Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada abad ke 2 Hippocrates mengenal Ankylosing spondylitis (AS) berasal
dari
rheumatoid
arthritis.
Realdo
Colombo
tahun
1559
pertama
kali
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1
Definisi.
Ankylosing spondylitis (AS) adalah suatu penyakit kronis, dimana terjadi
gangguan inflamasi multi system pada sendi sakroiliak dan aksial skeletal yang di
karakteristik dengan seronegatif spondyloarthropathy. Penyakit ini sering
ditemukan bersama-sama dengan gangguan seronegatif spondyloarthropathy yaitu
reaktif arthritis, psoriasis, juvenile kronik arthtritis, colitis ulcerative dan chronn
disease.
2.2
Etiologi.
Etiologi dari AS adalah tidak diketahui dengan pasti. Genetik sangat
2.3
Genetik.
95 % orang Eropa (putih) yang menderita AS mempunyai gen B-27.
Kejadian AS di seluruh dunia hampir selalu diikuti dengan gen B-27. Sebagai
contoh gen B-27 tidak terdapat pada suku Aborigin di Australia dan mereka tidak
menderita AS. Prevalensi yang tertinggi dari AS dan B-27 terdapat pada penduduk
asli Amerika (Indian). Frekwensi yang tinggi dari gen B-27 dengan fakta bahwa
gen ini memberikan imunitas terhadap virus, sebagai contoh banyak orang Indian
Amerika yang membawa gen B-27 dapat terbebas dari menderita Small pox dan
2
virus lainnya. Sampai saat ini dikenal 23 tipe dari gen B-27, beberapa tipe
melindungi terhadap AS dan beberapa tipe yang menyebabkan AS. Kurang dari
10% dari seluruh populasi dengan gen B-27 berkembang menjadi AS dan
dipercayai juga bahwa gen lain dapat menyebabkan AS. Beberapa grup didunia ini
dapat berkembang AS tampa gen B-27, contohnya di Libanon dan Kuwait
penderita AS hanya 26% saja yang gen B-27 positif, di Zimbabwe 13 penderita
AS positif B-27, di Gambia penderita AS sangatlah jarang. Dari sinilah terlihat
gen lain juga berperan dalam menyebabkan AS. Gen B-27 bukan hanya satusatunya gen yang menyebabkan AS, dalam hal ini bekerja kombinasi dengan gen
lain untuk menentukan penyakit.
2.4
Sistem ini terbentuk dari jutaan klon limfosit, yaitu sekitar 2 x 1012. Sel-sel
limfosit pada setiap klon memiliki reseptor permukaan yang unik yang
memungkinkan berikatan dengan determinan antigen yang mempunyai susunan
sangat spesifik, setingkat atom dalam susunan molekul. Ada dua kelompok
limfosit, sel B, yang dihasilkan oleh sumsum tulang dan menghasilkan antibodi,
serta sel T, yang dihasilkan oleh kelenjar timus, dan membentuk respon imun
seluler.
Respon Imun Seluler
Respon imun seluler menghasilkan sel-sel khusus yang akan bereaksi
dengan antigen asing yang terdapat pada permukaan sel tubuh lainnya. Sel
tersebut, sebagai contoh, akan membunuh sel tubuh yang terinfeksi virus yang
memiliki antigen virus di permukaan selnya, sehingga sel tersebut akan
dimusnahkan sebelum virus bereplikasi. Pada contoh lain, sel imun tersebut
menghasilkan sinyal-sinyal kimia yang akan mengaktifkan makrofag untuk
membunuh mikroorganisma.
2.5
yaitu Cytotoxic T cell dan Helper Tcell. Cytotoxic T cell dengan segera membunuh
sel yang terinfeksi, terutama oleh virus.Helper T cell membantu aktivasi sel B
untuk membentuk antibodi dan makrofag untuk menelan dan merusak
mikroorganisma. Kedua jenis sel T membentuk reseptor, yang strukturnya serupa
dengan antibodi, pada permukaan selnya.
