transaksi-transaksi internasional dalam
investasi dan perdagangan luar negeri. Dunia globalisasi telah menghasilkan jumlah pihakpihak transaksi internasional yang besar serta diikuti oleh fenomena fenomena sengketa dan
litigasi terhadapnya. Dalam hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya suatu perjanjian
antara para pihak, baik penanam modal asing dengan partner lokal dan/atau dengan
pemerintah melalui sebuah perjanjian kerjasama, memungkinkan terjadinya suatu perbedaan
pendapat ataupun pengingkaran pelaksanaan kewajiban perjanjian yang dibuat yang
kemudian berujung pada adanya suatu sengketa dalam kerjasama mereka. Untuk mengatasi
sengketa dan permasalahan tersebut, maka para pihak akan mencari penyelesaian melalui
peradilan umum yang dibentuk oleh negara, alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan atau arbitrase.

1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang di bahas dapat di
rumuskan sebagai berikut :
a.
Apa pengertian serta pola penyelesaian sengketa di bidang investasi?
b. Bagaimana cara penyelesaian sengketa penanaman modal yang timbul antara pemerintah
dengan investor domestik?
c.
Bagaimana cara penyelesaian sengketa penanaman modal yang timbul antara pemerintah
dengan investor asing?
BAB II
PEMBAHASAN

1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.

2.1
Pengertian dan Pola Penyelesaian Sengketa
Perselisihan dan sengketa diantara dua pihak yang melakukan hubungan kerjasama mungkin
saja terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan karena salah satu
pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik ataupun karena ada
pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya.
Istilah penyelesaian sengketa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dispute resolution.
Pola penyelesaian sengketa merupakan suatu bentuk atau kerangka untuk mengakhiri
pertikaian atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Pola penyelesaian sengketa bisa
melalui dua macam cara, yaitu melalui pengadilan, dan alternatif penyelesaian sengketa
(ADR).
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa
yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, dimana dalam penyelesaian sengketa itu
diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Penggunaan sistem litigasi
mempunyai keuntungan dan kekurangan dalam penyelesaian sengketa. Keuntungannya yaitu
sebagai berikut.
Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya dalam batas
tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin
ketentraman sosial.
Litigasi sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam
posisi pihak lawan.
Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang
luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan.
Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi.
Dalam sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung
dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi
juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara
eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi setidak-tidaknya juga memiliki banyak
kekurangan. Kekurangan litigasi yaitu:
memaksa para pihak pada posisi yang eksteren;
memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat mempengaruhi putusan;
benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, apakah persoalan materi
(substantive) atau prosedur, untuk persamaan kepentingan dan mendorong para pihak
melakukan penyelidikan fakta yang ekstrem dan seringkali marginal;

4.
5.
6.
7.

1.
2.
3.
4.
5.

2.2

menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan;


fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para pihak tidak selalu
mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya;
tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang
bersengketa; dan
tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang melibatkan
banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif penyelesaian.
Proses litigasi mensyaratkan pembatasan sengketa dan persoalan-persoalan sehingga para
hakim atau para pengambil keputusan lainnya dapat lebih siap membuat keputusan.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli ( Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa).
Apabila kita mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu:
konsultasi;
negosiasi;
mediasi;
konsiliasi; atau
penilaian ahli.
Persoalannya kini adalah mengapa para pihak menggunakan cara ADR dalam menyelesaikan
sengketa yang muncul diantara mereka. Kecenderungan menghindari konflik, lebih-lebih
melalui pengadilan, dapat dilihat di Jepang, dimana sistem litigasi dipandang tidak cocok
untuk menyelesaikan sengketa. Litigasi telah dinilai salah secara moral sehingga
menyebabkan adanya jarak antara hukum negara dengan kenyataan sosial yang berlaku.
Dengan mengacu kepada konsensus dan kecenderungan menghindari konflik dalam
masyarakat jepang, menyebabkan litigasi menjadi tidak cocok untuk menyelesaikan sengketa,
bahkan dipandang membahayakan harmoni. Litigasi dinilai telah gagal mengintegrasikan
rakyat dengan norma-norma lokal mereka, telah mengangkat popularitas dan fungsi mediasi
(chotei), maupun perbaikan hubungan atau konsiliasi (kankai) sebagai pranata penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dalam praktik kontrak di Jepang.
Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan
Investor Domestik
Investasi adalah sebuah penanaman modal yang dilakukan dengan mempunyai tujuan yang
mampu menghasilkan tambahan keuangan pada masa yang akan datang. Pada prinsipnya,
investor yang menanamkan investasinya di Indonesia mengharapkan investasi yang
ditanamkannya dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan gangguan,
baik dari pihak pemerintah sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya. Semakin baik dan
aman dalam menjalankan usahanya para investor, maka semakin besar keuntungan yang akan
diperolehnya di kemudian hari. Tujuan utama para investor menanamkan investasinya adalah
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Walaupun para investor telah
menjalankan usahanya dengan baik, tidak tertutup kemungkinan usaha yang dijalankannya
menimbulkan persoalan dengan pihak pemerintah maupun masyarakat sekitarnya. Misalnya,
pemerintah Indonesia telah mencabut izin investasi dari investor, sementara izin investasinya