2.6
yang dimunculkan pada permukaan sel tubuh oleh molekul MHC. Kedua sel T
tersebut dapat mengenali antigen dalam bentuk fragmen peptida yang dibentuk
melalui degradasi antigen protein asing di dalam sel target, dan keduanya,
bergantung pada kemampuan molekul MHC ini-suatu protein khusus-dalam
kemampuannya mengikat fragmen protein asing, membawanya ke permukaan sel,
dan menyajikannya kepada sel T. Protein-protein MHC ini dihasilkan oleh
kelompok gen-gen yang dikenal dengan istilah major histocompatibility
complex (MHC). Pada manusia MHC disebut juga antigen HLA (humanleucocyte-associated antigens), karena pertama kali didemonstrasikan pada
lekosit.
Kelas Molekul MHC
Molekul MHC, yang terdiri dari kelas I dan kelas II, mempunyai peran
yang
sangat
penting
dalam
menyajikan
antigen
protein
asing
kepada Cytotoxic T cell dan Helper T cell. Molekul MHC kelas I dihasilkan oleh
hampir seluruh sel tubuh manusia, molekul MHC kelas II hanya dihasilkan oleh
beberapa sel saja yang dapat berinteraksi dengan Helper T cell, yaitu limfosit B
dan makrofag.
2.7
Frekwensi.
Di Amerika Serikat frekwensi dari AS diperkirakan 0,1 0,2 % dalam
populasi umum.
Di Internasional frekwensinya hampir sama dengan frekwensi di Amerika Serikat.
2.8
Insidensi.
Onset dari penyakit ini dalam usia 10 tahun dan jarang sesudah umur 30
tahun. Tetapi pada bentuk yang juvenile dapat timbul pada usia sebelum 10 tahun
dan bersama-sama dengan pauciartikular arthritis.
2.9
dengan AS. Lebih dari 70 % penderita dilaporkan nyeri sepanjang hari dan
kekauan sendi. Keluhan lain yaitu fatique, terjadi kira-kira 65 % dari penderita.
Banyak dilaporkan dengan fatique bersama-sama dengan meningkatnya nyeri,
kekakuan dan penurunan kapasitas fungsional. Masalah mobilitas terjadi pada AS
kira-kira 47 % penderita ,ketidakmampuan ini berhubungan dengan lamanya
penyakit, arthritis perifer, gangguan pada cervical spine, timbulnya gejala pada
umur muda. Banyak penderita dapat bekerja setelah onset dari gejalanya.
Problem emosi dihubungkan dengan penyakit ini kira-kira 20 % penderita,
kejadian depresi umumnya pada wanita. Peningkatan rata-rata dari mortalitas di
hubungkan dengan AS adalah jarang. Kematian secara umum dapat disebabkan
penyakit yang sudah berjalan lama dengan manifestasi ekstra artikular seperti blok
jantung, atau penyakit yang menyertai sepertiinflammatory bowel disease.
Ras.
Prevalensi AS rendah pada kulit hitam dan tinggi pada kulit merah atau Indian.
Jenis Kelamin.
AS primer mengenai pada pria muda,.
Rasio pria : wanita adalah 4-10 : 1.
Prevalensi pada wanita lebih tinggi daripada yang dilaporkan ,dan penyakit bisa
tidak diketahui karena sulit didiagnosa pada wanita.
Umur.
Mengenai pria muda, puncak umur dari onset penyakit 15-35 tahun,
dengan umur rata-rata 26 tahun. Dalam kira-kira 15-20 % penderita penyakit ini
mulai pada dekade ke 2 kehidupan. 10 % onset terjadi pada penderita dengan
umur lebih dari 39 tahun. Jika keluhan berkembang pada individu dibawah umur
16 tahun dinamakan juvenile onset spondylitis. Dari hip dan sendi perifer terkena
lebih sering dan lebih berat dibandingkan dewasa.