1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.
4.

belum habis jangka waktunya. Persoalannya, kini bagaimana cara penyelesaian sengketa
yang timbul antara investor dengan pihak pemerintah Indonesia atau masyarakat sekitarnya.
Investasi dilihat dari aspek pembiayaannya dibagi menjadi dua macam, yaitu investasi yang
bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) dan investasi yang bersumber dari modal asing
(PMA). Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi
yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. Investasi yang bersumber dari modal asing
(PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri.
Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak pemerintah Indonesia
dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia. Ada dua cara
yang ditempuh oleh investor domestik untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara
pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yaitu:
penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi atau lazim disebut alternative dispute resolution
(ADR); dan
litigasi.
Di dalam penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi atau ADR, ada lima cara
penyelesaiansengketa, yaitu:
konsultasi;
negosiasi;
mediasi;
konsiliasi; atau
penilaian ahli
Apabila kelima cara itu tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak, salah satu pihak
yang dirugikan dapat mengajukan persoalan itu ke pengadilan. Prosedur yang harus ditempuh
adalah pihak investor domestik tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan di wilayah
tempat perbuatan hukum dan tempat sengketa terjadi. Pengadilan nantinya yang akan
memutuskan perkara tersebut. Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam
penanaman modal antara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu,
ditentukan empat cara dalam penyelesaian sengketa dalam penanaman modal, yaitu:
musyawarah dan mufakat;
arbitrase;
alternatif penyelesaian sengketa; dan
pengadilan.
Cara penyelesaian sengketa yang pertama adalah dengan musyawarah dan mufakat,
yaitu cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor
domestik, dimana di dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud
untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersamasama. Yang kedua cara penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara
untuk mengakhiri sengketa dimana di dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa
arbiter atau majelis arbiter. Arbiter atau majelis arbiter yang nantinya akan menyelesaiakan
sengketa penanaman modal tersebut.
Kemudian yang ketiga adalah dengan cara alternatife penyelesaian sengketa, yaitu
melaluilembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Berikut penjelasan
masing-masing cara penyelesaian sengketa melalui ADR.

1.
Konsultasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara
pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak mengadakan
tukar pikiran atau konsultasi untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
2.
Negosiasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara
pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak mengadakan
perundingan untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal diantara keduanya.
3.
mediasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah
Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk
menggunakan jasa mediator untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
4.
konsilasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara
pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati
untuk menggunakan jasa konsiliator untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
5.
penilaian ahli merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara
pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati
untuk mengguanakan penilaian ahli untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
Dan cara penyelesaian sengketa yang keempat adalah melalui pengadilan. Yakni cara untuk
mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor, dimana penyelesaian itu
dilakukan di muka dan di hadapan pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan tentang
perselisihan tersebut. Ada tiga tingkatan pengadilan yang harus diikuti oleh salah satu pihak,
apakah pemerintah Indonesia atau investor domestik, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi, dan Mahkamah Agung. Penyelesaian melalui pengadilan memerlukan waktu yang
lama dan biaya yang besar.
2.3
Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah
dengan Investor Asing
Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
telah ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemerintah Indonesia dengan
investor asing yang berkaitan dengan tindakan nasionalisasi oleh pemerintah, yaitu melalui
lembaga arbitrase. Timbulnya sengketa ini adalah karena kedua belah pihak tidak tercapai
persetujuan mengenai jumlah, macam, dan cara pembayaran kompensasi terhadap tindakan
pemerintah dalam melakukan nasionalisasi. Oleh karena itu, setiap tindakan nasionalisasi
akan menimbulkan kewajiban dari pemerintah untuk memberikan kompensasi/ganti rugi
yang jumlah, macam, dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai
dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku.
Lembaga arbitrase baru digunakan apabila tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya
kompensasi/ganti rugi. Badan arbitrase terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh pemerintah
dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya yang dipilih
bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal. Keputusan arbitrase ini mengikat kedua
belah pihak. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal telah diatur cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman
modal antara pemerintah dengan investor asing. Dalam ketentuan itu, ditentukan dua cara
dalam penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor asing. Kedua cara
itu, adalah:
1. musyawarah dan mufakat; dan
2. arbitrase internasional.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk mengakhiri
perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor asing, dimana kedua
belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah

hukum Republik Indonesia. Sifatnya internasional, biasanya lembaga arbitrase yang dipilih
adalah arbitrase internasional yang berkedudukan di Paris.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi ICSID 1958 melalui Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1968 sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan kemungkinan timbulnya
sengketa antara penanam modal asing dengan pihak Indonesia baik oleh pemerintah sendiri
maupun swasta. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi
tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai
Penanaman Modal, telah ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara
dengan warga negara asing. Di dalam Undang-Undang itu ditentukan bahwa ketentuan yang
digunakan untuk penyelesaian sengketa antara negara dengan warga negara asing
adalah International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID). ICSID lahir
dari Convention on the Settlement of Investment Dispute Between States and National of
Other States yang merupakan badan yang sengaja didirikan Bank Dunia. Lembaga ini
ditetapkan tanggal 14 Oktober 1966 di Amerika Serikat. Kantor pusatnya berada di
Washington, Amerika Serikat. Tujuan dan wewenang ICSID adalah menyelesaikan
persengketaan yang timbul di bidang investasi antara suatu negara dengan negara asing
diantara sesama negara peserta konvensi.
Dalam ICSID telah diatur dua pola penyelesaian sengketa, yaitu penyelesaian sengketa
melalui konsiliasi dan penyelesaian sengketa menggunakan arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dalam ICSID
Konsiliasi adalah sebuah usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Penyelesaian sengketa
melalui konsiliasi diatur dalam Artikel 28 sampai Artikel 35 ICSID. Hal-hal yang diatur
dalam artikel tersebut meliputi; komisi konsiliasi, anggota komisi, pengajuan konsiliasi, jenis
perselisihan, permohonan konsiliasi, penunjukan jumlah konsiliator, proses penyelesaian
konsiliasi, dan penyelesaian konsiliasi.
Konsiliasi diatur di Bab Tiga dari ICSID Convention dan Rules of Procedure for Conciliation
Proceedings (Conciliation Rules). Penyelesaian perselisihan pertama kali dapat diupayakan
melalui konsiliasi, yaitu berupa usul yang putusannya tidak mengikat. Apabila dianggap
perlu, para pihak dapat melanjutkannya ke proses arbitrase. Dalam hal ini, Komisi bertindak
sebagai hakim atas wewenang atau yurisdiksinya. Komisi memiliki suatu kewenangan untuk
menetapkan apakah suatu persyaratan-persyaratan suatu sengketa yang diserahkan kepadanya
itu telah memenuhi persyaratan konvensi dan apakah obyek sengketa yang diserahkan
kepadanya tersebut berada di dalam kewenangannya. Setelah Komisi terbentuk, Presiden
Bank Dunia meminta para pihak untuk membuat laporan tertulis atas posisi mereka masingmasing.
Selanjutnya proses konsiliasi didahului oleh konsultasi dimana Presiden Bank Dunia akan
memastikan pengetahuan para pihak tentang prosedur konsiliasi. Presiden Bank Dunia secara
khusus akan meninjau pandangan para pihak berkenaan dengan bahasa yang akan digunakan,
jumlah anggota komisi yang dibutuhkan untuk membuat kuorum, alat-alat bukti, dan lainlain. Presiden Bank Dunia mendasarkan proses konsiliasi dengan perjanjian awal dari para
pihak. Tempat persidangan Komisi adalah pribadi dan rahasia. Kapan saja pada sesi
persidangan, tiap pihak dapat mengajukan saksi atau ahli yang dianggapnya dapat memberi
bukti yang relevan. Untuk dapat membuat kesepakatan antar para pihak, Komisi dapat
menyampaikan rekomendasinya. Apabila para pihak telah mencapai kata sepakat di dalam
persidangan, Komisi harus menutup persidangan dan membuat suatu laporan yang
menyertakan masalah-masalah dalam persidangan dan mencatat bahwa para pihak telah
berhasil mencapai kesepakatan.