2.9.1
Anatomi.
Tempat klasik pertama pada AS pada SI join diikuti thorakolumbal dan
2.9.2
Patofisiologi.
Dasar lesi patologi dari AS terjadi pada tempat enthesis, dimana
dan progresiv osifikasi dari kapsul joint ekstra spinal dan ligament adalah
karakteristik dari penyakit ini.Tidak seperti rhematoid arthritis, panuus tidak
terjadi.
2.9.3
Klinis.
Anamnesa. Gejala tersering adalah low back pain biasanya pada
pertengahan sacrum menjalar keinguinal, pantat dan turun kekaki. Penderita juga
mengeluhkan kekakuan sendi pada pagi hari.
Makin progresif penyakit akan mempengaruhi rongga dada dimana
ekspansi dari dada menjadi terbatas dengan terlibatnya sendi costovertebra.
Ankylosing pada servikal terjadi belakangan, dan akhirnya terjadinya tulang
belakang yang kaku dan hilangnya lengkungan dan pergerakan.
Kunci dari anamnesa yang menunjukan AS adalah :
Onset LBP insidius.
Onset dari simptom terjadi lebih muda dari 40 tahun.
Adanya symptom lebih dari 3 bulan.
Simptom menjadi buruk pada pagi hari atau bila tidak melakukan aktivitas.
Perbaikan symptom bila melakukan latihan.
Pemeriksaan fisik. Hilangnya fleksi lateral dari vertebra lumbal.
Kondisi kronik pada spine dapat menurunkan ROM dan terjadi fusi pada
bodi vertebra, terkenanya servikal dan upper thorakal dapat menyebabkan fusi
pada leher dan menyebabkan posisi fleksi sehingga penderita terbatas pergerakan
lehernya dan tidak dapat melihat lurus kedepan.
Fokus dari pemeriksaan fisik adalah pada waktu aktif ROM dan Pasif
ROM pada aksial dan sendi perifer. Nyeri pada SI join adalah umum, enthesis
perifer sering diidentifikasi dengan nyeri dan bengkak pada tendon dan insersi
ligamen.
Manifestasi ekstraartikular diperiksa dengan pemeriksaan spesifik ( misal:
ophtalmologi, kardio, dan GIT). Akut anterior uveitis terjadi pada 20-30 % dari
penderita dengan AS,gejalanya unilateral dan terdiri dari nyeri,kemerahan,
photophobia,
peningkatan
lakrimasi
dan
pandangan
kabur.
Penyakit
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium.
Diagnosa dariAS tidak tergantung pada data laboratorium. Peningkatan
LED dan CRP ditemukan kira-kira 75 %, dan ini digunakan sebagai aktivitas dari
penyakit dan respon terhadap pengobatan. Leukositosis ringan, anemia normositik
normokrom, peningkatan gama globulin, RF negative dapat ditemukan pada AS.
HLA B-27 ditemukan pada 95 % penderita AS.
Imaging.
Radiografi. Pda proses inflamasi terjadi perubahan pada SI joint dan spine.
Sakroiliitis bilateral terjadi erosi tulang dan sklerosing dari joint. Fibrosis,
osifikasi, terjadi jembatan syndesmophyte.
MRI. Dilakukannya MRI pada penderita bila berkembang menjadi bowel dan
blader disfungsi untuk menilai terjadinya secondary syndrome spinal stenosis.
Kriteria diagnostik.
Kriteria
spesifik
untuk
mendiagnosa
AS
dikembangkan
pada
konfrensi rematik disease di Rome dan New York dan dihasilkanlah kriteria Rome
(1963) dan kriteria New York (1968). Walaupun keseluruhan kriteria dapat di
pergunakan, tetapi keterbatasan dalam pengenalan dan overlapping antara klinik
dan radiologi dari variasi seronegatif spondyloarthropathy dapat mempengaruhi
diagnosa.