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam ICSID


Arbitrase diatur di dalam Bab Empat dari ICSID Convention dan Rules of Procedure for
Arbitration Proceedings (Arbitration Rules). Arbitrase sering dipilih oleh para pihak yang
bersengketa karena prosedurnya mudah, putusannya mengikat, dan tidak dapat naik banding
pada instansi peradilan yang lebih tinggi. Lagipula, persoalannya sangat teknis operasional,
sehingga sukar untuk dimengerti oleh hakim dari badan peradilan.
Arbitrase pada umumnya adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Karakteristik arbitrase ICSID tidak jauh berbeda dengan proses arbitrase pada
umumnya. Tribunal terdiri dari seorang arbitrator atau para arbitrator dengan jumlah yang
ganjil yang ditunjuk dan disetujui oleh para pihak dan prosedurnya terdiri dari dua fase yaitu
proses tertulis yang dilanjutkan dengan proses lisan.
BAB III
PENUTUP

1.
2.
3.

4.
5.

3.1
Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan pada Bab pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
Pola penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu melalui pengadilan dan
alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan (ADR).
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa
yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, diamana dalam penyelesaian sengketa itu
diselesaikan oleh pengadilan, yang putusannya bersifat mengikat.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh investor domestik untuk menyelesaikan sengketa
yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan Investor domestik, yaitu melalui nonlitigasi
atau ADR; dan melalui litigasi (pengadilan).
Ada dua cara dalam penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor
asing, yaitu melalui musyawarah dan mufakat serta arbitrase internasional.
3.2
Saran
Apabila terjadi suatu sengketa dalam bidang investasi hendaknya kedua belah pihak yang
bersengketa dapat mendahulukan proses penyelesaiannya dengan cara nonlitigasi, persoalan
mungkin dapat diselesaikan dengan melakukan negosiasi ulang guna penyelesaian dan
melahirkan kesepakatan baru daripada langsung menggunakan prosedur litigasi, dimana
prosesnya yang panjang di pengadilan serta mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

CONTOH SURAT GUGATAN


Kepada :

Yth Ketua Pengadilan Negeri Medan


Di Medan, Sumatera Utara
Nomor :
Hal : Gugatan Ganti Rugi
Lampiran : Surat Kuasa Khusus
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wahyu Multazam, SH
Pekerjaan : Advokat / Penasehat Hukum
Alamat : Jalan Hindu No. 12 Medan
Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 24 Desember 1985 bertindak untuk dan atas nama :
Nama : Galung Hutabarat
Pekerjaan : Partekelir
Alamat : Jalan Sei Muara No. 7 Medan
Untuk selanjutnya dalam perkara ini mohon disebut sebagai PENGGUGAT.
Dengan ini mengajukan gugatan terhadap :
1. Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta, cq
Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara di Medan, cq Walikota Kdh Tingkat II Kotamadya Medan
di Medan.
2. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Medan dalam hal ini diwakili oleh Walikota Kdh Tingkat
II Kotamadya Medan, cq Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tingkat II Kotamadya Medan.
3. Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan
Republik Indonesia, cq KAPOLRI di Jakarta, cq KAPOLDASU di Medan, cq KADIT LANTAS
POLDASU di Medan, cq KASATLANTAS KOTAMADYA Medan, jalan Adinegoro Medan.
Untuk selanjutnya dalam perkara ini mohon disebut sebagai :
TERGUGAT : I, II, dan III atau PARA TERGUGAT
Adapun gugatan ini kami ajukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa pada tanggal 24 Oktober 1985 hari Kamis sekitar Pukul 17.30 WIB di Kotamadya Medan,
Penggugat mengendarai sepeda motor Honda dengan nopol BK 8840 AL dengan membonceng
seorang cucu Penggugat di belakang dari arah rumah Penggugat menuju Pasar Peringgan;
2. Bahwa sesampainya di persimpangan jalan Sei Merah dengan jalan Pasar Peringgan (simpang tiga)
tiba-tiba sepeda motor yang dikendarai Penggugat terperosok ke dalam lubang besar yang ada di
badan jalan, jalan Pasar Peringgan.;
3. Bahwa sebagai akibat langsung yang diderita Penggugat dan dan Cucu Penggugat ialah :
Penggugat dan Cucu Penggugat jatuh ke aspal;
Sepada moto yang dikendarai oleh Penggugat rusak;
Maksud bepergian terhalang;
4. Bahwa oleh seorang tukang becak bermarga Hutauruk, Penggugat dan Cucu Penggugat dibawa
untuk dirawat Dokter Gani Tambunan di jalan Sei Mencirim, dan oleh Dokter itu Penggugat
disarankan untuk selanjutnya dirawat di rumah sakit (i.c. Klinik Sarah) di jalan Baja Raya No. 10
Medan;

5. Bahwa di klinik tersebut oleh Dokter kulit muka di sekitar hidung Penggugat sepanjang 7 (tujuh)
cm yang luka dijahit dengan 5(lima) jahitan, dengan posisi melintang dari tepi mata sebelah kiri
hingga tepi batang hidung sebelah kanan;
6. Bahwa, lubang yang berada di badan jalan tersebut berukuran 60 cm x 60 cm, berupa lubang roil
yang seharusnya tertutup dengan rapi untuk keselamatan pemakai jalan umum;
7. Bahwa, tidak tertutupnya lubang roil jalan ini adalah penyebab langsung dari kecelakaan dan
kerugian yang diderita Penggugat, dan tidak tertutupnya lubang riol ini adalah jelas merupakan
kelalaian dari Tergugat-tergugat;
8. Bahwa, membangun memperbaiki, merawat, memperluas, meningkatkan kualitas jalan umum , dan
memasang rambu-rambu lalu lintas di atas jalan umum di dalam Kotamadya Medanm adalah sudah
diketahui umum (notoir-feiten) menjadi tugas dan tanggung jawab Tergugat-tergugat, yang semuanya
untuk kesejahtraan dan keselamatan para pemakai jalan umum;
9. Bahwa, adanya lubang got (riool) sebesar 60 cm x 60 cm persegi dengan dalam kurang lebih 11/2
M, di tengah-tengah dan badan jalan pasar Peringgan dekat simpang jalan Sei. Merah dan tidak
adanya usaha dari tergugat-tergugat untuk segera menutupnya, sehingga dapat menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan;
10. Bahwa, kelalaian Tergugat-tergugat ini dapat dikualifikasikan sebagai berikut:
a. Tergugat I sebagai aparat dan administrator tertinggi di daerah Hukuk Kotamadya Medan, tidak
melakukan wewenangnya diantaranya melakukan Kontrol dengan teliti cara kerja bawahannya,
sehinggga akibatnya dapat membahayakan orang banyak.
b. Tergugat II selaku aparat yang langsung diwajibkan bertugas merawat dan menjaga keadaan jalan
umum di Kotamadya Medan, tidak berbuat apa-apa melihat dan mengetahui adanya lubang
sedemikian besar di badan jalan di dalam Kotamadya Medan.
c. Tergugat III yang karena tugasnya sehari-hari selalu berada di jalan umum, sepatutnya dapat
diharapkan cepat mengetahui adanya bahaya yang mengancam pemakai jalan karena lubang tersebut
sangat serasi menimbulkan bahaya bagi pemakai jalan, tetapi tidak melaporkan segera keadaan
bahaya tersebut kepada Tergugat I dan Tergugat II;
11. Bahwa, kelalaian para Tergugat ini sangat patut untuk disesalkan;
12. Bahwa kecelakaan dan kerugian sebagai akibat langsung yang diderita Penggugat sebenarnya
tidak perlu terjadi, seandainya Tergugat-tergugat tidak melalaikan tugasnya secara umum menjadi
tanggung jawab Tergugat-tergugat;
13. Bahwa, sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan, perlu dikemukakan di sini sebagai bahan
tidak adanya koordinasi yang serasi diantara para aparat pemerintah. Kami tunjuk keadaan jalan sekip
yang baru dilebarkan dan sudah diaspal licin, tetapi karena tidak adanya koordinasi diantara aparat, di
atas dan badan jalan itu masih ada bahaya lain yang menanti mangsa para pemakai jalan umum,
karena tiang-tiang listrik tanpa kawat masih berdiri megah yang mengganggu arus lalu lintas, tanpa
ada rambu-rambu;
14. Bahwa, hal lain yang menurut pengamatan orang awam, sangat berbahaya bagi pemakai jalan
umum ialah pulau-pulau kota di jalan Gatot Subroto disimpang Sei Sikambling, dari arah luar kota
(Binjai) mau masuk ke dalam kota Medan pada malam hari, jika tidak hati-hati akan bertubrukan
dengan batu pemisah jalan. Pulau kota ini tidak ada penerangan pada waktu malam hari dan tidak ada
tanda-tanda atau rambu/rambu;
15. Bahwa, kedua hal di atas ini juga kelalaian yang diteruskan oleh Tergugat-tergugat;
16. Bahwa, sebagai akibat kelalaian Tergugat-tergugat, Penggugat telah menderita kerugian yang