Kriteria Rome (1963) : AS didiagnosa jika terjadi bilateral sakroiliitis bersama
dengan sekurang-kurangnya salah satu kriteria berikut :
Low back pain dan stiffness lebih dari 3 bulan.
Nyeri dan stiffness pada daerah thoraks.
Terbatasnya gerakan pada daerah lumbal.
Anamnesa adanya bukti dari iritis atau sequelenya.
Kriteria New York (1968) : AS didiagnosa bila terjadi grade 3-4 bilateral
sakroiliitis bersama dengan sekurangnya 1 dari kriteria klinik atau jika grade 3-4
unilateral atau grade 2 bilateral sakroiliitis bersama dengan 1 kriteria klinik atau
dengan kriteria klinik 2 dan 3. Mungkin suatu AS jika grade 3-4 bilateral
sakroiliitis tanpa satu kriteria dibawah.
1. Keterbatasan pergerakan dari lumbal spine dalam fleksi anterior, fleksi lateral,
dan ekstensi.
2. Riwayat nyeri atau adanya nyeri pada hubungan thorakolumbal atau dalam
lumbal spine.
3 Keterbatasan dari ekspansi dada 1 inchi atau kurang.
10
2.9.5
Obat
Tidak ada treamen definitive yang unggul untuk penderita AS, diagnosa
dini dan pengetahuan penderita ttg penyakitnya adalah penting.
NSAID digunakan pada umumnya untuk menghilangkan nyeri dan
menurunkan
proses
inflamasi.Laporan
mengenai
penggunaan
aspirin
11
Aktivitas
Program latihan yang benar adalah penting sebagai komponen pengobatan
AS. Merujuk ke ahli fisioterapi atau rehabilitasi diperlukan untuk membantu
penderita melakukan program latihan yang benar.
12
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan
Ankylosing spondylitis (AS) adalah suatu penyakit kronis, dimana terjadi
gangguan inflamasi multi system pada sendi sakroiliak dan aksial skeletal yang di
karakteristik dengan seronegatif spondyloarthropathy.
Etiologi dari AS adalah tidak diketahui dengan pasti. Genetik sangat
mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Hubungan langsung antara AS dan
mayorhistokompabiliti Human Leukosit Antigen (HLA) B-27 adalah menentukan,
Adanya anamnesa mengenai keluarga yang menderita penyakit yang sama. Kirakira 90 95 % penderita AS mempunyai antigen jaringan HLA B-27,
dibandingkan dengan 7 % dari populasi seluruhnya. Pengaruh yang pasti dari
HLA B-27 dalam mempresipitasi terjadinya AS tetap tidak diketahui,
bagaimanapun ini dipercaya bahwa kejadiannya menyerupai atau bertindak
sebagai reseptor untuk memacu antigen seperti bakteri
3.2
Saran
Diharapkan dokter muda dan masyarakat umum mampu memahami
13
Daftar Pustaka
1. Louis Solomon ; Apleys System of Orthopedics and Fractures ; edisi 8 ; Oxford
University Press Inc ; hal 58-61 tahun 2001.
2. Robert Bruce Salter ; Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
system ; edisi 3 ; William and Wilkin ; hal 242-245 tahun 1999.
3. Jeffrey M Spivak et all ; Orthopaedics A Study Guide ; Edisi internasional ; Mc
Graw-hill ; hal 365-367 tahun 1999.
4. Esses I. Stephen ; Textbook of Spinal Disorder ; J.B. Lippincott Company
Philadelphia ; hal 248-252 tahun 1995.
5. Humpreys Craigs ; Ankylosing Spondylitis ; Journal Emedicine ; 26 February
tahun 2002.
6. Wilfred C G ; Ankylosing Spondylitis ; Journal Emedicine ; 27 maret 2002.
14