perinciannya sebagai berikut :


1) Biaya perawatan di klinik Sarah : Rp. 48.565,- (empat puluh delapan ribu lima ratus enam puluh
lima rupiah).
2) Harga obat Apotik Varia : Rp. 3.975,- (tiga ribu sembilan ratus tujuh puluh lima rupiah).
3) Harga obat Apotik Kimia Farma : Rp. 6.275,- (enam ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah)
4) Harga pelek sepeda motor : Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah).
17. Bahwa kerugian immaterial berupa cacat tubuh seumur hidup, luka parut di wajah Penggugat
bagian hidung yang membuat wajah Penggugat kelihatan seram dan menakutkan dan sangat
berpengaruh terhadap ketajaman penglihatan Penggugat yang menjadi jauh sangat berkurang.
Kerugian ini dinilai pantas sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah).
18. Bahwa jumlah keseluruhan kerugian yang diderita Penggugat ialah:
1. Rp. 48.565,- (empat puluh delapan ribu lima ratus enam puluh lima rupiah)
2. Rp. 3.975,- (tiga ribu sembilan ratus tujuh puluh lima rupiah)
3. Rp. 6.275,- (enam ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah).
4. Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah)
5. Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
6. Rp. 7.570.815,- (tujuh juta lima ratus tujuh puluh ribu delapan ratus lima belas rupiah).
19. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, cukp alasan bagi Penggugat untuk mengajukan ganti
rugi ini terhadap Para Tergugat.
20. Bahwa gugatan Penggugat ini bukan berarti memojokkan Para Tergugat melainkan hendaklah
dipandang sebagai perkembangan kemajuan kecerdasan warga Kota Medan terhadap hak-haknya
diantaranya mendapatkan sarana jalan umum yang memadai dan tidak membahayakan keselamatan
pemakai jalan.
21. Bahwa kerugian-kerugian yang diderita Penggugat baik langsung maupun tidak langsung jelas
merupakan akibat kelalaian Para Tergugat.
22. Bahwa untuk menjamin gugatan Penggugat ini tidak menjadi nihil diperlukan meletakkkan Sita
Penjagaan (Conservatoir Beslag) terhadap harta kekayaan Para Tergugat baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak.
23. Bahwa untuk untuk menjaga kepentingan Penggugat ini agar Para Tergugat tidak lalai pula
membayar ganti rugi kepada Penggugat.
Selanjutnya dimohonkan agar kepada Ketua Pengadilan Negeri Medan untuk memeriksa perkara ini
dengan menetapkan hari persidangan dan memanggil pihak-pihak yang berperkara untuk diperiksa
dan diadili berdasarkan gugatan Penggugat dan memutuskan sebagai berikut:
I. PRIMAIR
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyataka sita penjagaan (Conservatoir Beslag) yang telah dijalankan dalam perkara ini adalah
syah dan berharga.
3. Menyatakan tindakan-tindakan Para Tergugat yang tidak berbuat karena lalai yang berada di tengah
dan badan jalan Pasar Peringgan dekat simpang Jl. Sei, Merah Medan Baru yang serasi dapat
menimbulkan kecelakaan/kerugian bagi para pemakai jalan umum (bc Penggugat) adalah salah yang
dikualifikasikan sebagai tidak berbuatnya Penguasa yang dikarenakan lalai yang dapat disalahkan
(Onrechmatige Overheids daad).
4. Menghukum para Tergugat secara tanggung menanggung renteng membayar ganti rugi kepada
Penggugat sebesar Rp. 7.570.815,- (tujuh juta lima ratus tujuh puluh ribu delapan ratus lima belas

rupiah
5. Menghukum para tergugat dengan menyatakan keputusan ini segera dapat dijalankan debfan serta
mesta walaupun ada verset, banding atau kasasi (uit voobaar bijvoorraad)
6. Menghukum para tergugat secara tanggung menanggung renteng untuk membayar seluruh biaya
yang timbul dalam perkara ini Medan
7. Pemerintah RI yang diwakili menteri pertahanan dan kemanan RI.ca panglima ABRI,cr kapolri
di Jakarta.cq Kapodasu Medan, cq Kaditlantas poldasu Medan. CqKarilantas Kotamadya Medan di Jl
Adinegoro, Medan
Selanjutnya kepada pemegang kuasa ini kami berikan wewenang penuh untuk mewakili pemberi
kuasa mengahdap dan berbicara di muka persidangan pengadilan pegawai negeri, dimana perkara ini
diperiksa, menhadap dan berbicara menghadap pejabat pemerintah swasta. Membuat dan
menandatangani surat-surat yang diajukan sehubungan dengan perkara tersebut. ,mejawab,
membantah hal-hal yang tidak benar mengusahakan perdamaian mengajukan bukti-bukti dan saksisaksi, menolak bukti-bukti dan saksi-saksi dalam keterangannya yang tidak benar, megajukan
permohonan, mengajukan verzet, menerima putusan dan lain-lain upaya hokum yang baik dan
berguna bagi pemberi kuasa, serta diperbolehkan menurut hokum yang ada.
Dan kepadanya diberi pula hak substitusi sebagian dan seluruhnya kepada orang lain.
Medan. 24 Desember 1985
Penerima Kuasa Pemberi Kuasa
t.t.d t.t.d
Alifudin Nur,S.H Galung Hutabarat.
II. SUBSIDAIR
Menetapkan putusan yang seadil-adilnya
Demikian gugatan ini kami ajukan, atas perhatian dan pekenan Yang Terhormat Ketua Pengadilan
Negeri Medan, kami haturkan terima kasih.
Medan, 27 Desember 1985
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat
t.t.d
Wahyu Multazam, SH
Lampiran
SURAT KUASA KHUSUS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Galung Hutabarat

Pekerjaan : Partikelir
Alamat : Jl. Sei Muara No. 7 Medan
Dengan ini mengaku dan menyatakan memberi kuasa kepada:
Nama : Alifuddin Nur, SH.
Pekerjaan : Advokat/Penasehat Hukum
Alamat : Jl. Hindu No. 12 Medan (Kantor LBH Medan)
Baik sendiri maupun bersama-sama
KHUSUS
Untuk menjadi Penasehat Hukum/kuasa hukum saya dalam perkara perdata
Sebagai : Kuasa Hukum Penggugat
Untuk : Mengajukan gugatan ganti rugi atas kelalaian penguasa dalam peristiwa kecelakaan akibat
jalan berlubang di Jalan Pasar Peringgan Medan pada hari Kamis tanggal 24 Oktober 1985 jam 17.30
WIB terhadap :
1. Pemerintah RI yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta, c.q. Gubernur KDH Tk. I
Sumatera Utara di Medan, c.q. Walikota kdh. Tk. II Kotamadya Medan.
2. Pemda Tk. II Kotamadya Medan yang diwakili Walikota Kdh Tk. II Kotamadya Medan. C.q.
kepala Dinas Pekerjaan Umum Tk. II Kotamadya

Anda mungkin juga menyukai